Anda di halaman 1dari 6

Nama : Raih Galdo Samuel

NPM : B1A016246
Mata Kuliah : Perancangan Perundang-undangan

1 TAHAPAN PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan


yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan. Hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, pembentukan peraturan perundang-undangan
dilakukan tahapan sebagai berikut :

(1) Perencanaan Peraturan Perundang-undangan

Perencanaan penyusun undang-undang dilakukan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas)


(pasal 16 UU No 12/2011). Bertujuan agar dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dapat
dilaksanakan secara berencana. Memuat skala prioritas program legislasi tingkat nasional sesuai jangka
menengah atau tahunan yang disusun oleh DPR dengan perkembangan kebutuhan dalam mewujudkan
sistem hukum nasional. Penyusun dapat dibedakan menjadi 5 (Pasal 21 UU No.12/2011) yaitu:

a) Penyusun Prolegnas antara DPR dan pemerintah dikoordinasikan oleh DPR dengan alat
kelengkapan DPR yang khusus bidang legislasi.
b) Penyusun Prolegnas antara DPR dan pemerintah dikoordinasikan oleh DPR dengan alat
kelengkapan DPR yang khusus bidang legislasi. Ini dilakukan dengan pertimbangan fraksi,
komisi, anggota DPR, DPD, dan masyarakat.
c) Penyusun Prolegnas di lingkungan pemerintah dikoordinasikan oleh menteri yang
menyelenggarakan pemerintahan di bidang hukum.
d) Mengenai tata cara penyunsun Prolegnas di lingkungan DPR dan pemerintah diatur dengan
peraturan DPR
e) Mengenai tata cara penyunsun Prolegnas di lingkungan pemerintah diatur dengan peraturan
presiden.

Hasil penyusunan Prolegnas antara DPR dan pemerintah disepakati menjadi Prolegnas dan
ditetapkan oleh rapat paripurna DPR. Perencanaan penyusunan peraturan daerah dilakukan dalam
Program Legislasi Daerah (Prolegda). Prolegda dalah instrument perencanaan pembentukan produk
hukum yang di susun secara terpecaya,terpadu, dan sistematis. Di daerah provisi perencanaan dilakukan
oleh Prolegda Provinsi dan di kabupaten/kota dilakukan oleh Prolegda Kabupaten/kota. Penyusunan
Prolegda Provinsi maupun kabupaten/kota didasarkan atas beberapa hal sebagai berikut :

a) Perintah undang-undang yang lebih tinggi


b) Rencana pembangunan daerah
c) Penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan
d) Aspirasi daerah

(2) Penyusunan Peraturan Perundang-undangan


Penyusunan undang-undang pada dasarnya dibedakan menjadi 3 proses (Pasal 43 UU No
12/2011) yaitu:

 RUU dari DPR, atau


 RUU dari presiden, dan
 RUU dari DPD .
Semua tersebut harus disertai Naskah Akademik, disusun berdasarkan Polegnas. Berikut tiga proses
penyusunan undang-undang terhadap RUU tersebut.

Pertama, RUU diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan
DPR yang khusus menangani bidang legislasi atau DPD. Pengharmonisan, pembulatan, dan pemantapan
konsep RUU dikoordinasikan oleh alat kelengkapan khusus yang menangani bidang legislasi dari DPR.
Setelah siap RUU tersebut segera disampaikan dengan surat pemimpin DPR kepada presiden. Presiden
menugasi menteri untuk membahas RUU bersama DPR dengan waktu 60 hari dari surat tersebut diterima.
Meteri menkoordinasi persiapan urusan pemerintah di bidang hukum.

Kedua, RUU yang diajukan presiden. RUU tersebut disiapkan olem menteri atau pemimpin
lembaga Negara yang nonkementerian sesuai tugasnya. Menteri atau pemimpin lembaga nonkementerian
membentuk panitia antarkementerian atau antarnonkementerian. Keharmonisa, pembulatan, dan
pemantapan konsepsi RUU berasal dari presiden dikoordinasikan oleh menteri di bidang hukum. Setelah
siap RUU diajukan kepada pemimipin DPR. Surat presiden memuat menteri ditugasi membahas RUU
bersama DPR. Dan paling lama 60 hari untuk membahas RUU tersebut sejak surat diterima. Dalam
membahas RUU tersebut, menteri memperakarsa jumlah RUU tersebut mengenai menteri yang sama.
Apabila dalam siding DPR dan presiden membahas materi yang sama, yang dibahas adalah RUU yang
disampaikan oleh DPR dan RUU dari presinden untuk dipersandingkan.

Ketiga, RUU yang diajukan oleh DPD. RUU disampaikan secara tertuliis kepada pemimpin DPR
dan harus disertai Naskah Akademik. Alat pelengkap pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan
konsepsi RUU dapat mengundang pemimpin alat kelengkapan DPD di bidang perancangan membahas
usul RUU. Alat kepelengkapan DPD menyampaikan hasilpengharmonisasian kepada pemimpin DPR lalu
di umumkan saat rapat paripurna.

Selanjutnya Perpu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang) dilakukan apabila perpu


ingin dijadikan undang-undang. Dan harus mendapat persetujuan DPR pada rapat paripurna. Didalam
rapat paripurna jika Perpu tidak mendapat persetujuan maka harus dicabut.

Proses penyusunan peraturan pemerintah (PP) dan Perpres hampir sama persis. Sama-sama
diwakili oleh panitia antarkementerian atau non antar kementerian.

Penyusunan peraturan daerah provinsi dan kabupaten atau kota. Rancangan peraturan provinsi
berasal dari DPRD provinsi dan gubernur. Dan Penyususnan peraturan daerah kabupaten oleh DPRD
kabupaten dan bupati.

(3) Pembahasan Peraturan Perundang-Undangan

Pembahasan RUU dilakukan oleh DPR dan presiden atau menteri yang di tugasi (PasaL 65 ayat
(1) UU No. 12/2011). Yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan,
pemekaran, dan penggabungan daerah dilakukan dengan mengikut sertakan DPD (Pasal 65 ayat (2)).
Keikutsertaan DPD hanya sampai tingkat I. DPD meberikan pertimbangan kepada DPR atas Anggaran
Pendapatan dan Belanjaan Negara.Pembahasan Rancangan Undang-Undang dilakukan melalui 2 (dua)
tingkat pembicaraan (Pasal 67) , yaitu :

Pertama, pembicaraan tingkat I dalam rapat komisi, rapat gabungan, rapar badan legislasi, rapat
badan anggaran, atau rapat panitia khusus. Dilakukan dengan kegiatan mini.

Kedua, pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna dengan kegiatan:

a) Penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD dan hasil
pembicaraan tingkat I.
b) Pernyataan setuju atau tidak dari tiap-tiap fraksi dalam rapat panipurna jika tidak dillakukan
voting.
c) Penyampaian pendapat akhir presiden dilakukan oleh menteri yang ditugasi.

Mekanisme pembahasan peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

(1) RUU tentang pencabutan perpu hanya dilakukan oleh DPR dan presiden.
(2) RUU tentang pencabutan perpu hanya diajukan saat rapat paripurna DPR tidak memberikan
persetujuan.
(3) Pengambilan keputusan terhadap RUU tentang pencabutan perpu dilaksanakan pada saat rapat
paripurna DPR yang sama dengan rapat tersebut tidak membeerikan persetujuan kepada perpu
tersebut.

Pembahsan rancangan peraturan daerah provinsi maupun peraturan daerah kabupaten atau kota
dilakukan melalui dua tingkat sebagai berikut:

a) Tingkat pertama, membahas dalam rapat komisi/panitia/badan atau rapat alat kelangkapan DPRD.
b) Tingkat dua, yaitu rapat paripurna.

(4) Pengesahan/Penetapan Peraturan Perundang-Undangan    

RUU yang telah disetujui oleh DPR dan presiden disampaikan oleh pemimpin DPR kepada
presiden untuk disahkan menjadi undang-undang (Pasal 72). Disahkan setelah 7 hari keputusan bersama
membubuhkan tanda tangan paling lama 30 hari sejak keputusan bersama.

Penetapan peraturan daerah dilakukan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan DPRD.
Paling lambat 7 hari disampaikan kepada kepala daerah setelah keputusan dalam jangka waktu paling
lambat 30 hari mendapatkan tanda tangan kepala daerah.

(5) Pengundangan Peraturan Perundang-Undangan

Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Perundangundangan harus diundangkan dengan


menempatkannya dalam(Pasal 81):
a) Lembaran Negara Republik Indonesia;
b) Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia;
c) Berita Negara Republik Indonesia;
d) Tambahan Berita Negara Republik Indonesia;
e) Lembaran Daerah;
f) Tambahan Lembaran Daerah; atau
g) Berita Daerah.
Pengundangan peraturan perundang-undangan dilaksanakan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan di bidang hukum.

Peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah kabupaten/kota diundang dalam lembaran Negara.
Pengundangan peraturan dilakukan oleh sekertaris daerah dan mempunyai kekuatan mengikat pada
tanggal diundangkan.

2. MENGAPA RANCANGAN PUU PERLU DIBAHAS ?

Rancangan Perundang-undangan perlu dibahas karena fakta yang dianggap bermasalah akan
dipecahkan secara bersama oleh Pemerintah dan DPR-RI, tanpa mementingkan golongan atau
kepentingan individu. Misalnya seperti :
 Penyelarasan konsepsi materi rancangan peraturan perundang-undangan dengan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
 Pengharmonisasian materi rancangan peraturan perundang-undangan secara horizontal agar tidak
tumpang tindih dan saling bertentangan.
 penyelarasan rancangan peraturan perundang-undangan dengan teori hukum, pendapat para ahli
(dogma), yurisprudensi, hukum adat, norma-norma tidak tertulis, rancangan peraturan perundang-
undangan, rancangan pasal demi pasal dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan,
dan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan peraturan perundang-undangan yang akan disusun.

Jika rancangan perundang-undangan selalu mendasarkan pada urgensi dan tujuan penyusunan, sasaran
yang ingin diwujudkan, pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur, inventarisasi (informasi)
peraturan perundang-undangan yang terkait, serta jangkauan dan arah pengaturan yang memang
dikehendaki oleh masyarakat, maka yang selama ini diinginkan oleh masyarakat akan terwujud dan
diharapkan undang-undang yang dihasilkan akan berlaku sesuai dengan kehendak rakyat dan berlakunya
langgeng.
3. JENIS – JENIS NORMA
Norma terdiri dari 5 jenis, yaitu :
a) Norma Agama
Norma agama merupakan pedoman hidup manusia yang sumbernya dipercaya dari Tuhan yang
Maha Esa. Norma ini bersifat dogmatis, tidak boleh dikurangi dan tidak boleh ditambah.
Dalam norma agama terdapat sanksi yaitu berupa hukuman di akhirat. Dengan kata lain, sanksi
norma agama tidak langsung diberikan namun setelah manusia meninggal dunia.

b) Norma Kesusilaan
Norma kesusilaan meruapakan aturan atau pedoman hidup yang dianggap sebagai suara sanubari
manusia yang berhubungan dengan baik-buruknya suatu perbuatan. Norma kesusilaan berasal
dari moral dan hati nurani manusia.
Dalam norma kesusilaan biasanya pemberian sanksi bersifat tidak tegas. Bentuk sanksi norma
kesusilaan lebih banyak pada rasa malu, rasa bersalah, penyesalan atas pelanggaran.

c) Norma Kesopanan
Norma kesopanan merupakan peraturan yang muncul dari hubungan antar manusia dalam
kelompok masyarakat dan dianggap penting dalam pergaulan masyarakat. Norma ini bersumber
dari masyarakat itu sendiri yang sifatnya relatif dan berbeda-beda di berbagai lingkungan dan
waktu.
Sanksi yang diberikan kepada pelanggar norma kesopanan sifatnya tidak tegas. Bentuk sanksi
norma ini umumnya adalah celaan atau ejekan dari orang lain, dikucilkan dari masyarakat.

d) Norma Hukum
Norma hukum merupakan peraturan yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu yang memiliki
wewenang untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Peraturan ini
bersumber dari perundang-undangan, yurisprudensi, kebiasaan, dan doktrin.

e) Norma Kebiasaan
Norma kebiasaan merupakan aturan sosial yang terbentuk secara sadar atau tidak sadar dimana
terdapat petunjuk perilaku secara terus menerus yang akhirnya menjadi kebiasaan.
Sanksi yang diberikan kepada pelanggar norma kebiasaan ini biasanya berupa kritikan,
cemoohan, bahkan dikucilkan dari masyarakat

Dari kelima norma diatas maka dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara norma yang satu
dengan yang lainnya, letak perbedaannya ada pada sumber norma dan sanksi yang didapatkan. Misalnya
pada norma hukum sanksi yang diberikan tegas dan mengikat sedangkan norma yang lain sanksinya tidak
tegas.
4. LANDASAN FILOSOFIS, YURIDIS DAN SOSIOLOGI

Landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis dimuat dalam pokok pikiran pada konsiderans
Undang–Undang, Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Unsur filosofis,
sosiologis, dan yuridis tersebut menjadi pertimbangan dan alasan pembentukannya yang penulisannya
ditempatkan secara berurutan dari filosofis, sosiologis, dan yuridis.

a) Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan
yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi
suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”).

b) Landasan Yuridis
Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan
yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan
mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna
menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut
persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu
dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain,
peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis
peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya
sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada.

c) Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan
yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan
sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan
kebutuhan masyarakat dan negara.

Anda mungkin juga menyukai