Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

UJIAN AKHIR SEMESTER

Disusun guna untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Agama


Dosen Pengampu: Al Mubdi'u, M.Pd.

Di susun oleh kelompok 7:

IRMAYANTI 2011210120
Yuriza Violita 2011210115
Imelia Dwita Anggraini 2011210094

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SUKARNO


BENGKULU

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nyalah, makalah
pada mata kuliah “Studi Agama”: Pokok Bahasan “Konsep tantang studi agama “ rentangan
waktu yang telah ditentukan.

Dalam penyelesaian makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan, terutama


disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun, berkat bimbingan
dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan cukup
baik. Karena itu, sudah sepantasnya jika kami mengucapkan terima kasih kepada:

- Al Mubdi'u, M.Pd. Selaku dosen pembimbing

Kami sadar bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang
bersifat membangun, guna penulisan makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua pada umumnya dan bagi penulis pada
khususnya. Amin.

Bengkulu, Januari 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................1

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................................................3
B. Rumusan Masalah........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian.....................................................................................................................4
1. Agama...........................................................................................................................4
2. Studi Agama Dan Konsepnya.....................................................................................6
B. Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Studi Agama.......................................7
1. Asal-usul Studi Agama................................................................................................7
2. Perkembangan Studi Agama......................................................................................7
C. Metode Dan Pendekatan Studi Agama....................................................................10
1. Pendekatan Historis...................................................................................................10
2. Pendekatan Antropologis..........................................................................................13
3. Pendekatan Feminis...................................................................................................15
4. Pendekatan Filosofis..................................................................................................18
5. Pendekatan Psikoligis................................................................................................21
6. Pendekatan Sosiologis...............................................................................................23
D. Tujuan Dan Peran Studi Agama..............................................................................26
1. Tujuan Dan Peran Studi Agama.............................................................................26

BAB II PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................................29
B. Analisis........................................................................................................................29
C. Saran...........................................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada manusia
melalui nabi Muhammad Saw. Sumber ajarannya meliputi berbagai segi dari
kehidupan manusia berupa al-Qur’an dan Hadits dan merupakan bagian pilar penting
kajian islam sekaligus pijakan dan pegangan dalam mengakses wacana pemikiran dan
membumikan praktik penghambaan kepada Tuhan, baik yang bersifat teologis
maupun humanistis.

Pendidikan secara komunal merupakan penolong utama bagi manusia untuk


menjalani kehidupan ini yang sekaligus membedakan eksistensi dengan hewan. Tanpa
pendidikan, maka manusia sekarang ini tidak akan berbeda dengan keadaan
pendahulunya pada era purbakala sedangkan pendidikan islam berusaha
mengantarkan manusia mencapai keseimbangan pribadi secara
menyeluruh,melahirkan manusia-manusia yang bermutu dan dapat merasakan
ketenangan hidup jika di bandingkan dengan kehidupan yang para pendahulunya
pendidikan islam(Dirasah Islamiyah) secara harfiah adalah kajian tentang hal-hal
yang berkaitan dengan keislaman dan sebagai pranata sosial juga sangat terikat
dengan pandangan islam tentang hakekat keberadaan (eksistensi)manusia. Oleh
karena itu, pendidikan islam juga berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan
kesadaran bahwa manusia itu sama di depan ilahi yang membedakan hal tersebut
ialah kadar ketakwaan sebagai bentuk perbedaan secara kualitatif.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang di magsud dengan agama?
2. Jelaskan apa itu studi agama menurut kalian?
3. Apa asal-usul dari studi agama?
4. Metode atau pendekatan apa saja yang ada dalam studi agama in?

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

1. Agama

Terdapat beberapa pengertian agama menurut para ahli. Agama menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan
peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan
pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

Kata “agama” berasal dari bahasa Sanskerta, āgama yang berarti “tradisi” atau “A”
berarti tidak; “GAMA” berarti kacau. Sehingga agama berarti tidak kacau. Dapat juga
diartikan suatu peraturan yang bertujuan untuk mencapai kehidupan manusia ke arah dan
tujuan tertentu. Dilihat dari sudut pandang kebudayaan, agama dapat berarti sebagai hasil
dari suatu kebudayaan, dengan kata lain agama diciptakan oleh manusia dengan akal
budinya serta dengan adanya kemajuan dan perkembangan budaya tersebut serta
peradabanya. Bentuk penyembahan Tuhan terhadap umatnya seperti pujian, tarian,
mantra, nyanyian dan yang lainya, itu termasuk unsur kebudayaan. . Sedangkan kata lain
untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan
berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti “mengikat kembali”. Maksudnya dengan
berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.

Émile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang
terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Kita
sebagai umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus meningkatkan
keimanan kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang sempurna kesuciannya.

Sedangkan menurut Bahrun Rangkuti, seorang muslim cendekiawan sekaligus seorang


linguis, mengatakan bahwa definisi dan pengertian agama berasal dari bahasa
Sansekerta; a-ga-ma. A (panjang) artinya adalah cara, jalan, The Way, dan gama adalah
bahasa Indo Germania; bahasa Inggris Togo artinya jalan, cara-cara berjalan, cara-cara
sampai kepada keridhaan kepada Tuhan.

4
Selain definisi dan pengertian agama berasal dari bahasa Sansekerta, agama dalam
bahasa Latin disebut Religion, dalam bahasa-bahasa barat sekarang bisa disebut Religion
dan Religious, dan dalam bahasa Arab disebut Din.

Harun Nasution mengatakan bahwa agama dilihat dari sudut muatan atau isi yang
terkandung di dalamnya merupakan suatu kumpulan tentang tata cara mengabdi kepada
Tuhan yang terhimpun dalam suatu kitab, selain itu beliau mengatakan bahwa agama
merupakan suatu ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi.

Tajdab,dkk (1994) menyatakan bahwa agama berasala dari kata a, berate tidak dan gama,
berarti kacau, kocar-kacir. Jadi, agama artinya tidak kacau, tidak kocar-kacir, dan/atau
teratur. Maka, istilah agama merupakan suatu kepercayaan yang mendatangkan
kehidupan yang teratur dan tidak kacau serta mendatangkan kesejahteraan dan
keselamatan hidup manusia. Jadi, agama adalah jalan hidup yang harus ditempuh oleh
manusia dalam kehidupannya di dunia ini supaya lebih teratur dan mendatangkan
kesejahteraan dan keselamatan.

Setelah agama Nasrani masuk ke Indonesia, muncul istilah baru yang diidentikkan
dengam istilah agama, yaitu “religion” (bhs Inggris) yang berasal dari bahasa Latin yaitu
dari kata “relegere” yang artinya berpegang kepada norma-norma. Dalam bahasa
Indonesia kata religion dikenal dengan sebutan “religi” dibaca reliji. Istilah ini erat
kaitannya dengan sistem dan ruang lingkup agama Nasrani yang menunjukkan hubungan
tetap antara manusia dengan Tuhan saja. Dalam Islam kata agama merupakan arti dari
kata “ad- diin” yang berarti pengaturan hubungan manusia dengan Tuhan (vertikal) dan
hubungan manusia dengan manusia, termasuk dengan dirinya sendiri dan alam
lingkungan hidupnya (horisontal).

Menurut A.M. saefuddin (1987), menyatakan bahwa agama merupakan kebutuhan


manusia yang paling esensial yang besifat universal. Karena itu, agama merupakan
kesadaran spiritual yang di dalamnya ada satu kenyataan di luar kenyataan yang namfak
ini, yaitu bahwa manusia selalu mengharap belas kasihan-Nya, bimbingan-Nya, serta
belaian-Nya, yang secara ontologis tidak bisa diingkari, walaupun oleh manusia yang
mengingkari agama (komunis) sekalipun.

Menurut Sutan Takdir Alisyahbana (1992), agama adalah suatu system kelakuan dan
perhubungan manusia yang pokok pada perhubungan manusia dengan rahasia kekuasaan

5
dan kegaiban yang tiada terhingga luasnya, dan dengan demikian member arti kepada
hidupnya dan kepada alam semesta yang mengelilinginya.

Menurut Sidi Gazalba (1975), menyatakan bahwa religi (agama) adalah kecendrungan
rohani manusia, yang berhubungan dengan alam semesta, nilai yang meliputi segalanya,
makna yang terakhir, hakekat dari semuanya itu.

Dari ketiga pendapat tersebut, kalau diteliti lebih mendalam, memiliki titik persamaan.
Semua menyakini bahwa agama merupakan:

1. Kebutuhan manusia yang paling esensial.


2. Adanya kesadaran di luar diri manusia yang tidak dapat dijangkau
olehnya.

3. Adanya kesabaran dalam diri manusia, bahwa ada sesuatu yang dapat
membimbing, mengarahkan, dan mengasihi di luar

2. Studi agama serta Konsep Studi agama

Studi agama adalah suatu kajian sistematis dan metodologis terhadap agama-agama yang
ada sebagai kajian yang terbuka dan netral, studi agama mengkaji baik dari segi asal usul
keberadaannya sebagai suatu sistem keyakinan dan kepercayaan dalam konteks
hubungan antar agama. Perkembangan dalam bidang studi agama sekitar antara tahun
1859 hingga tahun 1869 yang ditandai dengan terbitnya buku Darwin “the origin of
species”. Setelah tahun 1869 muncul istilah “Perbandingan Agama”(comparative
relegion), sebagai padanan kata bagi istilah “Studi Agama” (the science of religion).
Akan tetapi sebagai sebuah disiplin ilmu, studi agama mulai mendapat perhatian yang
luas dan sungguh-sungguh dirintis sejak tahun 60-an dan 70-an, sebagai suatu disiplin
keilmuan setahap demi setahap memperkuat dan memperluas statusnya sebagai
”pengetahuan ilmiah” atau ”ilmu” sejak awal mula kemunculannya, Obyek kajian ilmu
agama adalah semua agama , baik agama-agama masa lalu, maupun agama-agama masa
sekarang, akan tetapi untuk keberlangsungan sebuah ilmu Studi agama memerlukan juga
beberapa metodologi untuk memahami sebuah agama. Oleh karena itu dalam tulisan ini
akan menguraikan beberaapa metodologi studi agama-agama: Metode; Teologi, Historis,
Fenomenologis, Sosiologis, Antropologi dan Psikologis.

6
B. SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN STUDI AGAMA

1. Asal usul studi agama


Asal-Usul Dan Pertumbuhan Studi Islam
Pendidikan Islam di Indonesia tidak pernah lepas dari semangat penyebaran Islam
yang dilakukan secara intensif oleh para pendahulu dalam kerangka perpaduan antara
konteks keindonesiaan dengan keislaman. Pada awalnya pendidikan Islam, dalam
bentuk halaqah-halaqah, kemudian bentuk madrasah. Selain pesantren pendidikan
Islam di Indonesia diharapkan pada tantangan semakin berkembangnya model-model
pendidikan. Pertumbuhan minat untuk memahami Islam lebih sebagai tradisi
keagamaan yang hidup, yang historis. Ketimbang “kumpulan tatanan doktrin” yang
terdapat dalam Al-Quran dan Hadits. Studi Islam kontenporer di Barat, berusaha keras
menampilkan citra yang lebih adil dengan mengandalkan berbagai pendekatan dan
metode yang lebih canggih dalam ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan. Islam tidaklah
dijadikan semata-mata sebagai obyek studi ilmiah yang secara leluasa ditundukkan
pada prinsip yang berlaku di dunia keilmuwan, tapi diletakkan sesuai dengan
kedudukannya sebagai doktrin yang kebenarannya diyakini. Tak heran jika dekade
80-an dan 90-an terjadi perubahan besar dalam paradigma Islam. Kecenderungan
pertama, terjadinya pergeseran dari kajian Islam yang bersifat normatif. Kepada yang
lebih historis, sosiologis dan empiris. Kedua 10 orientasi keilmuwan yang lebih luas
kendatipun orientasi studi Islam di Indonesia lebih cenderung ke Barat, studi di Timur
tengah tetap memiliki nilai penting, terutama dalam memahami aspek doktrinal yang
menjadi basis ilmu pengetahuan dalam Islam. Jika dipadukan menjadi satu model
pendidikan Islam, kiranya dapat menjawab kekurangan masing-masing orientasi,
yakni menguasai khazanah intelektual Islam yang paling dasar dan otentik juga
menguasai metodologi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi di tengah-tengah masyarakat.
2. Perkembangan Studi agama

7
Mununculnya studi agama, berawal dari Max Müller yang mencoba melawan
kekolotan ilmu agama di Inggris. Max Müller merupakan Profesor dengan nama
lengkap Friedrich Max Müller lahir tahun 1823 dan wafat pada tahun 1900.
Ia mendatangi Inggris pertama kali pada saat muda dengan tujuan belajar tulisan –
tulisan kuno dari kitab Weda-India. Sejak saat itulah ia betah di Inggris dan sampai
menikahi gadis Inggris yang pada akhirnya juga mendapatkan posisi penting di
Oxford University.
Max mengajukan teori tentang bagaimana jika ilmu agama dijadikan suatu studi
ilmiah. Ide Max itu membuat marah masyarakat Inggris karena sudah terbiasa dengan
karya Charles Darwin The Origins of Species (1859) yang merupakan perdebatan
sengit sains dan agama.
Lalu bagaimana cara Max menyakinkan pendengar? Yaitu dengan cara memberikan
argumentasi bahwa studi ilmiah tentang agama dapat memberikan kontribusi kepada
agama secara mendalam sekaligus terhadap ilmu tersendiri. Ia juga mengutip puisi
Johan Wolfgang “he who knows one, knows none”.
Di Indonesia, mayoritas dari kita mengenal studi ilmiah hanya dilingkungan kampus
atau perguruan tinggi. Namun jauh sebelum 1961 (saat dibukanya pertama kali studi
agama di PTAIN di Yogyakarta), studi perbandingan agama (dahulu masih disebut
perbandingan agama) di Nusantara sesungguhnya telah ada pada akhir abad ke-19
yaitu dengan nama Gerakan Teosofi Hindia-Belanda.
a. Gerakan Teosofi Hindia-Belanda (Indonesia)
Fase pertama yaitu, teosofi. Merupakan gerakan yang pertama kali didirikan di
kota New York, Amerika Serikat, pada tahun 1875 oleh 16 orang, termasuk
Henry Steel Olcoot & Wiliam Quan Judge. Helema Pertovna Blavatsky (1831-
1891) sebagai inisiator yang merupakan bangsawan keturunan Rusia.
Teosofi dalam pandangan Blavatsky menyebutnya geneology of gods (silsilah
dewa-dewa). Secara bahasa, yakni “theos” yang berarti “tuhan” (god, bukan
God), “sophia” artinya kebijaksanaan. Akan tetapi, theos disini merujuk pada
“seorang dewa” dalam Bahasa Yunani, seperti satu dari makhluk – makhluk
ilahi dan dalam pengertian Tuhan seperti yang dipahami orang-orang
sekarang, bukan “Tuhan Personal” (H.P. Blavatsky, The Key to Theosophy).
Blavatski menyebutnya pengetahuan atau sains ilahi. Dalam pengertian yang
lebih sederhana, teosofi dapat disebut juga sebagai ilmu kebatinan atau ilmu
mistik.
8
Lalu, bagaimana masuknya gerakan tersebut? Gerakan Teosofi di Hindia
pertama kali didirikan di kota Pekalongan, Jawa Tengah (8 tahun setelah
Teosofi berdiri di Amerika: 1883) dengan nama The Pekalongan
Theosophical Society. Masuk ke Indonesia akhir abad ke-19 antara tahun 1881
atau 1883.
Gerakan Teosofi mulai tersebar luas dibawah pimpinan Presiden Annie
Bessant, saya menyebutnya ia adalah Presiden Gerakan Teosofi Termashur.
Ialah juga penyebab meluasnya gerakan teosofi termasuk ke Indonesia
(Hindia-Belanda). Yang membawanya masuk ke Indonesia Baron Van
Tengnagel (Bangsawan Belanda).

Tujuan organisasi tersebut ialah, 1) Membentuk tali persaudaraan universal


sesama manusia dengan tidak memandang bangsa, kepercayaan, jenis kelamin
atau warna. 2) Memajukan pelajaran memanding – bandingkan agama, filsafat
dan ilmu pengetahuan. Dalam sumber yang disebutkan mempelajari agama –
agama kuno dan modern, filsafat dan sains.
3) Menyelidiki hukum – hukum alam yang belum dapat dijelaskan dan
kekuatan – kekuatan di dalam diri manusia yang masih terpendam.
b. Fase Sarjana Muslim
Fase kedua yaitu, masa setelah teosofi hindia-belanda, yakni Studi PA
(Perbandingan Agama) yang dilakukan oleh sarjana muslim di Indonesia.
Karya – karya dari sarjana tersebut bahkan menjadi materi wajib dibeberapa
sekolah Islam.
Ada dua sarjana muslim yang paling menonjol di era ini; Mahmud Yunus
dengan karyanya, al-adyan. Dan Zainal Arifin Abbas dengan bukunya
Perkembangan Fikiran Terhadap Agama (2 Jilid). Kedua karya tersebut
menggunakan pendekatan teologis dan historical.
Fase ketiga yaitu, ketika studi PA didirikan diperguruan tinggi Islam. Disini
lagi-lagi peran sarjana muslim atau akademisi. Didirikan secara formal lahir di
PTAIN Yogyakarta pada 1961.
Didirikan oleh Profesor Mukti Ali, akademisi alumnus McGill University of
Kanada magister dalam bidang islamic studies dan memperoleh doktor di
Universitas Karachi Pakistan dalam bidang Sejarah Islam. Karena
perjuangannya ia dijuluki dengan “Bapak Perbandingan Agama”.
9
Alasan mendirikan studi agama di PTAIN ialah sebagai usaha dalam mengontrol
ataupun menjadi solusi penting ditengah kemajemukan agama dan budaya di
Indonesia, sehingga harus mempunyai disiplin ilmu yang jelas.
Fase keempat, yaitu fase studi agama di era reformasi. Fase ini ditandai dua peristiwa:
1) perubahan nama, dari Perbandingan Agama menjadi Studi Agama – Agama di
beberapa perguruan tinggi Islam. 2) seiring perkembangan kehidupan sosial yang
lebih kompleks di awal abad-21, studi agama diharapkan dapat merespon perihal-
perihal agama secara komprehensif dan mempertahankan relevanivitasnya sebagai
studi ilmiah.

C.METODE DAN PENDEKATAN STUDI AGAMA

1. Pendekatan Historis

Pendekatan Historis terdiri dari dua kata yakni pendekatan dan historis. Kata historis itu
sendiri berasal dari bahasa Inggris yakni History yang artinya sejarah atau riwayat.
Secara terminology pengertian sejarah atau historis itu sendiri adalah suatu rangkaian
peristiwa yang meliputi unsur tempat, waktu, objek, latar belakang dan pelaku yang
terdapat dalam peristiwa itu. sejarah itu merupaka serangkaian cerita manusia yang
terjadi pada masa lampau dengan segala rangkaiannya.iah.Pendekatan Antropologis

Secara terminology pengertian sejarah atau historis itu sendiri adalah suatu rangkaian
peristiwa yang meliputi unsur tempat, waktu, objek, latar belakang dan pelaku yang
terdapat dalam peristiwa itu. Sejarah itu merupaka serangkaian cerita manusia yang
terjadi pada masa lampau dengan segala rangkaiannya.

Unsur terpenting dalam sejarah itu adalah sebuah peristiwa. Selain itu penelitian dengan
daya kritis dalam sejarah itu tidak kalah pentingnya karena dengan adanya penelitian
tersebut kita bisa mengungkapkan kebenaran dalam makna yang terkandung dalam
sejarah tersebut. Jadi kita itu perlu memahami pendekatan pada sejarah ini.

Pendekatan sejarah itu sendiri adalah suatu usaha untuk menyelidiki fakta dan data masa
lalu melalui pembuktian, penafsiran, dan juga penjelasan melalui fikiran kritis dari
prosedur penelitian ilmiah.

10
Pendekatan AntrAntropologi agama bisa dikatakan sebagai salah satu cabang ilmu yang
banyak mendapatkan perhatian para pakar ilmu sosial. Cabang ilmu Antropologi agama
ini diyakini oleh banyak pakar sebagai salah satu alat studi yang akurat dalam melihat
reaksi antara agama, budaya, dan lingkungan sekitar sebuah masyarakat. Antropologi
agama mengarah kepada suatu penghubung yang unik atas moralitas, hasrat, dan
kekuatan dengan dikendalikan dan kemerdekaan, dengan duniawi dan asketisme (ajaran-
ajaran yang mengendalikan latihan rohani dengan cara mengendalikan tubuh dan jiwa
sehingga tercapai kebijakan-kebijakan rohani) dengan idealis dan kekerasan, dengan
imajinasi dan penjelmaan, dengan imanensi (paham yang menekankan berpikir dengan
diri sendiri atau subjektif) dan transendensi (cara berpikir tentang hal-hal yang
melampaui apa yang terlihat, yang dapat ditemukan di alam semesta) yang merupakan
sisi dunia manusia yang berbeda dengan makhluk lain. Tradisi ilmu Antropologi
memahami dunia-dunia agama tidak sepenuhnya sebagai fenomena objektif dan juga
tidak sepenuhnya sebagai fenomena subjektif, namun sebagai sesuatu yang berimbang
dalam memediasikan ruangan sosial atau budaya dan sebagai yang terlibat dalam suatu
dialektika (komunikasi dua arah) yang memberikan objektivitas sekaligus juga
subjektivitas. Perhatian ahli Antropologi dalam meneliti agama ditunjukan untuk melihat
keterkaitan faktor lingkungan alam, struktur sosial, struktur kekerabatan, dan lain
sebagainya, terhadap timbulnya jenis agama, kepercayaan, upacara, organisasi
keagamaan tertentu.

Pendekatan Historis, Hal yang paling penting yaitu asal-usul unsur kebudayaan.
Pendekatan dan unsur-unsur historis mempunyai arti yang sangat penting dalam
Antropologi, lebih penting dari pada ilmu lain dalam kelompok ilmu tingkah laku
manusia. Para ilmuwan Antropologi tertarik pertama-tama pada asal-usul historis dari
unsur-unsur kebudayaan, dan setelah itu tertarik pada unsur-unsur kebudayaan yang unik
dan khusus.

Rdasarkan rumusan masalah diatas, pembahasan tulisan ini adalah :

1. Mengetahui tujuan Pendekatan Historis dalam pengkajian Islam

2. Mengetahui kriteria Pendekatan Historis dalam pengkajian Islam

3. Mengetahui Konsep pendekatan Historis dalam pengkajian Islam

4. Mengetahui relevansi pendekatan historis terhadap pengkajian Islam

11
5. Mengetahui Prosedur penelitian sejarah dalam pengkajian Islam

6. Mengetahui kelemahan dan kekuatan pendekatan historis dalam


pengkajian Islam

- Tujuan Pendekatan Historis dalam Pengkajian Islam

Menurut M. Yatimin Abdullah, tujuan pendekatan historis atau sejarah dalam


pengkajian Islam adalah untuk merekonstruksi masa lampau secara sistematis dan
objektif dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi, serta
mensistematisasikan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan
yang kuat. Beliau menambahkan bahwa dengan berbagai pendekatan manusia dalam
memahami agama dapat melalui pendekatan paradigma ini. Dengan pendekatan ini
semua orang dapat sampai pada agama. Disini dapat dilihat bahwa agama bukan hanya
monopoli kalangan teolog dan normalis, melainkan agama dapat dipahami semua orang
sesuai dengan pendekatan dan kesanggupannya. Oleh karena itu, agama hanya meru
pakan hidayah Allah dan merupakan suatu kewajiban manusia sebagai fitrah yang
diberikan Allah kepadanya.[4] Pemahaman terhadap ilmu sejarah menjadi penting bagi
kalangan intelektual hukum (Islam) untuk melihat mata rantai antara satu kejadian dan
kejadian lain sehingga tidak terjadi distorsi dalam menjustifikasi sebuah peristiwa
hukum. Begitu pula, kajian sejarah menjadi alat ukur bagi kalangan intelektual dari
berbagai disiplin ilmu dalam memilih dan memilah masalah.

- Pendekatan Hitoris dalam pengkajian Islam

Memahami pendekatan historis tidak bisa lepas dari memahami terlebih dahulu akan
makna kata tersebut. Kata historis memiliki kedekatan dengan kata History dalam bahasa
Inggris yang memiliki makna sejarah (dalam bahasa arab Syajarah). Kata tersebut
diambil dari bahasa Yunani (istoria), yakni gejala-gejala alam yang bersifat kronologis
terutama yang berkaitan dengan manusia. Menurut W Bauer (1928) sejarah merupakan
ilmu pengetahuan sebagai upaya melukiskan dan menjelaskan fenomena dalam
mobilitasnya karena adanya hubungan antara manusia di tengah kehidupan masyarakat.
Dari pendefinisian ini, sejarah sebagai sebuah pendekatan atau pendekatan historis tidak
bisa terlepas dari kajian peristiwa yang melalui dimensi ruang dan waktu.

Jika menariknya dalam konteks Islam, Menurut Lokatos, apa yang dimaksud dengan
Islam Historis adalah sebuah protective belt yakni domain utama dari apa yang disebut

12
ilmu, sistem pengetahuan yang secara langsung bisa dinilai, diuji ulang, diteliti,
dipertnyakan, diformulasi ulang, dan dibangun kembali. Dari sini, Islam historis terlepas
dari wilayahnya sebagai Islam normatif.Islam tidak lagi dikaji pada aspek normatifnya,
melainkan wujudnya ketika hidup di tengah masyarakat, tempat, kondisi sosial, ekonomi,
atau bahkan kondisi politik. Hal ini pula yang mengantarkan pendekatan historis mau
tidak mau berhubungan dengan sejarah sebagai koreksi atas fatkta. Hal yang perlu
digarisbawahi adalah bahwa sejarah disini bukanlah merupakan sejarah naratif, namun
sejarah kritis yang tidak hanya melibatkan deskripsi namun juga analisis motif dan kritik
data.

Dalam suatu penelitian, aspek historis bisa ditempatkan pada dua posisi yakni ia sebagai
objek kajian dan ia sebagai alat bantu untuk mengkaji dalam arti sebuah bagian dari
metode penelitian. Di sinilah aspek penting yang harus ditentukan tentang apakah ia
merupakan sebuah pengetahuan atau ia sebagai sebuah pendekatan. Konsekuensi
pendekatan historis dalam penelitian terhadap gejala-gejala atas fenomena yang terjadi
mengharuskan untuk mempertimbangkan beberapa aspek, di antara aspek tersebut adalah
segi-segi prosessual, perubahan-perubahan, dan aspek diakronis. Lebih dari itu
pendekatan historis tidak hanya digunakan untuk melihat pertumbuhan, perkembangan,
dan kronologis peristiwa masa lampau, namun juga digunakan untuk mengenal gejala-
gejala structural, faktor-faktor kausal, kondisional, kontekstual serta unsur-unsur yang
merupakan komponen dan eksponen dari proses sejarah yang dikaji.[8]

2. Pendekatan Antropologis

Pembelajaran kebudayaan merupakan hal yang utama dalam Antropologi. Bidang kajian
utama Antropologi adalah kebudayaan dan dipelajari melalui pendekatan. Berikut tiga
jenis pendekatan utama yang biasa dipergunakan oleh para ilmuwan Antropologi :

1. Pendekatan holistik
Jika kita amati, sifat kebudayaan dipandang secara utuh (holistic). Pendekatan ini
digunakan oleh para pakar Antropologi apabila mereka sedang mempelajari
kebudayaan suatu masyarakat. Kebudayaan dipandang sebagai suatu keutuhan,
setiap unsur di dalamnya mungkin dipahami dalam keadaan terpisah dari
keutuhan tersebut. Para pakar Antropologi mengumpulkan semua aspek,
termasuk sejarah, geografi, ekonomi, teknologi, dan bahasa. Untuk memperoleh
generalisasi (simpulan) tentang suatu kompleks kebudayaan seperti perkawinan

13
dalam suatu masyarakat, para pakar Antropologi merasa bahwa mereka harus
memahami dengan baik semua lembaga (institusi) lain dalam masyarakat yang
bersangkutan.
2. Pendekatan komparatif
Kegiatan pada kebudayaan masyarakat pra-aksara. Pendekatan komparatif juga
merupakan pendekatan yang unik dalam Antropologi untuk mempelajari
kebudayaan masyarakat yang belum mengenal baca-tulis (pra-aksara). Para
ilmuwan Antropologi paling sering mempelajari masyarakat pra-aksara karena
dua alasan utama. Pertama, mereka yakin bahwa setiap generalisasi dan teori
harus diuji pada populasi-populasi di sebanyak mungkin daerah kebudayaan
sebelum dapat diverifikasi. Kedua, mereka lebih mudah mempelajari keseluruhan
kebudayaan masyarakat-masyarakat kecil yang relatif homogen dari pada
masyarakat-masyarakat modern yang kompleks. Masyarakat-masyarakat pra-
aksara yang hidup di daerah-daerah terpencil merupakan laboratorium bagi para
ilmuwan Antropologi.

Antropologi agama bisa dikatakan sebagai salah satu cabang ilmu yang banyak
mendapatkan perhatian para pakar ilmu sosial. Cabang ilmu Antropologi agama ini
diyakini oleh banyak pakar sebagai salah satu alat studi yang akurat dalam melihat reaksi
antara agama, budaya, dan lingkungan sekitar sebuah masyarakat. Antropologi agama
mengarah kepada suatu penghubung yang unik atas moralitas, hasrat, dan kekuatan
dengan dikendalikan dan kemerdekaan, dengan duniawi dan asketisme (ajaran-ajaran
yang mengendalikan latihan rohani dengan cara mengendalikan tubuh dan jiwa sehingga
tercapai kebijakan-kebijakan rohani) dengan idealis dan kekerasan, dengan imajinasi dan
penjelmaan, dengan imanensi (paham yang menekankan berpikir dengan diri sendiri atau
subjektif) dan transendensi (cara berpikir tentang hal-hal yang melampaui apa yang
terlihat, yang dapat ditemukan di alam semesta) yang merupakan sisi dunia manusia
yang berbeda dengan makhluk lain. Tradisi ilmu Antropologi memahami dunia-dunia
agama tidak sepenuhnya sebagai fenomena objektif dan juga tidak sepenuhnya sebagai
fenomena subjektif, namun sebagai sesuatu yang berimbang dalam memediasikan
ruangan sosial atau budaya dan sebagai yang terlibat dalam suatu dialektika (komunikasi
dua arah) yang memberikan objektivitas sekaligus juga subjektivitas. Perhatian ahli
Antropologi dalam meneliti agama ditunjukan untuk melihat keterkaitan faktor

14
lingkungan alam, struktur sosial, struktur kekerabatan, dan lain sebagainya, terhadap
timbulnya jenis agama, kepercayaan, upacara, organisasi keagamaan tertentu..

3. Pendekatan Faminis

Feminisme tidak berasal dari sebuah teori atau konsep yang didasarkan atas formula teori
tunggal. Itu sebabnya, tidak ada abstraksi pengertian secara spesifik atas pengaplikasian
feminisme bagi seluruh perempuan disepanjang masa. Feminisme adalah basis teori dari
gerakan pembebasan perempuan. Feminis berasal dari kata “Femme” (Woman), yang berarti
perempuan (tunggal) yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan
(jamak) sebagai kelas sosial.Dalam arti leksikal, feminisme ialah gerakan wanita yang
menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria. Feminisme adalah teori
tentang persamaan antara laki-laki dan wanita dalam bidang politik, ekonomi dan sosial atau
kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan wanita. Feminis
merupakan gerakan yang dilakukan oleh wanita untuk menolak segala sesuatu yang
dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan yang dominan, baik
dalam tataran politik, ekonomi, maupun kehidupan sosial lainnya. Pada dasarnya gerakan
feminisme ini muncul karena adanya dorongan ingin menyetarakan hak antara pria dan
wanita yang selama ini perempuan seolah-olah tidak dihargai dalam pengambilan kesempatan
dan keputusan dalam hidup. Diawali dengan gerakan-gerakan yang dipelopori oleh kaum
perempuan pada pertengahan abad ke-18 di Eropa yang dianggap sebagai “gelombang
pertama” (first wave) feminisme. Istilah “feminis” itu sendiri digunakan pertama kali di
dalam literatur barat pada tahun 1880 yang secara tegas menuntut kesetaraan hukum dan
politik dengan laki-laki. Feminisme gelombang pertama (first wave) lebih bersifat
individualis dan pembaharuan, kaum perempuan telah membuktikan pembebasan perempuan
(women’s liberation) bersifat kolektif dan revolusioner. Mereka lebih menekankan untuk
persamaan hak (old’s feminism of equal rights).Perbedaan pandangan yang terjadi pada era
1970-an telah memunculkan gelombang kedua (second wave) feminisme. Gelombang kedua
feminisme mengemukakan teori-teori yang memberikan penjelasan umum tentang konsep-
konsep fundamental mengenai perlakuan sewenang-wenang dan penindasan terhadap kaum
perempuan serta respon terhadap kritik-kritik marxisme, terutama terhadap “perbedaan” yang
diciptakan antara perempuan dan laki-laki. Hal ini dikarenakan laki-laki sebagai pihak

15
superior menentukan ukuran tertentu untuk perempuan sebagai pihak inferior dan perempuan
berusaha memenuhi ukuran tersebut (objektivitas oleh laki-laki). Situasi tersebut terjadi
akibat budaya patriarki. Dalam dunia sastra, feminisme dapat digunakan sebagai pendekatan
dalam kritik sastra yang disebut kritik sastra feminis. Dalam ilmu sastra, feminisme ini
berhubungan dengan konsep kritik sastra feminis, yaitu studi sastra yang mengarahkan fokus
analisis kepada wanita. Dalam kesustraan, nilai-nilai feminis tidak selalu langsung
disampaikan dengan gamblang, namun bisa disampaikan lewat pemahaman nilai-nilai
sederhana yang melatarbelakangi kehidupan si pengarang wanita. Tidak selamanya
pergerakan wanita lewat tulisan dan karya sastra bisa disambut baik oleh para penulis laki-
laki, bahkan sebagian penulis pria mengistilahkan “dancing dog” kepada para wanita yang
berprofesi sebagai penulis. Meskipun demikian, terdapat beberapa penulis wanita yang
memang terbukti memiliki kualitas yang bagus jika dibanding dengan penulis pria pada
masanya. Lahirnya karya sastra yang mengangkat persoalan tentang kaum perempuan,
menjadi tanda bahwa gerakan feminisme telah mengalami banyak perkembangan, tidak
hanya dalam bidang hukum dan politik saja. Gerakan feminisme telah masuk ke dalam dunia
fiksi, seperti karya sastra, baik itu prosa, puisi maupun drama. Bahkan tidak hanya kaum
perempuan saja yang menuliskan tentang persoalan perempuan dalam karya sastra, namun
ada juga kaum laki-laki yang menuliskannya.r-unsur

Pendekatan-Pendekatan dari sudut terminologi adalah cara pandang atau paradigma yang
terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dari
keterangan di atas, dapat kita pahami bahwa pendekatan terhadap objek pengkajian perlu
dimasyarakatkan guna mendapatkan keterangan ilmiah seiring dengan tuntunan zaman. Maka
salah satu untuk mengkaji studi islam adalah dengan melalui pendekatan-pendekatan.
Adapun yang dimaksud pendekatan disini adalah cara pandang atau pradigma yang terdapat
dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Filsafat
sebagai salah satu bentuk metodologi pendekatan keilmuan, sama halnya dengan cabang
keilmuan yang lain. Filsafat pada dasarnya adalah pertanyaan atas segala hal yang “ada”.
Pertanyaan akan muncul tentu dengan berpikir, berpikir pasti menggunakan akal. Dan filsafat
juga bisa dikatakan sebagai upaya menjelaskan inti, hakikat atau hikmah mengenai segala
sesuatu yang ada dengan memanfaatkan atau memberdayakan secara penuh akal budi
manusia yang telah dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Berpikir secara filosofis
tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memahami ajaran agama, dengan maksud agar
hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara seksama.

16
Pendekatan filosofis yang demikian sebenarnya sudah banyak digunakan oleh para ahli.
Misalnya dalam buku berjudul Hikmah Al-Tasyri’ wa Falsafatuhu yang ditulis oleh
Muhammad Al-Jurjawi, di dalam buku tersebut ia berusaha mengungkapkan hikmah yang
terdapat di balik ajaran-ajaran agama Islam. Ajaran agama dalam mengajarkan agar shalat
berjamaah. Tujuannya antara lain agar seseorang merasakan hikmahnya hidup secara
berdampingan dengan orang lain. Dengan mengerjakan puasa misalnya agar seseorang dapat
merasakan lapar dan menimbulkan rasa iba kepada sesamanya yang hidup serba kekurangan,
dan berbagai contoh lainnya.Filsafat sebagai pendekatan keilmuan setidaknya ditandai antara
lain dengan tiga ciri, diantaranya:

1. Kajian, telaah dan penelitian filsafat selalu terarah kepada pencarian atau perumusan
ide-ide dasar atau gagasan yang bersifat mendasar-fundamental (fundamental ideas) terhadap
objek persoalan yang dikaji. Ide atau pemikiran fundamental biasanya diterjemahkan dengan
istilah teknis kefilsafatan sebagai “al-falsafatu al-ula”, substansi, hakekat atau esensi.
Pemikiran fundamental biasanya bersifat umum (general), mendasar dan abstrak.

2. Pengenalan, pendalaman persoalan-persoalan dan isu-isu fundamental dapat membentuk


cara berpikir kritis (critical thought).

3. Kajian dan pendekatan falsafati yang bersifat seperti dua hal diatas, akan dapat
membentuk mentalitas, cara berpikir dan kepribadian yang mengutamakan kebebasan
intelektual (intellectual freedom), sekaligus mempunyai sikap toleran terhadap berbagai
pandangan dan kepercayaan yang berbeda serta terbebas dari dogmatisme dan fanatisme.
Mengkaji Islam secara filosofis, akan menjadikan segala sesuatu disandarkan kepada konteks
baik itu berupa kebaikan sosial, local wisdom, social impact, rasionalitas dan lain-lain (‫)تكيف‬.
Ia juga akan bersandar pada analisa rasio manusia, yang akan bersifat relatif. Kegiatan
berfilsafat menurut Louis O. Kattsoff adalah kegiatan berpikir secara: · Mendalam:
dilakukan sedemikian rupa hingga dicari sampai ke batas akal tidak sanggup lagi. ·
Radikal: sampai ke akar-akar nya sehingga tidak ada lagi yang tersisa. · Sistematik:
dilakukan secara teratur dengan menggunakan metode berpikir tertentu. · Universal: tidak
dibatasi hanya pada satu kepentingan kelompok tertentu, tetapi menyeluruh. Filsafat untuk
mengetahui berbagai hakikat dari segala sesuatu, begitu pula ketika ia dipakai dalam
mengkaji Islam, tidak selalu mencapai hasil yang maksimal, yang terpenting adalah upaya
(memanfaatkan hasil usaha), yang akan membuat suatu perubahan ke arah yang lebih baik
lagi atau kemajuan. Manfaat yang bisa didapat ketika seseorang menggunakan pendekatan

17
filosofis dalam kajian nya adalah Agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat
dimengerti dan dipahami secara seksama.

4. Pendekatan filosofis

dalam kajian islam. Agama islam memberikan memberikan penghargaan yang tinggi
terhadap akal, tidak sedikit ayat-ayat al Quran yang mengajurkan dan mendorong supaya
manusia banyak berpikir dan menggunakan akalnya. Semuanya bentuk ayat-ayat tersebut
mengandung anjuran, dorongan bahkan memerintahkan kepada pemeluknya untuk berfilsafat.
Manusia adalah makhluk berfikir, yang dalam segala aktifitas kehidupannya selaluu berujung
kepada mencari kebenaran tentang sesuatu. Misalnya dalam mencari jawaban tentang hidup,
berarti dia mencari kebenaran tentang hidup. Jadi dengan demikian manusia adalah makhluk
pencari kebenaran, dalam proses mencari kebenaran ini manusia menggunakan tiga
instrumen, yaitu dengan agama, filsafat dan dengan ilmu pengetahuan. Antara ketiganya
mempunyai titik persamaan, dan titik singgung. Sikap keberagamaan mewajibkan
pengikutnya untuk memahami dua hal yaitu aspek normatif (wahyu) dan aspek historis (
bagaimana wahyu tersebut hadir) JIKA INGIN keagamaan yang sempurna. pemahaman
sepihak tidak memungkinkan karena akan menjadikan keberagamaan bersifat ekstrem. aspek
normatif mengharuskan dan terkait erat dengan historisitas, karena kehadirannya
berhubungan dengan waktu, tempat dan sasaran yang semua itu berdemensi sejarah.
sementara aspek historis tidak mungkin meninggalkan wahyo terutama ketika berkaitan
dengan perilaku keagamaan pemeluknya.maka salah satu unsur pokok yang berfungsi sebagai
penghubung di antara keduanya daalah pendekatan filosofis dalam pemahaman dan studi
keagamaan. Membawa pendekatan filosofis dalam tataran aplikasi kita tidak bisa lepas dari
pengertian pendekatan filosofis yang bersifat mendalam, radikal, sistematik dan universal.
Karena sumber pengetahuan pendekatan filosofis rasio, maka untuk melakukan kajian dengan
pendekatan ini akal mempunyai peranan yang sangat signifikan. Kata takdir (taqdir) terambil
dari kata qaddara berasal dari akar kata qadara yang berbarti mengukur, memberi, kadar atau
ukuran. Jika dikatakan bahwa Allah telah menakdirkan sesuatu, harus dipahami dalam makna
Allah telah menetapkan ukuran, kadar, batas tertentu terhadap sesuatu itu. Takdir dapat juga
diterjemahkan sebagai sistem hukum ketetapan Tuhan untuk alam raya atau singkatnya
disebut sebagai hukum alam. Sebagai “hukum alam” maka tidak ada satupun gejala alam

18
yang terlepas dari Dia, termasuk amal perbuatan manusia. pengertian ini dapat dilihat pada
firman Allah yang artinya, Dan Dia diciptakan segala sesutau, maka dibuat hukum
kepastiannya sepasti-pastinya. Kesan yang sama juga dapat diperhatikan pada ayat-ayat
berikut ini: Artinya: Dan matahari beredar pada tempat peredarannya . demikianlah takdir
(taqdir) yang telah ditentukan Allah SWT Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui.(QS.yasiin:38). Takdir ilahi pada hakikatnya adalah hukum Ilahi yang berlaku
pada seluruh alam semesta. bisa disimpulkan bahwa takdir pada manusia bermakna
kebebasan moral, suatu kualitas atau sikap pribadi yang tidak bergantung pada dan ditentukan
di luar dirinya. Dengan penjelasan di atas, jelaslah bahwa takdir itu bermakna ketentuan,
ketetapan, batasan, dan ukuran. Pada alam, ukuran dan ketetapan tersebut bersifat pasti
sedangkan pada manusia bermakna hukum-hukum Tuhan yang universal. Djohan Effendi
membedakan takdir menjadi dua yaitu takdir Ilahi berkenaan dengan alam (non manusia) dan
takdir yang berlaku pada manusia. Takdir Ilahi yang berlaku pada alam, bersifat pasti dan
berbentuk pemaksaan, sedangkan pada manusia tidak demikian. Di dalam Al-Qur'an, kata-
kata takdir yang digunakan mengacu pada benda-benda alam (non manusia) yang bermakna
kadar, ukuran dan batasan. Matahari beredar pada porosnya, ini adalah ukuran atau kadar
untuk matahari sehingga ia tidak dapat keluar dari ukuran tersebut. Api telah ditetapkan
ukurannya untuk membakar benda-benda yang kering, inilah batasan atau takdir bagi api. Air
mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah dan tidak bisa sebaliknya. Inilah
ukuran dan batasan pada air. Sedangkan yang berkenaan dengan manusia, takdir bukanlah
belenggu wajib yang menentukan untung atau malangnya seseorang, membedakan manusia
sebagai orang baik atau orang jahat dalam pengertian moral dan agama, melainkan lebih pada
hukum atau tata aturan Ilahi yang mengikat dan mengatur kehidupan manusia, jasmani dan
rohani, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial. Sebagai contoh, tidak ada
manusia di muka bumi ini yang telah ditetapkan Tuhan menjadi jahat atau baik, sehingga ia
tinggal menjalaninya saja tak ubahnya seperti robot. Kalaupun pada akhirnya ia menjadi jahat
atau baik, itu merupakan keputusan yang diambilnya sendiri, dan penyebabnya adalah hal-hal
yang terdapat di dalam dirinya dan bukan di luar dirinya. Jamali Sahrodi menyebutkan ada
tiga jenis pendekatan filsafat modern yang digunakan dalam kajian studi Islam yaitu :
Pendekatan Hermeneutika, Pendekatan Teologi-Filosofis, dan Pendekatan Tafsir Falsafi.

1. Pendekatan Hermeneutik Hermeneutika dapat didefinisikan sebagai tiga hal :

(1). Mengungkapkan pikiran seseorang dalam kata-kata, menerjemahkan dan bertindak


sebagai penafsir.

19
(2). Usaha mengalihkan dari suatubahasa asing yang maknanya gelap tidak diketahui ke
dalam bahasa lain yang bisa dimengerti oleh si pembaca, dan

( 3)Pemindahan ungkapan pikiran yang kurang jelas, diubah menjadi bentuk ungkapan
yang lebih jelas. Fungsi hermeneutika adalah untuk mengetahui makna dalam kata,
kalimat dan teks.

Hermeneutika juga berfungsi menemukan instruksi dari simbol. Salah satu kajian penting
hermeneutik adalah bagaimana merumuskan relasi yang pas antara nash (text), penulis atau
pengarang (author), dan pembaca (reader) dalam dinamika pergumulan penafsiran/pemikiran
nash termasuk dalam nash-nash keagamaan dalam Islam. Istilah hermeneutika dalam hal ini
dimaksudkan sebagai kegiatan memahami kitab-kitab suci yang dilakukan para agamawan.
Pendekatan Teologis-Filosofis Kajian keislaman dengan menggunakan pendekatan teologi-
filosofis bermula dari kemunculan pemahaman rasional di kalangan mutakallimin (ahli
kalam) di kalangan umat islam, yakni Mazhab Mu’tazilah. Kemunculan gerakan mu’tazila
merupakan tahap yang teramat penting dalam sejarah perkembangan intelektual Mu’tazilah
menyodorkan konsep – konsep teologi (ilmu kalam) dengan berbasiskan metodologi dan
epistemologi. Kehadiran mazhab teologi rasional ini berupaya memberikan jawaban-jawaban
dengan pendekatan filosofis atas doktrin-doktrin pokok Tauhid yang pada saat itu tengah
menjadi materi-materi perdebatan dalam blantika pemikiran Islam. Pendekatan Tafsir Falsafi
Al-Dzahabi, sebagaimana dikutip Jamali Sahrodi, menjelaskan bahwa tafsir falsafi adalah
penafsiran ayat-ayat al- Qur`an berdasarkan pendekatan-pendekatan filosofis, baik yang
berusaha untuk mengadakan sintesis dan sinkretisasi antara teori-teori filsafat dengan ayat-
ayat al- Qur`an maupun yang berusaha menolak teori-teori filsafat yang dianggap
bertentangan dengan ayat-ayat al- Qur`an. Timbulnya tafsir jenis ini tidak terlepas dari
perkenalan umat Islam dengan filsafat Hellenisme yang kemudian merangsang mereka untuk
menggelutinya kemudian menjadikannya sebagai alat untuk menganalisis ajaran-ajaran
Islam, khususnya al- Qur`an.Tafsir filsafi juga diartikan sebagai suatu tafsir yang bercorak
filsafat. Selain tiga model pendekatan filsafat dalam kajian Islam yang telah disebut di atas,
Tasawuf Falsafi juga bisa disebut sebagai disiplin kajian berpendekatan filsafat. Tasawuf
falsafi, atau biasa juga disebut tasawuf nazhari, merupakan tasawuf yang ajaran-ajarannya
memadukan antar visi misi dan visi rasional sebagai pengasasannya. Tasawuf falsafi
menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya. Terminologi filosofis tersebut
berasal dari bermacam-macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya.laki-
laki.

20
5. Pendekatan Psikologis

Psikologi berasal dari kata Yunani “Psyche” yang artinya “jiwa” dan “Logos” artinya
“ilmu pengetahuan”. Jadi secara harfiah psikologi diartikan sebagai ilmu jiwa. Secara
etimologi psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa baik mengenai macam-
macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakannya.

Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala
perilaku yang dapat diamatinya. Menurut Zakiah Drajat perilaku perilaku seseorang yang
tampak lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Seseorang ketika
berjumpa saling mengucapkan salam, hormat kepada kedua orang tua, kepada guru, menutup
aurat, rela berkorban untuk kebenaran,dan sebagainya merupakan gejala-gejala keagamaan
yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama.

Dalam ajaran agama banyak kita jumpai istilah-istilah yang menggambarkan sikap batin
seseorang. Misalnya sikap beriman dan bertakwakepada Allah SWT, sebagai orang shaleh,
orang yang berbuat baik, orang yang shidiq (jujur), dan sebagainya. Semua itu adalah gejala-
gejala kejiwaan yang berkaitan dengan agama.

Menurut Robert H. Thoules, psikologi sekarang dipergunakan secara umum untuk ilmu
tentang tingkah laku dan pengalaman manusia. Namun dari berbagai pengertian yang
dikemukakan oleh para ilmuan psikologi, secara umum psikologi mencoba meneliti dan
mempelajari sikap dan tingkah laku manusia sebagai gambaran dari gejala-gejala kejiwaan
yang berada di belakangnya.

Karena jiwa itu sendiri bersifat abstrak, maka untuk mempelajari kehidupan kejiwaan
manusia hanya mungkin dilihat dari gejala yang tampak, yaitu pada sikap dan tingkah laku
yang ditampilkannya.

Jadi, dari penjelasan di atas pendekatan Psikologis berarti suatu metode ilmiah yang
digunakan untuk meneliti objek tertentu menggunakan ilmu psikologi (kejiwaan).

- Pendekatan Psikologi dalam studi islam

Pendekatan psikologis merupakan pendekatan yang bertujuan untuk melihat keadaan jiwa
pribadi-pribadi yang beragama. Dalam pendekatan ini, yang menarik bagi peneliti adalah
keadaan jiwa manusia dalam hubungannya dengan agama, baik pengaruh maupun akibat.

21
Lebih lanjut bahwa pendekatan psikologis bertujuan untuk menjelaskan fenomena
keberagamaan manusia yang dijelaskan dengan mengurai keadaan jiwa manusia. Sebagai
disiplin ilmu yang otonom, maka psikologi juga memiliki beberapa pendekatan antara lain
yakni, sebagai berikut:

1. Pendekatan Stuktural

Pendekatan ini dipakai oleh Wilhelm Wundt. Pendekatan stuktural adalah pendekatan yang
bertujuan untuk mempelajari pengalaman seseorang berdasarkan tingkatan atau kategori
tertentu. Stuktural pengalaman tersebut dilakukan dengan menggunakan metode pengalaman
dan introspeksi.

2. Pendekatan Fungsional

Pendekatan ini pertama kali dipergunakan oleh William James (1910 M). Ia penemu
laboratorium psikologi pertama di Amerika pada Universitas Harvard. Pendekatan fungsional
adalah pendekatan yang dilakukan untuk mempelajari bagaimana agama dapat berfungsi atau
berpengaruh terhadap tingkah laku hidup individu dalam kehidupannya.

3. Pendekatan Psiko-analisis

Pendekatan ini pertama kali dilakukan oleh Sigmung Freud (1856-1939 M). Pendekatan
psiko-analisi adalah suatu pendekatan yang dilakukan untuk menjelaskan tentang pengaruh
agama dalam kepribadian seseorang dan hubungannya dengan penyakit-penyakit jiwa.

Pendekatan psikologis bertujuan untuk mejelaskan keadaan jiwa seseorang. Keadaan jiwa
tersebut dapat diamati melalui tingkah-laku, sikap, cara berfikir dan berbagai gejala jiwa
lainnya. Dalam penelitian, informasi tentang gejala-gejala tersebut dapat bersumber dari
berbagai hal, seperti observasi, wawancara atau dari surat maupun dokumen pribadi yang
ditelti. Lebih rinci, ada beberapa tehnik untuk mendapatkan informasi dari sumber informasi
yang digunakan dalam penggunaan pendekatan psikologi, yakni sebagai berikut:

· Studi dokumen pribadi (personal document)

Teknik ini bertujuan untuk menemukan informasi terkait dengan kejiwaan seseorang pada
dokumen yang bersifat pribadi, seperti surat, autobiografi, catatan harian atau tulisan lainnya
yang merupakan karya dari pribadi yang dditeliti

22
6. Pendekatan sosiologis

Secara etimologi, kata sosiologi berasal dari bahasa Latin dari kata “socius” yang berarti
teman dan “logos” yang berarti berkata atau berbicara. Jadi sosiologi artinya berbicara
tentang manusia yang berteman atau bermasyarakat.

Secara terminologi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses
sosial termasuk perubahan-perubahan sosial. Adapun objek sosiologi adalah masyarakat yang
dilihat dari sudut hubungan antara manusia dan proses yang timbul dari hubungan manusia
dalam masyarakat. Sedangkan tujuannya adalah meningkatakan daya atau kemampuan
manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya.

Sosiologi adalah kajian ilmiah tentang kehidupan sosial manusia yang berusaha mencari tahu
tentang hakekat dan sebab-sebab dari berbagai pola pikiran dan tindakan manusia yang
teratur dapat berulang. Berbeda dengan psikologi yang memusatkan perhatiannya pada
karakteristik pikiran dan tindakan orang per-orangan, sosiologi hanya tertarik kepada pikiran
dan tindakan yang dimunculkan seseorang sebagai anggota suatu kolompok atau masyarakat.

Namun perlu diingat bahwa sosiologi adalah disiplin ilmu yang luas dan mencakup banyak
hal, dan ada banyak jenis sosiologi yang mempelajari sesuatu yang berbeda dengan tujuan
berbeda-beda.

Selain itu, sosiologi juga merupakan sebagai studi sistematis mengenai keadaan kelompok
dan masyarakat serta gejala-gejalanya yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi
setiap tindakan. Sosiologi tidak membahas individu, akan tetapi lebih kepada gejala-gejala
sosial yang berdasar pada penjelasan sejarah, peristiwa dan kehidupan nyata.

Dalam hal ini Maijor Polak juga mensinyalir bahwa sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang
mempelajari masyarakat sebagai keseluruhan, yakni antar hubungan di antara manusia
dengan manusia lainnya, manusia dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, baik
formil maupun materil, baik statis maupun dinamis.

-Metode Pendekatan Sosiologi

Untuk menghasilkan suatu teori, maka kajian-kajian ilmiah harus memiliki pendekatan-
pendekatan, demikian halnya dengan teori-teori sosiologi. Ada tiga pendekatan utama
sosiologi, yaitu:

23
a. Pendekatan struktural-fungsional.

merupakan interdisiplin ilmu antara pendekatan strukturalisme dan


fungsionalisme. Pendekatan strukturalisme akan mengkaji struktur kehidupan
masyarakat dengan mengabaikan fungsi dari setiap struktur tersebut.
Pendekatan ini hanya melihat masyarakat sebagai sebuah komponen yang
memiliki struktur pembangun di dalamnya. Sedangkan fungsionalisme lebih
cenderung kepada kajian bahwa setiap komponen dalam masyarakat
mempunyai fungsi dan peran di dalam masyarakat. Kajian ini mengutamakan
fungsi tersebut dan lebih mengabaikan struktur, bahwa setiap komponen harus
berfungsi selayaknya, jika tidak maka akan terjadi kepincangan dalam
kehidupan sosial.

Maka kombinasi antara strukturalisme dan fungsionalisme ini memandang


bahwa masyarkat tidak hanya sebagai kesatuan struktur saja atau fungsi saja,
tapi cenderung untuk mengkaji masyarakat baik dari strukturnya maupun
fungsinya dan hubungan di antara keduanya.

Pendekatan struktural-fungsional terkenal pada akhir 1930-an, dan


mengandung pandangan makroskopis terhadap masyarakat. Walaupun
pendekatan ini bersumber pada sosiolog-sosiolog Eropa seperti Max Webber,
Emile Durkheim, Vill Predo Hareto, dan beberapa antropog sosial Inggris,
namun yang pertama yang mengemukakan rumusan sistematis mengenai teori
ini adalah Halcot Parsons, dari Harvard. Teori ini kemudian dikembangkan
oleh para mahasiswa Parson, dan para murid mahasiswa tersebut, terutama di
Amerika.

b. Pendekatan Konflik.
Adapun pendekatan konflik merupakan pendekatan alternatif paling menonjol
saat ini terhadap pendekatan struktural-fungsional sosial makro. Karl Marx
(1818-1883) adalah tokoh yang sangat terkenal sebagai pencetus gerakan
sosialis internasional. Meskipun sebagian besar tulisannya ia tujukan untuk
mengembangkan sayap gerakan ini, tetapi banyak asumsinya yang dalam
pengertian modern diakui sebagai teori sosiologis.Namun para pengikut
sosiologi Marx menggunakan pedoman-pedoman sosiologis dan ideologi

24
Marx secara sangat eksplisit, sedangkan praktek ideologis hanya secara
implisit terdapat dalam tulisan-tulisan para penganut pendekatan sturuktural-
fungsional.Ia menganggap cara produksi di sepanjang sejarah manusia secara
sedikian rupa, sehingga sampai-sampai ia berpandangan sumber daya ekonomi
dikuasai oleh segelintir orang tertentu, sementara golongan masyarakat
lainnya ditakdirkan untuk bekerja untuk mereka dan tetap bergantung pada
kemurahan hati segelintir penguasa.Bertolak dari memandang sejarah manusia
dengan cara seperti ini, Marx mengajukan teori sosialismenya yakni sautu
solusi final agar seluruh sumber daya dapat dimiliki oleh semua orang.
Revolusi-revolusi lanjutan tidak lagi diperlukan karena idealnya tidak akan
adala lagi kelaparan,peng eksploitasian dan konflik.

c. Pendekatan Interaksionisme-Simbolis.
Pendekatan ini juga merupakan pendekatan yang menggunakan interdisiplin,
yakni interaksionisme yakni sebuah pendekatan yang mengkaji hubungan-
hubungan yang terjadi di masyarakat.[8] Kemudian pendekatan ini
digabungkan dengan pendekatan simbolisme dengan asumsi bahwa semua
interaksi dalam masyarakat hanya akan terlihat dengan jelas bila dihubungkan
dengan simbol-simbol yang berlaku di kalangan mereka.
Sedangkan pendekatan interaksionisme-simbolis merupakan sebuah perspektif
mikro dalam sosiologi yang barang kali sangat spekulatif pada tahapan
analisanya sekarang ini. Tetapi pendekatan ini mengandung sedikit sekali
prasangkan ideologis, walaupun meminjam banyak dari lingkungan Barat
tempat dibinanya pendekatan itu.Sebagaimana dipesankan oleh namanya,
interaksionisme-simbolis lebih sering disebut sebagai pendekatan interaksionis
saja-bertolak dari interaksi sosial pada tingkat paling minimal. Dari tingkat
mikro ini, tidak seperti jenis lain psikologi sosial, ia diharapkan memperluas
cakupan analisisnya guna menangkap keseluruhan masyarakat sebagai
penentu proses dari banyak interaksi. Manusia dipandang mempelajari situasi-
situasi yang bisa serasi atau bisa pula menyimpang, mempelajari situasi-situasi
transaksi-trasnsaksi politis dan ekonomis, situasi-situasi di dalam dan diluar
keluarga, situasi-situasi permainan dan pendidikan, situasi-situasi organisasi,
formal dan informal dan seterusnya.Ketiga pendekatan sosiologi (struktural-
fungsional, konflik dan intraksionisme-simbolis) yang telah disebutkan pada
25
bagian terdahulu, adalah pendekatan sosiologi kontemporer yang dibina
dengan objek masyarakat barat, karenanya pendekatan tersebut tidak bersifat
universal. Pemikiran barat bukan saja jauh dari dan kerap kali bertentangan
dengan persepsi-persepsi lokal dalam masyarakat-masyarakat non-Barat,
tetapi juga tidak mampu menjelaskan problem yang dewasa ini dihadapi oleh
masyarakat-masyarakat ini.

D.TUJUAN DAN PERAN STUDI AGAMA

Ilmu perbandingan agama tidak bertujuan untuk memperkuat dan mengajarkan suatu
kepercayaan yang dimiliki sekelompok manusia atau masyarakat.

Mukti Ali memberi komentar bahwa perbandingan agama bukan apology, perbandingan
agama bukanlah suatu alat untuk mempertahankan kepercayaan dan agama seseorang,tetapi
sebaliknya perbandingan agama merupakan alat untuk memahami fungsi dan ciri-ciri agama
yaitu suatu ciri naluri bagi manusia.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa tujuan mempelajari Ilmu perbandingan agama
antara lain:

1. Dengan mempelajari perbandingan agama dapat menimbulkan tenaga dan pikiran


untuk membandingkan ajaran-ajaran setiap agama, kepercayaan dan aliran-aliran
peribadatan yang ada.

2. Dengan mempelajari perbandingan agama, orang dapat membedakan ajaran-ajaran


setiap agama, kepercayaan dan aliran-aliran yang berkembang dalam masyarakat,
sehingga mudah untuk memahami kehidupan bathin, alam pikiran dan kecenderungan
hati berbagai umat beragama.

3. Ilmu perbandingan agama tidak memberikan atau menambah keimanan seseorang,


tegasnya orang yang tidak beragama tidak akan dapat memperoleh sesuatu kepercayaan
atau keimanan yang sesungguhnya dari ilmu ini (tidak seperti teologi).

Selanjutnya Muhammad Rifa’i juga mengemukakan tujuan dari mempelajari ilmu


perbandingan agama antara lain :

26
1. Ilmu perbandingan agama tidak memberi atau menambah keimanan seseorang,
tegasnya orang yang tidak beragama tidak akan memperoleh suatu kepercayaan atau
keimanan dari ilmu itu.

2. Ilmu perbandingan agama tidak membicarakan tentang kebenaran sesuatu agama,


oleh karena itu soal theologi yang mempergunakan jalan-jalan lain yang berlainan dari
pada ilmu pengetahuan. Bagi ilmu perbandingan, semua agama dinilai sama.

3. Ilmu perbandingan agama tidak berusaha untuk meyakinkan maksud agama seperti
yang diusahakan oleh penganut agama itu sendiri. Artinya orang menyelidiki agama
untuk membuat suatu perbandingan, tidak berusaha untuk menjadi ulama-ulama agama-
agama itu, sebab untuk menjadi ulama dalam salah satu agama saja pun harus sudah
memakan waktu yang lama sekali.

4. Cara penyelidikan Ilmu perbandingan agama ialah mengumpulkan dan mencatat


kenyataan yang terdapat pada berbagai agama yang diselidiki seperti benda-benda yang
berupa kitab-kitab suci, gereja, kuil, vihara dan sebagainya.

5. Dapat menimbulkan tenaga dan pikiran dengan memperbandingkan ajaran-ajaran


setiap agama, kepercayaan aliran-aliran dalam peribadatan yang ada. Dari problematika
di atas, maka bagi penyelidik, pengkaji ilmu perbandingan agama, tidak mungkin
mengamalkan dari doktrin agama yang diselidiki, melainkan hanya melakukan analisa
komparasi sampai pada suatu kesimpulan yang meliputi persamaan dan juga
perbedaannya

Studi agama-agama bertujuan untuk memahami agama-agama dan arti pentingnya bagi
kehidupan manusia serta mempergunakan pengetahuan dan pemahaman tersebut untuk
menciptakan kesejahteraan bersama umat manusia.

Dalam buku karya Mukti Ali juga di jelaskan bahwa tujuan mempelajari ilmu perbandingan
agama adalah untuk ikut serta bersama-sama dengan orang yang mempunyai maksud baik,
menciptakan dunia yang aman dan damai berdasarkan etika dan moral agama.

Adapun tujuan mempelajari studi agama pada masa sekarang. Kesimpulanya Tujuan
mempelajari studi agama terdapat 3 poin penting, pertama untuk memahami agama agama (
Understanding ), kedua untuk menghargai perbedaan pada tiap-tiap agama ( Co – Existance ),
ketiga Pro – Existance.

27
Bagi umat Islam, mempelajari Islam mungkin untuk memantapkan keimanan dan
mengamalkan ajaran Islam, sedangkan bagi non muslim hanya sekedar diskursus ilmiah,
bahkan mungkin mencari kelemahan umat Islam dengan demikian tujuan studi Islam adalah
sebagai berikut:

Pertama, untuk memahami dan mendalami serta membahas ajaran-ajaran Islam agar mereka
dapat melaksanakan dan mengamalkan secara benar, serta menjadikannya sebagai pegangan
dan pedoman hidup. Memahami dan mengkaji Islam direfleksikan dalam konteks pemaknaan
yang sebenarnya bahwa Islam adalah agama yang mengarahkan pada pemeluknya sebagai
hamba yang berdimensi teologis, humanis, dan keselamatan di dunia dan akhirat. Dengan
studi Islam, diharapkan tujuan di atas dapat di tercapai.

Kedua, untuk menjadikan ajaran-ajaran Islam sebagai wacana ilmiah secara transparan yang
dapat diterima oleh berbagai kalangan. Dalam hal ini, seluk beluk agama dan praktik-praktik
keagamaan yang berlaku bagi umat Islam dijadikan dasar ilmu pengetahuan. Dengan
kerangka ini, dimensi-dimensi Islam tidak hanya sekedar dogmentis, teologis. Tetapi ada
aspek empirik sosiologis. Ajaran Islam yang diklaim sebagai ajaran universal betul-betul
mampu menjawab tantangan zaman, tidak sebagaimana diasumsikan sebagian orientalis yang
berasumsi bahwa Islam adalah ajaran yang menghendaki ketidak majuan dan tidak mampu
menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.

28
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari Penjelasan di atas maka dapat di simpulkan bahwa Agama menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan
peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan
dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Kata “agama” berasal dari bahasa Sanskerta, āgama yang berarti “tradisi” atau “A”
berarti tidak; “GAMA” berarti kacau. Sehingga agama berarti tidak kacau. Dapat juga
diartikan suatu peraturan yang bertujuan untuk mencapai kehidupan manusia ke arah
dan tujuan tertentu. Dilihat dari sudut pandang kebudayaan, agama dapat berarti
sebagai hasil dari suatu kebudayaan, dengan kata lain agama diciptakan oleh manusia
dengan akal budinya serta dengan adanya kemajuan dan perkembangan budaya
tersebut serta peradabanya. Studi agama adalah suatu kajian sistematis dan
metodologis terhadap agama-agama yang ada sebagai kajian yang terbuka dan netral,
studi agama mengkaji baik dari segi asal usul keberadaannya sebagai suatu sistem
keyakinan dan kepercayaan dalam konteks hubungan antar agama. Metode dan
pendekatan studi agama yaitu meliputi: Historis, Fenomenologis, Sosiologis,
Antropologi dan Psikologis.
B. ANALISIS
Jika di analisis Pendekatan Antropologi dugunakan untuk meneliti manusia beragama
dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Pendekatan Feminisme digunakan untuk
meneliti perempuan dan keberagamaannya. Pendekatan fenomenologi digunakan
untuk meneliti fenomena keberagamaan suatu masyarakat. Pendekatan, filosofis
digunakan untuk meneliti nilai-nilai, filosofis dalam keagamaan. Pendekatan teologi
digunakan untuk meneliti dasar-dasar keyakinan agama. Pendekatan sosiologi
digunakan untuk meneliti konstelasi sosial masyarakat beragama. Pendekatan
psikologi digunakan untuk meneliti gejala kejiwaan terkait agama. Agama pun jika di
ambil pada poin pentingnya yaitu bentuk kepercayaan kita terhadap masalah
keyakinan yang di rasakan di dunia ini.
C. SARAN
Kami sadar bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran
yang bersifat membangun, guna penulisan makalah yang lebih baik lagi di masa yang
akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua pada umumnya
dan bagi penulis pada khususnya. Amin.

29
DAFTAR PUSTAKA

Dhavamony, Maria Susai. 1995. Fenomenologi Agama. Yogjakarta: Kanisius.

Durkheim, Emile. 1970. Suatu Studi, Teori, Aplikasi Sosiologi Pendidikan. Jakarta:
Erlangga.

Galzaba. 1973. Sistematika Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang.

Rahmat, Jalaluddin. 2006. Islam dan Pluralisme, Akhlaq Al Quran menyikapi Perbedaan.
Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Saleh, Ahmad Syukri. 2010. Metodologi Tafsir Al Quran Kontemporer. Jakarta: GP Press.

Tim MKD IAIN Sunan Ampel. 2010. Pengantar Studi Islam. Surabaya: Sunan Ampel Press.

30

Anda mungkin juga menyukai