Anda di halaman 1dari 20

Referat

BURST ABDOMEN

Oleh:

Majesty Umboh 20014101087

Nathanael F. Prasetio 210141010128

Melissa Tansil 210141010110

Daniel Rawis 20014101063

Gabriella P. H. Rumani 20014101028

Agustinus Andika 18014101005

Anggara Watuseke 16014101134

Ramdan P. I. Timang 15014101318

Alson Sambonu 16014101136

Supervisior Pembimbing:

dr. Herman Kereh, Sp.B

BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI


MANADO

2022

BAB I

PENDAHULUAN

Burst abdomen atau disebut juga sebagai Wound dehiscence merupakan

komplikasi serius dari tindakan post operatif yang dapat meningkatkan morbiditas

dan mortalitas. Terpisahnya jahitan luka pada abdomen secara partial atau

komplit salah satu atau seluruh lapisan dinding abdomen pada luka post operatif

harus segera ditangani karena pasien tersebut memiliki kemungkinan mortalitas

30%.

Pada tahun 1972 terdapat 18 (3%) kasus burst abdomen diantara 593

operasi yang terjadi pada anak-anak. Pada orang dewasa terdapat 45 kasus

diantara 5156. Dari 45 kasus, 80% terjadi pada lansia. Saat ini insiden burst

abdomen tidak berbeda jauh dengan tahun 1972. Insiden sebanyak 0,2% - 6%

dengan tingkat kematian 10% - 30%. Burst abdomen yang tidak ditangani dengan

tepat dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang serius yang akan

meningkatkan resiko kematiaan. Apabila insiden ini terus berlanjut dan tidak ada

perhatian dari masyarakat tentang kasus ini, maka akan ada kemungkinan

bertambahnya pasien dengan burst abdomen setiap tahunnya.


BAB II

DAFTAR ISI

A. Definisi

Burst abdomen atau disebut juga sebagai wound dehiscence merupakan

komplikasi serius dari tindakan post operatif yang dapat meningkatkan

morbiditas dan mortalitas. Burst abdomen adalah terbukanya tepi-tepi luka

sehingga menyebabkan evirasi atau pengeluaran isi organ-organ dalam seperti

usus, hal ini merupakan salah satu komplikasi post operasi dari penutupan

luka di perut. Meskipun kasus ini jarang ditemukan di Indonesia namun tidak

sedikit pasien yang pernah mengalami burst abdomen. Burst abdomen

berhubungan dengan tingginya angka kesakitan >40% dan angka kematian

>18 % pada lansia dan malnutrisi.

B. Etiologi

Terjadinya burst abdomen dipengaruhi oleh banyak faktor. Berdasarkan

beberapa penelitian yang telah dilakukan faktor resiko akan dibedakan

menjadi tiga bagian yaitu faktor pre-operative, operative, dan post-operative.

a. Pre operasi

Faktor pre-operative ini biasanya berhubungan dengan keadaan pasien

sebelum operasi dan karakteristik pasien. Faktor pre-operative ini biasanya


berhubungan dengan keadaan pasien sebelum operasi dan karakteristik

pasien.

1. Jenis kelamin

Kejadian pada pria dan wanita didapatkan perbedaan yang sedikit

meningkat pada pria yang mana berbanding 3:1. Hal ini dapat dipicu karena

faktor merokok, pada pria sering mengalami batuk persisten sehingga dapat

meningkatkan tekanan intraabdomen dan lebih beresiko terjadi burst abdomen.

2. Umur

Kejadian burst abdomen meningkat dengan bertambahnya umur. Burst

abdomen pada pasien yang berumur <45 tahun sebesar 1,3%, sedangkan pada

pasien >45 tahun sebesar 5,4%. (Schwartz et al, Principles Of Surgery) Burst

abdomen sering terjadi pada usia >60 tahun. Hal ini dikarenakan sejalan

dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalami proses

degenerasi dan otot dinding rongga perut melemah. (Lotfy, 2009) Hal ini

mungkin dikarenakan hal-hal sebagai berikut:

a) Faktor penentu sebelum terjadinya burst abdomen yang sering

ditemukan yaitu batuk kronis, konstipasi kronis dan dysuria.

b) Adanya anemia, hypoproteinaemia, dan beberapa kekurangan vitamin

dalam kelompok usia ini.

c) Komplikasi pasca operasi seperti mengejan, batuk, dan muntah

berulang.

3. Anemia

Hemoglobin menyumbang oksigen untuk regenerasi jaringan granulasi

dan penurunan tingkat hemoglobin mempengaruhi penyembuhan luka. (Lotfy,


2009). Pada beberapa studi dikemukakan bahwa rendahnya kadar hemoglobin

(<10mg mg/dl) merupakan salah satu faktor resiko terjadinya burst abdomen.

4. Hipoproteinemia

Hypoproteinemia adalah salah satu faktor yang penting dalam

penundaan penyembuhan, seseorang yang memiliki tingkat protein serum di

bawah 6 g / dl memiliki resiko burst abdomen.

5. Defisiensi vitamin C

Vitamin C sangat penting untuk memperoleh kekuatan dalam

penyembuhan luka. Kekurangan vitamin C dapat mengganggu penyembuhan

dan merupakan predisposisi kegagalan luka. Kekurangan vitamin C terkait

dengan delapan kali lipat peningkatan dalam insiden wound dehiscence.

6. Kortikosteroid

Steroid memiliki peranan dalam menghambat proses inflamasi, fungsi

makrofag, proliferasi kapiler, dan fibroblast. Selain itu juga kortikosteroid dapat

menurunkan sistem imun sehingga jika terjadi suatu infeksi, proses

penyembuhan luka terhambat.

7. Merokok

Kebiasaan merokok sejak muda menyebabkan batuk-batuk yang

persisten, batuk yang kuat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra

abdomen.

8. Hypoalbuminaemia (serum albumin < 3 mg%)


Keadaan hipoalbuminemia ini akan mengurangi sintesa komponen sulfas

mukopolisarida dan kolagen yang merupakan bahan dasar penyembuhan luka.

Defisiensi tersebut akan mempengaruhi proses fibroblasi dan kolagenisasi

yangmerupakan proses awal penyembuhan luka. Hal ini akan memperlambat

proses penyembuhan luka. Hypo-albuminaemia dapat digunakan sebagai

penanda malnutrisi. Hypoproteinemia merupakan salah satu faktor terpenting

dalam proses penyembuhan. Untuk perbaikan jaringan, sejumlah besar asam

amino diperlukan. Asam amino membantu dalam pembentukan RNA dan DNA.

Kekurangan ini mengarah ke jaringan selular miskin, yang menyebabkan

kekuatan luka hilang.

9. Operasi yang bersifat emergensi.

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan dengan terjadinya

burst abdomen. Hal ini mungkin lebih disebabkan karena keadaan hemodinamik

pasien yang tidak stabil dibandingkan dengan persiapan operasi yang terencana

(elektif).

10. Diabetes (GDP > 140 mg/dl atau GDA> 200 mg/dl)

Pada orang dengan diabetes, proses penyembuhan luka berlangsung

lama. (Lotfy, 2009). DM berkaitan dengan gangguan metabolisme pada jaringan

ikat hal tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh

sehingga akan mengganggu proses penyembuhan luka operasi. Sehingga

pengendalian DM yang baik dibutuhkan untuk menghindari DM sebagai faktor

resiko.

b. Operasi

1. Tipe insisi
Midline incision memiliki insiden terjadinya burst abdomen lebih besar

daripada transverse incision. Midline incision tidak anatomis karena incisi ini

memotong serabut aponeurotik, sedangkan pada transverse incision memotong

diantara serabut. Kontraksi pada dinding abdomen akan memberikan tekanan

untuk membantu penutupan luka. Pada midline incision, kontraksi ini dapat

menyebabkan adanya luka baru pada lateral jahitan, sedangkan pada transverse

incision, jahitan akan merapat. Midline incision banyak digunakan karena

dengan teknik ini lapangan pandang saat operasi menjadi lebih luas untuk

melakukan explorasi.

2. Jahitan luka

Berdasarkan hasil penelitian teknik continuous Z memiliki faktor resiko

terjadinya burst abdomen lebih besar yaitu sebesar 14,8% sedangkan pada teknik

interrupted X hanya sebesar 2,17%.

c. Post operasi

1. Peningkatan tekanan intra-abdominal

Peningkatan tekanan ini dapat disebabkan oleh batuk, muntah, ileus, dan

retensi urine. Setelah beberapa operasi intra abdomen, kejadian ileus tidak dapat

dielakkan. Tekanan intra abdomen yang tinggi mungkin disebabkan pada pasien

dengan penyakit paru obstruktif kronik yang biasanya mereka menggunakan

otot-otot abdomen sebagai otot tambahan untuk respirasi. Sebagai tambahan,

batuk yang terjadi mendadak dapat meningkatkan tekanan intra abdomen.

Beberapa factor yang berperan dalam peningkatan tekanan abdomen seperti

obstruksi usus post opersi, obesitas, dan cirrhosis dengan adanya ascites.

Tekanan intraabdominal yang tinggi akan menekan otot-otot dinding abdomen


sehingga akan teregang. Regangan otot dinding abdomen inilah yang akan

menyebabkan berkurangnya kekuatan jahitan bahkan pada kasus yang berat

akan menyebabkan putusnya benang pada jahitan luka operasi dan keluarnya

jaringan dalam rongga abdomen. Hal yang menyebabkan peningkatan tekanan

intra abdomen diantaranya:

a) Mengangkat beban berat

b) Batuk dan bersin yang kuat

c) Mengejan akibat konstipasi

2. Infeksi pada luka

Produk infeksi yang dihasilkan dapat menghambat proses penyembuhan

luka. Gagalnya penyatuan fasia karena adanya nekrosis dipercaya dapat

menyebabkan burst abdomen. Selain itu terjadinya burst abdomen atau wound

dehiscence dapat disebabkan oleh beberapa factor sistemik dan local yang

berpengaruh terhadap timbulnya luka komplikasi ini.

a. Faktor Sistemik

Burst abdomen jarang diderita pada pasien dibawah usia 30 tahun tetapi

pada pasien diatas usia 60 tahun dengan operasi laparotomi hanya

didapatkan sebanyak 5 %. Burst abdomen banyak dijumpai pada pasien

dengan Diabetes mellitus, uremia, immunosuppresion, jaundice, sepsis,

hipoalbuminemia, pasien dengan obesitas, riwayat keganasan, maupun

pasien dengan penggunaan obat-obatan kortikosteroid.

b. Faktor Lokal

Ketiga factor local yang penting untuk terjadinya burst abdomen

diantaranya adalah: penutupan luka yang tidak adekuat, peningkatan


tekanan intraabdomen, dan gangguan pada proses penyembuhan luka.

Burst abdomen lebih sering terjadi karena kombinasi ketiga factor tersebut

dibandingkan bila hanya muncul salah satu saja. Jenis incise pada saat

operasi seperti incise transversal maupun longitudinal sampai saat ini tidak

berpengaruh terhadap insiden dari burst abdomen.

3. Penutupan jahitan dari Luka Operasi

Penutupan yang adekuat dari luka operasi merupakan salah factor yang

penting dalam hal penyembuhan luka operasi. Lapisan fasial memberikan

kekuatan pada saat penutupan, dan ketika fascia terbuka atau rusak (disrupts)

luka akan terbuka dan menjadi rusak. Keakuratan penutupan pada lapisan

anatomi sangat penting untuk penutupan luka yang adekuat. Banyak luka-luka

menjadi rusak (burst/dehiscence) disebabkan karena terputusnya jahitan sampai

kedalam fascia. Untuk pencegahan masalah ini meliputi bentuk irisan operasi

yang bagus dan bersih, devitalisasi dari fascia yang sangat diperhatikan selama

operasi, penempatan dan penautan jahitan yang tepat, dan pemilihan material

jahitan yang sesuai. Jahitan ditempatkan 2-3 cm dari tepi luka dan kira-kira

sepanjang 1 cm. Luka dehiscence sering disebabkan karena jahitan bekas operasi

yang terlalu melekat dan rapat pada tepi fascia. Pada pasien dengan factor resiko

terjadinya luka dehiscence, para ahli bedah harus melakukan penutupan yang

kedua pada operasi pertama, dan melakukan perawatan ekstra untuk mencegah

terjadinya luka dehiscence. Bahan untuk jahitan sintetik yang modern seperti

asam polyglycolic, polypropylene, dan yang lain, digunakan untuk penjahitan


pada penutupan fascia yang superior. Pada luka yang mengalami infeksi, benang

dari bahan polypropylene lebih resisten terhadap degradasi dari pada benang

asam polyglycolic serta rata-rata yang rendah terhadap terjadinya luka yang

rusak. Komplikasi luka menurun dengan adanya obliterasi pada daerah “dead

space”. Ostomies dan drain setelah operasi ditempatkan diluar dari incise operasi

untuk menurunkan kejadian luka infeksi dan terbuka.

4. Gangguan pada Penyembuhan Luka

Infeksi merupakan factor yang berhubungan pada separuh lebih

terjadinya luka karena rusak. Adanya drain, seroma, dan luka hematom juga

sebagai tanda adanya penyembuhan luka yang terlambat. Normalnya, “healing

ridge” ( penebalan kira -kira 0,5 cm dari masing-masing sisi jahitan) tampak

pada akhir dari minggu pertama setelah operasi. Jika muncul jenis luka seperti

ini maka secara klinis penyembuhan luka berjalan dengan baik dan adekuat, dan

ini biasanya tidak muncul pada luka yang rusak.

5. Terapi radiasi

Riwayat pemakaian terapi radiasi mengganggu sintesis protein normal,

mitosis, migrasi dari faktor peradangan, dan pematangan kolagen.

C. Faktor Resiko

Penelitian yang dilakukan Ningrum dkk, terdapat enam faktor yang

berhubungan dan menjadi faktor prediktor terjadinya wound dehiscence

yaitu jenis operasi, status nutrisi, anemia, hipoalbumin, infeksi luka operasi,

dan adanya penyakit penyerta berupa keganasan, diabetes mellitus dan


pulmonal. Sementara dua faktor yang tidak berhubungan dengan kejadian

wound dehiscence yaitu usia dan jenis kelamin. Komplikasi wound

dehiscence terjadi pada pasien yang memiliki lebih dari 3 faktor risiko dan

banyak terjadi ketika perawatan di rumah.

Berdasarkan hasil wound dehiscenceterjadi di rumah, maka ,

diharapkan semua tenaga kesehatan mampu berperan aktif baik secara

mandiri atau kolaborasi dalam upaya mencegah terjadinya komplikasi

operasi wound dehiscence pada pasien pasca bedah laparatomi. Hal yang dapat

dilakukan yaitu monitoring potensial faktor risiko yang terdapat pada

pasien dan melakukan pencegahan baik itu melalui persiapan

perioperatif, saat operasi dan perawatan pasca operasi laparatomi. Melakukan

perawatan luka dengan mempertahankan teknik steril untuk pencegahan

infeksi serta hal lain yang dapat dilakukan adalah melibatkan keluarga

dalam proses perawatan pasien melalui pemberian informasi dan pendidikan

kesehatan atau discharge planning terkait perawatan luka pasien post

laparatomi di rumah serta pentingnya asupan protein untuk proses

penyembuhan luka. Discharge planning sangat perlu untuk memastikan

pasien sudah mendapat penkes yang tepat untuk mencegah wound dehiscence

di rumah.

D. Patofisiologi

Burst Abdomen bisa disebabkan oleh faktor pre operasi, operasi dan

post operasi. Pada faktor pre operasi, hal-hal yang berpengaruh dalam factor pre

operasi ini adalah usia, penyakit diabetes mellitus, dan malnutrisi. Pada umur tua
otot dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ

dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Kejadian tertinggi burst

abdomen sering terjadi pada umur > 50-65 tahun. Selain itu adanya anemia,

hypoproteinaemia, dan beberapa kekurangan vitamin bisa menyebabkan

terjadinya burst abdomen. Hemoglobin menyumbang oksigen untuk regenerasi

jaringan granulasi dan penurunan tingkat hemoglobin mempengaruhi

penyembuhan luka. Penyakit-penyakit tersebut tentu saja amat sangat

berpengaruh terhadap daya tahan tubuh sehingga akan mengganggu proses

penyembuhan luka operasi. Hypoproteinemia adalah salah satu faktor yang

penting dalam penundaan penyembuhan, seseorang yang memiliki tingkat

protein serum di bawah 6 g / dl. Untuk perbaikan jaringan, sejumlah besar asam

amino diperlukan. Vitamin C sangat penting untuk memperoleh kekuatan dalam

penyembuhan luka. Kekurangan vitamin C dapat mengganggu penyembuhan

dan merupakan predisposisi kegagalan luka. Kekurangan vitamin C terkait

dengan delapan kali lipat peningkatan dalam insiden wound dehiscence. Seng

adalah co-faktor untuk berbagai proses enzimatik dan mitosis (Saktya, 2011).

Untuk factor operasi, tergantung pada tipe insisi, penutupan sayatan, penutupan

peritoneum, dan jahitan bahan. Kontraksi dari dinding abdomen menyebabkan

tekanan tinggi di daerah lateral pada saat penutupan. Pada insisi midline, ini

memungkinkan menyebabkan bahan jahitan dipotong dengan pemisahan lemak

transversal. Dan sebaliknya, pada insisi transversal, lemak dilawankan dengan

kontraksi. Otot perut rektus segmental memiliki suplai darah dan saraf. Jika

irisan sedikit lebih lateral, medial bagian dari otot perut rektus mendapat

denervated dan akhirnya berhenti tumbuh. Ini menciptakan titik lemah di


dinding dan pecah perut. Faktor post operasi terdiri dari peningkatan dari intra-

abdominal pressure yang menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan

dinding abdominal yang tipis atau tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut,

dimana kondisi itu ada sejak atau terjadi dari proses perkembangan yang cukup

lama, pembedahan abdominal dan kegemukan. Dapat dipicu juga jika

mengangkat beban berat, batuk dan bersin yang kuat, mengejan akibat

konstipasi. Kebiasaan merokok sejak muda menyebabkan batuk-batuk yang

persisten, batuk yang kuat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra

abdomen. Terapi radiasi dapat mengganggu sintesis protein normal, mitosis,

migrasi dari faktor peradangan, dan pematangan kolagen. Antineoplastic agents

menghambat penyembuhan luka dan luka penundaan perolehan dalam kekuatan

tarik. Pada pasien post operasi abdomen yang memiliki penurunan kemampuan

penyembuhan luka, maka akan beresiko mengalami burst abdomen. Pasien burst

abdomen biasanya akan ditemukan peningkatan tekanan intra abdomen

sehingga dapat mengganggu ekspansi paru dan suplai oksigen menurun

sehingga menyebabkan terjadinya sesak napas. Distensi abdomen juga sering

ditemukan pada pasien burst abdomen sehingga dapat menyebabkan penurunan

nafsu makan dan terjadi anoreksia. Luka insisi pada pasien burst abdomen dapat

menyebabkan diskontinuitas jaringan sehingga menimbulkan nyeri pada daerah

sekitar luka. dan memiliki resiko tinggi terjadi infeksi (Medical Journal, 2011).

E. Manifestasi Klinis
Klinis awal yang terlihat jelas pada burst abdomen adalah luka terbuka

atau dehiscence, penyembuhan yang buruk setelah operasi yang biasanya terjadi

sekitar 5-7 hari pasca operasi.

Sayatan yang berisiko dehiscence dapat menunjukkan tanda-tanda peradangan di

luar waktu penyembuhan normal, contohnya insisi kemerahan, pembengkakan,

kehangatan dan nyeri yang lebih berlebihan yang melampaui hari pasca operasi.

Seringkali disertai perut yang distended (membesar dan tegang) yang menandai

adanya infeksi di daerah tersebut. Palpasi sayatan dan daerah sekitarnya dapat

menimbulkan rasa hangat dan akumulasi cairan di sebagian atau seluruh sayatan

(seroma, hematoma, atau abses).

Tanda pasti pada burst abdomen juga didapatkan area pemisahan margin luka

yang bervariasi dari ukuran yang kecil hingga area yang lebih besar yang

menganga hingga ke seluruh panjang dan kedalaman sayatan. Jika sayatan

terbuka sampai ke dalam rongga tubuh, burst abdomen dapat menyebabkan

pengeluaran isi. Pada pasien dengan sayatan pada perut, dehiscence dapat diikuti

dengan episode muntah, muntah, atau batuk. Pasien dapat merasakan sensasi

tertarik atau robek di area sayatan. Tanda klasiknya adalah tonjolan baru dari

luka dan rembesan cairan serosa merah muda atau darah dari luka.

Burst abdomen dapat terjadi kapan saja setelah operasi, dari satu hari

hingga lebih dari 20 hari setelah operasi, tetapi umumnya terjadi pada hari ke 4-

14 pasca operasi. Memantau kemajuan penyembuhan sayatan bedah akan

memungkinkan identifikasi sayatan di mana penyembuhan berjalan dengan baik


dan sayatan yang penyembuhannya terganggu dan berpotensi berkembang

menjadi burst abdomen.

F. Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis dehiscence luka bersifat klinis dari anamnesis dan pemeriksaan

fisik, namun dapat juga dilakukan pemeriksaan diagnostic lainnya.

1. Darah lengkap & Kimia darah

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui resiko yang dapat

memperparah penyakit. Hemoglobin, serum protein, gula darah, serum

kreatinin, dan urea. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat

menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), peningkatan sel

darah putih, dan ketidakseimbangan elektrolit.

2. Foto Polos Abdomen

Sinar X abdomen menunjukkan abnormalitas pada tinggi kadar gas dalam

usus atau obstruksi usus

3. CT scan atau MRI

Sebagian besar pasien dengan burst abdomen juga tidak

memerlukan pemeriksaan lebih lanjut dengan diagnostik pencitraan.

Namun pada beberapa kasus pada area dehiscence yang bertambah besar

atau tidak membaik meskipun telah dilakukan pengobatan, pencitraan

mungkin diperlukan. Dalam banyak kasus, pemindaian dengan ultrasound

akan menjadi modalitas pencitraan yang paling tepat dengan modalitas

yang lebih mahal seperti magnetic resonance imaging (MRI) untuk

penyelidikan lebih lanjut. Pencitraan dapat digunakan untuk mendeteksi


dan menilai seroma, hematoma dan kumpulan nanah, dan untuk

mengevaluasi kedekatan dehiscence dengan implan seperti mesh atau

sendi prostetik.

Untuk kasus dengan infeksi tempat operasi yang bersamaan, swab luka harus

diambil untuk kultur di tempat luka.

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan burst abdomen dipengaruhi oleh keadaan umum pasien

dimana dapat dibagi menjadi dua, yaitu terapi non-operatif dan operatif.

1. Terapi non-operatif

Terapi ini dilakukan bila keadaan umum pasien stabil dan tidak disertai

adanya eviserasi. Perawatan luka yang dilanjutkan dengan penutupan secara

steril perlu dilakukan. Pasien dianjurkan tidak turun dari tempat tidur dan

menutup luka dengan handuk yang dibasahi dengancairan steril. Abdominal

binder dapat digunakan untuk membantu proses penutupan luka. Diharapkan

luka dapat menutup kembali, atau jika keadaan pasien sudah membaik, maka

dapat direncanakan operasi.

Jika pasien datang dengan burst abdomen dan ada eviserasi:

a. Inform Consent 

b. Puasa dilakukan 4 jam sebelum pembedahaan, pemasangan NGT dekompresi.

c. Pasang infus, bericairan standard N4 dengan tetesan sesuai kebutuhan.

d. Antibiotik pra bedah diberikan secara rutin.

e. Dilakukan rawat luka pada abdomen dengan teknik steril selama dua hari

sekali.
f. Perlu diperhatikan juga tentang nutrisi pasien. Pemberian nutrisi tinggi protein

dan serat pada pasien dengan burst abdomen membantu penyembuhan dan

fungsi saluran cerna pasien.

2. Terapi operatif

Tindakan yang harus segera dilakukan oleh ahli bedah bila menjumpai

adanya burst abdomen adalah dngan memperbaiki kembali luka operasi yang

ditimbulkan segera dengan cairan isotonis ringer lactat yang mengandung

antibiotic dan kemudian dilakukan penutupan kembali dinding abdomen.

Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi. Tindakan repair ini

harus dilakukan dalam keadaan steril (diatas meja operasi) dan dengan anastesi

general. Lepas dahulu jahitan yang telah dilakukan padaoperasi pada bagian

yang mengalami burst, kemudian explore bagian terdalam dari luka yang rusak

dengan jari yang menggunakan sarung tangan steril sampai bagian jahitan yang

terbuka kemudian evaluasi apa yang terjadi apakah terdapat sumber infeksi.

Kemudian dilakukan pencucian luka secara mekanik dengan cairan

isotonis yang mengandung antibiotik yang banyak, setelah itu dilakukan

perbaikan jahitan dengan memberikan jahitan ekstra untuk mencegah timbulnya

luka dehisence berulang.

Operasi Pembedahan

Teknik jahitan yang digunakan adalah teknik jahitan interrupted.

Sebagian besar teknik penutupan sayatan bedah menggunakan teknik jahitan

interrupted. Penutupan luka laparatomi dengan teknik jahitan interrupted

menggunakan bahan jahitan polipropilen No. 1 lebih baik dibandingkan dengan


teknik penjahitan continuous dengan bahan jahitan yang sama karena tingkat

infeksi luka dan dehisensi yang rendah. Jahitan kontinu memiliki keunggulan

tegangan yang merata di seluruh garis jahitan dan menghemat waktu, tetapi

memiliki kelemahan jika ditarik terlalu kencang, menyebabkan devaskularisasi

pada tepi jahitan. Paska operasi semua pasien diberikan dengan antibiotic

intravena. Luka dirawat dengan pembalut antiseptic setiap hari selama 10 hari,

kemudian setiap 15 hari selama periode 6 minggu untuk memeriksa adanya

gangguan pada garis jahitan.

Komplikasi

a. Perdarahan 

b. Infeksi luka OperasiInfeksi Luka Operasi ( ILO )/Infeksi Tempat

Pembedahan(ITP)/Surgical Site Infection (SSI) adalah infeksi pada luka

operasiatau organ/ruang yang terjadi dalam 30 hari paska operasi atau

dalam kurun 1 tahun apabila terdapat implant. Sumber bakteri pada

ILOdapat berasal dari pasien, dokter dan tim, lingkungan, dan

termasuk juga instrumentasi.

Menurut The National Nosocomial Surveillence Infection(NNSI),

 kriteria jenis-jenis SSI ada tiga sebagai berikut :

1) Superficial Incision SSI ( ITP Superfisial )

Merupakan infeksi yang terjadi pada kurun waktu 30hari paska operasi

dan infeksi tersebut hanya melibatkan kulitdan jaringan subkutan pada tempat

insisi dengan setidaknyaditemukan salah satu tanda sebagai berikut :

a) Terdapat cairan purulen. 


b) Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari jaringansuperfisial.

c) Terdapat minimal satu dari tanda-tanda inflammasi

d) Dinyatakan oleh ahli bedah atau dokter yang merawat.

2) Deep Insicional SSI ( ITP Dalam )

Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30hari paska operasi

jika tidak menggunakan implan atau dalamkurun waktu 1 tahun jika terdapat

implan dan infeksi tersebutmemang tampak berhubungan dengan operasi dan

melibatkan jaringan yang lebih dalam ( contoh, jaringan otot atau fasia) pada

tempat insisi dengan setidaknya terdapat salah satutanda :

a) Keluar cairan purulen dari tempat insisi. 

b) Dehidensi dari fasia atau dibebaskan oleh ahli bedahkarena ada tanda

inflammasi.

c) Ditemukannya adanya abses pada reoperasi, PA atauradiologis.

d) Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter yangmerawat

3) Organ/ Space SSI ( ITP organ dalam )

Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30hari paska operasi

jika tidak menggunakan implan atau dalamkurun waktu 1 tahun jika terdapat

implan dan infeksi tersebutmemang tampak berhubungan dengan operasi dan

melibatkan suatu bagian anotomi tertentu (contoh, organ atau ruang) pada

tempat insisi yang dibuka atau dimanipulasi pada saatoperasi dengan setidaknya

terdapat salah satu tanda :

a) Keluar cairan purulen dari drain organ dalam

b) Didapat isolasi bakteri dari organ dalam


c) Ditemukan abses

d) Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.

C. Peritonitis (infeksi ke seluruh dinding usus)Peritonitis adalah peradangan yang

biasanya disebabkan olehinfeksi pada selaput rongga perut ( Peritoneum )

Peritoneum adalahselaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan

dinding perut sebelah dalam. Cedera pada kandung empedu, ureter,

kandungkemih atau usus selama pembedahan dapat memindahkan bakteri

kedalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan

untukmenyambungkan bagian usus.

D. Kelemahan fasia/dinding perut yang progresif

E. Kebocoran usus

F. Trauma abdomen mayor

G. Sepsis abdomen yang kasar

H. Retro peritoneal hematom.

I. Kehilangan jaringan pada dinding perut

H. Prognosis

Menurut Sander (2012), angka mortalitas pasien dengan burstabdomen rata-rata

18,1%, dengan range 9,4% –  43,8%. Apabila terpisahnya jahitan luka pada

abdomen secara partial atau komplit salah satu atau seluruh lapisan dinding

abdomen pada luka post operatif tidaks egera ditangani maka pasien tersebut

memiliki kemungkinan mortalitas 30%

Anda mungkin juga menyukai