Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP KEBUTUHAN DASAR MANEJEMEN NYERI

DISUSUN OLEH :
IDA TAWARINI
2001018

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS AN NUUR
TAHUN 2021/2022
I. KONSEP DASAR PEMENUHAN KEBUTUHAN DENGAN MANEJEMEN NYERI

A. PENGERTIAN

Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal, dan bersifat individual. Dikatakan
individual karena respon individu terhadap sensasi nyeri beragam dan tidak bisa disamakan satu
sama lain. Secara sederhana nyeri di artikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik
secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu kerusakan jaringan
atau faktor lain sehingga individu merasa tersiksa, menderita yang akhirnya mengganggu
aktivitas sehari-hari, psikis, dan lainlain (Asmadi, 2008).

Setiap individu memberikan persepsi yang berbeda terhadap rasa nyeri. Nyeri merupakan sensasi
yang rumit, unik, universal dan bersifat individual. Dikatakan bersifat individul karena respon
individu terhadap sensasi nyeri beragam dan tidak bisa disamakan dengan orang lain. Inilah
dasar bagi perawat dalam mengatasi rasa nyeri pada klien. Nyeri dapat di artikan sebagai suatu
sensasi yang tidak menyenangkan baik secara sensori maupun emosional yang berhubungan
dengan adanya suatu kerusakan jaringan atau faktor lain, sehingga individu merasa tersisksa,
menderita yang pada akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis dan lain-lain
(Andina, 2017).

Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Stimulus penghasil nyeri
mengirimkan impuls melalui serabut syaraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis
dengan menjalani salah satu dari beberapa rute syaraf. Terdapat pesan nyeri berinteraksi dengan
sel-sel syaraf inhibitor, mencegah stimulasi nyeri, sehingga tidak mencapai otak atau
ditransmisikan tanpa hambatan ke korteks serebral. Sekali stimulus nyeri mencapai korteks
serebral, maka otak akan menginterpretasikan kualitas nyeri dan memproses informasi tentang
pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta kebudayaan dalam mempersepsikan nyeri (Potter &
Perry, 2006).

Pengertian Manajemen nyeri adalah cara meringankan nyeri atau mengurangi nyeri sampai
tingkat kenyamanan yang dapat diterima. Tujuan dilakukannya manajemen nyeri adalah untuk
mengurangi rasa nyeri yang dirasakan dan memberikan rasa nyaman. Sebelum melakukan
intervensi manajemen nyeri, perlu dilakukan pengkajian nyeri. Pengkajian. (AMA, 2013).

1. Jenis Jenis Nyeri


1. Nyeri akut
Salah satu jenis nyeri yang paling sering dirasakan oleh seseorang adalah nyeri akut. Nyeri akut
merupakan rasa sakit yang tidak berlangsung lama, yaitu tidak lebih dari 6 bulan.
Normalnya, nyeri yang satu ini diakibatkan oleh cedera dan akan lebih mudah hilang ketika
Anda menemukan penyebabnya.
Awalnya, nyeri akut menimbulkan rasa sakit yang sangat tajam dan berkurang intensitasnya
seiring dengan berjalannya waktu.
Ini dia beberapa penyebab umum terjadinya nyeri akut.
a) Patah tulang
b) Pasca-operasi
c) Melahirkan
d) Luka dan luka bakar
2. Nyeri kronis
Selain yang akut, nyeri kronis juga termasuk dalam jenis nyeri yang sering dialami oleh sebagian
besar orang. Nyeri kronis biasanya berlangsung lebih dari enam bulan.
Seperti dilansir dari Cleveland Clinic, nyeri kronis membuat sinyal rasa sakit akan tetap
tertinggal pada sistem saraf Anda dalam beberapa waktu yang cukup lama.
Walaupun tidak mempunyai cedera apapun, jenis nyeri yang satu ini bisa saja Anda rasakan
karena beberapa kondisi berikut:
a) Sakit kepala
b) Menderita kanker
c) Nyeri pada punggung dan sistem saraf
d) Radang sendi
Nyeri kronis termasuk jenis nyeri yang bisa meningkatkan risiko depresi dan gangguan
kecemasan.
3. Nyeri nosiseptif
Nyeri nosiseptif (nociceptive pain) adalah nyeri yang timbul akibat dari respons cedera terhadap
jaringan kulit, otot, sendi, dan organ dalam (perut dan usus).
Nyeri nosiseptif terbagi atas dua macam, yaitu nyeri viseral dan somatik.
a. Nyeri viseral
Cedera pada organ tubuh bagian dalam akan menyebabkan nyeri yang disebut sebagai nyeri
viseral. Umumnya, rasa nyeri tersebut dapat terasa di sekujur tubuh Anda, termasuk dada, perut,
dan panggul.
Nyeri viseral biasanya menimbulkan tekanan, rasa sakit, dan kram. Bahkan, ada beberapa gejala
lain, seperti muntah dan kenaikan suhu tubuh.
Ini dia beberapa penyebab yang mungkin menimbulkan nyeri viseral:
a) Batu ginjal
b) Usus buntu akut
c) Pankreatitis
d) Gangguan pencernaan
b. Somatik
Berbeda dengan nyeri viseral yang menyerang organ internal, somatik lebih sering muncul pada
jaringan tubuh luar. Jaringan tersebut meliputi kulit, otot, tulang, sendi, dan jaringan ikat.
Nyeri somatik biasanya lebih mudah dideteksi dibandingkan viseral karena rasa sakitnya hanya
berada di satu tempat. Rasa nyeri somatik biasanya dideskripsikan dengan rasa seperti ditusuk-
tusuk pada bagian tubuh tertentu.
4. . Neuropati
Nyeri neuropati merupakan jenis sakit yang sering terjadi akibat adanya kerusakan pada sistem
saraf Anda. Rasa sakit yang satu ini menyebabkan sensasi terbakar.
Tidak seperti bentuk nyeri lainnya, neuropati tidak disebabkan oleh cedera atau benturan,
melainkan adanya gangguan pada saraf tepi.
Orang yang mengalami nyeri neuropati biasanya merasakan tubuhnya seperti membeku, mati
rasa, kesemutan, hingga terasa ditusuk-tusuk. Ada pun beberapa kondisi yang menjadi faktor
mengapa kategori rasa nyeri ini muncul, seperti:
a) Kecanduan alkohol
b) Kecelakaan
c) Infeksi
d) HIV
e) Radiasi dan obat-obatan kemoterapi
f) Penyakit parkinson
5. Phantom pain
Merasakan keberadaan anggota tubuh yang hilang ternyata termasuk dalam kategori nyeri.
Perasaan antara ada dan tiada tersebut disebut sebagai phantom pain.
Phantom pain merupakan rasa sakit yang terus berlangsung, yang biasanya dialami oleh orang
yang baru saja menjalani proses amputasi. Walaupun anggota tubuhnya telah hilang, para
penderita phantom pain masih merasakan keberadaan kaki atau tangan yang sudah diamputasi.
Jenis nyeri ini umumnya menyebabkan sensasi terbakar, gatal, dan merasa tubuhnya mendapat
tekanan. Durasi phantom pain pun bervariasi.
Ada yang merasakannya dalam waktu singkat, ada pula yang mengalaminya selama bertahun-
tahun.
Kondisi ini terjadi akibat area otak yang bernama cortex somatosensorik yang menyimpan segala
jenis data tentang tubuh mengalami perubahan. Perubahan tersebut berupa peta otak yang
menyesuaikan bahwa adanya organ tubuh yang hilang.
Akibatnya, setelah anggota tubuh tertentu diangkat, sirkuit saraf lainnya mencoba
menyambungkan diri karena tidak lagi menerima respon dari kaki atau tangan Anda.
Respons tersebutlah yang menyebabkan rasa sakit yang disebut sebagai phantom pain.
Mengingat berbagai nyeri muncul karena penyebabnya berbeda, penting bagi Anda untuk dapat
mendeskripsikan sejelas-jelasnya mengenai sensasi rasa sakit yang anda dapatkan. Dengan
begitu, dokter akan dapat mendeteksi masalah yang ada pada tubuh Anda dengan lebih akurat
2. Macam Nyeri
Nyeri berdasarkan sifat dan intensitas nyeri antara lain;
1. Sifat Nyeri
a. Incidental pain yaitu nyeri yang timbul sewaktu waktu lalu menghilang
b. Steady pain yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta disarankan dalam waktu
lama
c. Proximal pain yaitu nyeri yang dirasakan berintesitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri
tersebut biasanya ±10-15 menit lalu menghilang kemudian timbul lagi
2. Intensitas Nyeri
a. Nyeri Ringan 0-3
b. Nyeri Sedang 4-6
c. Nyeri Berat 7-9
d. Nyeri Tak tertahankan 10 (Mubarak, 2014)
3. Pola Pemenuhan Kebutuhan Nyeri

Menurut Mubarak, 2014 Pengkajian pada masalah nyeri dapat dilakukan dengan melihat adanya
riwayat nyeri, keluhan nyeri seperti lokasi, intensitas, kualitas dan waktu serangan terjadinya
nyeri. Pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan teknik PQRST:

a. P (Pemacu) : merupakan faktor yang menyebabkan berat ringannya nyeri

b. Q (Quality) : menanyakan rasa nyeri, apakah nyerinya seperti rasa tajam, tumpul
atau terasa tersayat

c. R (Region) : daerah/ lokasi terjadinya nyeri

d. S (Severity) : tingkat keparahan nyeri

e. T (Time) : lama nya serangan atau frekuensi nyeri. (Alimul, 2009).

Penilaian skala nyeri 0-10 dapat dilihat pada penjelasan berikut :

0 : Tidak ada rasa nyeri / normal

1 : Nyeri hampir tidak terasa (sangat ringan) seperti gigitan nyamuk

2 : Tidak menyenangkan (nyeri ringan) seperti dicubit

3 : Bisa ditoleransi (nyeri sangat terasa) seperti ditonjok bagian wajah atau disuntik

4 : Menyedihkan (kuat, nyeri yang dalam) seperti sakit gigi dan nyeri disengat tawon

5 : Sangat menyedihkan (kuat, dalam, nyeri yang menusuk) seperti terkilir, keseleo

6 : Intens (kuat, dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat sehingga tampaknya mempengaruhi
salah satu dari panca indra)menyebabkan tidak fokus dan komunikasi terganggu.
7 : Sangat intens (kuat, dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat) dan merasakan rasa nyeri yang
sangat mendominasi indra sipenderita yang menyebabkan tidak bisa berkomunikasi dengan baik
dan tidak mampu melakukan perawatan sendiri.

8 : Benar-benar mengerikan (nyeri yang begitu kuat) sehingga menyebabkan sipenderita tidak
dapat berfikir jernih, dan sering mengalami perubahan kepribadian yang parah jika nyeri datang
dan berlansung lama.

9 : Menyiksa tak tertahankan (nyeri yang begitu kuat) sehingga si penderita tidak bisa
mentoleransinya dan ingin segera menghilangkan nyerinya bagaimanapun caranya tanpa peduli
dengan efek samping atau resiko nya.

10 Nyeri Hebat

B. FUNGIS FISIOLOGIS
a. Anotomi fisiologis
b. Proses fisiologis

Bagaimana nyeri merambat dan di persepsikan oleh individu masih belum sepenuhnya
dimengerti. Akan tetapi, bisa tidaknya nyeri di rasakan dan hingga dearajat mana nyeri tersebut
mengganggu di pengaruhi oleh interaksi antara sistem algesia tubuh dan transmisi sistem saraf
serta interpretasi stimulus. Sistem saraf perifer terdiri atas saraf sensorik primer yang khusus
bertugas mendeteksi kerusakan jaringan yang membangkitkan sensasi sentuhan, panas, dingin,
nyeri dan tekanan. Reseptor yang bertugas merambatkan sensasi nyeri disebut nosiseptor.
Nosiseptor merupakan ujung-ujung saraf perifer yang bebas dan tidak bermielin atau sedikit
bermielin. Reseptor nyeri tersebut dapat di rangsang oleh stimulus mekanis, suhu dan kimiawi.
Sedangkan proses fisiologis terkait nyeri disebut nosisepsi. Proses ini terdiri dari empat fase,
yakni

a) Transduksi

Pada fase ini, stimulus atau rangsangan yang membahayakan (misalnya bahan kimia, suhu,
listrik atau mekanis) memicu pelepasan mediator biokimia yang mensensitisasi nosiseptor.

b) Transmisi

Fase transmisi nyeri terdiri atas tiga bagian. Pada bagian pertama, nyeri merambat dari serabut
saraf perifer ke medulla spinalis dua jenis serabut nosiseptor yang terlibat dalam proses tersebut
adalah serabut C yang mentransmisikan nyeri tumpul dan menyakitkan, serta serabut ADelta
yang mentransmisikan nyeri yang tajam dan terlokalisasi. Bagian kedua adalah transmisi nyeri
dari medulla spinalis menuju batang otak dan thalamus melalui jaras spinotalamikus
(spinothalamic tract (STT)).

STT merupakan sistem diskriminatif yang membawa informasi mengenai sifat dan lokasi
stimulus ke thalamus. Selanjutnya pada bagian ketiga, sinyal tersebut di teruskan ke korteks
sensorik somatic tempat nyeri di persepsikan. Impuls yang di transmisikan melalui STT
mengaktifkan respon otonomi dan limbik.

c) Persepsi
Pada fase ini individu mulai menyadari adanya nyeri. Tampaknya persepsi nyeri tersebut terjadi
di struktur korteks sehingga memungkinkan munculnya berbagai strategi perilaku-kognitif untuk
mengurangi komponen sensorik dan afektif nyeri.

d) Modulasi

Fase ini di sebut juga “sistem desenden”. Padafase ini, neuron di batang otak mengirimkan
sinyal-sinyal kembali ke medulla spinalis. Serabut desenden tersebut melepaskan substansi
seperti opioid, serotonin, dan norepinefrin yang akan menghambat impuls asenden yang
membahayakan dibagian dorsal medulla spinalis (Mubarak & Chayatin, 2008).

c. Faktor Yang Mempengaruh fungsi Fisiologi


a) Usia

Usia merupakan faktor penting yang mempengaruhi nyeri, khusunya pada anak-anak dan lansia.
Perkembangan yang ditemukan diantara kelompok usia merupakan faktor penting yang
mempengaruhi nyeri, khusunya pada anak-anak dan lansia. Perkembangan yang ditemukan
diantara kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi
terhadap nyeri. Anak yang masih kecil (bayi) mempunyai kesulitan mengungkapkan dan
mengekspresikan nyeri. Para lansia menganggap nyeri sebagai komponen alamiah dari proses
penuaan dan dapat diabaikan atau tidak ditangani oleh petugas kesehatan (Haswita &
Sulistyowati, 2017).

b) Jenis kelamin

Karakteristik jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat keterpaparan dan tingkat kerentanan
memegang peranan tersendiri. Berbagai penyakit tertentu ternyata erat hubungannya dengan
jenis kelamin, dengan berbagai sifat tertentu. Penyakit yang hanya dijumpai pada jenis kelamin
tertentu, terutama yang berhubungan erat dengan alat reproduksi atau yang secara genetik
berperan dalam perbedaan jenis kelamin. Di beberapa kebudayaan menyebutkan bahwa anak
laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan seorang anak perempuan boleh
menangis dalam situasi yang sama. Toleransi nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan
merupakan hal yang unik pada setiap individu tanpa memperhatikan jenis kelamin. Meskipun
penelitian tidak menemukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam mengekspresikan
nyerinya. Pengobatan ditemukan lebih sedikit pada perempuan. Perempuan lebih suka
mengkominikasikan rasa sakitnya, sedangkan laki-laki menerima analgesik oploid lebih sering
sebagai pengobatan untuk nyeri (Haswita & Sulistyowati, 2017).

c) Kebudayaan

Kebudayaan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu
mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini
meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri. Ada perbedaan makna dan sikap dikaitkan dengan
nyeri diberbagai kelompok budaya (Haswita & Sulistyowati, 2017). Latar belakang etnik dan
buadaya merupakan faktor yang memengaruhi reaksi terhadap nyeri dan ekspresi nyeri. Sebagai
contoh, individu dari budaya tertentu cenderung ekspresif dalam mengungkapkan nyeri,
sedangkan individu dari budaya lain justru lebih memilih menahan perasaan mereka dan tidak
ingin merepotkan orang lain (Mubarak & Chayatin, 2008).

d) Makna nyeri

Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara yang berbedabeda. Arti nyeri bagi seseorang
memengaruhi respons mereka terhadap nyeri. Jika penyebab nyeri diketahui, individu mungkin
dapat mengintepretasikan arti nyeri dan bereaksi lebih baik terkait dengan pengalaman tersebut.
Jika penyebabnya tidak diketahui, maka banyak faktor psikologis negatif (seperti ketakutan dan
kecemasan) berperan dan meningkatkan derajat nyeri yang dirasakan. Jika pengalaman tersebut
diartikan negatif, maka nyeri yang dirasakan akan terasa lebih intens dibandingkan nyeri yang
dirasakan di situasi dengan hal yang positif. (M. Black & Hokanson Hawks, 2014).

e) Perhatian

Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi
nyeri (Haswita & Sulistyawati, 2017).

f) Ansietas

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas sering sekali meningkatkan
persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Pola bangkitan
otonom adalah sama dalam nyeri dan ansietas. Ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri
dapat mendistraksi pasien dan secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri. Secara umum,
cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan nyeri
ketimbang ansietas (Haswita & Sulistyawati, 2017).

g) Pengalaman terdahulu

Individu yang mempunyai pengalaman yang multiple dan berkepanjangan dengan nyeri akan
lebih sedikit gelisah dan lebih toleran terhadap nyeri dibandingkan dengan orang yang hanya
mengalami sedikit nyeri. Bagi kebanyakan orang, bagaimanapun, hal ini tidak selalu benar.
Sering kali, lebih berpengalaman individu dengan nyeri yang dialami, makin takut individu
tersebut terhadap peristiwa yang menyakitkan yang akan diakibatkan (Haswita & Sulistyawati,
2017).

h) Gaya koping

Mekanisme koping individu sangat mempengaruhi cara setiap orang dalam mengatasi nyeri.
Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalankan perawatan di rumah sakit adalah hal yang
sangat tak tertahankan. Secara terus-menerus klien kehilangan kontrol dan tidak mampu untuk
mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Klien sering menemukan jalan untuk mengatasi efek
nyeri baik fisik maupun psikologis. Penting untuk mengerti sumber koping individu selama nyeri
(Haswita & Sulistyawati, 2017).

i) Dukungan keluarga dan sosial

Faktor lain juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah kehadiran dari orang terdekat.
Orang-orang yang sedang dalam keadaan nyeri sering bergantung pada keluarga untuk
mensupport, mambantu atau melindungi. Ketidakhadiran keluarga atau teman terdekat mungkin
akan membuat nyeri semakin bertambah. Kehadiran orangtua merupakan hal yang khusus yang
penting untuk anak-anak dalam menghadapi nyeri (Haswita & Sulistyawati, 2017). Lingkungan
yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi, pencahayaan, dan aktivitas yang tinggi di lingkuan
tersebut dapat memperberat nyeri. Selain itu, dukungan dari keluarga dan orang terdekat menjadi
salah satu faktor penting yang memengaruhi persepsi nyeri individu (Mubarak & Chayatin,
2008).

C. Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Nyeri


1. Jenis Nyeri
Menurut Mubarak tahun 2014 hlm 208-210 klasifikasi nyeri yaitu:
 Nyeri perifer
1.) Nyeri superfisial, merupakan rasa nyeri yang muncul akibat rangsangan pada
kulit dan mukosa.
2.) Nyeri viseral, merupakan rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi pada reseptor
nyeri di rongga abdomen, kranium, dan toraks.
3.) Nyeri alih, merupakan rasa nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh
dari jaringan penyebab nyeri.
 Nyeri sentral
Merupakan nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis, batang otak,
dan thalamus.
 Nyeri psikogenik
Merupakan nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Rasa nyeri yang
dirasakan pasien dikarenakan pikiran dari pasien sendiri. Biasanya nyeri ini muncul
karena faktor psikologi, bukan fisiologis.
 Nyeri akut
Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih selama enam bulan. Gejala yang muncul
mendadak, dan biasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui. Nyeri akut
ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang dapat
meningkatkan presepsi nyeri.
 Nyeri kronis
Nyeri ini berlangsung lebih dari enam bulan. Sumber nyeri bisa diketahui atau
tidak. Nyeri yang muncul atau dirasakan biasanya hilang timbul dan biasanya tidak
dapat disembuhkan. Selain itu, pengindraan nyeri menjadi lebih dalam sehingga
pasien kesulitan memberitahu lokasi nyeri. Adakalanya penderita terbebas dari rasa
nyeri misalnya sakit kepala migrain.
2. Tanda dan Gejala
 Nadi meningkat
 Perubahan nafsu makan
 Pernafasan meningkat
 Raut wajah yang kesakitan
 Posisi menghindari nyeri
 Sakit kepala.
 Nyeri sendi.
 Nyeri otot.
 Sensasi seperti terbakar atau kesemutan pada bagian tubuh manapun. (Mubarak,
2014)
3. Penyebab Nyeri
Menururt teori The SpecificityTheory (teori spesifik) otak menerima informasi
mengenai obyek eksternal dan struktur tubuh melalui saraf sensori. Menururt teori ini,
munculnya sensasi nyeri berhubungan dengan pengaktifan ujung-ujung serabut saraf
bebas oleh perubahan mekanik, rangsangan kimia, atau temperature yang berlebih.
Menurut teori The Intensity Theory nyeri adalah hasil rangsangan yang berlebihan
pada reseptor. Setiap rangsangan sensori punya potensi untuk menimbulkan nyeri jika
intensitasnya cukup kuat. (Mubarak, 2014, hlm. 148)
D. Penatalaksanaan
1. Prinsip
1. Penatalaksanaan medis
a. Memonitor tanda-tanda vital
b. Distraksi dan Relaksasi
c. Pemberian obat analgesic (Kozier, 2011)
2. Pedoman Penanganan Gangguan Nyeri
 Distraksi
Teknik ini mengajak pasien untuk mengalihkan rasa nyerinya dengan
membayangkan hal-hal yang menyenangkan atau melakukan suatu aktifitas
sehingga pasien dapat lupa dengan rasa nyeri yang dirasakan.
 Teknik relaksaksi
Teknik ini membantu mengurangi rasa cemas karena nyeri yang dialami pasien.
Dengan latihan pernapasan perlahan lahan dirasakan setiap hembusan nafas yang
dilakukan sebanyak enam kali. (Asmadi, 2008, hlm.149-153)
II. KONSEP KEPERAWATAN DASAR NYERI
A. PENGKAJIAN
1. Identitas : Nama klien, Umur klien, Jenis kelamin klien, Pekerjaan klien,
Pendidikan klien, Alamat klien, Tanggal masuk RS, Diagnosa medis.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien dengan gangguan oksigenasi sering mengalami gangguan sesak napas, sesak
yang dirasakan bertambah bila melakukan aktivitas yang terlalu memberatkan dan
berkurang bila saat sedang istirahat.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Dijelaskan/menjelaskan kronologi berjalannya penyakit pasien
1) Waktu terjadinya sakit : berapa lama sudah terjadinya sakit.
2) Proses terjadinya sakit : kapan mulainya terjadinya sakit dan bagaimana
sakit mulai terjadi.
3) Upaya yang telah dilakukan : selama sakit sudah berobat kemana dan obat-
obatan yang pernah dikonsumsi.
4) Hasil pemeriksaan sementara/sekarang
Yang perlu dikaji dan ditanyakan : TTV, adanya cairan di paru paru, sudah
rongten, USG apakah masih mual muntah badan terasa panas?
c. Riwayat kesehatan dahulu
Keadaan umum kesehatan mulai dari anak anak, dewasa, terpapar lingkungan
khusunya yang ada kaitannya dengan penyakit sekarang.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga klien yang menderita penyakit sama dengan
klien? Adakah riwayat penyakit keturunan dalam keluarga?
3. Pengkajian Pola Fungsional (Virginia Henderson)
a) Pola bernafas dengan normal
Bagaimana irama, kedalaman, frekuensi, keteraturan bernafas,
menggunakan alat bantu pernafasan atau tidak, adakah retraksi intercosta,
adakah sesak nafas, hal-hal yang dapat mengurangi atau memperberat
sesak nafas.
b) Pola nutrisi
Berapa kali makan dalam sehari, makanan kesukaan, berat badan
sebelum dan sesudah sakit, frekuensi dan kuantitas minum sehari.
c) Pola eliminasi
Frekuensi dan kuantitas BAB sehari, adakah gangguan dalam BAB,
adakah nyeri saat BAB
d) Pola keseimbangan dan gerak
Bagaimana pola keseimbangan gerak dan aktivitas klien (ADL :
Acctivity Daily Living), skala ketergantungan ada atau tidak, berapa
kekuatan otot, ada gangguan berjalan atau tidak.
e) Pola istirahat dan tidur
Jam berapa pasien mulai tidur, jumlah dan kualitas tidur klien, apa
kebiasaan menjelang klien tidur.
f) Pola mempertahankan temperatur tubuh
Apa kebiasaan klien dalam mempertahankan temperatur tubuh?
g) Pola personal hygiene
Bagaimana pemenuhan kebutuhan personal hygiene klien (mandi,
gosok gigi, keramas, potong kuku), berapa hari sekali/berapa minggu
sekali, menggunakan bantuan atau tidak saat melakukan personal
hygiene.
h) Pola komunikasi
Bagaimana komunikasi klien dengan orang lain, jenis komunikasi
yang dilakukan, penggunaan bahasa dan kejelasan.
i) Pola spiritual
Bagaimana klien dalam menjalankan ibadahnya, agama atau
kepercayaan yang dianut klien, bagaimana mekanisme koping klien
dalam menghadapi masalah kesehatan yang berhubungan dengan
kepercayaan yang dianut klien.
j) Pola berpakaian dan memilih pakaian
Bagaimana pola berpakaian klien (keserasian, waktu, dan cara) jenis
pakaian yang disukai atau tidak disukai klien.
k) Pola rasa aman dan nyaman
Adakah nyeri? Jika ada jelaskan hasil pengkajian nyeri .
l) Pola kebutuhan bekerja
Apa pekerjaan klien, apakah klien mampu melakukan pekerjaannya,
kapan waktu kerja (jam kerja).
m) Pola kebutuhan rekreasi
Apa hal-hal yang dilakukan klien untuk menghilangkan kebodanan
atau kejenuhan seperti nonton tv, mendengarkan radio, jalan-jalan, dan
lain-lain.
n) Pola kebutuhan belajar
Bagaimana persepsi klien terhadap kesehatannya atau penyakitnya,
sejauh mana pengetahuan kluen tentang penyakitnya.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
1) General Appearance/Penampilan umum
2) Tingkat kesadaran
a) Kualitatif (composmentis, apatis, somnolen, sopor, koma,
delirium)
b) Kuantitatif (GCS : Glascow Coma Scale)
E = Eye M = Motorik V = Verbal
b. Tanda – Tanda Vital
a) Temperatur : Kekurangan volume cairan : < 36-37 °C
Kelebihan volume cairan : > 35-36 °C
b) Tekanan darah : Kekurangan volume cairan : < 120/80
Kelebihan volume cairan : >120/80 atau tetap
c) Nadi : Kekurangan volume cairan : <60-100x/mnt
Kelebihan volume cairan : > 100 x/mnt
d) Pernafasan : Kekurangan volume cairan : >24 x/mnt
Kelebihan volume cairan : <16-24 x/mnt
a. Pemeriksaan Antropometri
1) Tinggi Badan (TB) :
2) Berat Badan (BB) :
3) LIngkar Lengan Atas (LILA) :
4) Indeks Masa Tubuh (IMT) : BB(kg)/TB (m) 2
b. Kepala
1) Bentuk Kepala
Simetrs?, Merata muka dan tenggorokan? Mesochepal (bentuk)?

2) Rambut dan kulit kepala


Penyebaran?, ketebalan?, kebersihan?, tekstur?, warna?, lubrikasi
batang (kringat?tidak), keadaa kulit kepala (benjolan, pembengkakan,
lesi, nyeri tekan, dll), kebersihan kulit kepala (ketombe)?,

3) Mata
Konjungtiva (anemis/tidak)?, sklera ikterik/tidak?, pupil isokor atau
anisokor?, diametric pupil?, reflek pupil terhadap cahaya?, simetris?,
bentuk?, konvergensi?, gerakan ekstaokuler mata?, lapang pandang?,
visus/ketajaman penglihatan?, memakai alat bantu penglihatan?

4) Hidung
Saluran hidung lapang/ada sumbatan?, septum hidung utuh?,
epitaksis?, terpasang O2?

5) Telinga
Bentuk simetris?, terdapat penumpukan serumen?, respon
pendengar?, memakai alat bantu pendengar?

6) Mulut
Keadaan lidah lembab/tidak?, kondisi lidah (pucat, simetris, gerakan,
papil ulus)?, gigi (karies, keutuhan, gigi)?, gusi (pendarahan, lesi,
warna)?, bibir (lesi, kering, lembab)?, tonsil (pembesaran)?

7) Leher
Adakah pembesaran getah bening, kelenjar tiroid?, adakah nyeri
tekan?
c. Dada/ Thorax
1) Paru paru
Inspeksi : Bentuk, kesimetrisan, retraksi intercostal
Palpasi : Vocal fremitus, vibrasi, pengembangan
paru simetris?
Perkusi : Bunyi sonor ( gangguan : hipersonor, redup, dll)
Auskultasi :Bunyi napas normal (vesikuler, bronkovesikuler), atau
bunyi nafas tambahan (ronki, wheezing, krekels, dll).
2) Jantung
Inspeksi : Bentuk precordium simetris/tidak, iktus cordis
tampak/tidak?ada tidaknya denyutan di ICS kanan dan kiri.
Palpasi : Ketukan area ujung jantung untuk mengetahui pembesaran
jantung/tidak, iktus normal dapat teraba pada ruang intercostal kiri
V.
Perkusi : Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup
relatif, kita tetapkan sebagai batas jantung kiri.
Auskultasi : Terdapat mumur?bising jantung apa tidak.
d. Abdomen
Ada lesi atau tidak, suara bising usus
• Inpeksi : simetris, tidak ada benjolan.
• Palpasi : Nyeri tekan pada abdomen.
• Perkusi : Normal tidak ada gangguan.
• Auskultasi : Tidak terdengar bising usus.
e. Genito Urinari : kebersihan, apakah terpasang DC/ kateter.
f. Anus : adakah benjolan/ penonjolan pada
anus.
g. Ekstermitas
a. Superior :
Kekuatan otot berapa, ada deformitas atau tidak, ada kelainan
bawaan atau tidak, akral hangat atau dingin, adakah varises, ad akah
oedem.
b. Inferior :
Kuku dan kulit : Warna, kelembaban, suhu, tekstur, turgor, adakah
lesi, gangguan pigmentasi kulit, warna dasar kulit, sudut antara
kuku dan dasar kuku, kokoh tidaknya dasar kuku, sirkulasi dan
pengisian kapiler (Campilary Refill Time : CRT) berapa detik?
5. Data Penunjang
Pemeriksaan laboratorium, terapi, pemeriksaan diagnostic yang lain.
6. Pathway
B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut (D.0077)


2. Gangguan rasa nyaman (D.0074)

C. Intervensi

1. Nyeri akut (D.0077)


SIKI : Manajemen Nyeri (I.08238)
1) Observasi
a) Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respon nyeri non verbal
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
h) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
i) Monitor efek samping penggunaan analgetik
2) Terapeutik
a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
c) Fasilitasi istirahat dan tidur
d) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
3) Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
c) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
 Mengobservasi TTV

2. Gangguan rasa nyaman (D.0074)


SIKI : Terapi Relaksasi (I.09326)
1) Observasi
a) Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan berkonsentrasi
atau gejala lain yang mengganggu kemampuan kognitif
b) Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
c) Kesediaan kemampuan dan penggunaan teknik sebelumnya
d) Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu
sebelum dan sesudah latihan
e) Monitor respon terhadap terapi relaksasi
2) Terapeutik
a) Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan
dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan
b) Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik
relaksasi
c) Gunakan pakaian longgar
d) Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
e) Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik atau
tindakan medis lain, jika sesuai
3) Edukasi
a. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang tersedia (miss, music,
meditasi, nafas dalam, relaksasi otot progresif).
b. Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih.
c. Anjurkan mengambil posisi nyaman.
d. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
e. Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih.
f. Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (miss, napas dalam, peregangan, atau
imajinasi terbimbing)
g. Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan
D. Implementasi Keperawatan
Selama tahap implementasi perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan.
Instruksi keperawatan diimplementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria
hasil. Dalam implementasi terdapat tiga komponen tahap implementasi, yaitu:
tindakan keperawatan mandiri, tindakan keperawatan kolaboratif, dan dokumentasi
tindakan keperawatan dan respons klien terhadap asuhan keperawatan.
(Wijayaningsih, 2019)
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan yaitu suatu proses yang digunakan
untuk mengukur dan memonitor kondisi klien dengan membandingkan hasil tindakan
yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah ditetapkan (Debora, 2017).
Hasil yang harus dicapai setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah sebagai
berikut :
1. Keluhan nyeri menurun (rentang skala 1-3)
2. Sikap protektif (melindungi diri) menurun
3. Kemampuan menggali penyebab nyeri meningkat
4. Kemampuan mengontrol nyeri meningkat
5. Kemampuan menggunakan teknik nonfarmakologis meningkat
6. Nafsu makan meningkat
7. Gelisah menurun
8. Kesulitan tidur menurun
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, (2008), Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi konsep dan proses

keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan


DasarKlien. Jakarta: Salemba Medika
Bulecheck. (2015). NursingInterventions Classification. ELSHEVIER
Herdman.(2015). Diagnosa keperawatan Definisi & Klassifikasi 2015-2017.
Jakarta:EGC
Hidayat, A . Aziz Alimul. (2009). Metode Penelitian Keperawatan Dan Analisis
Data. Jakarta: Salemba Medika
Huda amin.(2016). Asuhan Keperawtan Praktis Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction
Kozier.(2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan.Jakarta : EGC
Mubarak.(2014) .Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik.
Jakarta:EGC
Potter, PA & Perry, A.G. (2009). Fundamentals Of Nursing. Sydney: Mosby
Wartonah, Tarwoto. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan.
Jakarta :Salemba Medika
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai