Berbicara mengenai hukum perlindungan konsumen memang sangat memprihatinkan, dan menjadi perhatian buat kita semua. Sebab di dalam hukum perlindungn konsumen itulah terdapat atruran yang mengikat antara konsumen dan produsen. Dalam berbgai literatur,ada 2 pengertian mengenai perlindungan konsumen. Yaitu hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen. Menurut A.Z Nasution ialah keseluruhan asas-asas dan kaidahkaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup. Sedangkan hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang mengatur asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Namun berbicara hukum perlindungan konsumen, selalu menjadi momok bagi produsen. sebab konsumen lah yang selalu mendapatkan hak dari padanya, padahal disini timbul hukum perlindungan konsumen ialah untuk mngatur keseimbangan hak antara konsumen dan produsen. Disinilah kita membtuhkan peran peran pemerintah dalam menrgontrol dan mengawasi, sehingga tercipta sistem yang kondusif saling berkaitan satu dengan yang lain dengan demikian tujuan mensejahterahkan masyarakat secara luas dapat tercapai. Ini semua tidak lari dari pada bagaimana peran pemerintah dalam mengontrol dan mempubikasikan mana yang boleh dan mana yang tidak. Padahal dapat dilihat dari tahun 1978, MPR seebuh lembaga tinggi pemerintahan di Indonsia telah dengan tegas menjelaskan bahwa adanya subjek hukum yaitu konsumen dalam ketetapan MPR Republik Indonesia (TAP-MPR) tanggal 9 maret 1993 No. II/MPR/1993.41 Perlindungan hukum konsumen merupakan bagian dari hukum publik dan hukum privat. Mengapa dikatakan sedemikian, perlindungan konsumen dikatakan hukum publik karena sebenarnya di sinilah peran pemerintah untuk melindungi seluruh konsumen dari produk-produk yang tidak berkualitas atau dari pelaku usaha yang berniat buruk. Dari pembicaraan mengenai TAP MPR di atas jelas menegaskan bahwa pemrinth harus ikut andil dalam perlindungan konsumen. Di negara kita, yang jelasnya negara Indonesia gerakan perlindungan konsumen mulai muncul dari sebuah lembaga konsumen yaitu YLKI, yang di anggap sebagai awal mulanya advokasi konsumen di Indonesia yang bediri pada 11 mei 1973. Pegerakan lembaga ini cukup gesit pada saat itu bahkan mendahului Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC) No.2111 tahun 1978 tentang perlindungan konsumen. Definisi perlindungan konsumen pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen negara kita adalah “Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”, diharapka ini sebagai acuan yang tidak semestinya meerugikan pelaku usaha, namun harus berimbang kepada hak kosumen. Meskipun disebut Undang-Undang Perlindungan Konsumen namun bukan berarti kepentingan pelaku usaha tidak ikut menjadi perhatian, teristimewa karena keberadaan perekonomian nasional banyak ditentukan oleh para pelaku usaha. Bahkan dari negara negara luar sudah mengenal perlidungan konsumen, bahkan dari organisasi PBB. Hal ini terbukti dengan dikeluarkannya resolusi perserikatan bangsa-bangsa No.39/248 tahun 1985. Perlindungan konsumen harus menjadi perhatian kita saaat ini, dengan menilai negara kita hidup dengan investasi luar dan membuat negara kita tergantung akan hal itu. Karena persaingan perdagangan internasional dapat membawa pemikiran negatif bagi perlindungan konsumen. PERLINDUNGAN KONSUMEN DI ERA DIGITAL Salah satu regulasi yang dibutuhkan saat ini untuk memberi perlindungan konsumen dalam ekonomi digital yaitu UU Perlindungan Data Pribadi. Kehadiran ekonomi digital berbanding lurus dengan peningkatan risiko terjadinya pelanggaran hak konsumen. Meski telah memiliki Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, nyatanya nasib perlindungan konsumen masih mengkhawatirkan karena berjalannya regulasi, lemahnya pengawasan hingga tidak tegasnya penegakan hukum dalam penyelesaian sengketa konsumen. Kehadiran ekonomi digital harus diimbangi dengan penegakan hukum konsumen. Hal ini diperlukan untuk memberi kepercayaan masyarakat dalam bertransaksi.Menjelaskan saat ini masih terdapat berbagai pengaduan konsumen sehubungan perdagangan elektronik hingga financial technology (fintech). Sanksi yang diberikan kepada para pelaku usaha yang melanggar hak konsumen sering kali berakhir dengan sanksi ringan. Hal ini dinilai tidak memberi efek jera pada para pelaku usaha sehingga berisiko terjadinya pelanggaran hukum lainnya. Dengan Putusan tingkat pengadilan masih ringan, tidak banyak memberi edukasi kepada masyarakat. Para penegak hukum harus memahami perlindungan konsumen itu sendiri. Parameter tersebut antara lain standardisasi atau SNI di Indonesia, iklan, cara penjualan serta klausula baku. Maka dari itu, konsumen harus lebih cermat dalam membeli barang. Konsumen diimbau perlu memerhatikan klausula baku yang diberikan pelaku usaha sebelum membeli. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya sengketa atau kerugian bagi konsumen. Selain itu, konsumen juga harus memerhatikan ketersediaan buku panduan pakai atau manual book saat membeli produk. Menurutnya, tanpa ada buku panduan pakai mengindikasikan barang tersebut ilegal. PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA Penegakan hukum perlindungan konsumen di Indonesia didasarkan pada UU No. 8 th. 1999 tentang perlindungan konsumen(UUPK), Kepres No. 90 th. 2001 tentang pembentukan BPSK, Keputusan Memperindag RI No. 301 th. 2001 tentang pengangkatan dan pemberhentian anggota dan secretariat BPSK, surat keputusan Memperindag RI No. 350 tahun 2001 tentang pelaksanaan tugas dan wewenang BPSK, maka terbentuklah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) di beberapa kota di Indonesia. Di Indonesia sendiri, banyak terjadi pelanggaran pada hukum perlindungan konsumen, Contoh kasus yang terjadi pada masa pandemic ini yaitu penjualan masker bekas. Memakai masker menjadi salah satu upaya untuk mencegah terinfeksi Virus Corona atau Covid-19. Tidak heran jika kini masker menjadi salah satu barang langka karena sulit didapat. Permintaan masker yang semakin banyak dimanfaatkan para penjual masker. Seperti kamu tahu, kini masker dibanderol fantastis, hingga ratusan ribu Rupiah. Selain itu, ada pula penjual nakal yang menjual masker daur ulang demi mendapat keuntungan lebih. Maka hal ini sangat merugikan banyak konsumen dan disinilah peran perlindungan konsumen. Perlindungan hukum terehadap konsumen di Indonesia ini harus benar-benar berdasarkan kepastian hukum. Hukum bagaimanapun sangat dibutuhkan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat didalam segala aspeknya, apakah itu kehidupan sosial, kehidupan politik, budaya, pendidikan apalagi yang tak kalah pentingnya adalah fungsinya atau peranannya dalam mengatur kegiatan ekonomi. Maka dari itu pentingnya hukum perlindungan konsumen di Indonesia yang tingkat konsumtifnya tidak dapat dikatakan rendah ini, Banyaknya pelaku usaha juga perlu mengetahui hak hak dari konsumen agar membuat mereka juga memberi keuntungan pada diri mereka sendiri maupun konsumen. Kesalahan konsumen dalam hal ini adalah tidak cermat dalam berbelanja online dan kurang ketatnya keamanan pada pasar online. Karena seharusnya konsumen juga harus punya edukasi agar cermat sebelum berbelanja di pasar online. Mulai dari mereka memilih market yang terpacaya dan memilih barang dengan teliti sebelum membelinya. Konsumen mempunyai hak kenyamanan,keamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa. Secara garis besar, UU PK telah membatasi peran antar pelaku usaha dan konsumen, serta mengatur mengenai hak-hak yang dimiliki oleh konsumen. Ada beberapa poin penting dalam UUPK, yang perlu diketahui oleh masyarakat umum, baik konsumen maupun pelaku usaha. Pertama, mengenai hak dan kewajiban yang dimiliki oleh para pelaku usaha dan konsumen. Kedua, mengenai sanksi pidana bagi pelaku usaha yang melanggar hak-hak konsumen. UU PK mengatur mengenai sanksi hukum pidana, seperti yang terdapat pada Pasal 62 ayat 1 dan ayat 2. Ketiga, kasus persengketaan konsumen dan pelaku usaha yang bisa dibawa ke ranah pengadilan, dengan perantara lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha (Pasal 45). Sebagai realisasinya, Pemerintah telah membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) di beberapa kota di Indonesia seperti yang diamanatkan oleh Pasal 49 UU PK. http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/PH/article/view/1411 https://bpkn.go.id/posts/show/id/1488 http://repository.uin-suska.ac.id/20248/8/8.%20BAB%20III%20%281%29.pdf https://bpkn.go.id/posts/show/id/1488 https://media.neliti.com/media/publications/183737-ID-penegakan-hukum-pidana-dalam- perlindunga.pdf