Anda di halaman 1dari 2

Makin modern peradaban suatu bangsa, makin tinggi pula kesadaran akan keselamatan kerja.

Hal ini
karena kebutuhan paling dasar (sandang, pangan, papan) sudah terpenuhi. Pekerja konstruksi di
Indonesia belum sepenuhnya sadar akan aspek K3L. Perlu proses yang panjang untuk menumbuhkan
kesadaran dan mengubah cara pandang terhadap aspek K3L.
Berbagilah pengalaman atau ide kreatif untuk menumbuhkan kesadaran K3L tersebut 
7 Faktor Penentu Keberhasilan Membangun Budaya Keselamatan di Perusahaan
1. Komitmen Manajemen Terhadap Keselamatan Kerja
Komitmen manajemen dapat diwujudkan dalam bentuk kebijakan yang tertulis, jelas, mudah dimengerti
dan diketahui oleh seluruh pekerja. Tidak hanya itu, dukungan dan upaya nyata dari pihak manajemen
atau pimpinan juga dibutuhkan untuk membuktikan bahwa perusahaan benar-benar berkomitmen
terhadap keselamatan kerja.
Upaya nyata tersebut dapat ditunjukkan dengan sikap dan segala tindakan yang berhubungan dengan
keselamatan kerja. Contohnya, penerapan peraturan dan prosedur, tersedianya fasilitas keselamatan
kerja yang memadai dan sumber daya yang mumpuni.
2. Peraturan dan Prosedur Keselamatan Kerja
Manajemen bertanggung jawab untuk menetapkan dan menerapkan peraturan dan prosedur
keselamatan kerja. Peraturan dan prosedur keselamatan kerja yang dibuat harus mudah dimengerti,
dikomunikasikan dan disosialisasikan kepada pekerja. Tujuan dibentuknya atau diterapkannya peraturan
dan prosedur ini, yaitu untuk mengendalikan bahaya yang ada di tempat kerja, melindungi pekerja dari
kemungkinan terjadi kecelakaan dan untuk mengatur perilaku pekerja sehingga nantinya tercipta budaya
keselamatan yang baik.
Bentuk dari peraturan dan prosedur K3 di antaranya program komunikasi bahaya, alat pelindung diri
(APD), prosedur izin kerja khusus (work permit), prosedur praktek kerja aman, prosedur tanggap darurat,
dll.
3. Komunikasi
Komunikasi akan menghasilkan persepsi yang nantinya diinterpretasikan secara berbeda oleh tiap
individu. Persepsi sendiri berasal dari berbagai stimulus yang diberikan oleh organisasi ketika
berkomunikasi dengan pekerja.
Menjalin komunikasi dua arah antara manajer dengan pekerja, pekerja dengan pekerja, manajer dengan
manajer atau departemen dengan departemen menjadi poin penting dalam menciptakan budaya
keselamatan yang baik.
Ciptakan komunikasi secara terbuka (transparan) dan jangan ragu meminta pendapat kepada pekerja.
Sediakan wadah komunikasi antara pemimpin/ manajemen puncak dengan pekerja. Tersedianya wadah
komunikasi ini dapat mendukung seluruh pekerja untuk memberikan masukan tentang peningkatan
keselamatan di perusahaan. Jangan pernah mengabaikan berbagai masukan dari pekerja karena akan
membuat mereka cenderung bersikap acuh terhadap semua program yang dijalankan perusahaan.
4. Keterlibatan Pekerja dalam Keselamatan Kerja
Berhentilah berpikir bahwa membangun budaya keselamatan kerja adalah tanggung jawab departemen
K3. Budaya keselamatan akan menjadi lebih efektif apabila komitmen manajemen dilaksanakan secara
nyata dan terdapat keterlibatan langsung dari pekerja dalam keselamatan kerja.
Keterlibatan pekerja dalam keselamatan kerja dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya:

 Keaktifan pekerja dalam kegiatan K3


 Memberi masukan mengenai adanya kondisi berbahaya di lingkungan kerja
 Menjalankan dan melaksanakan kegiatan dengan cara yang aman
 Memberi masukan dalam penyusunan prosedur dan cara kerja aman
 Mengingatkan pekerja lain mengenai bahaya K3.

Dengan melibatkan, memberdayakan dan mendorong pekerja dalam penerapan K3 ternyata dapat
menimbulkan rasa tanggung jawab mereka untuk selalu mengutamakan K3 dalam pekerjaannya. Para
pekerja akan merasa dihargai dengan keterlibatan mereka dalam membangun budaya keselamatan di
perusahaan.
5. Lingkungan Sosial Pekerja
Budaya keselamatan merupakan kombinasi antara sikap, norma dan persepsi pekerja terhadap
keselamatan kerja. Salah satu cara untuk melihat lingkungan sosial pekerja sebagai faktor pembentuk
budaya keselamatan, yaitu dengan melihat persepsi pekerja terhadap lingkungan sosialnya.
Ahli K3 mengemukakan, sebisa mungkin perusahaan membentuk suatu lingkungan kerja yang kondusif,
salah satunya budaya tidak saling menyalahkan bila terjadi kecelakaan pada pekerja. Budaya
keselamatan di perusahaan dapat dikatakan baik jika tidak ada budaya saling menyalahkan di antara
pekerja dengan pekerja maupun pekerja dengan manajer ketika terjadi kecelakaan kerja.
Dengan adanya lingkungan sosial pekerja yang baik, dampak positif yang dapat timbul, yaitu
terbentuknya kesadaran akan keselamatan di antara pekerja.
6. Perilaku Keselamatan Kerja
Dalam K3, perilaku lebih difokuskan pada perilaku tidak aman (unsafe act). Hal ini dikarenakan penyebab
dasar terjadinya kecelakaan kerja salah satunya dikarenakan perilaku tidak aman yang berupa kesalahan
atau kelalaian yang dibuat oleh manusia.
Perilaku keselamatan kerja merupakan hasil dari persepsi pekerja terhadap K3. Persepsi pekerja yang
menekankan pentingnya K3, mereka tentu akan menggunakan APD dan mematuhi semua prosedur
keselamatan bahkan tanpa harus selalu ada yang mengawasi.
Persepsi yang baik terhadap keselamatan kerja dapat dijadikan landasan untuk membentuk perilaku
keselamatan yang baik dengan didukung komitmen manajemen yang aktif.  Dampak positif terbentuknya
perilaku keselamatan yang baik, yakni dapat mengurangi kecelakaan kerja yang disebabkan oleh
tindakan tidak aman dan menjadi faktor penting dalam membangun budaya keselamatan di tempat kerja.
7. Kepemimpinan Keselamatan (Safety Leadership)
Motivasi pekerja dibangun berdasarkan pada contoh suri teladan. Motivasi pekerja biasanya akan muncul
setelah ia melihat adanya contoh keteladanan yang baik dari seorang atasan. Keteladanan meliputi
keteladanan sikap, moral, kinerja, kecerdasan, dan sebagainya. Jenis keteladanan inilah sangat
diutamakan dalam penerapan K3 dan membangun budaya keselamatan dalam suatu organisasi.
Pemimpin keselamatan harus menjadi role model bagi para pekerja. Pemimpin memiliki pengaruh dalam
mengubah persepsi pekerja, bagaimana cara mereka berpikir, bersikap dan berperilaku untuk
membangun budaya keselamatan.
Faktor keteladanan dalam safety leadership sangat diutamakan dalam membangun budaya keselamatan
dalam suatu organisasi. Pimpinan dan manajer dapat memberi contoh nilai-nilai keselamatan yang
ditunjukkan dalam perilaku dan tindakan serta etika kerja untuk meningkatkan keselamatan. Pemimpin
keselamatan harus menunjukkan kepedulian dan keteladanan yang tinggi melalui keterlibatan langsung
dalam program keselamatan yang ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai