Anda di halaman 1dari 33

BAB 2

Pengenalan Dasar
Citra

Setelah bab ini berakhir, diharapkan pembaca memahami


hal-hal berikut beserta contoh penerapannya.

 Representasi citra digital

 Kuantisasi citra

 Kualitas citra

 Cara membaca citra

 Cara mendapatkan ukuran citra

 Cara menampilkan citra

 Pemahaman jenis citra

 Konversi jenis citra


12 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi

2.1 Representasi Citra Digital

Citra digital dibentuk oleh kumpulan titik yang dinamakan piksel (pixel atau
“picture element”).Setiap piksel digambarkan sebagai satu kotak kecil.Setiap
piksel mempunyai koordinat posisi.Sistem koordinat yang dipakai untuk
menyatakan citra digital ditunjukkan pada Gambar 2.1.

0 N-1
x

Posisi sebuah piksel

y
M-1

Gambar 2.1Sistem koordinat citra berukuran MxN


(M baris dan N kolom)

Dengan sistem koordinat yang mengikuti asas pemindaian pada layar TV


standar itu, sebuah piksel mempunyai koordinat berupa
(x, y)
Dalam hal ini,
 x menyatakan posisi kolom;
 y menyatakan posisi baris;
Mengenal Dasar Citra 13

 piksel pojok kiri-atas mempunyai koordinat (0, 0) dan piksel pada pojok
kanan-bawah mempunyai koordinat (N-1, M-1).
Catatan

Dalam praktik, penggunaan koordinat pada sistem tertentu


mempunyai sedikit perbedaan. Misalnya, pada OctavedanMATLAB,
piksel pojok kanan-atas tidak mempunyai koordinat (0, 0)
melainkan (1, 1). Selain itu, setiap piksel pada OctavedanMATLAB
diakses melalui notasi (baris, kolom). Mengingat buku ini
menggunakan contoh dengan Octave dan MATLAB, maka notasi
yang digunakan disesuaikan dengan Octave dan MATLAB. Sebagai
contoh, koordinat piksel akan ditulis dengan (y, x) dan koordinat
pojok kanan-atas akan dinyatakan dengan (1, 1).

Dengan menggunakan notasi pada Octave dan MATLAB, citra dinyatakan


dengan
f(y, x)
Sebagai contoh, citra yang berukuran 12x12 yang terdapat pada Gambar 2.2(a)
memiliki susunan data seperti terlihat pada Gambar 2.2(b). Adapun Gambar 2.3
menunjukkan contoh penotasian f(y,x). Berdasarkan gambar tersebut maka:
 f(2,1) bernilai 6
 f(4,7) bernilai 237
Pada citra berskala keabuan, nilai seperti 6 atau 237 dinamakan sebagai intensitas.
14 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi

6 6 6 6 6 6 6 89 237 237 237 237


6 6 89 237 237 237 6 6 89 237 237 237
6 6 89 237 237 237 237 6 6 89 237 237
6 6 89 237 237 237 237 6 6 89 237 237
6 6 89 237 237 237 237 6 6 89 237 237
6 6 89 237 237 237 6 6 89 237 237 237
6 6 6 6 6 6 6 89 237 237 237 237
6 6 6 6 6 6 89 237 237 237 237 237
6 6 89 237 237 6 6 89 237 237 237 237
6 6 89 237 237 237 6 6 89 237 237 237
6 6 89 237 237 237 237 6 6 89 237 237
6 6 89 237 237 237 237 237 6 6 89 237

(a) Citra berukuran 12 x 12 (b) Data penyusun citra 12 x 12

Gambar 2.2Citra dan nilai penyusun piksel

f(2,1) = 6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 6 6 6 6 6 6 6 89 237 237 237 237
2 6 6 89 237 237 237 6 6 89 237 237 237
3 6 6 89 237 237 237 237 6 6 89 237 237
4 6 6 89 237 237 237 237 6 6 89 237 237
5 6 6 89 237 237 237 237 6 6 89 237 237
6 6 6 89 237 237 237 6 6 89 237 237 237
7 6 6 6 6 6 6 6 89 237 237 237 237
8 6 6 6 6 6 6 89 237 237 237 237 237
9 6 6 89 237 237 6 6 89 237 237 237 237
10 6 6 89 237 237 237 6 6 89 237 237 237
11 6 6 89 237 237 237 237 6 6 89 237 237
12 6 6 89 237 237 237 237 237 6 6 89 237

f(4,7) = 237
Gambar 2.3 Notasi piksel dalam citra
Mengenal Dasar Citra 15

2.2 Kuantisasi Citra


Citra digital sesungguhnya dibentuk melalui pendekatan yang dinamakan
kuantisasi. Kuantisasi adalah prosedur yang dipakai untuk membuat suatu isyarat
yang bersifat kontinu ke dalam bentuk diskret. Untuk mempermudah pemahaman
konsep ini, lihatlah Gambar 2.4.Gambar 2.4 (a) menyatakan isyarat analog
menurut perjalanan waktu t, sedangkan Gambar 2.4 (b) menyatakan isyarat
diskret.

t t

(a) Isyarat analog (b) Isyarat diskret


Gambar 2.4 Perbandingan isyarat analog dan isyarat diskret

Pada isyarat digital, nilai intensitas citra dibuat diskret atau terkuantisasi
dalam sejumlah nilai bulat. Gambar 2.5(a) menunjukkan contoh citra biner dua
nilai intensitas berupa 0 (hitam) dan 1 (putih). Selanjutnya, gambar tersebut
ditumpangkan pada grid 8x8 seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.5 (b).
Bagian gambar yang jatuh pada kotak kecil dengan luas lebih kecil dibanding
warna putih latar belakang, seluruh isi kotak dibuat putih. Sebaliknya, jika
mayoritas hitam, isi kotak seluruhnya dibuat hitam. Hasil pengubahan ke citra
digital tampak pada Gambar 2.5(c). Adapun Gambar 2.5(d) memperlihatkan
bilangan yang mewakili warna hitam (0) dan putih (1). Dengan demikian, citra
digital akan lebih baik (lebih sesuai aslinya) apabila ukuran piksel diperkecil atau
jumlah piksel diperbanyak.
16 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi

(a) Citra yang akan dinyatakan (b) Citra ditumpangkan pada grid
dalam isyarat digital

1 1 1 1 1 0 1 1
1 1 1 1 0 1 1 1
1 0 0 0 0 0 1 1
1 0 0 0 0 0 0 1
0 0 0 0 0 0 0 1
1 0 0 0 0 0 0 1
1 0 0 0 0 0 0 1
1 1 1 1 0 1 1 1
(c) Hasil kuantisasi (d) Representasi dalam bentuk
Gambar 2.5 Digitalisasi citraangka
biner 8x8 piksel
untuk memperlihatkan bentuk piksel ideal

Bagaimana halnya kalau gambar mengandung unsur warna (tidak sekadar


hitam dan putih)? Prinsipnya sama saja, tetapi sebagai pengecualian, warna hitam
diberikan tiga unsur warna dasar, yaitu merah (R = red), hijau (G = green), dan
biru (B = blue). Seperti halnya pada citra monokrom (hitam-putih) standar,
dengan variasi intensitas dari 0 hingga 255, pada citra berwarna terdapat
16.777.216 variasi warna apabila setiap komponen R, G, dan B mengandung 256
aras intensitas. Namun, kepekaan mata manusia untuk membedakan macam
warna sangat terbatas, yakni jauh di bawah enam belas juta lebih tersebut.
Untuk beberapa keperluan tertentu, jumlah gradasi intensitas saling berbeda.
Tabel 2.1 memberikan lima contoh untuk citra beraras keabuan dan Tabel 2.2
menunjukkan empat contoh penggunaan citra berwarna (RGB). Perhatikan bahwa
Mengenal Dasar Citra 17

jumlah gradasi juga bisa dinyatakan dalam jumlah digit biner atau bit 0 dan 1
sebagai sandi digital per piksel.

Tabel 2.1Jangkauan nilai pada citra keabuan


Komponen Bit per Jangkauan Penggunaan
warna Piksel
1 1 0-1 Citra biner: dokumen
faksimili
8 0-255 Umum: foto dan hasil
pemindai
12 0-4095 Kualitas tinggi: foto dan
hasil pemindai
14 0-16383 Kualitas profesional: foto
dan hasil pemindai
16 0-65535 Kualitas tertinggi: citra
kedokteran dan astronomi

Tabel 2.2Jangkauan nilai pada citra berwarna


Komponen Bit per Jangkauan Penggunaan
Warna Piksel
3 24 0-1 RGB umum
36 0-4095 RGB kualitas tinggi
42 0-16383 RGB kualitas profesional
4 32 0-255 CMYK (cetakan digital)

Dalam pengolahan citra, kuantisasi aras intensitas menentukan kecermatan


hasilnya. Dalam praktik, jumlah aras intensitas piksel dapatdinyatakan
dengankurang dari 8 bit. Contoh pada Gambar 2.6 menunjukkan citra yang
dikuantisasi dengan menggunakan 8, 5, 4, 3, 2, dan 1 bit.
18 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi

(a) 8 bit (b) 5 bit (c) 4 bit

(d) 3 bit (e) 2 bit (f) 1 bit

Gambar 2.6Kuantisasi citra dengan menggunakan berbagai bit

Pada kuantisasi dengan 1 bit, jumlah level sebanyak 2 (21).Oleh karena itu,
warna yang muncul berupa hitam dan putih saja. Perlu diketahui, penurunan
jumlah aras pada tingkat tertentu membuat mata manusia masih bisa menerima
citra dengan baik. Sebagai contoh, citra dengan 4 bit (Gambar 2.6(c)) dan citra
dengan 8 bit (Gambar 2.6(a)) praktis terlihat sama. Hal seperti itulah yang
mendasari gagasan pemampatan data citra, mengingat citra dengan jumlah bit
lebih rendah tentu akan membutuhkan tempat dan transmisi yang lebih hemat.

2.3 Kualitas Citra

Di samping cacah intensitas kecerahan, jumlah piksel yang digunakan untuk


menyusun suatu citra mempengaruhi kualitas citra. Istilah resolusi citra biasa
dinyatakan jumlah piksel pada arah lebar dan tinggi. Resolusi piksel biasa
dinyatakan dengan notasi m x n, dengan m menyatakan tinggi dan n menyatakan
Mengenal Dasar Citra 19

lebar dalam jumlah piksel. Contoh pada Gambar 2.5 menunjukkan bahwa kalau
gambar apel hanya dinyatakan dalam 8 x 8 piksel, citra yang terbentuk sangat
berbeda dengan aslinya. Seandainya jumlah piksel yang digunakan lebih banyak,
tentu akan lebih mendekati dengan gambar aslinya. Contoh pada Gambar 2.6
memperlihatkan efek resolusi piksel untuk menampilkan gambar yang sama.

(a) Citra berukuran 512 x 512 (b) Citra berukuran 256 x 256
piksel piksel

(c) Citra berukuran 128 x 128 piksel (d) Citra berukuran 64 x 64 piksel

Gambar 2.7 Efek resolusi berdasar jumlah piksel pada citra


ketika gambar disajikan dengan ukuran yang sama

Terlihat bahwa pada resolusi tertentu citra menjadi kabur kalau dinyatakan dengan
jumlah piksel yang makin sedikit.
20 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi

Resolusi spasial ditentukan oleh jumlah piksel per satuan panjang. Istilah
seperti dpi (dot per inch) menyatakan jumlah piksel per inci. Misalnya, citra 300
dpi menyatakan bahwa citra akan dicetak dengan jumlah piksel sebanyak 300
sepanjang satu inci. Berdasarkan hal itu, maka citra dengan resolusi ruang spasial
sebesar 300 dpi dicetak di kertas dengan ukuran lebih kecil daripada yang
mempunyai resolusi ruang sebesar 150 dpi, meskipun kedua gambar memiliki
resolusi piksel yang sama.

2.4 Membaca Citra

Untuk kepentingan memudahkan dalam memahami hasil proses pengolahan


citra, Anda perlu mengenal perintah yang berguna untuk membaca citra yang
tersimpan dalam bentuk file. Octave menyediakan fungsi bernama imread.
Bentuk pemanggilannya:
Img = imread(nama_file_citra)
Dalam hal ini, nama_file_citramenyatakan namafile citra yang hendak dibaca dan
Img menyatakan larik (array) yang menampung data citra yang dibaca.Perlu
diketahui, format-format gambar yang bisa dibaca oleh imread ditunjukkan pada
Tabel 2.3.

Tabel 2.3Daftar formatfile gambar yang bisa dibaca oleh imread


Format Ekstensi Keterangan
Gambar
TIFF .tif, .tiff Tagged Image File Format
merupakan format citra yang
mula-mula dibuat boleh Aldus.
Kemudian, dikembangkan oleh
Microsoft dan terakhir oleh
Adobe.
JPEG .jpg, .jpeg Joint Photographics Expert
Group adalah format citra yang
dirancang agar bisa
memampatkan data dengan rasio
Mengenal Dasar Citra 21

Format Ekstensi Keterangan


Gambar
1:16.
GIF .gif Graphics Interface Format
merupakan format yang
memungkinkan pemampatan data
hingga 50%. Cocok untuk citra
yang memiliki area yang cukup
besar dengan warna yang sama.
BMP .bmp Windows Bitmap merupakan
format bitmap pada Windows.
PNG .png Portable Network Graphics biasa
dibaca ‘ping’. Asal mulanya
dikembangkan sebagai pengganti
format GIF karena adanya
penerapan lisensi GIF.
Mendukung pemampatan data
tanpa menghilangkan informasi
aslinya.
XWD .xwd XWindow Dump

Catatan  Daftar file citra pada Tabel 2.3 berlaku untuk


MATLAB.

 Saat buku ini ditulis, Octave hanya mampu


membaca file citra berformat PNG. Format lain
hanya bisa dibaca dengan melibatkan utilitas lain
seperti ImageMagick. Itulah sebabnya, seluruh
contoh file citra dalam buku ini menggunakan
format PNG.
22 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi

Contoh berikut digunakan untuk membaca filecitra bernama mandrill.png


yang terdapat pada folder C:\Image.

>>Img = imread(’C:\Image\mandrill.png’);
>>

Catatan  Dengan cara seperti itu, data citra pada file mandrill.png
disimpan diImg. Dalam hal ini, Img berupa larikyang
mengandung M baris dan N baris. Mengingat file tersebut
berisi data citra berskala keabuan, maka nilai pada setiap
elemen dalam matriks menyatakan intensitas piksel. Nilai
intensitas itu berupa bilangan bulat antara 0 sampai dengan
255.
 Berbagai jenis citra (antara lain yang berskala keabuan) akan
segera dibahas.
 imread juga mendukung pembacaan citra 16 bit. Namun,
pembahasan di buku ini menggunakan semua file citra
berukuran 8 bit (tipe uint8).

2.5 Mengetahui Ukuran Citra

Secara umum, ukuran matriks Imgadalah M x N. Untuk mengetahui nilai M


dan N yang sesungguhnya, dapatdigunakan fungsi pada Octave yang bernama
size. Contoh untuk mengetahui dimensi pada matriks Img:

>>Ukuran = size(Img)
Ukuran =

512 512

>>

Dengan cara seperti itu, terlihat bahwa Imgberisi512 baris dan 512 kolom piksel.
Untuk mendapatkan jumlah baris dan jumlah kolom secara tersendiri, perlu
diberikan perintah seperti berikut:
Mengenal Dasar Citra 23

>> jum_baris = Ukuran(1);


>> jum_kolom = Ukuran(2);
>>

Angka 1 dan 2 pada ukuran menyatakan indeks. Dengan cara seperti itu,
jum_baris berisi jumlah baris padalarikImg dan jum_kolom berisi jumlah
kolom pada larikImg.
Sebagai alternatif, dapat ditulis perintah seperti berikut:

>> [jum_baris, jum_kolom] = size(Img);

Dengan cara seperti itu, jum_barisberisi jumlah baris pada larikImg dan
jum_kolom berisi jumlah kolom pada larikImg.

2.6 Menampilkan Citra

Citra dapat ditampilkan dengan mudah melalui fungsi imshow. Contoh


berikut digunakan untuk menampilkan citra yang terdapat di Img:

>>imshow(Img);
>>

Hasilnya berupa jendela yang menampilkan citra pada Img, seperti terlihat pada
Gambar 2.8.
24 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi

Gambar 2.8Contoh penampilan gambar pada Img

Apabila dikehendaki untuk menampilkan dua citra di dua jendela masing-


masing, fungsi figure perlu dipanggil terlebih dulu sebelum memanggil imshow.
Contoh:

>> Sungai = imread('C:\Image\innsbruck.png');


>> Bangunan = imread('C:\Image\altstadt.png');
>>figure(1); imshow(Sungai);
>>figure(2); imshow(Bangunan);

Hasilnya, gambar sungai ditampilkan di jendela 1 dan gambar


bangunandiletakkan di jendela 2.Gambar 2.9 memperlihatkan keadaan pada kedua
jendela, yaitu kebetulan sebagian jendela 2 menutup jendela 1.
Mengenal Dasar Citra 25

Gambar 2.9Menampilkan dua citradi jendela masing-masing

Octave menyediakan fasilitas yang memungkinkan dua buah citra diletakkan


dalam satu jendela. Berdasarkan larik Sungai dan Bangunan di depan, dapat
dicoba untuk memberikan perintah berikut:

>> close all;


>>subplot(1,2,1); imshow(Sungai);
>>subplot(1,2,2); imshow(Bangunan);

Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 2.10.


26 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi

Gambar 2.10Contoh pemakaian subplot

Perintah close all digunakan untuk menutup semua jendela. Adapun pada
subplot, argumen pertama menyatakan jumlah baris citra dan argumen kedua
menyatakan jumlah kolom citra dalam jendela. Argumen ketiga menyatakan
indeks citra dalam jendela yang bernilai antara 1 sampai dengan jumlah baris x
jumlah kolom.

2.7 Mengenal Jenis Citra

Ada tiga jenis citra yang umum digunakan dalam pemrosesan citra. Ketiga
jenis citra tersebut yaitu citra berwarna, citra berskala keabuan, dan citra biner.

2.7.1 Citra Berwarna

Citra berwarna, atau biasa dinamakan citra RGB, merupakan jenis citra yang
menyajikan warna dalam bentuk komponen R (merah), G (hijau), dan B (biru).
Setiap komponen warna menggunakan 8 bit (nilainya berkisar antara 0 sampai
dengan 255). Dengan demikian, kemungkinan warna yang bisa disajikan
Mengenal Dasar Citra 27

mencapai 255 x 255 x 255 atau 16.581.375 warna. Tabel 2.4 menunjukkan contoh
warna dan nilai R,G, dan B.

Tabel 2.4 Warna dan nilai penyusun warna


Warna R G B
Merah 255 0 0
Hijau 0 255 0
Biru 0 0 255
Hitam 0 0 0
Putih 255 255 255
Kuning 0 255 255

Gambar 2.12 menunjukkan pemetaan warna dalam ruang tiga dimensi. Adapun
Gambar 2.13 menunjukkan keadaan suatu citra dan representasi warnanya.

255
Biru Cyan

Magenta Putih

0 255
G
Hitam Hijau

255
Merah Kuning

Gambar 2.12 Warna RGB dalam ruang berdimensi tiga


28 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi

Gambar 2.13 Citra berwarna dan representasi warnanya.


Setiap piksel dinyatakan dengan nilai R, G, dan B

Catatan

Perlu diketahui, sebuah warna tidak hanya dinyatakan dengan


komposisi R, G, dan B tunggal. Pada Tabel 2.4 terlihat bahwa
warna merah mempunyai R=255, G=0, dan B=0. Namun,
komposisi R=254, G=1, B=1 juga berwarna merah.

Citra berwarna pun dibaca melalui imread. Contoh:

>> Kota = imread('C:\Image\innsbruckcity.png');

Nah, sekarang dapatdicoba untuk mengenakan size pada Kota:

>>size(Kota)
ans =

747 500 3
Mengenal Dasar Citra 29

>>

Hasilnya menunjukkan bahwaKotaberupa larikberdimensi tiga, dengan dimensi


ketiga berisi tiga buah nilai.Hal inilah yang membedakan dengan citra berskala
keabuan.Secara umum, larik hasil pembacaan citra berwarna dapat digambarkan
seperti berikut.

M-1

3 Komponen B
M
2
1
1 2 N-1 N Komponen G

Komponen R

Gambar 2.14Hasil pembacaan citra berwarna

Dimensi ketiga menyatakan komponen R, G, B. Indeks pertama menyatakan


komponen R, indeks kedua menyatakan komponen G, dan indeks ketiga
menyatakan komponen B.
Berikut adalah cara untuk mendapatkan komponen R, G, dan B pada
larikKota di depan:

>> R = Kota(:,:,1);
>> G = Kota(:,:,2);
>> B = Kota(:,:,3);
30 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi

Untuk menampilkan gambar berwarna, imshow bisa digunakan seperti kalau


mau menampilkan gambar berskala keabuan. Contoh:

>>figure(1);
>>imshow(Kota);

Hasilnya seperti berikut.

Gambar 2.15 Citra berwarna

2.7.2 Citra Berskala Keabuan

Sesuai dengan nama yang melekat, citra jenis ini menangani gradasi warna
hitam dan putih, yang tentu saja menghasilkan efek warna abu-abu. Pada jenis
gambar ini, warna dinyatakan dengan intensitas. Dalam hal ini, intensitas berkisar
Mengenal Dasar Citra 31

antara 0 sampai dengan 255.Nilai 0 menyatakan hitam dan nilai 255 menyatakan
putih. Contoh citra berskala keabuan telah dibahas pada Subbab 2.5.

2.7.3 Citra Biner

Citra biner adalah citra dengan setiap piksel hanya dinyatakan dengan sebuah
nilai dari dua buah kemungkinan (yaitu nilai 0 dan 1). Nilai 0 menyatakan warna
hitam dan nilai 1 menyatakan warna putih. Citra jenis ini banyak dipakai dalam
pemrosesan citra, misalnya untuk kepentingan memperoleh tepi bentuk suatu
objek.Sebagai contoh, perhatikan Gambar 2.16. Bagian kiri menyatakan citra
beraras keabuan, sedangkan bagian kanan adalah hasil konversi ke citra biner.

(a) Citra daun berskala keabuan (b) Citra biner

Gambar 2.16 Citra di kanan menyatakan bentuk citra di kiri


dengan mengabaikan komposisi warna

Contoh berikut menunjukkan cara membaca dan menampilkan citra biner.

>>Img = imread('c:\Image\daun_bin.png');
>>imshow(Img);
>>

Hasilnya seperti berikut.


32 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi

Gambar 2.17Tampilan citra biner

2.8 Mengonversi Jenis Citra


Dalam praktik, seringkali diperlukan utuk mengonversi citra berwarna ke
dalam bentuk citra berskala keabuan mengingat banyak pemrosesan citra yang
bekerja pada skala keabuan. Namun, terkadang citra berskala keabuan pun perlu
dikonversikan ke citra biner, mengingat beberapa operasi dalam pemrosesan citra
berjalan pada citra biner.
Bagaimana cara mengubah citra berwarna ke dalam citra berskala keabuan?
Secara umum citra berwarna dapat dikonversikan ke citra berskala keabuan
melalui rumus:

= + + , + + = 1 (2.1)

dengan R menyatakan nilai komponen merah, G menyatakan nilai komponen


hijau, dan B menyatakan nilai komponen biru. Misalnya, sebuah piksel
mempunyai komponen R, G, B sebagai berikut:
Mengenal Dasar Citra 33

R = 50
G = 70
B = 61

Jika a, b, dan c pada Persamaan 2.1 dibuat sama, akan diperoleh hasil seperti
berikut:
I = (50 + 70 + 60) / 3 = 60
Salah satu contoh rumus yang biasa dipakai untuk mengubah ke skala
keabuan yaitu:
= 0,2989 + 0,5870 + 0,1141 (2.2)
Contoh berikut menunjukkan cara melakukan konversi dari citra berwarna ke citra
biner.

>>Img = imread('C:\Image\innsbruckcity.png');
>> Abu=uint8(0.2989 * double(Img(:,:,1)) + ...
0.5870*double(Img(:,:,2)) + ...
0.1141 * double(Img(:,:,3)));
>>imshow(Abu);

Catatan  Tanda … menyatakan bahwa perintah pada baris


tersebut masih mempunyai lanjutan pada baris
berikutnya.
 Tanda : berarti semua nilai.
 double dipakai untuk melakukan konversi dari
tipe bilangan bulat 8 bit (uint8) ke tipe double
(yang memungkinkan pemrosesan bilangan real
berpresisi ganda).
 uint8 berguna untuk mengonversi dari tipe
double ke uint8 (tipe bilangan bulat 8 bit).

Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 2.18.


34 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi

Gambar 2.18Hasil konversi citra berwarna


ke citra berskala keabuan

Bagaimana halnya kalau dikehendaki untuk mengonversikan citra berskala


keabuan ke citra biner? Strategi yang dipakai yaitu dengan menerapkan suatu nilai
yang dikenal sebagai nilai ambang (threshold). Nilai tersebut dipakai untuk
menentukan suatu intensitas akan dikonversikan menjadi 0 atau menjadi 1. Secara
matematis, konversi dinyatakan dengan rumus:
0,
(2.3)
1,
Contoh berikut menunjukkan cara melakukan konversi dari citra berskala
keabuan ke dalam citra biner.

Program : kebiner.m

% KEBINER Digunakan untuk mengonversi file


Mengenal Dasar Citra 35

% daun_gray.png ke citra biner

Img = imread('c:\Image\daun_gray.png');
[tinggi, lebar] = size(Img);

ambang = 210; % Nilai ini bisa diubah-ubah


biner = zeros(tinggi, lebar);
for baris=1 : tinggi
for kolom=1 : lebar
if Img(baris, kolom) >= ambang
Biner(baris, kolom) = 0;
else
Biner(baris, kolom) = 1;
end
end
end

imshow(Biner);

Akhir Program

Sebelum mencoba program di atas, akan dibahas dulu kode yang mendasari
program. Tanda % mengawali komentar.Semua tulisan dimulai dari tanda tersebut
hingga akhir baris tidak dianggap sebagai perintah, melainkan sebagai penjelas
bagi pembaca program. Kode

Img= imread('c:\Image\daun_gray.png');

merupakan perintah untuk membaca citra daun_gray.png. Hasilnya disimpan


diImg. Lalu,

[tinggi, lebar] = size(Img);

berguna untuk mendapatkan lebar dan tinggi citra.


Pernyataan

ambang = 210;

digunakan untuk menentukan nilai ambang bagi penentuan konversi suatu piksel
menjadi 0 atau 1. Nilai ambang berkisar antara 0 sampai dengan 255.
Pernyataan

for baris=1 : tinggi


for kolom=1 : lebar
36 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi

ifImg(baris, kolom) >= ambang


Biner(baris, kolom) = 0;
else
Biner(baris, kolom) = 1;
end
end
end

menangani penentuan nilai 0 atau 1 pada citra biner untuk semua piksel dalam
citra (ditangani dengan dua buah for). Penentuan dilakukan melalui pernyataan if.
Dalam hal ini,

Img(baris, kolom)

menyatakan nilai intensitas piksel pada (baris, kolom).


Setelah

for baris=1 : tinggi

berakhir, maka Biner berisi citra biner. Selanjutnya, citra ditampilkan melalui

imshow(Biner);

Untuk menjalankan program di depan, berikan perintah

>>kebiner;

Hasilnya seperti berikut.


Mengenal Dasar Citra 37

Gambar 2.19Hasil konversi daun_gray.png ke bentuk biner

Gambar 2.20 memperlihatkan berbagai bentuk hasil konversi citra dengan


menggunakan berbagai nilai ambang.
38 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi

Ambang = 210 Ambang = 160 Ambang = 130

Ambang = 110 Ambang = 100 Ambang = 70

Gambar 2.20 Hasil konversi ke citra biner


dengan berbagai nilai ambang

Contoh-contoh yang telah dibahas memberikan gambaran tentang cara


mewujudkan sendiri konversi antarjenis citra. Hal tersebut tentu saja penting
untuk dipahami agar memudahkan di dalam mewujudkan sendiri penulisan
program seandainya menggunakan bahasa pemrograman yang lain.Namun,
sebagai penambah wawasan, sesungguhnya Octave menyediakan beberapa fungsi
untuk kepentingan konversi citra. Tabel 2.5 memperlihatkan dua fungsi penting
yang terkait dengan konversi citra.
Mengenal Dasar Citra 39

Tabel 2.5Fungsi yang disediakan Octave


untuk kepentingan konversi ke aras keabuan
Fungsi Kegunaan
im2bw(I, level) Berguna untuk mengonversikan citra berskala
im2bw(RGB, level) keabuan (I) ataupun berwarna (RGB) ke
dalam citra biner dengan menggunakan level
sebagai ambang konversi. Di MATLAB, jika
argumen kedua (yaitu level) tidak disertakan,
nilai 0,5 secara bawaan digunakan sebagai
ambang konversi. Pada Octave, argumen
kedua harus disertakan. Nilai balik fungsi ini
berupa citra biner
rgb2gray(RGB) Berguna untuk mengonversi citra berwarna
(RGB) ke citra berskala keabuan. Nilai balik
fungsi ini berupa citra berskala keabuan

Pada beberapa contoh yang akan dibahas pada bab-bab selanjutnya, dua fungsi
pada Tabel 2.5 akan digunakan dengan tujuan untuk menyederhanakan
permasalahan dalam menuliskan kode.
Agar terbiasa dengan kedua fungsi tersebut, berikut disajikan contoh
penggunaannya. Contoh pertama:

>>Img= imread('C:\Image\daun_gray.png');
>> BW = im2bw(Img, 0.6);
>>imshow(BW);

Hasilnya seperti berikut.


40 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi

Gambar 2.21Hasil pembentukan citra biner melalui im2bw

Adapun contoh pemakaian rgb2gray:

>> RGB = imread('C:\Image\innsbruckcity.png');


>> Abu = rgb2gray(RGB);
>>imshow(Abu);

Hasilnya seperti berikut.


Mengenal Dasar Citra 41

Gambar 2.22 Hasil pembentukan citra berskala keabuan


melalui rgb2gray

2.9 Menyimpan Citra


Untuk kepentingan menyimpan citra ke dalam file, fungsi imwrite pada
Octave dapat digunakan. Pemakaiannya:

imwrite(A, nama_file)

A dapat berupa larik dua dimensi (citra berskala keabuan) ataupunlarik berdimensi
tiga (citra RGB).
Contoh:

>>Img = imread('C:\Image\daun_gray.png');
>>X = 255 – Img;
>>imwrite(X, ’negatif_daun.png’);
42 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi

Perlu diketahui,

X = 255 – Img;

digunakan untuk memperoleh citra negatif dari citra daun_gray.png. Setelah


imwrite dieksekusi,akan terbentuk negatif_daun.png pada folder kerja. Hasilnya
diperlihatkan pada Gambar 2.23.

Gambar 2.23 Hasil penyimpanan citra negatif_daun.png

Latihan
1. Jelaskan mengenai koordinat citra.
2. Apa yang dimaksud dengan kuantisasi citra?
3. Jelaskan hubungan jumlah bit dalam kuantisasi citra dengan kompresi
data.
4. Jelaskan makna kualitas citra.
5. Jelaskan pengertian :
a) citra berwarna
Mengenal Dasar Citra 43

b) citra berskala keabuan


c) citra biner
6. Jelaskan mekanisme untuk mengubah citra berwarna ke dalam citra
berskala keabuan.
7. Bagaimana prinsip untuk mengubah citra berskala keabuan ke citra biner?
8. Ubahlah innsbruckcity.png ke citra berskala keabuan dan kemudian
simpan dengan nama inns_gray.png.
9. Buatlah program untuk memproses citra daun_gray.png agar diperoleh
hasil seperti berikut.

10. Gunakanlah fungsi im2bw untuk mengonversikan citra innsbruckcity.png


ke dalam bentuk citra biner dengan menggunakan level sebesar 0,7, 0,5,
dan 0,3.Bagaimana kesan Anda mengenai hasil-hasil yang diperoleh?
11. Buatlah program untuk menguantisasi citra daun_gray.png dengan 2 bit.
Tampilkan hasilnya. Apakah hasilnya masih terlihat seperti aslinya? Bila
tidak, dengan menggunakan berapa bit agar gambar tersebut terlihat sesuai
dengan aslinya?

Anda mungkin juga menyukai