Oleh :
Pembimbing :
dr. Rosmalina, SpJP-FIHA
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2021
PENYAKIT JANTUNG REUMATIK
1. Defnisi
Penyakit jantung reumatik adalah gejala sisa berupa cacat pada katup jantung
akibat demam reumatik sebelumnya. Demam reumatik adalah sindrom klinis yang
jantung rematik terjadi akibat dari kerusakan katup yang disebabkan oleh respon imun
Penyakit jantung rematik berawal dari adanya demam rematik akut. Demam
ini terjadi sekitar tiga minggu setelah faringitis streptokokus grup A yang dapat
demam rematik, terjadi fibrosis yang progresif dari katup jantung, sehingga dapat
menyebabkan penyakit jantung rematik. Jika penyakit katup jantung ini tetap tidak
2. Epidemiologi
. Penyakit jantung rematik (PJR) adalah salah satu bentuk paling kritis dari
penyakit jantung didapat pada anak-anak dan dewasa muda. Secara global, setidaknya
terdapat 15,6 juta orang dengan Penyakit Jantung Rematik, sekitar 1,9 juta lainnya
dengan riwayat Demam Rematik Akut yang tidak sampai menjadi karditis dan masih
setiap tahunnya dan angka kematian akibat Penyakit Jantung Rematik mencapai
230.000 kasus setiap tahunnya.6 Insidensi demam reumatik di negara maju relatif
rendah dibandingkan dengan di negara berkembang. Di Amerika Serikat, insidens
demam reumatik adalah 0,6 per 100.000 penduduk pada kelompok usia 5-19 tahun. 1
semua pasien dengan gagal jantung di negara-negara endemik. Angka kejadian yang
pelayanan kesehatan yang kurang memadai, infeksi tenggorok yang tidak diobati atau
tengah, dan Asia Selatan. Pada tahun 2015 tercatat telah terjadi sebanyak 3,4 kasus
per 100.000 penduduk di negara nonendemis dan 444 kasus per 100.000 penduduk di
negara endemik yang terkena penyakit jantung rematik.8 Terjdapat sebuah tinjauan
jantung rematik tanpa adanya gejala klinis yang muncul yaitu terjadi pada 21,1 per
1000 orang, sedangkan yang memiliki manisfestasi klinis yaitu 2,7 per 1000 orang. 9
Hal ini menunjukkan bahwa penyakit jantung rematik tanpa gejala klinis kira-kira
tujuh sampai delapan kali lebih banyak dari pada yang memiliki gejala klinis.
Prevalensi jantung rematik di Indonesia sebesar 0,3 hingga 0,8% dengan rentang usia
5 hingga 15 tahun. Penyakit jantung reumatik memiliki mortalitas yang tinggi sebesar
jantung yang menetap terutama katup mitral sebesar 75%, katup aorta sebesar 25%,
jarang mengenai katup trikuspid dan tidak pernah menyerang katup pulmonal.10
3. Faktor Risiko
Faktor risiko dari demam rematik dan penyakit jantung rematik adalah usia,
jenis kelamin, dan berbagai faktor lingkunngan juga berperan.11 Dalam hal usia,
demam rematik secara luas dapat mengenai anak-anak antara usia 5-14 tahun dan
dalam beberapa kasus dapat mengenai anak yang usianya dibawah itu.12,13 Pada
penyakit jantung rematik puncak prevalensinya lebih sering terjadi pada usia 20-30
tahunan meskipun penyakit ini secara luas juga mengenai anak-anak dan remaja.11
proporsi yang seimbang, namun penyakit jantung rematik lebih sering terjadi pada
perempuan. Masih belum jelas mekanismenya tetapi hal ini bisa disebabkan oleh
adanya kerentanan yang lebih besar untuk terjadinya respons autoimun setelah infeksi
Streptococcus Pyogenes. Selain itu penyakit jantung rematik sering muncul selama
kehamilan, hal ini berhubungan dengan beban kerja jantung yang lebih tinggi selama
kehamilan.13
kondisi lingkungan rumah yang ramai dapat memudahkan penyebaran infeksi oleh
Streptococcus Pyogenes ini. Selain itu telah terbukti bahwa demam rematik dan
penyakit jantung rematik banyak terjadi di daerah pedesaan dan daerah terpencil
maupun daerah perkotaan yang kumuh. Status ekonomi yang rendah dan akses ke
fasilitas kesehatan yang terbatas juga menjadi faktor risiko. 11 Faktor nutrisi yang tidak
4. Patofisiologi
A yang menyebabkan demam rematik akut. Demam rematik akut terjadi sekirat 3
minggu setelah faringitis yang diakibatkan streptokokus tipe A dan dapat berdampak
pada kulit, sendi, otak, dan jantung. Setelah beberapa episode dari demam rematik,
akan terjadi fibrosis katup jantung secara progresif, yang dapat berujung pada
penyakit katup jantung rematik. Jika hal ini tidak ditangani, maka gagal jantung atau
Badan Aschoff terlihat dalam nodul dalam jantung yang terdampak demam rematik.
Ini merupakan hasil dari proses inflamasi terhadap otot jantung. Plak MacCallum
Pada perjalanan demam rematik untuk bisa muncul pada seseorang, pertama
harus terjadi infeksi faring yang disebabkan S.pyogenes pada penjamu. Aktifasi dari
sistem imun bawaan dimulai dari infeksi faring yang menyebabkan dikenalkannya
antigen S.pyogenes terhadap sel T dan sel B. sel T CD4+ teraktivasi dan memproduksi
antibody IgG dan IgM spesifik oleh sel B terjadi kemudian. Perlukaan jaringan terjadi
molekuler.16 Kesamaan struktur antara agen infeksius dan protein pada manusia
menjadikan aktivasi sialgn dari antibody dan/atau sel T secara langsung terhadap
protein pada manusia. Pada demam rematik akut, respon imun reaktif yang
diantaranya karditis, yang disebaka oleh berikatannya antibody dan infiltrasi sel T,
transien arthritis, yang disebakan oleh pembentukan kompleks imun, chorea, yang
disebabkan oleh perikatan antibody terhadap kanglia basalis, dan manifestasi pada
kulit yang terjadi sebagai bentuk dari reaksi hipersensitivitas yang tertunda.17
terjadinya kaditis pada pasien, dikarenakan terjaninya stimulasi terhadap respon imun
reaktif silang baik pada tahap selmaupun humoral. Struktur protein alfa heliks yang
antigen karbohidrat dari S.pyogenes) berbagi epitope dengan myosin, dan antibody
monoclonal bergenerasi dari tinsilar atau limfosit darah tepi pasien terinfeksi menuju
myosin secara ealsi silang. Antibodi monoclonal bekerja langung terhadap myosin
Sel T yang berada intralesi dari jantung manusia bereaksi terhadap jaringan
jantung, termasuk myosin dan protein yang mempekerjakan katup. Sel T autoreaktif
muncul untuk memainkan peran penting dalam proses inflamasi dan membentuk
granul pada katup pasien. perlengketan molekul sel vascular 1 diregulasikan pada
permukaan endotel katup jantung sebagai hasil dari perikatan antibody reaksi silang.
Hal ni menyebabkan perlengketan sel T CD4+ ke endotel, dengan infiltrasi dari sel-
sel ini ke dalam katup jantung. Sel T menginisiasi respon imun TH1 secara dominan
karditis karena merangsang baik respon imun realtif island selular maupun humoral.
Struktur protein alfa heliks yang ditemukan dalam protein M dan N-acetyl-beta-D-
dengan myosin, dan antibody untuk kedua antigen ini bereaksi silang terhadap
jaringan manusia.18 Antibodi monoklonal bergenerasi dari tonsilar atau limfosit darah
perifer pada pasien yang teinfeksi S,pyogenes secara reaksi silang dengan myosin.
glucosamine bereaksi secara terisolasi terhadap endotel katup manusia dengan demam
rematik.19 Sel T intralesi pada jantung manusia akan bereaksi terhadap jaringan
jantung termasuk terhadap myosin dan protein yang memperkerjakan katup jantung.
Sel T secara autoreaktif akan muncul untuk memainkan peran penting dalam
inflamasi dan pembentukan granul pada katup jantung. Molekul adhesi sel vascular 1
dapat menjadi penghubung antara sistem imun humoral dan seluler pada permukaan
katup. Molekul adhesi sel vascular 1 akan beregulasi pada permukaan endotel katup
jantung sebagai hasil dari perikatan dari antibody yang bereaksi silang. Hal ini
infiltrasi ikutan dari sel-sel ini ke dalam katup jantung. Sel T menginisiasi respon TH1
secara dominan dengan melepaskan interferon gamma. Inflamasi ini menyebabkan
epitope bisa terjadi di katup, dimana sel T akan respon terhadap protein-protein
jantung lain seperti vimentin dan tropomyosin dan menjadikan terbentuknya kesi
Gambar 5.3. Pathogenesis karditis pada pasien dengan demam rematik akut (VCAM1
(Vascular cell adhesion molecule 1)
Gambar 5.4. Gambaran anatomi katup pada pasien penyakit jantung rematik
Gambar 5.5. Gambaran histologi pada pasien penyakit jantung rematik
5. Diagnosis
Kriteria yang digunakan untuk diagnosis demam rematik didasarkan pada
kriteria Jones, dimana bila terdapat 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2
kriteria minor dan bukti infeksi Streptococcus beta hemolitikus grup A.21
KRITERIA JONES
Kriteria Mayor Kriteria Minor
1. Karditis 1. Klinis :
- Demam
- Poliatralgia
2. Poliarthritis migrans 2. Laboratorium:
Reaktan fase akut :
- LED meningkat (≥60mm) dalam 1
jam pertama
- CRP ≥3,0 mg/dL
- Leukositosis
3. Syndenham Chorea 3. EKG : PR interval memanjang
4. Erythema marginatum
5. Subcutaneous nodul
Bukti adanya infeksi streptokokus grup A beta hemolyticus dalam 45 hari
sebelumnya, antara lain:
1. Peningkatan titer ASTO >333 unit untuk anak-anak dan >250 untuk dewasa
atau peningkatan antibodi streptokokkus yang lain pada hari ke 45
2. Kultur tenggorok positif
3. Rapid antigen terhadap streptokokkus grup A
4. Riwayat demam skarletina
Demam Reumatik serangan Dua mayor atau satu mayor dan dua minor
berulang tanpa PJR ditambah dengan bukti infeksi Streptococcus
beta hemolyticus group A sebelumnya
Demam Reumatik serangan Dua minor ditambah dengan bukti infeksi
berulang dengan PJR Streptococcus beta hemolyticus group A
sebelumnya
Korea Rematik Tidak diperlukan kriteria mayor lainnya atau
bukti infeksi Streptococcus group A beta
hemolyticus
PJR (stenosis mitral murni atau Tidak diperlukan kriteria lainnya untuk
kombinasi dengan insufisiensi mendiagnosis sebagai PJR
mitral dan/atau gangguan katup
aorta)
Gambar 3. Poliarthritis
Korea
Chorea atau korea, dicirikan dengan gerakan tidak sadar, terutama pada wajah
dan ekstremitas, kelemahan otot serta gangguan wicara dan berjalan. Pada anak-anak
dengan chorea, dapat diikuti dengan gangguan psikologis berupa kecenderungan
obsessif-kompulsif, ketidakstabilan emosi dan hiperaktif.29,30
Pada pemeriksaan fisik, pada inspeksi dapat terlihat gerakan yang tidak disadari.
Pada palpasi ditemukan kelemahan otot berupa ketidak mampuan memegang/
menggapai tangan.29,30
Gambar 4. Korea
Erythema marginatum
Erythema marginatum adalah keadaan berupa bercak-bercak merah muda dengan
bagian tengahnya pucat sedangkan tepinya berbatas tegas, berbentuk bulat atau
bergelombang, tanpa indurasi dan tidak gatal. Tempatnya berpindah-pindah di kulit
dada dan bagian dalam lengan atas dan paha, tetapi tidak pernah terdapat dikulit
muka.29,30
Pada pemeriksaan fisik, saat inspeksi perlu diperhatikan ada atau tidaknya
kemerahan yang ditengahnya pucat, makular, serpiginous patter. Pada palpasi
perhatikan pula apakah kemerahan akan menghilang pada penekanan.29,30
Nodul Subkutan
Nodul subkutan terletak dibawah kulit, keras, tidak terasa sakit dan berukuran
antara 3-10 mm. Nodul subkutan umumnya terdapat di bagian ekstensor persendian
terutama sendi siku, lutut, pergelangan tangan dan kaki, daerah suboksipital dan diatas
prosessus spinosus vertebralis torakalis dan lumbalis.29
Pada pemeriksaan fisik, saat inspeksi perhatikan ada/ tidaknya massa. Pada saat
palpasi perhatikan pula apakah massa tersebut nyeri atau tidak, mudah digerakan dari
dasarnya atau tidak.29
C. Pemeriksaan penunjang30,33
a. Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium darah dapat ditemukan peningkatan LED dan
CRP pada DR. Kedua tes ini memiliki sensitivitas yang tinggi untuk namun
spesifisitas rendah untuk DR.
b. EKG: pemanjangan PR interval
Pada EKG, sinus takikardi paling sering menyertai PJR. Atrioventricular
(AV) block derajat pertama (perpanjangan PR interval) ditemukan pada pasien
PJR, hal ini mungkin dikaitkan dengan inflamasi pada miokard terlokalisasi yang
melibatkan nodus AV atau vaskulitis pada arteri nodus AV. Nilai normal PR
interval berdasarkan usia; 3-12 tahun: 0,16 ms, 12-16 tahun: 0,18 ms dan ≥ 17
tahun: 0,2 ms. Saat DR akut disertai dengan perikarditis, akan ditemukan ST
elevasi di lead II, III , aVF dan V4-V6.
c. Imaging: foto toraks terdapat kardiomegali karena karditis
d. Peningkatan ASTO atau antibodi streptokokus lainnya
Gambaran klinis DR dimulai pada saat kadar antibodi antistreptokokus
mencapai puncaknya. Dengan demikian pemeriksaan ini berguna untuk
memastikan infeksi GABHS sebelumnya. Titer antibodi harus diperiksa dengan
inteval 2 minggu untuk mendeteksi titer yang meningkat.
Antibodi antistreptokokus ekstraseluler yang umum diperiksa adalah
antistreptolisin O (ASTO), antideoxyribonuclease B (anti-DNAse B),
antihyaluronidase, anti-streptokinase, antistreptokokal esterase dan anti-
nicotinamide adenine dinucleotide (anti-NAD).12 Titer ASTO positif bila
besarnya 210 Todd pada orang dewasa dan 320 Todd pada anak-anak, sedangkan
titer pada anti-DNAse B 120 Todd untuk orang dewasa dan 240 Todd untuk
anak-anak. Antibodi ini dapat terdeteksi pada minggu ke 2-3 setelah fase akut
DR atau 4-5 minggu setelah terinfeksi GABHS.
e. Kultur tenggorok
Teknik pengambilan sampel yang tepat untuk kultur tenggorokan termasuk
swab adalah pada kedua tonsil dan orofaring bagian posterior. Sampel
ditumbuhkan pada media agar untuk menunjukkan adanya infeksi GABHS.
Namun biasanya temuan kultur tenggorokan untuk GABHS negatif pada saat
gejala DR atau PJR muncul.
f. Tes antigen cepat untuk streptokokus grup A
RADT dapat meendeteksi cepat antigen streptokokus A serta diagnosis dini
untuk faringitis. RADT memiliki spesifisitas lebih dari 95% tetapi sensitivitasnya
hanya 60-90%, untuk memastikan perlu diperlu diperiksa swab tenggorok.
g. Histopatologi
Pada endokardium, lesi yang terkena terutama adalah katup-katup jantung
dengan 50%-nya mengenai katup mitral. Pada keadaan DR akut, katup yang
terkena akan mengalami kemerahan, edema dan menebal dengan vegetasi
trombotik berukuran kecil dan seragam yang disebut verruceae. Jika hal ini
berlanjut dan menjadi kronik, makan katup yang terkena akan mengalami proses
peradangan dan neovaskularisasi yang sering ditemukan. Secara kronis DR
menyebabkan fusi komisura, fibrotik, penebalan katup dan kalsifikasi. Temuan
histopatologi makroskopik pada perikardium, perikarditis fibrinosa atau “bread
and butter appearance”.
Gambar 7. Gambaran Makroskopi Katup Mitral
6. Penatalaksanaan
a. Non Farmakologi
Terapi non farmakologi pada penyakit jantung rematik yaitu tirah baring yang
b. Farmakologi
1. Eradikasi
- Benzatin penisilin G
selama 5 hari
antibiotik.
3. Gagal jantung
Tempat perawatan:29
4. Chorea
Chorea dapat hilang sendiri setelah tirah baring dan eradikasi kuman
streptococcus β- haemolytic group A. Pengobatan simptomatik dapat diberikan
clorpromazin, diazepam atau haloperidol.29
7. Komplikasi
Penyakit jantung rematik umumnya bersifat laten sampai komplikasi jantung
berkembang di akhir masa dewasa. Komplikasi yang dapat terjadi bila tidak
8. Prognosis
kekambuhan. Resiko kekambuhan tertinggi dalam kurun waktu 5 tahun sejak episode
awal. Semakin muda umur pasien saat demam rematik terjadi, kecenderungan
kambuh semakin besar. Kekambuhan demam rematik secara umum mirip dengan
serangan awal, namun risiko karditis dan kerusakan katup lebih besar. Manifestasi
demam rematik pada 80% kasus mereda dalam 12 minggu. Insiden penyakit jantung
rematik setelah 10 tahun adalah sebesar 34% pada pasien dengan tanpa serangan
demam reumatik berulang, tetapi pada pasien dengan serangan demam rematik yang
9. Pencegahan
strategi penting adalah untuk mencegah demam rematik terjadi. Pengobatan radang
tenggorokan dengan antibiotik yang tepat akan mencegah demam rematik. Setelah
seorang pasien telah diidentifikasi telah mengalami demam rematik, penting untuk
mencegah infeksi streptokokus tambahan karena hal ini dapat menyebabkan episode
lebih lanjut dari demam rematik dan kerusakan tambahan pada katup jantung.
mengobati pasien dengan antibiotik dalam jangka waktu yang lama. Pengobatan
antibiotik yang paling efektif dalam mencegah infeksi lebih lanjut adalah penisilin
benzathine G, yang diberikan oleh injeksi intramuskular setiap 3-4 minggu selama
bertahun-tahun.
antibiotik yang terjamin kualitasnya secara konsisten untuk pencegahan primer dan
sekunder; dan perencanaan, pengembangan dan penerapan program yang layak untuk
1. WHO Technical Report Series. Rheumatic fever and rheumatic heart disease.
Geneva: WHO; 2004.
2. Dass C, Kanmanthareddy A. Rheumatic Heart Disease. [Updated 2020 Nov
21]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021
Jan-.Availablefrom:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538286/?
report=classic
3. Seckeler MD, Hoke TR. The worldwide epidemiology of acute rheumatic
fever and rheumatic heart disease. Clin Epidemiol. 2011 Feb 22;3:67-84.
4. Marijon E, Mirabel M, Celermajer DS, Jouven X. Rheumatic heart
disease. Lancet. 2012 Mar 10;379(9819):953-964.
5. Liu M, Lu L, Sun R, Zheng Y, Zhang P. Rheumatic Heart Disease: Causes,
Symptoms, and Treatments. Cell Biochem Biophys. 2015 Jul;72(3):861-3.
6. Heart Foundation of New Zealand. New Zealand Guidelines for Rheumatic
Fever: Diagnosis, Management and Secondary Prevention of Acute Rheumatic
Fever and Rheumatic Heart Disease. New Zealand: 2014.
7. Rahmawaty NK, Iskandar B, Albar H, Daud D. Faktor Risiko Serangan
Berulang Demam Rematik/Penyakit Jantung Rematik. Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.Makassar: 2012
26. Massel BF, Fyler DC, Roy SB. The clinical picture of rheumatic fever:
diagnosis, immediate prognosis, course and therapeutic implications. Am J
Cardio 1989; 63:577-84.
27. Burke AP. Pathology of rheumatuc heart disease. Emedicine medscape. 2015.
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/1962779-overview
28. Marijon E, Celermajer DS, Tafflet M, Jani DN, Ferreira B, et al. Rheumatic
heart disease screening by echocardiography: the inadequacy of world health
organization criteria for optimizing the diagnosis of subclinical diasease. AHA
J. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 19667239.
29. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Panduan Praktik
Klinis (PPK) dan Clinical Pathway (CP) Penyakit Jantung dan Pembuluh
Darah. 2016. 211-21
30. Chin TK. Pediatric Rheumatic Heart Disease. Medscape [Article on the
internet] Updated 2017. [cited on 7 March 2018] Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/891897-overview#showall
31. Sudoyyo AW, Setiyohadi B, Alwi I Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Interna Publishing:Jakarta.2009
32. The cardiac society of Australia and New Zealand. Diagnosis, management
and secondary prevention of acute rheumatic fever and rheumatic heart
disease:2014 update. 2014
33. Harimurti GM. Demam Rematik. Dalam : Rilantono LI, Baraas F, Karo SK,
Roebiono PS. Buku Ajar Kardiologi. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta: 2002.
34. Karthikeyan, G., & Guilherme, L. (2018). Acute rheumatic fever. The Lancet,
392(10142), 161–174. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(18)30999-1
35. New Zealand Guidelines for Rheumatic Fever. Diagnosis, Management and
Secondary Prevention of Acute Rheumatic Fever and Rheumatic Heart
Disease: 2014
36. Premana PM. Penyakit Jantung Rematik. Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana: 2018
37. WHO. Rheumatic Heart Disease. 2020.