MAKALAH SWAMEDIKASI BATUK Disusun Oleh
MAKALAH SWAMEDIKASI BATUK Disusun Oleh
“BATUK”
Disusun Oleh :
A. LATAR BELAKANG
Swamedikasi (Pengobatan sendiri) merupakan upaya yang
dilakukan oleh masyarakat dalam pengobatan tanpa adannya resep dari
dokter atau tenaga medis lainnya. Swamedikasi dilakukan berdasarkan dari
pengalaman pasien atau dari rekomendasi orang lain. Pengobatan sendiri
dilakukan untuk mengatasi keluhan - keluhan ringan (Merianti et al., 2013),
menurut World Health Organization (WHO) peran pengobatan sendiri
adalah untuk mengatasi dan menanggulangi secara cepat dan efektif keluhan
yang tidak memerlukan konsultasi medis, mengurangi beban biaya dan
meningkatkan keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan medis
(Supardi & Notosiswoyo, 2005).
Salah satu penyakit ringan yang dapat diatasi dengan pengobatan
sendiri adalah penyakit batuk. Batuk merupakan simptom umum bagi
penyakit respiratori dan non-respiratori (Haque, 2005). Timbulnya respon
batuk bisa dikarenakan beragam hal salah satunya adalah keberadaan mukus
pada saluran pernafasan. Normalnya, mukus membantu melindungi paru-
paru dengan menjebak partikel asing yang masuk. Namun apabila jumlah
mukus meningkat, maka mukus tidak lagi membantu malahan mengganggu
pernafasan (Koffuor dkk., 2014). Oleh karena itu, tubuh memiliki respon
batuk untuk mengurangi mukus yang berlebihan tersebut.
Selain oleh mukus, batuk dapat disebabkan oleh faktor luar seperti
debu maupun zat asing yang dapat mengganggu pernafasan. Semakin
banyak partikel asing yang harus dikeluarkan, semakin banyak pula
frekuensi batuk seseorang. Frekuensi batuk yang terlalu tinggi dapat
mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Secara umum batuk dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu batuk kering yang merupakan batuk
yang disebabkan oleh alergi, makanan, udara, dan obat-obatan. Batuk kering
dapat dikenali dari suaranya yang nyaring, sedangkan yang kedua adalah
batuk berdahak yang disebabkan oleh adanya infeksi mikroorganisme atau
virus dan dapat dikenali dari suaranya yang lebih berat dengan adanya
pengeluaran dahak (Djunarko & Hendrawati, 2011). Kesulitan dalam
pengeluaran dahak akan berdampak pada sulitnya bernafas yang bisa
menyebabkan sianosis, kelelahan, apatis serta merasa lemah (Nugroho &
Kristianti, 2011).
Swamedikasi batuk diperlukan pengetahuan mengenai pemilihan
obat yang rasional sesuai batuk yang dialami oleh pasien, untuk batuk
berdahak digunakan obat golongan mukolitik (pengencer dahak) dan
ekspektoran (membantu mengeluarkan dahak), sementara untuk batuk
kering digunakan obat golongan antitusif (penekan batuk) (Djunarko &
Hendrawati, 2011). Obat batuk banyak diiklankan dan bisa diperoleh tanpa
resep dokter atau dikenal sebagai obat bebas (over-the-counter medicine).
Menurut Corelli (2007) jenis obat batuk bebas yang sering ada di pasaran
adalah jenis ekspektoran dan antitusif.
Masyarakat hari ini saat batuk tidak meminum obat batuk tetapi
melakukan swamedikasi non farmakologi seperti minum air hangat, minum
perasan jeruk dan adapula yang meminum obat yang berdasarkan iklan yang
berasal dari media sosial. Obat-obat yang dipilih mengandung lebih dari
satu zat aktif yang kurang sesuai untuk pengobatan batuk. Menurut
Kartajaya (2011) alasan masyarakat Indonesia melakukan swamedikasi atau
peresepan sendiri karena penyakit dianggap ringan, harga obat yang lebih
murah dan obat mudah diperoleh, walaupun jumlah dokter dan rumah sakit
bertambah, hal ini tidak mempengaruhi masyarakat untuk melakukan
tindakan swamedikasi (Kartajaya et al., 2011). Maka pengetahuan
mengenai obat batuk sangat dibutuhkan dalam memilih obat yang benar saat
mengalami batuk (Djunarko & Hendrawati, 2011).
Oleh karena itu makalah ini dilakukan untuk menjadi bahan dalam
pemilihan obat pada swamedikasi batuk, sehingga dimaksudkan akan
berdampak positif kepada apoteker untuk lebih dapat menjelaskan dengan
benar fungsi dari masing-masing obat batuk yang akan dipilih oleh pasien
(Kartajaya et al., 2011).
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui swamedikasi.
2. Untuk mengetahui obat yang digunakan dalam swamedikasi batuk.
C. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dan gejala batuk ?
2. Bagaimana pengobatan batuk dengan cara terapi ?
3. Bagaimana penatalaksanaan dari kasus secara farmakologi dan non
farmakologi ?
BAB II
PEMBAHASAN
B. PENGERTIAN BATUK
Batuk merupakan mekanisme pertahanan diri paling efisien dalam
membersihkan saluran nafas yang bertujuan untuk menghilangkan mukus,
zat beracun dan infeksi dari laring, trakhea, serta bronkus. Batuk juga bisa
menjadi pertanda utama terhadap penyakit perafasan sehingga dapat
menjadi petunjuk bagi tenaga kesehatan yang berwenang untuk membantu
penegakan diagnosisnya (Chung, 2003).
Jenis-jenis batuk meliputi batuk kering dan batuk berdahak.Tanda-
tanda awal batuk kering biasanya adalah rasa gatal di tenggorokan yang
memicu batuk. Batuk tanpa dahak ini biasanya terjadi pada tahap akhir pilek
atau ketika ada paparan iritasi. Pada kasus yang berdahak, batuk justru
sangat membantu karena berfungsi mengeluarkan dahak tersebut bisa
berasal dari tenggorokan, sinus, serta paru-paru.
Berdasarkan durasinya, batuk dibedakan menjadi batuk akut,
subakut, dan batuk kronis. Batuk akut yaitu batuk yang terjadi kurang dari
3 minggu. Batuk subakut yaitu batuk yang terjadi selama 3-8 minggu,
sedangkan batuk kronis yaitu batuk yang terjadi lebih dari 8 minggu. Dari
durasi batuk maka dapat diprediksi penyakitnya. Misalnya batuk akut yang
biasanya disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) atau bisa
juga karena pnemonia dan gagal jantung kongestif. Batuk subakut bisa
disebabkan oleh batuk pasca infeksi, bakteri sinusitis maupun batuk karena
asma. Sedangkan batuk kronis bila terjadi pada perokok biasanya
merupakan penyakit chronic obstructive pulmonary disease (COPD) dan
pada non perokok kemungkinan adalah post-nasal drip, asma dan
gastroesophageal reflux disease (GERD).
Bila berdasarkan tanda klinisnya, batuk dibedakan menjadi batuk
kering dan batuk berdahak. Batuk kering merupakan batuk yang tidak
dimaksudkan untuk membersihkan saluran nafas, biasanya karena
rangsangan dari luar. Sedangkan batuk berdahak merupakan batuk yang
timbul karena mekanisme pengeluaran mukus atau benda asing di saluran
nafas (Ikawati, 2009).
Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi empat fase
yaitu :
1. Fase iritasi
Iritasi dari salah satu saraf sensorik nervus vagus di laring, trakea,
bronkus besar, atau serat aferen cabang faring dari nervus
glosofaringeus dapat menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila
reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran
telinga luar dirangsang.
2. Fase inspirasi
Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi
otot abduktor kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan
cepat, sehingga udara dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke
dalam paru. Hal ini disertai terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi otot
toraks, perut dan diafragma, sehingga dimensi lateral dada membesar
mengakibatkan peningkatan volume paru. Masuknya udara ke dalam
paru dengan jumlah banyak memberikan keuntungan yaitu akan
memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat serta
memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga menghasilkan
mekanisme pembersihan yang potensial.
3. Fase kompresi
Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adductor
kartilago aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada fase ini
tekanan intratoraks meningkat hingga 300 cm H2O agar terjadi batuk
yang efektif. Tekanan pleura tetap meninggi selama 0,5 detik setelah
glotis terbuka . Batuk dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-
otot ekspirasi mampu meningkatkan tekanan intratoraks walaupun
glotis tetap terbuka.
4. Fase ekspirasi
Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot
ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar
dengan kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda-benda
asing dan bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot pernafasan dan
cabang-cabang bronkus merupakan hal yang penting dalam fase
mekanisme batuk dan disinilah terjadi fase batuk yang sebenarnya.
Suara batuk sangat bervariasi akibat getaran sekret yang ada dalam
saluran nafas atau getaran pita suara (Putri, 2012).
E. KASUS
Seorang ibu mengeluhkan tenggorokannya gatal – gatal dan susah
digunakan untuk menelan kadang batuk – batuk kecil dan sering saat
kedapatan memakan gorengan dan minum es. Batuk berlanjut sudah 2 hari
ini.
F. SOAP
1. Subyektif
Tenggorokan gatal – gatal dan susah untuk menelan.
2. Obyektif
Batuk yang muncul setelah memakan gorengan dan minum es.
3. Assessment
Batuk kering
4. Plant
a. Farmakologi
Obat yang dapat digunakan untuk pengobatan swamedikasi batuk
antara lain Dekstrometorfan dan Kodein.
b. Non Farmakologi
1. Minum minimal 8 gelas air sehari secara rutin
2. Hindari merokok, lingkungan berdebu, kering atau dingin serta
alergen.
3. Beristirahatlah dengan cukup
Selain itu dapat juga menggunakan obat tradisional yaitu :
- Jeruk nipis, peras dan ambil airnya lalu seduh dengan air panas
1 gelas (60cc) + kapur sirih sedikit dan diminum 2x sehari 1
sendok makan
- Ambil 15 biji cengkeh, 1 biji pala, 6 buah jeruk nipis, 15 helai
daun sirih dan 3 gelas air.Cengkeh ditumbuk,jeruk di belah
menjadi 2 kemudian semua bahan dimasukkan kedalam panci
dan dididihkan sampai air tinggal separuhnya baru
diangkat.Digunakan 3x sehari,sekali minum 3-4 sendok makan,
anak-anak 3x sehari 1-2 sendok makan serta dapat ditambahkan
madu,hindari makan berlemak
G. PENATALAKSANAAN KASUS
1. Farmakologi
a. Obat Sintesis
1. Bromheksin HCl (Bisolvon® Tablet)
Pabrik : Boehringer Ingelheim
Indikasi : Untuk batuk berdahak, batuk yang disebabkan flu,
batuk karena asma dan bronkhitis akut atau kronis
Efek samping : Adakalanya terjadi efek samping pada
saluran pencernaan. Sangat jarang : kemerahan pada kulit karena
alergi.
Perhatian : Hindari penggunaan BROMHEXINE pada
tiga bulan pertama kehamilan dan pada masa menyusui. Hati-
hati penggunaan pada penderita tukak lambung
Kegunaan : Bekerja dengan mengencerkan sekret pada
saluran pernafasan dengan jalan menghilangkan serat-serat
mukoprotein dan mukopolisakarida yang terdapat pada sputum /
dahak sehingga lebih mudah dikeluarkan.
Bentuk sediaan :
• Tiap tablet mengandung Bromhexine HCI 8 mg x 10 x 4
biji.
• 5 ml eliksir mengandung Bromhexine HCI (mengandung
etil alkohol 3,72% v/v)
• 5 ml sirup mengandung Bromhexine HC
Aturan Pakai :
Tablet
• Dewasa dan anak > 10 tahun 1x 3 tablet
• Anak 5 – 10 tahun 3×1/2 tablet
• Anak 2 – 5 tahun 2×1/2
Atau menurut petunjuk dokter.
Sirup
• Dewasa dan anak >10 tahun: 3 x 10 ml per hari
• Anak 5- 10 tahun: 3 x 5 ml per hari
• Anak 2-5 tahun: 2 x 5 ml per hari
Atau menurut petunjuk dokter.
Interaksi : Pemberian bersamaan dengan antibiotika
(amoksisilin, sefuroksim, doksisiklin) akan meningkatkan
konsentrasi antibiotika pada jaringan paru.
Kontraindikasi: Penderita yang hipersensitif terhadap
Bromhexine HCI.
Golongan Obat : Obat Bebas Terbatas
2. Ambroxol (Epexol®)
Pabrik : PT. Sanbe Farma
Kemasan :
Epexol dipasarkan dengan kemasan sebagai berikut :
▪ dos 10 x 10 tablet 30 mg
▪ botol 120 ml syrup
Kandungan
Tiap kemasan epexol mengandung zat aktif (nama generik)
sebagai berikut :
▪ Ambroxol HCl setara ambroxol 30 mg / tablet
▪ Ambroxol HCl setara ambroxol 15 mg / 5 ml syrup
Indikasi :
Kegunaan epexol (ambroxol) adalah untuk kondisi-kondisi
berikut :
▪ Sebagai obat penyakit-penyakit pada saluran pernafasan
dimana terjadi banyak lendir atau dahak, seperti :
emfisema, radang paru kronis, bronkiektasis,
eksaserbasi bronkitis kronis dan akut, bronkitis asmatik,
asma bronkial yang disertai kesukaran pengeluaran
dahak, serta penyakit radang rinofaringeal.
▪ Obat ini juga digunakan untuk mengurangi rasa sakit
pada tenggorokan.
▪ Berguna juga sebagai anti inflamasi, dengan cara
mengurangi kemerahan saat sakit tenggorokan.
Kontra Indikasi :
▪ Jangan menggunakan obat ini untuk pasien yang
memiliki riwayat alergi terhadap ambroxol.
▪ Pasien yang menderita ulkus pada lambung penggunaan
obat ini harus dilakukan secara hati-hati.
Efek Samping :
Berikut adalah beberapa efek samping epexol (ambroxol) yang
umum terjadi :
▪ Efek samping yang relatif ringan yaitu gangguan pada
saluran pencernaan misalnya mual, muntah, dan nyeri
pada ulu hati.
▪ Efek samping yang lebih serius tetapi kejadiannya
jarang misalnya reaksi alergi seperti kulit kemerahan,
bengkak pada wajah, sesak nafas dan kadang-kadang
demam.
Perhatian :
▪ Keamanan pemakaian obat ini untuk ibu menyusui
belum diketahui dengan jelas. Meski demikian,
pemakaian obat ini selama menyusui sebaiknya
dikonsultasikan dengan dokter.
▪ penggunaan obat sebaiknya dilakukan setelah makan
atau bersama makanan.
Penggunaan Oleh Wanita Hamil
Jangan gunakan obat ini untuk wanita hamil terutama pada
trimester pertama.
Interaksi Obat :
Obat-obat dengan kandungan zat aktif ambroxol termasuk
epexol berinteraksi dengan obat-obat lain sebagai berikut :
▪ Jika diberikan bersamaan dengan antibiotik
seperti amoxicillin, cefuroxim, erythromycin, dan
doxycycline, konsentrasi antiobiotik-antibiotik tersebut
di dalam jaringan paru meningkat.
▪ Obat ini juga sering dikombinasikan dengan obat-obat
standar untuk pengobatan bronkitis seperti glikosida
jantung, kortikosteroid dan bronkospasmolitik.
Dosis Epexol :
epexol (ambroxol) diberikan dengan dosis :
▪ Anak < 2 tahun : 2 x sehari ½ sendok takar syrup.
▪ Anak 2-5 tahun : 3 x sehari ½ sendok takar syrup.
▪ 5-10 tahun : 2-3 x sehari 1 sendok takar syrup atau 3 x
sehari ½ talet.
▪ Dewasa dan anak > 10 tahun : 3 x sehari 1 tablet.
Golongan Obat : Obat Keras
2. Silex®
2. Non Farmakologi
Antara penjagaan sendiri untuk pencegahan batuk yang dianjurkan :
a. Tidak merokok.
b. Minum air yang banyak, untuk membantu mengencerkan dahak,
mengurangi iritasi atau rasa gatal.
c. Menjauhi dari penyebab batuk seperti etiologi abu dan asap rokok.
d. Meninggikan kepala dengan menggunakan bantal tambahan pada
waktu malam untuk mengurangkan batuk kering.
e. Hindari paparan debu yang merangsang tenggorokan, dan udara
malam yang dingin.
Atau bisa menggunakan obat tradisional seperti :
a. Jeruk nipis, peras dan ambil airnya lalu seduh dengan air panas 1
gelas (60cc) + kapur sirih sedikit dan diminum 2x sehari 1 sendok
makan.
b. Ambil 15 biji cengkeh, 1 biji pala, 6 buah jeruk nipis, 15 helai daun
sirih dan 3 gelas air.Cengkeh ditumbuk,jeruk di belah menjadi 2
kemudian semua bahan dimasukkan kedalam panci dan dididihkan
sampai air tinggal separuhnya baru diangkat.Digunakan 3x
sehari,sekali minum 3-4 sendok makan, anak-anak 3x sehari 1-2
sendok makan serta dapat ditambahkan madu,hindari makan
berlemak
c. Bawang putih
Nama tanaman : Bawang putih
Spesies : Allium sativum L.
Khasiat : mengobati batuk, pilek, dan influenza.
Penggunaan : 1 bungkul bawang putih cuci dan tumbuk
lalu diletakkan dalam panic dengan air 300 ml atau 1½ cangkir the
rebus hingga mendidih masak dengan api kecil selama 20 menit.
Tambahkan jus lemon lalu masak selama 2-3 menit. Setelah dingin
saringlah ke dalam botol/gelas kaca yang bersih. Minumlah 15 ml
atau 1 sendok makan campuran ini tiga kali sehari. Sirup ini dapat
disimpan selama 2-3 minggu di lemari es.
Kandungan : minyak atsiri, allicin, aliin, kalsium,
saltivine, diallysulfide, belerang, sulfur, protein, lemak, fosfor, besi,
vitamin A, B1 dan C.
d. Jahe
e. Belimbing Wuluh
A. KESIMPULAN
1. Swamedikasi (Pengobatan sendiri) merupakan upaya yang dilakukan
oleh masyarakat dalam pengobatan tanpa adannya resep dari dokter
atau tenaga medis lainnya. Swamedikasi dilakukan berdasarkan dari
pengalaman pasien atau dari rekomendasi orang lain.
2. Pasien tersebut ternyata mengidap penyakit batuk kering karena setelah
makan gorengan dan minum es tenggorokannya terasa gatal – gatal dan
susah untuk menelan disertai batuk – batuk kecil dan sering. Obat yang
dapat digunakan antara lain dekstrometorphan dan kodein.
3. Selain obat sintetis dapat juga menggunakan obat tradisional antara lain
jeruk nipis, biji cengkeh, bawang putih, jahe dan belimbing wuluh.
DAFTAR PUSTAKA
Sartono, 2000. Obat Wajib Apotek, Edisi ketiga, Gramedia Pustaka Utama;
Jakarta.
Merianti, N. W. E., Goenawi, L. R., & Wiyono. W., 2013. Dampak penyuluhan
pada pengetahuan masyarakat terhadap pemilihan dan penggunaan obat
batuk swamedikasi di kecamatan malalayang, Jurnal Ilmiah Farmasi,
2(03), pp.100–103.
Haque, R. A., Chung, K. F., 2005. Cough: Meeting The Needs of A Growing Field,
London. Available from: http://www.coughjournal.com/content/1/1/1/.
[Accessed 27 March 2017]
Djunarko, I., & Hendrawati, D., 2011. Swamedikasi yang Baik dan Benar. Citra Aji
Parama,Yogyakarta.
Nugroho, A., & Kristianti, E., 2011. Stikes RS. Baptis Kediri. Batuk Efektif Dalam
Pengeluaran Dahak Pada Pasien Dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan
Nafas Di Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Baptis Kediri, 4(2).
Kartajaya, H., Taufik., Mussry, J., Setiawan, I., Asmara, B., Winasis, N.T., 2011.
Self-Medication. Who Benefit and Who Is At Loss. Mark Plus Insight,
Indonesia.
Koffuor, G.A., Ofori-Amoah, J., Kyei, S., Antwi, S. dan Abokyi, S, 2014, Anti-
tussive, Mucosuppressant and Expectorant Properties, and the Safety
Profile of a Hydro-ethanolic Extract of Scoparia dulcis, International
Journal of Basic and Clinical Pharmacology, 3 (3), 447-453.
Chung, K.F., 2003, Management of Cough, dalam Chung, K.F., Widdicombe, J.G.,
Boushey, H.A., (Eds.), Cough: Causes, Mechanisms and Therapy, 283-
297, Blackwell Publishing Ltd., U.K.
Ikawati, Z., 2009, Bahan Ajar Kuliah Materi Batuk, Fakultas Farmasi Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Putri, C.A., Retorini, E., Irdiah, Wardani, P.K. dan Surtina, 2012, Obat-obat Saluran
Pernafasan, Poltekkes Kemenkes RI Pangkal Pinang, Bangka Belitung.