Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH HIV & AIDS

“TREND AND ISSUE DARI PERKEMBANGAN PENYAKIT HIV DAN AIDS”

DosenPengampu :
Sutiyono, S.Kep., M.Kes
DisusunOleh :
Nama : Siti is dwi rahayu
NIM : 2019012437

FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN


PRODI D III KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AN NUUR
PURWODADI
TA 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah
member karunia nikmat bagi umat-Nya. Atas Ridho-Nya kami dapat menyusun makalah ini
dengan sebaik- baiknya sehingga makalah ini dapat dibuat tepat pada waktunya. Makalah ini
disusun secara ringkas sesuai dengan yang ada dibuku.

Adapun isi dari ringkasan memuat tentang Fungsi Bahasa.Kami menyadari bahwa
makalah kami ini tidak lepas dari kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun selalu kami harapkan sehingga kami nantinya dapat memperbaiki dan
meningkatkan kualitas Makalah yang berikutnya.

Purowadi, 9 Maret 2021


FTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................................................ i
Kata pengantar............................................................................................................................... ii
Daftar isi.......................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
Latar belakang................................................................................................................................ 1
Rumusan masalah.......................................................................................................................... 2
Tujuan.............................................................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN TEORI
Definisi............................................................................................................................................ 3
Etiologi dari HIV/AIDS............................................................................................................... 3
Manisfestasi dari HIV/AIDS....................................................................................................... 4
Cara penularan HIV/AIDS........................................................................................................... 4
Issu dan Trend Keperawatan HIV/AIDS................................................................................... 5
BAB III KASUS
Trend dan Issu Keperawatan “Stigma terhadap ODHA Dalam Pelayanan
Kesehatan”..................................................................................................... .....8
BAB IV PEMBAHASAN
Analisa Kasus Berkaitan dengan Stigma terhadap ODHA Dalam Pelayanan
Kesehatan...........................................................................................................10
BAB V PENUTUP
Kesimpulan..................................................................................................................................... 12
Saran ............................................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Berdasarkan data Dirjen PP & PL Kemenkes RI tah 2016, masalah HIVAIDS
Triwulan IV (Oktober sampai Desember) jumlah penderita HIV sebanyak 13.287
orang. Berdasarkan kelompok umur, persentase kasus HIV tahun 2016 didapatkan
tertinggi pada usia 25 49tahun (68%), diikuti kelompok umur 20-24tahun (18,1%),
dan kelompok umur50 tahun (6,6%). Persentase faktor risiko HIV tertinggi adalah
hubungan seks berisiko pada heteroseksual (53% ). LSL (Lelaki Seks Lelaki) (35%),
lain-lain (11%) dan penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun
(1%).Sedangkan jumlah penderita AIIDS sebanyak 3.812 orang. Berdasarkan
kelompok umur, persentase kasus AlIDS tahun 2016 didapatkan tertinggi pada usia
30-39 tahun (35,3% ), diikuti kelompok umur 20-29 tahun (32,3%) dan kelompok
umur 40-49 tahun (16,2%). Persentase faktor risiko AIDS tertinggi adalah hubungan
seks berisiko pada heteroseksual (71,9%), homoseksual (Lelaki Saks Lelaki) (21,3%),
perinatal (3,6% ), dan penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (2,5%).
Rasio HIV dan AIDS antara laki laki dan perempuan adalah 2:1 (Kemenkes, 2016).
Kasus HIV/AIDS di Indonesia ditemukan pertama kali pada tahun 1987 sampai
Desember 2016, kasus HIV/AIDS tersebar di 407 (80%) dari 507 kabupaten/kota di
seluruh provinsi Indonesia. Provinsi pertama kali ditemukan adanya HIV-AIDS
adalah Provinsi Bali, sedangkan yang terakhir melaporkan adalah Provinsi Sulawesi
Baret pada Tahun 2012.Prevelensi HIV/AIDS pada tahun 2016 cenderung meningkat
dari tahun sebelumnya. Persentase AIDS pada laki-laki sebanyak 67,9% dan
perempuan 31,5%. Sementara itu 0,6% tidak melaporkan jenis kelamin. Jumlah AIDS
terbanyak dilaporkan dari Jawa Timur (16.911), Papua (13.398), DKI Jakarta (8.648).
Bali (6.803). Jawa Tengah (6.444), Jawa Barat (5.251), Sumatera Utara (3.897),
Sulawesi Selatan (2.812), Kalimantan Barat (2.567), dan NTT (1.954). Faktor risiko
penularan terbanyak melalui heteroseksual (67,8% ), penasun (10,5%), diikuti
homoseksuai (4,1%), dan penularan melalui peninatal (3%)(Kemenkes RI, 2016).
Pada tahun 2016 trend penyebaran kasus HIV/AIDS yang paling banyak yaitu LSL
(lelaki suka lelaki) (Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2016).
Berdasarkan masalah yang muncul di atas maka sepakat untuk mendiskusikan
Trend dan Issue HIV AIDS dengan judul resiko tinggi terjadinya infeksi HIV/ AIDS
pada homoseksual.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat di rumuskan masalah sebagai berikut : “
Bagaimana cara mengetahui trend dan issu HIV AIDS ?”
Tujuan
Tujuan Umum
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah HIV/AIDS
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi dari HIV/AIDS
2. Untuk mengetahui etiologi dari HIV/AIDS
3. Untuk mengetahui manifestasi dari HIV/AIDS
4. Untuk mengetahui cara penularan dari HIV/AIDS
5. Untuk mengetahui trend dan isu keperawatan HIV/AIDS
BAB II
TINJAUAN TEORI
Definisi
a. Definisi Trend dan isu
Trend adalah hal yang sangat mendasar dalam berbagai pendekatan analisa, tren
juga dapat di definisikan salah satu gambaran ataupun informasi yang terjadi pada
saat ini yang biasanya sedang popular di kalangan masyarakat. Trend adalah sesuatu
yang sedang di bicarakan oleh banyak orang saat ini dan kejadiannya berdasarkan
fakta. ( Nasir,2009)
Issue adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat diperkirakan terjadi atau
tidak terjadi pada masa mendatang, yang menyangkut ekonomi, moneter, sosial,
politik, hukum, pembangunan nasional, bencana alam, hari kiamat, kematian, ataupun
tentang krisis. Issu adalah sesuatu yang sedang di bicarakan oleh banyak namun
belum jelas faktannya atau buktinya. ( Nasir,2009)
b. Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat menyebabkan
AlDS. HIV termasuk keluarga virus retro yaitu virus yang memasukan materi genetiknya
ke dalam sel tuan rumah ketika melakukan cara infeksi dengan cara yang berbeda (retro),
yaitu dari RNA menjadi DNA, yang kemudian menyatu dalam DNA sel tuan rumah,
membentuk pro virus dan kemudian melakukan replikasi. AIDS (Acquired Immune
Deficiency Syndrome) merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan virus HIV
dalam tubuh makhluk hidup. Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan
sindrom AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya.Penyakit AIDS disebabkan oleh
melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena sel
CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV(Widoyono,2005).
Human Immunodefisiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan
kerusakan sistem imun dan mneghancurkannya. HIV menginfeksi tubuh dengan periode
inkubasi yang panjang sehingga menyebabkan timbulnya tanda & gejala AIDS
(Nursalam, 2011).
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome ) dapat diartikan sebagai
kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat
infeksi oleh virus HIV (Human Immunodefisiency Virus) yang termasuk famili
retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV (Setiati, 2015).
Etiologi
Penyebab AlIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut
Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier
dan kawan-kawan di Prancis (1983) dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus
(LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat (1984) mengisolasi (HIV) III. Kemudian
atas kesepakatan internasional (1986) nama virus dirubah menjadi HIV.Dalam bentuknya
yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia
masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai
reseptor untuk virus HIV yang disebut CD 4. Didalam sel limposit T, virus dapat
berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dalam
keadaan inaktif. Walaupun demikian, virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap
infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita
tersebut(Nursalam, 2011).

Manifestasi Klinis
Menurut Setianti (2015) tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada penderita
AIDS umumnya sulit dibedakan karena bermula dari gejala klinis umum yang didapati
pada penderita penyakit lainnya. Secara umum dapat dikemukakan sebagai berikut:
1) Rasa lelah dan lesu
2) Berat badan menurun secara drastis
3) Demam yang sering dan berkeringat waktu malam
4) Mencret dan kurang nafsu makan
5) Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut
6) Pembengkakan leher dan lipatan paha
7) Radang paru
8) Kanker kulit
Cara Penularan
HIV/AIDS Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan
suatu penyakit yaitu sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang rentan,
tempat keluar kuman dan tempat masuk kuman (port'd entrée). Virus HIV sampai saat ini
terbukti hanya menyerang sel Lymfosit T dan sel otak sebagai organ sasarannya. Virus
HIV sangat lemah dan mudah mati diluar tubuh. Sebagai vehikulum yang dapat
membawa virus HIV keluar tubuh dan menularkan kepada orang lain adalah berbagai
cairan tubuh. Cairan tubuh yang terbukti menularkan diantaranya cairan sperma, cairan
vagina atau servik darah penderita. Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan
virus HIV, namun hingga kini cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui :
1. Transmisi Seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun Heteroseksual
merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Penularan ini berhubungan
dengan semen dan cairan vagina atau serik. Infeksi dapat ditularkan dari setiap pengidap
infeksi HIV kepada pasangan seksnya. Resiko penularan HIV tergantung pada pemilihan
pasangan seks, jumlah pasangan seks dan jenis hubungan seks. Orang yang sering
berhubungan seksual dengan berganti pasangan merupakan kelompok manusia yang
berisiko tinggi terinfeksi virus HIV.
Homoseksual
Didunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat promiskuitas homoseksual
menderita AIDS, berumur antara 20-40 tahun dari semua golongan rusial. Cara
hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku seksual dengan resikotinggi
bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasif menerima ejakulasi
cairan sperma dari seseorang pengidap HIV. Hal ini sehubungan dengan mukosa
rektum yang sangat tipis dan mudah sekali mengalami pertukaran pada saat
berhubungan secara anogenital.

Heteroseksual
Cara penularan utama melalui hubunganheteroseksual pada promiskuitas dan
penderita terbanyak adalah kelompokumur seksual aktif baik pria maupun wanita
yang mempunyai banyak pasangan dan berganti-ganti.

2. Transmisi Non Seksual

Transmisi Parental
Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya(alat tindik)
yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaannarkotik suntik yang
menggunakan jarum suntik yang tercemar secarabersama-sama. Disamping dapat
juga terjadi melaui jarum suntik yangdipakai oleh petugas kesehatan tanpa
disterilkan terlebih dahulu.

Trend dan Isu Keperawatan HIV/AIDS


a. Trend Dalam Keperawatan HIV/AIDS Di Indonesia Trend Keperawatan Medikal
Bedah dan Implikasinya di Indonesia Perkembangan trend keperawatan medikal bedah di
Indonesia terjadi dalam berbagai bidang yang meliputi.

1) Pencegahan HIV/AIDS pada Remaja dengan Peer Group Remaja merupakan masa
dimana fungsi reproduksinya mulai berkembang. hal ini akan berdampak pada perilaku
seksualnya. Salah satu perilaku seksual yang rentan akan memberikan dampak terjadinya
HIV/AIDS yaitu seks bebas. Saat ini sedang dikembangkan model "peer group" sebagai salah
satu cara dalam meningkatkan pemahaman dan pengetahuan remaja akan kesehatan
reproduksinya dengan harapan suatu kelompok remaja akan dapat mempengaruhi kelompok
remaja yang lain. Metode ini telah diterapkan pada lembaga pendidikan, baik oleh Depkes
maupun lembaga swadaya masyarakat. Adapun angka kejadian AIDS pada kelompok remaja
hingga Juni 2008 adalah sebesar 429 orang dan 128 orang remaja mengidap AIDS/IDU. Hal ini
akan sangat mengancam masa depan bangsa dan negara ini. Diharapkan dengan metode Peer
Group dapat menurunkan angka kejadian, karena diyakini bahwa kelompok remaja ini lebih
mudah saling mempengaruhi.

2) One Day Care Merupakan sistem pelayanan kesehatan dimana pasien tidak
memerlukan perawatan lebih dari satu hari. Setelah menjalani operasi pembedahan dan
perawatan, pasien bołeh pulang. Biasanya dilakukan pada kasus minimal. Berdasarkan hasil
analisis beberapa rumah sakit, di Indonesia didapatkan bahwa metode one day care ini dapat
mengurangi lama hari perawatan sehingga tidak menimbulkan penumpukkan pasien pada rumah
sakit tersebut dan dapat mengurangi beban kerja perawat. Hal ini juga dapat berdampak pada
pasien dimana biaya perawatan dapat ditekan seminimal mungkin.

b. Isu Etik Dalam Keperawatan HIV/AIDS Di Indonesia

1) Telenursing diartikan sebagai pemakaian telekomunikasi untuk memberikan informasi


dan pelayanan keperawatan jarak-jauh. Aplikasinya saat ini, menggunakan teknologi satelit
untuk menyiarkan konsultasi antara fasilitas-fasilitas kesehatan di dua negara dan memakai
peralatan video conference (bagian integral dari telemedicine atau telehealth). Telenursing
membantu pasien dan keluarganya untuk berpartisipasi aktif dalam perawatan, terutama sekali
untuk self management pada penyakit kronis. Hal itu memungkinkan perawat untuk
menyediakan informasi secara akurat dan tepat waktu dan memberikan dukungan secara
langsung (online). Kesinambungan pelayanan ditingkatkan dengan memberi kesempatan kontak
yang sering antara penyedia pelayanan kesehatan dan pasien dan keluarga-keluarga merek.
Telenursing saat ini semakin berkembang pesat di banyak negara, terkait dengan beberapa faktor
seperti mahalnya biaya pelayanan kesehatan, banyak kasus penyakit kronik dan lansia, sulitnya
mendapatkan pelayanan kesehatan di daerah terpencil, rural, dan daerah yang penyebaran
pelayanan kesehatan belum merata. Dan keuntungannya, telenursing dapat menjadi jalan keluar
kurangnya jumlah perawat (terutama di negara maju), mengurangi jarak tempuh, menghemat
waktu tempuh menuju pelayanan kesehatan, mengurangi jumlah hari rawat dan jumlah pasien di
RS, serta menghambat infeksi nosokomial.

2) Pemakaian tap water (air keran) dan betadine yang diencerkan pada luka. Beberapa
klinisi menganjurkan pemakaian tap water untuk mencuci awal tepi luka sebelum diberikan NaCl
0,9 %. Hal dilakukan agar kotoran- kotoran yang menempel pada luka dapat terbawa oleh aliran
air. Kemudian dibilas dengan larutan povidoneiodine yang telah diencerkan dan dilanjutkan
irigasi dengan NaCl 0,9%. Akan tetapi pemakaian prosedur ini masih menimbulkan beberapa
kontroversi karena kualitas tap water yang berbeda di beberapa tempat dan keefektifan dalam
pengenceran betadine.

BAB III
KASUS
Berdasarkan kondisi yang berkembang saat ini dapat dipahami bahwa HIV-AIDS adalah sebuah
isu yang sangat rumit. Hal ini bukan hanya menjadi masalah kesehatan semata, tetapi sekaligus telah
menjadi masalah sosial. Mengingat kompleksitas permasalahan tersebut, penyelesaiannya pun menjadi
tidak mudah.

Sleman, Gatra.com - Pelayanan kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta dinilai masih


mendiskriminasi orang dengan HIV/ AIDS atau ODHA. Kondisi ini lantaran ODHA
masih mendapat stigma negatif dan publik masih minim edukasi.
Hal ini mengemuka dalam diskusi 'Diskminasi dan Stigma ODHA di Pelayanan Kesehatan di
DIY' di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas
Gadjah Mada (FKKMK UGM), Jumat (20/12).
Mewakili kelompok relawan HIV/AIDS DIY, Ragil Sukoyo bercerita dirinya sering
mendapati petugas kesehatan mendiskriminasi ODHA.
"Saat memeriksa, bahkan sekadar mengecek tensi darah, petugas seolah enggan memegang
pasien karena takut tertular. Dampaknya, pelayanan yang diberikan tidak maksimal," kata
Ragil.
Ragil bahkan menyayangkan sikap beberapa petugas kesehatan yang dinilai melebihi
profesinya, yaitu menceramahi penderita ODHA soal agama. Padahal kedatangan ODHA
untuk berobat.
“Beberapa petugas kesehatan memang berbagai macam karakteristiknya, tapi kan jika
mereka bicara soal agama itu melebihi tugas utamanya," kata Ragil.
Menurut Ragil, kondisi ini semakin memberatkan kehidupan ODHA. Pasalnya, masyarakat
telah memberi stigma negatif dan mengucilkan ODHA . Secara teknis, petugas kesehatan
seharusnya paham untuk tak ikut mendiskriminasi ODHA.
Tidak hanya ODHA, Ragil menyatakan perlakuan diskriminasi juga dialami oleh kelompok
transgender, homoseksual, dan PSK. Meski punya risiko, mereka belum tentu terinfeksi
HIV/AIDS dan tetap membutuhkan layanan kesehatan secara optimal.
"Ini membuktikan ternyata pemahaman petugas terhadap HIV/AIDS masih rendah. Ini
menjadi catatan khusus karena mereka juga bertugas memberi pengertian ke masyarakat,"
ujarnya.
Pengalaman diskriminasi juga disampaikan perwakilan Yayasan Vesta Indonesia, March
Setya Kurniawan, yang selama ini juga mendampingi ODHA.
"Pengalaman saya di salah satu puskesmas, petugas menjawab mereka belum siap melayani
pasien HIV dengan alasan belum ada ruang khusus. Sebenarnya kami tidak perlu
dikhususkan dan dibedakan. Yang penting dilayani,” ujarnya.
Saat mendampingi ODHA berobat di salah satu rumah sakit di DIY, Setya menyebut ODHA
tersebut mengalami diskriminasi dari sisi administrasi hingga penanganan oleh perawat.
"Padahal dari dokter, pelayanan yang diberikan sangat baik. Ini menandakan petugas medis
belum mendapatkan informasi tentang pelayanan penderita HIV/AIDS," ucapnya.
Peneliti HIV/AIDS FKKMK UGM Yanri Wijayanti Subrontyo menjelaskan petugas
kesehatan seharusnya tidak melakukan diskriminasi terhadap ODHA
"Seharusnya pelayanan adekuat dilakukan tanpa melihat latar belakang pasien. Dari level
direktur sampai satpam, layanan kesehatan sudah ada standar melayani pasien,"
paparnya.
BAB VI
PEMBAHASAN
Analisa Kasus Berkaitan Dengan Stigma terhadap ODHA Dalam Pelayanan Kesehatan
Isu merupakan kabar yang tidak jelas tetapi menyebar ditengah masyarakat atau masalah
yang dikembangkan untuk ditanggapi. Isu stigma ODHA dalam pelayanan kesehatan sering
terdengar dalam kehidupan kita sehari-hari, lembaga yang diharapkan memberikan perawatan
dan dukungan, pada kenyataannya merupakan tempat pertama orang mengalami stigma dan
diskriminasi. Misalnya, memberikan mutu perawatan medis yang kurang baik, menolak
memberikan pengobatan, seringkali sebagai akibat rasa takut tertular yang salah kaprah
(Kesrepro, 2007).Rata-rata tingkat perilaku stigma perawat ke ODHA pada pada studi ini cukup
tinggi. Hal ini didukung dengan pengakuan perawat bahwa mereka melakukan diskriminasi pada
ODHA :

“saat memeriksa, bahkan sekaddar mengecek tensi darah, petugas seolah enggan memegang
pasien karena takut tertular...”
Prilaku membedakan dan diskriminatif seperti ini dimungkinkan karena perawat yang
menjadi responden memiliki sedikit pengalaman atau belum memiliki pengalaman merawat
ODHA akan memiliki perilaku yang yang belum dapat beradaptasi dengan kehadiran ODHA.
Ketakutan dan fobia akan HIV/ AIDS tercermin dari ucapan salah satu perawat di rumah sakit:

"...petugas menjawab mereka belum siap melayani pasien HIV dengan alasan belum ada
ruang khusus....”ujarnya.
Ketakutan akan tertular HIV mungkin dipengaruhi oleh usia dan pengalaman kerja yang
minimal. Perawat tersebut lebih mungkin mempersepsikan stigma dilingkungan kerjanya lebih
tinggi daripada perawat yang berusia lebih tua dan memiliki pengalaman kerja lebih
lama.Perawat yang lebih berumur, lebih mungkin memiliki pengalaman melihat atau bahkan
mungkin merawat ODHA.Hasil riset ini di dukung oleh penelitian sebelumnya di Amerika
tengah, Belize yang menunjukkan bahwa perawat yang lebih senior itu lebih berpengalaman
dalam merawat ODHA (Andrewin & Chien, 2008). Penelitian di China juga memperlihatkan
bahwa perawat yang lebih berpengalaman akan mudah beradaptasi dengan ODHA dan lebih
mampu untuk merawat pasien ODHA (Li, et al., 2007).

Anggapan Bahwa ODHA adalah Orang Yang Tidak Benar :

Petugas kesehatan masih beranggapan bahwa ODHA adalah orang yang tidak benar.
Masyarakat juga beranggapan bahwa “jahat” dilihat dari perilaku sek bebas, tapi masyarakat
belum memahami termasuk petugas kesehatan yang belum bisa menerima bahwa virus HIV ini
ditularkan bukan hanya karena “perilaku jahat”/ “perilaku tidak benar”, melainkan karena
melalui transfusi darah, jarum suntik, dan dari suami HIV ke istri sebagai wanita yang baik-baik.
Pada saat yang sama masyarakat menyalahkan ODHA sebagai sumber penularan penyakit AIDS.
Pandangan dan pendapat masyarakat begitu juga petugas kesehatan tentang HIV/AIDS yang
akhirnya menimbulkan stigma terhadap ODHA.

Pelecehan Secara Lisan :


“Beberapa petugas kesehatan memang berbagai macam karakteristiknya, tapi kan jika
mereka bicara soal agama itu melebihi tugas utamanya," kata Ragil.

Dilecehkan secara lisan dengan menyebut penyakit HIV dengan nada yang lantang hingga
membicarakan soal peragamaan. seharusnya tidak terjadi karena perlakuan demikian akan
membuat pasien merasa tidak nyaman. Secara psikologis orang dengan HIV/AIDS memiliki rasa
sensitivitas yang tinggi. Jadi petugas harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik, sesuai
dengan standar pelayanan pada pasien di ruang VCT.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Disimpulkan, umumnya perawat memiliki perilaku stigma tinggi. Hal ini dimungkinkan karena
sebagian dari perawat belum pernah mendapat pelatihan HIV/AIDS, sehingga rata-rata
pengetahuan HIV perawat hanya 68%, dan tidak mengherankan jika lebih dari separuh
mempersepsikan dirinya tidak mampu merawat ODHA.Oleh karena itu, dibutuhkan peningkatan
pengetahuan dan keterampilan perawat untuk tidak hanya mampu merawat ODHA tetapi juga
dapat meminimalisir stigma terhadap ODHA.

Saran
Perlu terus digalakkan upaya penghilangan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA di kalangan
petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien HIV/AIDS baik di ruang rawat
maupun diruang operasi dengan menetapkan standar pelayanan operasional yang baku dan
disertai dengan pelatihan tentang HIV/AIDS (termasuk penggunaan alat-alat yang telah
digunakan untuk pasien ODHA) dan penyediaan sarana pendukung yang memadai. Selain itu,
juga perlu melakukan kegiatan advokasi dengan dinas kesehatan dan direktur rumah sakit dalam
peningkatan program manajemen mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit untuk meningkatkan
persepsi petugas kesehatan terhadap ODHA serta menghilangkan stigma dan diskriminasi oleh
petugas kesehatan terhadap ODHA.
DAFTAR PUSTAKA

Laili,Nila. 2018. Diakses pada tanggal 5 Juni 2018, melalui web :


https://www.scribd.com/document/381068509/Trend-Dan-Isu-Keperawatan-Hiv

Maharani,Riri. 2014. Diakses pada tanggal 5 November 2014 , Melalui web :


http://scholar.google.co.id/scholar_url?url=https://jurnal.htp.ac.id/index.php/keskom/article/
download/
79/65&hl=id&sa=X&ei=_kNIYMjzGo6WywSAzaqABw&scisig=AAGBfm3fWkr7E5k4yi8agK
Q156zX0fxdHw&nossl=1&oi=scholarr

Koes,Arif. 2019. Diakses pada tanggal 20 Desember 2019 , melalui web :


https://www.gatra.com/detail/news/462884/kesehatan/diskriminasi-odha-di-diy-mau-berobat-
malah-

Waluyo,Agung , Prima Agustia Nova & Chiyar Edison. 2011. Diakses pada tanggal 2 Juli
2011 , Melalui web : file:///C:/Users/I'IN/Documents/Downloads/111396-ID-perilaku-perawat-
terhadap-orang-dengan-h.pdf

Widoyo.2005. Penyakit Tropis: Epidomologi, penularan pencegahan dan pemberantasan.,


Jakarta : Erlangga Medical

Anda mungkin juga menyukai