Anda di halaman 1dari 40

Laporan Kasus

SEORANG PASIEN DENGAN DIAGNOSIS


SKIZOFRENIA PARANOID

Oleh :
Alson Sambonu

Masa KKM :
18 Oktober 2021 – 14 November 2021

Pembimbing :
dr. Frida M. Agu, Sp.KJ

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Kasus laporan kasus yang berjudul, “Seorang Pasien Dengan Diagnosis

Skizofrenia Paranoid” telah dibacakan, dikoreksi, dan disetujui pada 2021

Oleh :

Alson Smbonu

Masa KKM :

18 Oktober 2021 – 14 November 2021

Pembimbing,

Dr. Frida M. Agu, Sp.KJ

i
LEMBAR PERSETUJUAN PASIEN LAYAK SEBAGAI PASIEN

LAPORAN KASUS

Seorang Pasien dengan Skizofrenia Paranoid

Nama Pasien : A.H

Umur :24 tahun

Telah disetujui untuk menjadi Pasien Laporan Kasus pada 2021

Mengetahui,

dr. Frida M. Agu, Sp.KJ

ii
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Alson Sambonu

NRI : 16014101136

Masa KKM : 18 Oktober 2021 – 14 November 2021

Dengan ini menyatakan bahwa saya benar–benar telah melakukan wawancara

psikiatri terhadap pasien laporan kasus saya.

Manado, 2021

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. i

LEMBAR PERSETUJUAN PASIEN LAYAK JADI PASIEN...................... ii

SURAT PERNYATAAN................................................................................. iii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iv

LAPORAN KASUS ........................................................................................ 1

I. Identitas Pasien..................................................................................... 1

II. Riwayat Psikiatrik................................................................................. 2

III. Riwayat Kehidupan Pribadi.................................................................. 4

IV. Pemeriksaan Status Mental .................................................................. 9

V. Pemeriksaan Diagnostik Lebih Lanjut.................................................. 14

VI. Ikhtisar Penemuan Bermakna............................................................... 15

VII. Formulasi Diagnostik............................................................................ 17

VIII. Diagnosis Multiaksial........................................................................... 20

IX. Problem ................................................................................................ 21

X. Rencana Terapi..................................................................................... 21

XI. Prognosis .............................................................................................. 22

XII. Diskusi.................................................................................................. 23

XIII. Kesimpulan............................................................................................ 26

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 27

iv
LAMPIRAN .................................................................................................... 28

v
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : A.H

Umur : 24 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/tanggal lahir : Tanamon, 28 Agustus 1997

Status perkawinan : Belum Menikah

Pendidikan Terakhir : SD (Tidak Tamat)

Pekerjaan : Tidak Bekerja

Suku/Bangsa : Bolaang mongondow / Indonesia

Alamat : Malalayang II Lingkungan 7, Kota Manado.

Agama : Muslim

Tanggal Datang di Poli : 27 Oktober 2021

Cara Datang di Poli : Diantar oleh Mamanya

Tanggal Pemeriksaan : 29 Oktober 2021

Tempat pemeriksaan : dirumah pasien

No. Telepon : 08525626****

1
II. RIWAYAT PSIKIATRI

Riwayat psikiatri diperoleh melalui:

1. Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 29 Oktober 2021 di rumah

pasien dijalan Malalayang II Lingkungan 7, Kota Manado.

2. Alloanamnesis dengan Mama Paisen dari pasien bernama Ibu DU, umur 54

tahun, dilakukan pada tanggal 29 Oktober 2021 di jalan Malalayang II

lingkungan 7, Kota Manado.

A. Keluhan Utama

Mendengar Bisikan

B. Riwayat Gangguan Sekarang

Pasien datang diantar oleh ibunya ke Poliklinik Jiwa RSJ Prof. Dr. V.
L. Ratumbuysang pada hari senin tanggal 27 Oktober 2021 dan pasien adalah
pasien control setiap bulannya. Pasien datang dengan keluhan mendengar
bisikan yang menyuruh pasien untuk memukul orang lain. Saat dianamnesis
di rumah pasien pada tanggal 27 Oktober 2021, pasien mengatakan bahwa
suara-suara tersebut sering menyuruhnya untuk keluar rumah dan memukul
orang, Keluhan ini pertama kali pasien rasakan sudah 3 tahun
lalu namun baru dibawa ke RSJ Ratumbuysang bulan September
2019.
Pada bulan September 2019 pasien datang kepoliklinik
Ratumbuysang dengan keluhan yang sama. Pasien tiba marah-marah
dan sering membakar pakaiannya sendiri, saat anamnesis pasien
mengatakan bahwa pasien merasa tertekan dan terancam oleh
orangtuanya karena sering di maki dan dipukuli.

2
Dari keterangan ayahnya, anaknya sering tiba-tiba marah-
marah kemudian saat ditegur oleh ayahnya pasien melawan balik
dan memaki ayahnya. Keluhan ini berawal dari pasien masih
dibangku sekolah dasar, pasien sering pulang kerumah terlambat
karena pasien sengaja agar tidak membantu orantuanya di kebun.
Ibu dan Ayah pasien sangat keras terhadap pasien, ketika
pasien pulang terlambat atau membuat kesalahan pasien sering
dipukul dan di maki. Pada saat 3 Tahun lalu ketika pasien
terlambat pulang kerumah ayah pasien langsung memaki pasien di
depan tetangganya, dari situ pasien sudah mengurung diri dan
sering marah-marah dan sudah berperilaku aneh. Menurut Ayah
dan Ibu pasien, pasien sering sekali berusaha mencari benda
tajam untuk menikam siapa saja didepannya.
Menurut ayah pasien, ketika pasien mulai tidur, pasien
merasa bahwa ada orang yang mengganggu dirinya. Menurut pasien
jika keluhannya muncul awalnya jika adiknya sakit.
Pasien mengatakan bahwa orangtuanya tidak sayang
terhadap pasien karena sering memukul pasien, Pasien mengatakan
bahwa suara-suara yang sering dia dengar dia tidak tau sumbernya dari mana.

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya

1. Riwayat gangguan psikiatrik

Pasien pertama kali merasakan keluhan mendengan suara-


suara sejak tahun 2018, namun pasien baru dibawa ke rumah
sakit pada bulan September 2019.
kemudian datang ke poli di RS Prof. Dr.V. L. Ratumbuysang
pada bulan september 2019. Saat datang ke poli rumah sakit
pasien dibawah oleh ibunya, pasien di diagnosis dengan
skizofrenia paranoid dan diberikan pengobatan Risperidone

3
2x0,5 mg, merlopam 2x0,5 mg dan dianjurkan untuk kontrol
kembali satu minggu kemudian.

2. Riwayat gangguan medis

Pasien tidak memiliki riwayat gangguan medis lainnya. Riwayat trauma

kepala, kejang, penyakit tekanan darah tinggi, diabetes, asma, jantung,

ginjal, hati disangkal oleh pasien.

3. Riwayat penggunaan zat psikoaktif

Pasien sebelumnya memiliki riwayat merokok dan


mengkonsumsi alkohol. Pasien juga mengatakan dia minum kopi tapi
jarang, kira-kira sekali seminggu

III. Riwayat Kehidupan Pribadi

A. Riwayat prenatal dan perinatal

Pasien lahir cukup bulan secara normal di rumah dan

ditolong oleh biang. Saat lahir pasien tidak cacat, tidak

menderita penyakit dan tidak ada penyulit persalinan.

Pasien mengatakan sudah lupa tentang rincian berat badan, panjang

badan, dan lingkar kepala. Pasien adalah anak pertama dari tiga

bersaudara. Anak kedua perempuan, dan anak ketiga perempuan.

Saat hamil ibu dalam kondisi sehat menurut pasien

B. Riwayat masa kanak awal (usia 0-3 tahun)

4
Pada stadium kepercayaan dasar lawan ketidakpercayaan dasar, pasien
tinggal dan diasuh oleh kedua orang tuanya, pasien diasuh bersama
dengan adik perempuannya. Menurut pasien bahwa yang mengajarkan
pasien berbicara, jalan, makan, BAB, dan BAK adalah ibu dan
bapaknya

C. Riwayat masa kanak pertengahan (usia 4-11 tahun)

Pada stadium inisiatif lawan rasa bersalah (usia 3 – 5 tahun) pasien mulai

berpakaian seperti anak laki-laki, masuk ke toilet umum khusus laki-laki,

pasien sudah menyadari bahwa dirinya adalah laki-laki. Setelah diajarkan

dan mengikuti kebiasaan berpakaian ibunya pasien mulai bisa menjadi

tampak seperti anak laki-laki seusianya. Pasien juga sudah tahu dan

mengerti untuk meminta maaf bila berbuat salah. Pasien dekat dengan

kedua orangtuanya.

Pada stadium industri lawan inferioritas (usia 6 – 11 tahun) pasien mulai

menempuh pendidikan di Madrasah usia 6 tahun, namun pasien pernah

tinggal kelas 1 kali saat kelas 4 SD. Kemudian pada saat pasien kelas 6

SD pasien sudah tidak melanjutkan sekolahnya hingga sekarang.

D. Riwayat masa kanak akhir dan remaja

Pada stadium identitas lawan difusi peran (usia 11 – 21 tahun)


pasien tidak melanjutkan sekolah.

E. Masa dewasa

5
Pada stadium keintiman lawan isolasi (usia 21 – 40 tahun), pasien tidak

lanjut sekolah.

1. Riwayat pendidikan

Pendidikan terakhir tidak tamat sekolah dasar (SD).


Menurut pasien saat bersekolah dia seperti anak yang
lain.
2. Riwayat pekerjaan
Tidak bekerja
3. Riwayat psikoseksual

Pasien pernah berpacaran dengan wanita pada saat masih dikampung

halaman.

4. Riwayat beragama

Pasien beragama Islam, aktif dalam kegiatan kerohanian


smapai saat ini.

5. Aktivitas social

Menurut ibu pasien, anaknya punya hubungan yang baik


dengan beberapa tetangganya saja.
6. Riwayat pelanggaran hukum

Pasien tidak terlibat dengan pelanggaran hukum sampai

saat ini.

7. Situasi kehidupan sekarang

Pasien tinggal di bersama orang tuanya dan 1 saudaranya di Minangga

Malalayang II. Rumah yang mereka tempati ialah rumah sewaan

beratapkan seng, berdinding kayu, lantai semen, terdapat 1 ruang tamu,

6
2 kamar tidur, 1 kamar mandi, 1 dapur. Pasien tidur sendiri di salah

satu kamar di rumah, di kamar yang selama ini dia tempati.

Genogram

Keterangan:

: laki-laki : pasien

: perempuan : meninggal

7
F. Presepsi pasien tentang diri dan kehidupannya

1. Persepsi Pasien Terhadap Diri dan Kehidupannya

Pada saat anamnesis pasien mengatakan pasien sakit tapi tidak tau

penyebabnya.

2. Persepsi Pasien Terhadap Diri dan Keluarganya

Saat ditanya tentang keluarganya, pasien mengatakan dia menyayangi


keluarganya.

3. Persepsi Keluarga Tentang Pasien

Ibu pasien mengatakan bahwa dia, saudara-saudara kandung dan


suaminya sangat menyayangi pasien dan berharap anaknya bisa
sembuh total.

IV. Pemeriksaan Status Mental

A. Deskripsi Umum

1. Penampilan

Pasien adalah seorang laki-laki, 24 tahun tampak sesuai

umur, berkulit sawo matang. Memakai baju merah maron lengan

pendek dan celana panjang warna coklat muda. Pasien dalam

kondisi duduk pada saat diwawancara

2. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor

Selama wawancara, pasien duduk, terlihat santai dan


sedikit malu-malu. Pasien dapat merespon saat diucapkan

8
salam. Pasien memiliki kontak mata dengan pemeriksa.
Perilaku dan aktivitas psikomotor baik.

3. Sikap terhadap Pemeriksa

Pasien bersikap baik terhadap pemeriksa. Pasien kooperatif


saat menjawab pertanyaan pemeriksa, saat ditanyakan hal-hal
yang berkaitan dengan gejala maupun yang lain pasien
terdengar nyambung

B. Mood dan Afek

1. Mood : Eutimia

2. Afek : Luas

3. Keserasian : Serasi

C. Bicara

1. Kualitas : Artikulasi baik, volume berubah-ubah sesuai dengan

isi pembicaraan dan respon pasien baik dalam

pemeriksaan.

2. Kuantitas : Semua pertanyaan dijawab sesuai kenyataan

3. Hendaya bahasa : Tidak ada hendaya bahasa

D. Gangguan Persepsi

1. Depersonalisasi (-) : Pasien menyadari bahwa dirinya nyata

2. Derealisasi (-) : Pasien mengetahui dan menyadari lingkungan

Sekitar pasien adalah sesuatu yang nyata

9
3. Ilusi (-) : Tidak terdapat persepsi yang keliru dalam

mengenginterpretasi objek-objek sekitar pasien

4. Halusinasi :

a. Halusinasi Auditorik (+) : Pasien mengatakan bahwa ia dapat

mendengar bisikan yang selalu mengejeknya dan menyuruh dia untuk

marah-marah.

b. Halusinasi Visual (-)

E. Proses Pikiran

1. Arus pikir : Taangesial

2. Isi pikir : Waham paranoid (+)

F. Kesadaran dan Kognitif

1. Taraf Kesadaran

Kompos mentis

2. Orientasi

a. Orientasi waktu : Baik, pasien mengetahui waktu pada saat

pemeriksaan

b. Orientasi tempat : Baik, pasien mengetahui jika dia sedang

berada di rumah.

c. Orientasi orang : Baik, pasien dapat mengenali ibunya serta

dokter yang mewawancarainya.

3. Daya ingat

a. Daya ingat jangka panjang : Cukup, pasien dapat menceritakan

10
sebagian informasi/pengalaman sesuai

dengan kenyataan

b. Daya ingat jangka sedang : Cukup, pasien dapat menceritakan

sebagian informasi/pengalaman sesuai

dengan kenyataan

c. Daya ingat jangka pendek : Baik. Pasien mengingat apa yang

dia kerjakan pada pagi hari.

d. Daya ingat segera : Baik. Pasien dapat mengingat

dan mengulang kata-kata yang

diucapkan pemeriksa.

4. Konsentrasi dan perhatian

Pasien dapat memusatkan pemikirannya, fokus kepada pemeriksa dan

memiliki kontak mata dengan pemeriksa.

5. Kemampuan membaca dan menulis

Pasien dapat membaca, dan menulis. Pasien dapat membaca obat yang di

konsumsi dan dapat menulis dengan baik

6. Kemampuan visuospatial

Pasien berjalan dengan baik tanpa menabrak benda-benda

disekelilingnya.

7. Intelegensi dan Daya Informasi

Semua pertanyaan dijawab dengan baik. Ada beberapa pertanyaan yang

tidak dijawab pasien karena pasien malu.

11
8. Daya nilai

a. Daya nilai sosial : Baik. Pasien mengerti bahwa perilaku

mencuri merupakan hal yang tidak baik

b. Uji daya nilai : Baik. Pasien memahami saat ditanya

bagaimana jika terjadi kebakaran, pasien mengatakan sebisa mungkin

akan lari

c. Penilaian realitas : Terganggu. Pasien mengalami halusinasi

Auditorik dan visual, tetapi kemampuan

pasien untuk melakukan kegiatan sehari-

hari seperti mandi, makan, berpakaian,

defekasi dan miksi dapat dilakukan pasien

sendiri tanpa bantuan, dan pasien mampu

melakukan perintah.

G. Pengendalian Impuls

Baik. Pasien dapat mengikuti wawancara dalam waktu yang cukup lama

dengan tenang

H. Tilikan

Derajat 6. Pasien mengakui bahwa ia sakit, tau sumber penyakitnya dan ada

rencana mencari pengobatan.

I. Taraf dapat Dipercaya : Secara keseluruhan pasien dapat dipercaya. Dan di

konfimasi ulang pada ibu dan ayah pasien.

12
V. Pemeriksaan Diagnostik Lebih Lanjut

A. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Baik, kesadaran compos mentis

Tanda vital : TD 120/80 mmHg, N 86x/menit, RR 20x/menit,

S 36,5°C

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

R. Thoraks : Jantung dan Paru dalam batas normal

R. Abdomen : Hepar/Lien tak teraba, BU: normal

Ekstremitas : Akral hangat, oedem (-)

B. Status Neurologikus.

- N. olfaktorius (N.I)

Tidak dilakukan evaluasi.

- N. optikus (N.II)

Tidak dilakukan evaluasi.

- N. okulomotorius (N.III), n. trochlearis (N.IV), n. abducens (N.VI)

Selama wawancara dapat dilihat bahwa pasien memiliki gerakkan bola

mata yang wajar.

- N. trigeminus (N.V)

Selama wawancara berlangsung terlihat wajah pasien simetris.

- N. facialis (N.VII)

Selama wawancara berlangsung terlihat wajah pasien simetris.

- N. vestibulocochlearis (N.VIII)

13
Selama wawancara pasien mampu menjawab pertanyaan. Hal ini memberi

kesan bahwa pendengaran pasien normal. Saat berjalan pasien terlihat

stabil dan tidak terjatuh.

- N. glosssopharyngeus (N.IX),

Tidak dilakukan evaluasi.

- N. vagus (N.X)

Tidak dilakukan evaluasi

- N. aksesorius (N.XI)

Selama wawancara berlangsung terlihat bahwa pasien dapat

menggerakkan kepalanya ke kiri dan kanan, hal ini menandakan bahwa

fungsi Nervus Aksesorius pasien dalam keadaan normal.

- N. hypoglossus (N.XII)

Tidak dilakukan evaluasi.

VI. Ikhtisar Penemuan Bermakna

Pasien datang diantar oleh ibunya ke Poliklinik Jiwa RSJ Prof. Dr. V. L.

Ratumbuysang pada tanggal 27 Oktober 2021 dengan keluhan pasien mendengar

suara-suara ditelinganya. Kemudian wawancara dilakukan dirumah pasien pada

tanggal 29 Oktober 2021, pasien mengatakan suara-suara tersebut diantaranya

menyuruh pasien untuk menyuruhnya marah-marah dan mengambil benda

tajam. Keluhan ini pertama kali pasien rasakan pada bulan

September 2019.

14
Dari keterangan ibunya, anaknya sering tiba-tiba marah-marah

dan sering membakar bajunya. Menurut ibunya hal yang mungkin

melatar belakangi munculnya keluhan karena anaknya sering

dipukuli dan dimaki oleh ayahnya.

Saat pasien di anamnesis, pasien mengatakan bahwa menurut pasien tidak tau

suara-suara yang pasien sering dengar tersebut dari mana. Menurut pasien bahwa

dia sakit, Tau faaktor penyebabnya dan ingin mencari pertolongan. Pasien di

diagnosis dengan skizofrenia paranoid dan diberikan pengobatan

Risperidone 2x2 mg, Thp 2x 0-0-1 dan disuruh control bulan depan.

VII. Formulasi Diagnostik

Gangguan mental merupakan pola perilaku, atau psikologik seseorang, yang

secara klinik cukup bermakna, dan secara khas berkaitan dengan syarat gejala

penderitaan (distress) atau hendaya (impairment/disability) didalam satu atau

lebih fungsi yang penting dari manusia. Dari konsep tersebut, maka dapat

dirumuskan bahwa Konsep gangguan jiwa, didapatkan: Adanya Gejala klinis

yang bermakna dari sindrom atau pola perilaku, sindrom atau pola psikologik,

gejala klinis tersebut menimbulkan “penderitaan” (distress), dan gejala klinis

tersebut menimbulkan “diasbilitas” (disability) dalam aktivitas kehidupan sehari-

hari.

Formulasi Diagnostik menurut DSM V:1

15
A. Dua (atau lebih) dari berikut ini, masing-masing hadir untuk porsi waktu yang

signifikan selama a1 bulan periode (atau kurang jika berhasil diobati). Setidaknya

salah satu dari ini harus (1), (2), atau (3):

1. Delusions.

2. Halusinasi.

3. Bicara yang tidak terorganisir (misalnya, sering terjadi penggelinciran atau

ketidakteraturan).

4. Perilaku tidak teratur atau katatonik.

5. Gejala negatif (yaitu berkurangnya ekspresi emosi atau avolition).

B. Untuk porsi yang signifikan sejak dimulainya gangguan, tingkat fungsi

Di satu atau lebih bidang utama, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal,

atau perawatan diri sendiri jauh di bawah tingkat yang dicapai sebelum onset

(atau saat onsetnya masih dalam masa kanak-kanak atau remaja, ada

kegagalan untuk mencapai tingkat harapan interpersonal, akademik, atau

fungsi pekerjaan).

C. Tanda-tanda gangguan terus menerus selama paling sedikit 6 bulan. Periode 6

bulan ini harus mencakup setidaknya 1 bulan gejala (atau kurang jika berhasil

diobati) yang memenuhi Kriteria

A (yaitu, gejala fase aktif) dan mungkin mencakup periode prodromal atau

gejala residu. Selama periode prodromal atau residu ini, tanda-tanda gangguan

itu mungkin terjadi dimanifestasikan hanya dengan gejala negatif atau dua

atau lebih gejala yang tercantum dalam Kriteria dalam bentuk yang

16
dilemahkan (misalnya, kepercayaan aneh, pengalaman perseptual yang tidak

biasa).

D. Gangguan schizoafektif dan gangguan depresi atau bipolar dengan ciri psikotik

telah dikesampingkan karena salah satu dari 1) tidak ada episode depresif atau

mania yang besar Terjadi bersamaan dengan gejala fase aktif, atau 2) jika

episode suasana hati ada terjadi selama gejala fase aktif, mereka telah hadir

untuk sebagian kecil dari durasi total masa aktif dan sisa penyakit.

E. Gangguan ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (mis.

Penyalahgunaan obat, pengobatan) atau kondisi medis lainnya.

F. Jika ada riwayat kelainan spektrum autisme atau gangguan komunikasi masa

kanak-kanak Onset, diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya jika delusi

yang menonjol atau halusinasi, selain gejala skizofrenia yang dibutuhkan

lainnya, juga hadir paling sedikit 1 bulan (atau kurang jika berhasil diobati)

Beberapa contoh gejala paranoid yang sering ditemui:

a. Waham kejar, rujukan, kebesaran, waham dikendalikan, dipengaruhi dan

cemburu

b. Halusinasi auditorik berupa ancaman, perintah, atau menghina

Aksis I, Pada pasien ditemukan adanya gejala psikotik berupa waham,

halusinasi. Wahamnya berupa waham paranoid serta halusinasi auditorik.

Berdasarkan gejala dan tanda ini, pasien ini didiagnosis dengan skizofrenia

paranoid

17
Aksis II, berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan pasien dengan ciri

kepribadian paranoid.

Aksis III, pasien tidak mengeluhkan adanya penyakit lain dan tidak pernah

mengeluhkan adanya riwayat penyakit medis yang berarti, sehingga diagnosis

aksis III tidak ada.

Aksis IV, awal timbulnya gejalanya tiba-tiba saat September tahun 2019, dimana

pasien sering dipukul dan dimaki oleh ayahnya.

Aksis V, GAF current 70-61 yaitu beberapa gejala ringan dan menetap,

disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik. GAF HLPY (High

Level Past Year) : 90-81 yaitu gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak

lebih dari masalah harian yang biasa.

VIII. Diagnosis Multiaksial

Aksis I : Skizofrenia paranoid

Aksis II : Ciri kepribadian paranoid

Aksis III : Pasien tidak memiliki gangguan medis umum

Aksis IV : Stresor dari penyakit pasien adalah Pasien sering dipukul dan dimaki

oleh ayahnya.

Aksis V : GAF current 60-51: gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.

GAF HLPY (High Level Past Year) : 70-61 yaitu beberapa gejala ringan dan

menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik

IX. Problem

18
a. Organobiologi

Menurut keterangan ibunyanya, dalam keluarga pasien tidak ada yang sakit

seperti ini.

b. Psikologi

Pasien mengalami halusinasi auditorik dan halusinasi Visual

c. Lingkungan sosial dan ekonomi

Saat ini pasien lebih banyak dirumah dan tidak bekerja, pasien juga tidak

bekerja.

X. Rencana Terapi

A. Psikofarmakologi

Risperidone 2 mg - 2x1 tablet

Thp 2 mg – 0-0-1

B. Psikoterapi

1. Terapi untuk Pasien

 Menjelaskan kepada pasien tentang apa yang sedang dialami pasien.

Menjelaskan bagaimana mengenali tanda dan gejala kekambuhan.

 Menjelaskan kepada pasien tentang obat yang akan dikonsumsi pasien,

seperti alasan kenapa obat itu diberikan, cara penggunaan, efek

samping dari obat. Mengingatkan pasien untuk mengkonsumsi obat

dengan teratur.

19
 Memberikan motivasi kepada pasien untuk berpikiran positif,

semangat dan tidak mudah menyerah, tetap bersosialisasi dan aktif

dalam kegiatan sehari-hari, dan jangan sering menyendiri.

2. Terapi untuk Keluarga

 Memberi pengertian dan dukungan kepada keluarga akan pentingnya

peran keluarga pada keadaan pasien seperti ini.

 Meminta keluarga untuk tetap memberikan perhatian khusus terhadap

pasien dan mengawasi pasien dalam meminum obat.

 Memberikan psikoedukasi, menyampaikan kepada keluarga mengenai

kondisi pasien dan menyarankan untuk senantiasa memberi dukungan

selama masa pengobatan.

XI. Prognosis

Ad vitam : bonam

Ad fungsionam : bonam

Ad sanationam : bonam

XII. Diskusi

Gangguan skizofrenia adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya delusi,
halusinasi, pikiran dan perilaku disorganisasi, dan gangguan kognitif. Patofisiologi
skizofrenia merupakan gabungan dari faktor genetik dan lingkungan.2 Pada

20
skizofrenia berbagai pemikiran tidak saling berhubungan secara logis, persepsi dan
perhatian yang keliru afek yang datar atau tidak sesuai, dan berbagai gangguan
aktifitas motorik yang bizzare (perilaku aneh), pasien skizofrenia menarik diri dari
orang lain dan kenyataan, sering kali masuk ke dalam kehidupan fantasi yang penuh
delusi dan halusinas. Gambaran klinis skizofrenia paranoid didominasi oleh waham-
waham yang secara relatif stabil, seringkali bersifat paranoid, biasanya disertai
beberapa halusinasi. Beberapa penelitian menyebutkan, gejala halusinasi yang paling
sering adalah halusinasi pendengaran yaitu sebesar 70% dari populasi penderita
skizofrenia.3 Pada kasus, pasien dengan gejala halusinasi auditorik dan waham curiga.

Skiofrenia adalah gangguan mental kronik dengan prevalensi sekirar 1-2%


populasi dunia. Insidensinya sekitar 1,5 per 10.000 orang. Skizofrenia paranoid
sendiri dilaporkan sebagai jenis skizofrenia yang paling banyak ditemukan, hampir
50% pada kasus yang datang dengan gangguan psikotik.4 Usia onset biasanya muncul
pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Onset pada laki-laki biasanya antara 15-25
tahun dan pada perempuan antara 25-35 tahun.3 Prognosis biasanya lebih buruk pada
laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan. Onset setelah umur 40 tahun jarang
terjadi. Sedikit lebih banyak pria didiagnosis menderita skizofrenia daripada wanita
(1.4: 1),dan wanita cenderung didiagnosis di kemudian hari daripada pria. 6 Onset
gangguan skizofrenia yang khas biasanya terjadi pada individu dengan usia antara 20
dan 39 tahun. Akan tetapi, onset tersebut juga dapat terjadi sebelum pubertas atau
ditunda sampai usia 70 atau bahkan 80 tahun. Usia puncak onset adalah 20-28 tahun
untuk pria dan 26-32 tahun untuk wanita. Terdapat tiga gejala umum pada individu
dengan skizofrenia yakni gejala positif, gejala negatif, dan gejala tidak terorganisir. 5
Pada kasus, pasien perempuan usia 53 tahun.

Perjalanan penyakit skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 yaitu :

o Fase prodromal

21
Biasanya timbul gejala-gejala non spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan

ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala

tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi

penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan-perubahan

ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan teman,

mereka akan mengatakan “orang ini tidak seperti yang dulu”. Semakin lama

fase prodromal semakin buruk prognosisnya.4

o Fase aktif

Gejala positif/psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik,

inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua

individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan

gejala-gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi

atau terus bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh fase residual.

o Fase residual

Gejala-gejala fase ini sama dengan fase prodromal tetapi gejala

positif/psikotiknya sudah berkurang. Di samping gejala-gejala yang terjadi

pada ketiga fase di atas, pendenta skizofrenia juga mengalami gangguan

kognitif.

Halusinasi terjadi ketika seseorang mendengar, melihat, mencium, dan/atau

merasakan hal- hal yang sebenarnya tidak ada. Halusinasi dalam skizofrenia mungkin

melibatkan salah satu modalitas sensoris. Halusinasi yang paling umum terjadi adalah

halusinasi pendengaran dalam bentuk suara, yang terjadi pada 60-70% individu yang

22
didiagnosis dengan skizofrenia. Beberapa suara terkadang memerintahkan individu

untuk menyakiti dirinya sendiri dan/atau orang lain. Halusinasi visual juga kerap

terjadi pada sekitar 10% individu dengan skizofrenia. Delusi merupakan keyakinan

pribadi yang tetap dan salah dan masih dipercaya walaupun se- mua bukti

bertentangan. Delusi menyebabkan individu percaya bahwa orang-orang membaca

pikiran mereka atau berkomplot melawan mereka, bahwa orang lain secara diam-

diam me- mantau dan mengancam mereka, atau bahwa mereka dapat mengendalikan

pikiran orang lain

Konsep patofisiologi utama menyatakan bahwa terdapat overstimulasi transmisi


dopaminergik di daerah otak striatal, frontal dan cingulate. Untuk alasan ini,
pengobatan farmakologis utama pasien yang menderita skizofrenia melibatkan
antagonis dopamin. Selain pengobatan antipsikotik, psikoterapi dan sosioterapi dapat
dilakukan untuk memfasilitasi strategi koping pasien dan untuk profilaksis psikosis. 2
Medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia. Antipsikotik
digolongkan menjadi antipsikotik tipikal dan atipikal. Antipsikotik tipikal bekerja
dengan memblokade dopamine pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak, obat ini
efektif untuk gejala positif. Antipsikotik atipikal bekerja terhadap reseptor dopamin
D2 dan reseptor serotonin 5 HT2 , sehingga efektif untuk gejala negatif. 6 Meskipun
etiologi yang mendasari skizofrenia masih kurang dipahami, bukti menunjukkan
bahwa disfungsi dalam proses 5-hidroksitriptamin (serotonin) terlibat dalam
patofisiologi skizofrenia. Selanjutnya, bukti lain adalah bahwa sistem serotonin
memainkan peran penting dalam efisiensi antipsikotik generasi kedua, meskipun
mengikat lebih kuat dengan sistem serotonin daripada sistem dopamine.7 Interaksi
obat antipsikotik dengan antipsikotik lain dapat menimbulkan potensiasi efek
samping,khususnya menimbulkan gejala ekstrapiramidal. Tindakan mengatasinya
yaitu terapi dikombinasikan dengan Triheksiphenidil (THP) yang merupakan
antikolinergik yang mempunyai efek sentral lebih kuat daripada perifer, sehingga

23
banyak digunakan untuk terapi penyakit parkinson. Senyawa ini bekerja dengan
menghambat pelepasan asetil kolin endogen dan eksogen. Efek sentral terhadap
susunan saraf pusat akan merangsang pada dosis rendah dan mendepresi pada dosis
toksik. Apabila Sindrom Parkinson sudah terkendali diusahakan penurunan dosis
secara bertahap, untuk menentukan apakah masih dibutuhkan penggunaan obat
antiparkinson.Dosis yang diberikan pada pasien ini sesuai dengan dosis anjuran yaitu
5-15 mg/hari.8 Pada kasus pasien diberikan risperidone 2x2 mg, stelosi 2x2,5 mg,
THP 2x4 mg dan diazepam 1x5 mg.

Pengobatan skizofrenia yang berkelanjutan diperlukan untuk mengendalikan

gejala dan mencegah kekambuhan. Penghentian dini dan pengobatan yang tidak

teratur mengakibatkan kekambuhan, intoleransi obat, dan resistensi obat.9 Hampir dua

pertiga pasien skizofrenia episode pertama mencapai remisi setelah 4 sampai 10

minggu pengobatan antipsikotik.10 Pada kasus, pasien diberikan obat untuk satu

minggu, dan harus kontrol 1 minggu kemudian sehingga tidak akan terjadi putus obat.

XIII. Kesimpulan

a. Pasien didiagnosis dengan skizofrenia paranoid.

b. Terapi pada pasien dengan skizofrenia paranoid adalah farmakoterapi.

c. Dukungan keluarga dibutuhkan untuk keberhasilan terapi pada pasien ini,

baik dari segi materi, waktu, dan terutama motivasi untuk pasien.

24
LAMPIRAN

1. Wawancara

D : Pemeriksa (dokter muda)

P : Pasien

I : Ibu Pasien

D : Halo, selamat sore. Ini dengan dokter Ameista yang tadi dipoli.

I : selamat sore dokter, “ayok Yonathan so ada dokter” “dokter dia o tunggu

dokter dari tadi”

D : Oh iyo, maaf ya tadi dokter habis dari pasien yang satu lagi. “Yonathan sini

dokter mo kenalan dulu”

P : dokter, dokter mo lia kita pe tabungan mo beli baju buat natal

D : odoh banyak kang, bagaimana kabar yonathan?

P : baik dokter

D : dokter boleh ba Tanya-tanya pa yonathan?

P : boleh

D : Yonathan dulu ada pigi di rumah saki dang kiapa eh? Nathan massih inga?

P : Tanya mama jo dokter.

D : kiapa dang, nimau bacirita deng dokter? Atau malo ini?

P : mama jo yang jawab

I : begini dokter dulu awalnya dia datang ke ratum karna dia so jaga ba aneh. So

jag aba marah-marah sendiri, kong dia dokter jaga tiru tu film ganteng-

25
ganteng serigala deng dia lagi jaga ba uni film horror nah dari situ dia so

tako kalau mo se tinggal sendiri dirumah dia bilang ada setan ada anak kecil.

D : Nah dulu awalnya sebelum dia muncul tu marah-marah kong jag aba lia setan

itu ada masalah dia atau?

I : begini dokter, dia ini kang so nda ta terus sekolah karna kasiang diaa minta

berhenti sendiri. Kita deng depe papi coba Tanya kiapa, mar dia bilag dorang

jaga gara pa dia disekolah dorang bilang pa dia bodok. Karna katu depe

bacerita kang rupa ba telor bagitu to dok nah itu noh depe teman-teman jaga

bully pa dia. Nah di lingkungan sini leh ni anak-anak kalau mo bermain deng

dia kalau ni Nathan ada sesuatu yang dorang boleh pake bermain atau

pinjam bagitu nah kalau dorang so pinjam Nathan pe sepeda contohnya

dorang mo bermain sampe Nathan kasiang Cuma duduk diam. Doraang jaga

bagara leh pa dia rupa ba ejek bagitu. Nah kitaa bilang noh pa dorang tu ank-

anak sudah jo kalau ngoni bagitu pa Nathan jangan bermain deng Nathan

ngoni.

D : ohhh kong tu Nathan jag aba dengar suara, tu suara jaga suruh apa dang?

P : Mara-marah deng ba lempar barng, jaga bagara pa Nathan leh dia.

D : bagara apa kasiang?

P : bodok kata kita dokter.

I : iyo dok,dia kalau so lepas tu hp habis dia bermain kong so melamun bagitu

sudah noh itu dokter dia somo banting tu barang.

D : iyo Nathan? Tu suara suruh ba marah?

P : iyo

26
D : natahan pe masa kecil bagaimana dang ibu?

I : itu noh dok, dia sering dapa bully makanya Cuma sampe SD kelas 4. Kita katu

guru to jadi kita jaga bawa-bawa padia mar kita paksa suruh sekolah dia

nimau karna tako dapa buly.

D : kong dulu pas Nathan lahir normal? Ibu ada saki-saki?

I : normal dokter,nda saki dok kita sehat-sehat saja.

D : kong Nathan bagaiman sehat-sehat? Atau

I : sehat dokter

D : dia bagaimana ba bergaul?

I : dia katu bergaul baisa dokter, yah itu noh karna depe bacirita rupa ba telor

bagitu dorang jaga gara.

D : ibu deng bapa deng Nathan p sudara prnah nda rupa manjakan atau marah-

marah pa dia?

I : Kalau alah katu marah mar nda sampe pukul.

D : iyo Nathan betul mama ada bilang?

P : iyo

D : kong Nathan sampe sekarang masih jag aba dengar tusuara?

P : iyo mar kadang-kadang

D : jaga bilang apa dang tusuara?

P : bilang bodok

D : nda natha nda bodok tusuara Cuma Nathan pe perasaann saja. Nanti minum

itu obat eh supaya tu suara so nda mo munculnulang.

I : “natahan bilang iyo dokter” malo dia dokter hahahha

27
D : Nathan so basar kang umur berapa katu?

I : 22 dokter

D : berarti so jag aba suka-suka pa cewek ini

P : hehheh iyo dokter mar malu

I : so besar katu diaa dokter heheheh

D : natahan berapa kaka ade?

I : ada 3 dorang dokter. Nathan anak ke 2 dpe kaka cowok dpe ade cwe

D : ibu pe suami dmana?

I : ada ba jual dimuka dok

D : ibu dang krja apa?

I : Guru dokter, ta pe laki pensiunan pertanian mar katu jaman corona bagini jadi

yah cari penghasilan dari laengkatu.

D : oh iyo bu natahn pernah putu obat?

I : Pernah dokter karna dia masuk ICU karna covid bulan lalu jadi dorang so nda

perhatikan ddepe obat dari ratum nda minumobat so ada 2 minggu dokter.

Nah di ruangan ICU dia pas nda mum obat dia so halusinasi dokter. Kong

dia bilang dia so jag aba lia setan. Nah pas dia so kluar dari ICU so sehat

makanya torang dating ba control karna dia so jag aba marah-marah ulang

deng dia bilang tu suara su ba bise ulang di telinga.

D : Ohh, jadi tadi ibu dating ba priksa ulang kang. Kong Nathan saying nda pa

mama deng papa sama kk deng ade?

P : Sayang dokter

D : ibu deng keluarga dan bagaimana tanggapannya dengan sakitnya Nathan?

28
I : yahhh itu noh dokter, torang katu tetap inga pa dia minum obat. Torang katu

suka dia sembuh.

D : Nathan rajin minum obat neh, supaya tu suara yang ganggu pa Nathan so nda

mo dtng-datang ulang. Deng Nathan so nda mo lia tu bayangan-bayangan

yang ja ba ganggu

P : iya dokter.

D : ibu jaga perhatikan depe waktu mo minum obat neh

I : iya dokter

D : Terima kasih eh so terima pa dokter berkunjung

I : aduh nda apa-apa dokter Nathan senang sekali dokter cewek ada dating.

D : iyo Nathan senang dokter dating?

P : heheheheh iyo dokter.

D : dokter somo permisi neh Nathan,ibu. Salam buat bapak dengan semuanya.

I : iay dokter terimakasih so dating lia pa natahan pe keadaan.

D : dokter somo pigi neh Nathan

I & P : Iya dokter.

29
2. Foto Bersama Pasien dan ibu dari pasien

Foto bersama pasien dan ibunya

3. Foto Rumah Pasien

30
4. Denah Rumah Pasien

WC Dapur
Kamar

Kamar Ruang tamu

Teras Rumah

Warung sembako

31
DAFTAR PUSTAKA

32
1
Gaebel W, Zielasek J. Schizophrenia in 2020: Trends in diagnosis and therapy. Physchiatry and

Clinical Neurosciences: 2015; 69: 661-673


2
Hirjak D, Honchelent A, Thoman PA, Kubera KM, Schnell K. Evidene for distinguishable treatment

coasts among paranoi schizophrenia and schizoaffective disorder. PLOS ONE: 2016: 1-10
3
Algristian H, Haniman F. Cognitive Behavioral Therapy as a Treatment for Auditory Hallucinations

In Paranoid Schizophrenia. Ilmu Penyakit Jiwa FK Unair


4
Pinkham AE, Harvey PD, Penn DL. Paranoid individuals with schizophrenia show greater social

cognitive bias and worse social functioning than non-paranoid individuals with schizophrenia.

Schizophrenia Research: 2016: 33-38


5
Desalgen D, Girma S, Tessema W, Eyerusalem Y, Kebeta T. Research Article: Quality of life and

associated factors among patients with schizophrenia attending follow-up treatment at Jimma Medical

Center, Southwest Ethiopia: A cross-sectional study. Hindawi Psychiatry Journal: 2020: 1-7
6
Licinio J. Advances in schizophrenia research: first special issue, 2020. Molecular Psychiatry: 2020;

25: 699-700
7
Chen H, Fan Y, Zhao L, Hao Y, Zhou X, Guan Y, dkk. Succesful treatment with risperidone increase

5-HT 3A receptor gene expression in patients with paranoid schizophrenia-data from a prospective

study. Brain and Behavior: 2017: 1-6


8
Correll CU, Schooler NR. Negative symptoms in schizophrenia: A revie and clinical guide for

recognition, assessment and treatment. Neuropyschiatric Disease and Treatment: 2020; 16: 519-534
9
Krzystanek M, Krysta K, Skalacka K. Treatment compliance in the long-term paranoid schizophrenia

Telemedicine study. J Technol Behac Sci: 2017; 2: 84-87


10
Kahn RS. On the Origins of Schizophrenia. Am J Psychiatry: 2020; 177(4): 291-297

Anda mungkin juga menyukai