Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

OSTEOMYELITIS

Disusun Oleh :

1. IDA FATMASARI
2. IDA TAWARINI
3. ILYAS ULUL AZMI
4. LULUK ISMAWADATUL MUNAWAROH
5. SELVYANA ANDREYANI
6. SEPTI MARCELIA
7. SHOFY ARYANTI

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI


BAB I

KONSEP DASAR

A. PENDAHULUAN
B. Pengertian
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan dari pada infeksi
jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya
tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan
tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas
hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. (Brunner, suddarth. (2011).  Beberapa ahli
memberikan defenisi terhadap osteomyelitis sebagai berkut :
 Osteomyelitis adalah infeksi Bone marrow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh
staphylococcus aureus dan kadang-kadang Haemophylus influensae (Depkes RI, 2011).
 Osteomyelitis adalah infeksi tulang (Carpenito, 2010).
 Osteomyelitis adalah suatu infeksi yang disebarkan oleh darah yang disebabkan oleh
staphylococcus
 Osteomyelitis adalah influenza Bone Marow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan
oleh staphyilococcus Aureus dan kadang-kadang haemophylus influenzae, infeksi yang
hampir selalu disebabkan oleh staphylococcus aureus.

C. Anatomi dan Fisiologi


Pada umumnya penyusun tulang diseluruh tubuh kita semuanya berasal dari material yang
sama. Dari luar ke dalam kita akan dapat menemukan lapisan-lapisan berikut ini:
a. Periosteum
Pada lapisan pertama kita akan bertemu dengan yang namanya periosteum. Periosteum
merupakan selaput luar tulang yang tipis. Periosteum mengandung osteoblas (sel pembentuk
jaringan tulang), jaringan ikat dan pembuluh darah. Periosteum merupakan tempat melekatnya
otot-otot rangka (skelet) ke tulang dan berperan dalam memberikan nutrisi, pertumbuhan dan
reparasi tulang rusak.

b. Tulang Kompak (Compact Bone)


Pada lapisan kedua ini kita akan bertemu dengan tulang kompak. Tulang ini teksturnya
halus dan sangat kuat. Tulang kompak memiliki sedikit rongga dan lebih banyak mengandung
kapur (Calsium Phosfat dan Calsium Carbonat) sehingga tulang menjadi padat dan kuat.
Kandungan tulang manusia dewasa lebih banyak mengandung kapur dibandingkan dengan
anak-anak maupun bayi. Bayi dan anak-anak memiliki tulang yang lebih banyak mengandung
serat-serat sehingga lebih lentur. Tulang kompak paling banyak ditemukan pada tulang kaki
dan tulang tangan.

c. Tulang Spongiosa (Spongy Bone)


Pada lapisan ketiga ada yang disebut dengan tulang spongiosa. Sesuai dengan namanya
tulang spongiosa memiliki banyak rongga. Rongga tersebut diisi oleh sumsum merah yang
dapat memproduksi sel-sel darah. Tulang spongiosa terdiri dari kisi-kisi tipis tulang yang
disebut trabekula. Tulang ini terdiri atas batang yang halus atau selubung yang halus yaitu
trabekula (L. singkatan dari trabs = sebuah balok) yang bercabang dan saling memotong ke
berbagai arah untuk membentuk jala-jala seperti spons dari spikula tulang, yang rongga-
rongganya diisi oleh sumsum tulang. Pars spongiosa merupakan jaringan tulang yang
berongga seperti spon (busa). Rongga tersebut diisi oleh sumsum merah yang dapat
memproduksi sel-sel darah. Tulang spongiosa terdiri dari kisi-kisi tipis tulang yang disebut
trabekula.

d. Sumsum Tulang (Bone Marrow)


Lapisan terakhir yang kita temukan dan yang paling dalam adalah sumsum tulang.
Sumsum tulang wujudnya seperti jelly yang kental. Sumsum tulang ini dilindungi oleh tulang
spongiosa seperti yang telah dijelaskan dibagian tulang spongiosa. Sumsum tulang berperan
penting dalam tubuh kita karena berfungsi memproduksi sel-sel darah yang ada dalam tubuh.

D. Etiologi
1. Bakteri
Menurut Joyce & Hawks (2005), penyebab osteomyelitis adalah Staphylococcus
aureus (70% - 80%), selain itu juga bisa disebabkan oleh Escherichia coli, Pseudomonas,
Klebsiella, Salmonella, dan Proteus.
2.   Virus
3.   Jamur
4.   Mikroorganisme lain (Smeltzer, Suzanne C,  2002).
 Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya
 Osteomyelitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak Infeksi pada
jaringan lunak di sekitar tulang bisa menyebar ke tulang setelah beberapa hari atau
minggu. Infeksi jaringan lunak bisa timbul di daerah yang mengalami kerusakan karena
cedera, terapi penyinaran atau kanker, atau ulkus di kulit yang disebabkan oleh jeleknya
pasokan darah (misalnya ulkus dekubitus yang terinfeksi).
 Osteomyelitis dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan
adanya awitan demam sistemik maupun manifestasi lokal yang berjalan dengan cepat.
Osteomyelitis kronik adalah akibat dari osteomielitis akut yang tidak ditangani dengan
baik. Osteomyelitis kronis akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan
kehilangan ekstremitas. Luka tusuk pada jaringan lunak atau tulang akibat gigitan hewan,
manusia atau penyuntikan intramuskular dapat menyebabkan osteomyelitis eksogen.
Osteomyelitis akut biasanya disebabkan oleh bakteri, maupun virus, jamur, dan
mikroorganisme lain.
 Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya
buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu, pasien yang
menderita artritis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit, menjalani  pembedahan
ortopedi, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, juga beresiko mengalami
osteomyelitis.

E. Patofisiologi
Menurut Smeltzer, Suzanne (2005), Staphylococcus aureus merupakan penyebab terbesar
infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada osteomielitis meliputi
Haemophylus influenza, bakteri colli, salmonella thyposa, proteus, pseudomonas. Terdapat
peningkatan insiden infeksi resisten penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobic. Awitan
osteomilitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama ( akut fulminan
stadium 1 ) dan sering berhubungan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superficial.
Infeksi awitan lambat ( stadium 2 ) terjadi antara 4 – 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis
awitan lama ( stadium 3 ) biasanya akibat penebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih
setelah pembedahan. Respons inisial tahap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan
faskularisasi dan edema, setelah 2 atau 3 hari, thrombosis pada pembuluh darah terjadi pada
tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan
tekanan jaringan dan medulla. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah
periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi disekitarnya. Kecuali bila proses
infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses tulang. Pada perjalanan alamiahnya,
abses dapat keluar spontan, namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli
bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti
pada rongga abses pada umumnya, jaringan tulang mati ( sequestrum ) tidak mudah mencair dan
mengalir ke luar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada
jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan luka baru ( involukrum ) dan mengelilingi sequestrum. Jadi
meskipun tampak terjadi proses penyembuhan namun sequestrum infeksius kronis yang tetap
rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe
kronik.
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme
patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus, Pseudomonas, dan
Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resistensi penisilin, nosokomial, gram
negative dan anaerobik. Awitan Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3
bulan pertama (akut fulminan – stadium 1) dan sering berhubngan dengan  penumpukan
hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan lambat  (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24
bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran
hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan. Respon inisial terhadap infeksi
adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari,
trombisis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis
tulang sehubungan dengan penigkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian
berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan
lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan
membentuk abses tulang. Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang
lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam
dindingnya terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah mencari dan mengalir
keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak
lainnya. Terjadi pertumbuhan tulang baru(involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi
meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang ada tetap
rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup penderita. Dinamakan osteomielitis tipe
kronik.

F. Manifestasi Klinis
a. Fase akut   
Fase sejak infeksi sampai 10-15 hari. Makin panas tinggi, nyeri tulang dekat sendi, tidak
dapat menggerakan anggota tubuh.
b. Fase kronik
Rasa sakit tidak begitu berat, anggota yang terkena merah dan bengkak dengan pus yang
selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, dan
pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat terjadi pada jaringan parut akibat kurangnya
asupan darah.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endap darah.
2. Pemeriksaan titer antibody – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji  
sensitivitas

3. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh
bakteri  salmonella.
4. Pemeriksaan biopsy tulang.
Merupakan proses pengambilan contoh tissue tulang yang akan digunakan untuk serangkaian
tes.
5. Pemeriksaan ultra sound.
Yaitu pemeriksaan yang dapat memperlihatkan adannya efusi pada sendi.
6. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik. Setelah
2 minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus dan kerusakan tulang dan
pembentukan tulang yang baru.
7. Pemeriksaan tambahan :
a. Bone scan : dapat dilakukan pada minggu pertama
b. MRI : jika terdapat fokus gelap pada T1 dan fokus yang terang pada T2, maka
kemungkinan besar adalah osteomielitis.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
- Peningkatan laju endap eritrosit (Ros, 1997:90)
- Lukosit dan LED meningkat (Overdoff, 2002:572)
2. Rontgen
Menunjukkan pembengkakan jaringan lunak sampai dua minggu kemudian tampak bintik-bintik
dekalsifikasi pada batang tulang, yang kemudian dapat meluas dan diikuti oleh tanda-tanda
pembentukan involukrom (Overdoff, 2002:572).
3. Scan tulang, biasanya sebelum rontgen (Overdoff, 2002:572).
4. Biopsi tulang, mengidentifikasi organisme penyebab.

I. Penatalaksanaan Medis
Osteomielitis hematogen akut paling bagus di obati dengan evaluasi tepat terhadap
mikroorganisme penyebab dan kelemahan mikroorganisme tersebut dan 4-6 minggu terapi
antibiotic yang tepat.
Debridement tidak perlu dilakukan jika telah cepat diketahui. Anjuran pengobatan
sekarang jarang memerlukan debridement. Bagaimana jika terapi antibiotic gagal, debridement
dan pengobatan 4-6 minggu dengan antibiotic parenteral sangat diperlukan. Setelah kultur
mikroorganisme dilakukan, regimen antibiotic parenteral (nafcillin[unipen] + cefotaxime lain
[claforan] atau ceftriaxone [rocephin]) diawali untuk menutupi gejala klinis organism tersangka.
Jika hasil kultur telah diketahui, regimen antibiotic ditinjau kembali. Anak-anak dengan
osteomielitis akut harus menjalani 2 minggu pengobatan dengan antiniotik parenteral sebelum
anak-anak diberikan antibiotic oral.
Osteomielitis kronis pada orang dewasa lebih sulit disembuhkan dan umumnya diobati
dengan antibiotic dan tindakan debridement. Terapi antibiotik oral tidak dianjurkan untuk
digunakan. Tergantung dari jenis osteomielitis kronis. Pasien mungkin diobati dengan antibiotik
parenteral selama 2-6 minggu. Bagaimanapun,tanpa debridement yang bagus, osteomielitis kronis
tidak akan merespon terhadap kebanyakan regiment antibiotic, berapa lama pun terapi dilakukan.
Terapi intravena untuk pasien rawat jalan menggunakan kateter intravena yang dapat dipakai
dalam jangka waktu lama (contohnya : kateter hickman) akan menurunkan masa rawat pasien di
rumah sakit.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk merangsang
penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang
berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun
dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah;
perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi
infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan penyembuhan.
Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong
dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang.
Pemberian antibiotic dapat dilakukan :
a. Melalui oral (mulut)
b. Melalui infuse : jika diberikan melalui infus, maka diberikan selama 2 minggu, kemudian.
Diganti menjadi melalui mulut. Jika dalam 24 jam pertama gejala tidak membaik, maka perlu
dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan operasi untuk mengurangi tekanan yang terjadi
dan untuk mengeluarkan nanah yang ada. Setelah itu dilakukan irigasi secara kontinyu dan
dipasang drainase. Teruskan pemberian antibiotik selama 3-4 minggu hingga nilai laju endap
darah (LED) normal.
Asuhan keperawatan pada pasien Osteomielitis

II. Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Identitas

a. Identitas klien

b. Identitas penanggung jawab

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama

Yang biasa muncul pada klien dengan gangguan rasa aman dan nyaman (nyeri), antara
lain : gelisah, sulit tidur, tekanan darah meningkat, nafsu makan berubah, diaforesis
(berkeringat) dan anoreksia, mengeluh nyeri.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Dijelaskan/menjelaskan kronologi berjalannya penyakit pasien :

1) Waktu terjadinya sakit : berapa lama sakitnya

2) Proses terjadinya sakit : kapan mulai merasakan sakit dan bagaimana sakit mulai
terjadi

3) Upaya yang telah dilakukan : selama sakit sudah berobat kemana dan obat-obatan
yang sudah di konsumsi

4) Hasil pemeriksaan sementara dan sekarang

Yang perlu dikaji dan ditanyakan : TTV, adanya patofisiologi lain.

c. Riwayat kesehatan dahulu

Pengobatan saat ini dan masa lalu, alergi terhadap obat dan makanan, tempat
tinggal/lingkungan.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Apakah ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama dengan pasien?
Adakah riwayat penyakit keturunan dalam keluarga?

3. Pola Fungsi Kesehatan (Virginia Henderson)


a. Pola bernafas dengan normal
Bagaimana irama, kedalaman, frekuensi, keteraturan bernafas, menggunakan alat bantu
pernafasan atau tidak, adakah retraksi intercosta, adakah sesak nafas, hal-hal yang dapat
mengurangi atau memperberat sesak nafas.
b. Pola nutrisi
Berapa kali makan dalam sehari, makanan kesukaan, berat badan sebelum dan sesudah sakit,
frekuensi dan kuantitas minum sehari.
c. Pola eliminasi
Frekuensi dan kuantitas BAK/BAB sehari, adakah gangguan dalam BAK/BAB, adakah nyeri
saat BAB/BAK.
d. Pola keseimbangan dan gerak
Bagaimana pola keseimbangan gerak dan aktivitas klien (ADL : Acctivity Daily Living),
skala ketergantungan ada atau tidak, berapa kekuatan otot, ada gangguan berjalan atau tidak.
e. Pola istirahat dan tidur
Jam berapa pasien mulai tidur, jumlah dan kualitas tidur klien, apa kebiasaan menjelang
klien tidur.
f. Pola mempertahankan temperatur tubuh
Apa kebiasaan klien dalam mempertahankan temperatur tubuh?
g. Pola personal hygiene
Bagaimana pemenuhan kebutuhan personal hygiene klien (mandi, gosok gigi, keramas,
potong kuku), berapa hari sekali/berapa minggu sekali, menggunakan bantuan atau tidak saat
melakukan personal hygiene.
h. Pola komunikasi
Bagaimana komunikasi klien dengan orang lain, jenis komunikasi yang dilakukan,
penggunaan bahasa dan kejelasan.
i. Pola spiritual
Bagaimana klien dalam menjalankan ibadahnya, agama atau kepercayaan yang dianut klien,
bagaimana mekanisme koping klien dalam menghadapi masalah kesehatan yang
berhubungan dengan kepercayaan yang dianut klien.
j. Pola berpakaian dan memilih pakaian
Bagaimana pola berpakaian klien (keserasian, waktu, dan cara) jenis pakaian yang disukai
atau tidak disukai klien.
k. Pola rasa aman dan nyaman
Adakah nyeri? Jika ada jelaskan hasil pengkajian nyeri dengan PQRST
P (provokatif) : apa penyebab timbulnya nyeri?
Q (quality) : seberapa berat keluhan nyeri terasa? Bagaimana rasanya? Seberapa
sering terjadi?
R (Region) : dimana lokasi nyeri? Apakah juga menyebar ke daerah lain/area
penyebarannya?

1) Supervisial : tajam, menusuk, membakar


2) Dalam : tajam, tumpul, nyeri terus
3) Visceral : tajam, tumpul, nyeri terus, kejang

S (skala) : menggunakan skala intensitas nyeri numerik


T (time) : kapan nyeri mulai timbul/ seberapa sering nyeri terjadi? Apakah terjadi
secara mendadak/bertahap? Akut/kronis?
l. Pola kebutuhan bekerja
Apa pekerjaan klien, apakah klien mampu melakukan pekerjaannya, kapan waktu kerja (jam
kerja).

m. Pola kebutuhan rekreasi


Apa hal-hal yang dilakukan klien untuk menghilangkan kebosanan atau kejenuhan seperti
nonton tv, mendengarkan radio, jalan-jalan, dan lain-lain.
n. Pola kebutuhan belajar
Bagaimana persepsi klien terhadap kesehatannya atau penyakitnya, sejauh mana
pengetahuan klien tentang penyakitnya.
1. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
1) Penampilan umum
2) Tingkat kesadaran
a) Kualitatif (composmentis, apatis, somnolen, sopor, koma, delirium)
b) Kuantitatif (GCS : Glascow Coma Scale)
E = Eye M = Motorik V = Verbal
b. Pengukuran klinik
1) Tanda-tanda vital
a) Suhu : 36,6 ֠C- 37,2 ֠C
b) Tekanan darah : 110/90 mmHg
c) Nadi : 70-80 x/menit
d) Pernafasan :12-20 x/menit
2) Berat badan dan tinggi badan
Penghitungan berat badan normal atau tidak menggunakan IMT(indeks massa tubuh).
IMT = BB (kg)/ [ TB(m)xTB(m)
Hasil pengukuran IMT kemudian di bandingkan dengan kategori berikut :
Kurus : <18,5
Normal : 18,5-25
Overweight : 25,1-27
Obesitas : 27
3) Kepala
Ada lesi atau tidak, hematom maupun ada kelainan bentuk kepala pasien serta
keadaan rambut pasien.
4) Mata
Bentuk simetris atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak, ada nyeri atau tidak, ada
alat bantu atau tidak. Fungsi dari pemeriksaan mata untuk mengetahui adanya kelainan
atau tidak.
5) Hidung
Bentuk simetris atau tidak, ada sekret atau tidak, ada pembengkakan didaerah polip
atau tidak, ada alat bantu atau tidak. Fungsi dari pemeriksaan hidung untuk
mengetahui adanya secret dan pembengkakan.
6) Telinga
Bentuk simetris atau tidak, ada cairan berlebih atau tidak, ada infeksi atau tidak, ada
alat bantu atau tidak. Fungsi dari pemeriksaan telinga untuk mengetahui ada cairan
yang berlebih atau adanya infeksi di sekitar telinga.
7) Mulut
Bibir kering atau tidak, gigi kotor atau tidak. Fungsi untuk pemeriksaan mulut
untuk mengetahui adanya infeksi mulut atau adanya gigi kotor dan berlubang.
8) Leher
Ada lesi atau tidak, ada pembengkakak kelenjar getah bening atau tidak, ada
pembengkakan kelenjar tiroid atau tidak
9) Dada
Ada lesi atau tidak, inspirasi dan ekspirasi, suara paru, suara jantung
a. Inspeksi : Normal. Tujuan untuk mengetahui bentuk dada
b. Perkusi : Sonor/Resonan.
c. Palpasi : Kesimestrisan Dada
d. Auskultasi : Terdengar suara lapang paru normal.
10) Abdomen
Ada lesi atau tidak, suara bising usus
a. Inpeksi : simetris, tidak ada benjolan.
b. Palpasi : Nyeri tekan pada abdomen.
c. Perkusi : Normal tidak ada gangguan.
d. Auskultasi : Tidak terdengar bising usus.
11) Integumen
a. Warna kulit : Sawo Matang
b. Keadaan kulit : Kering
c. Turgor kulit : Normal
12) Genetalia
Ada kelainan atau tidak, kebersihan genetalia
B. PATHWAY

Osteomyelitis

Kerusakan jaringan tulang Pembedahan Hospitalisasi

Infeksi berlebihan Terputusnya Insisi Gerak terbatas Mis interpretasi

Kontinuitas pembedahan

Abses tulang jaringan

Nekrosis tulang
pembentukan
(squestrum)

Perubahan bentuk
(ankylosing)

Fungsi tulang
menurun

Kemampuan melakukan
pergerakan menurun
A. Diagnosa (NANDA,2012-2014)
1.      Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik.
2.      Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas tulang.
3.      Gangguan intergritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik.
4.      Ansietas berhubungan dengan status kesehatan
5.      Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
DAFTAR PUSTAKA

Anjarwati, Wangi,(2010), Tulang dan Tubuh Kita, Getar Hati:Yogyakarta.


Brunner, Suddarth,(2001) Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 3,EGC :
Jakarta.
Brunner,suddarth.2001.Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah.Penerbit, EGC : Jakarta
Carpenito, 2008. Diagnosis Keperawatan Pada Praktek Klinik.
Depkes RI, 2010. Pusat Data Kesehatan.
Dorland, W. A. Newman, 2002. Kamus Kedokteran Dorland.Terbitan EGC : Jakarta. 
Dorland, 2007. Kamuskedokteran dorland.Terbitat EGC :Jakarta.
Henderson, 2005. Effects of Air Quality Regulation on in Polluting Industries.
KAMUS KEDOKTERAN Edisi 29. Alih bahasa : Andy Setiawan, et al. Jakarta : EGC
NANDA,2012-2014. NIC fifth edition. NOC fifth edition. :Nyeri akut b/d agen injuri
fisik,Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan integritas tulang,Gangguan integritass
kulit b/d imobilitas fisik,Ansietas b/d stasus kesehatan,Resiko infeksi b/d pertahanan
tubuh primer yang tidak adekuat
Nursalam, 2008. Konsep dan Metode Keperawatan.
PENYAKIT TULANG & PERSENDIAN. Jakarta : pustaka populer obor.
Price, Wilson, 2005.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai