Anda di halaman 1dari 44

KARAKTERISASI MINYAK IKAN DARI HASIL SAMPING

IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis)

BOYKE RAYMOND TOISUTA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Karakterisasi Minyak


Ikan dari Hasil Samping Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)” adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor

Bogor, Juni 2014

Boyke Raymond Toisuta


C351110071
RINGKASAN

BOYKE RAYMOND TOISUTA. Karakterisasi Minyak Ikan dari Hasil Samping


Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis). Dibimbing oleh BUSTAMI IBRAHIM dan
SUGENG HERI SUSENO.

Ikan cakalang merupakan komoditi unggulan sumberdaya hasil perikanan


yang banyak dikembangkan masyarakat minyalnya sebagai bahan baku ikan asap
dan ikan asin. Pengolahan ikan asap tersebut dapat menghasilkan berbagai hasil
samping dan sampai saat ini belum dimanfaatkan. Salah satu alternatif adalah
mengolah hasil samping ikan cakalang sebagai minyak ikan yang mengandung
omega-3.
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari karakteristik hasil samping ikan
cakalang dan kualitas minyak ikan cakalang selama penyimpanan. Penelitian ini
dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah mengkarakterisasi komposisi
kimia dari hasil samping ikan cakalang dan tahap kedua adalah mengukur
kerentanan minyak ikan pada suhu 400C selama penyimpanan tujuh hari.
Karakteristik minyak dan lemak yang baik tergantung pada jenis minyak
atau lemak itu sendiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gonad memiliki kadar
lemak tertinggi (3,83%) karena dibutuhkan sebagai sumber energi dalam
menunjang aktivitasnya yaitu pematangan gonad, pertumbuhan dan reproduksi.
Kemudian gonad mengandung asam lemak tak jenuh tertinggi terutama DHA
(30,10%) karena asam lemak DHA diperoleh dari makanan dan tidak dapat
diproduksi dalam tubuh. Peranan asam lemak DHA didalam tubuh ikan sebagai
energi untuk pertumbuhan yang optimum dan perkembangan ikan dalam
aktivitasnya. Gonad ikan cakalang menghasilkan rendemen minyak tertinggi
(3,53%). Hal ini berkaitan dengan karakteristik kadar lemak dan DHA pada
bagian gonad ikan cakalang yang sangat tinggi dari hasil samping lainnya
sehingga rendemen minyak yang hasilkan tergantung pada karakteristik lemak
yang tersimpan didalam tubuh ikan. Jumlah minyak pada bagain-bagain tubuh
ikan sangat bervariasi tergantung pada jenis kelamin, umur, pemijahan musim,
dan kondisi lingkungan. Residu logam berat yang diperoleh pada bagian gonad
dan hasil samping lainya masih dibawah ambang maksimal Standar Nasional
Indonesia (SNI) logam berat untuk bahan baku sehingga aman untuk kesehatan.
Minyak ikan merupakan komponen lemak didalam tubuh yang diekstraksi
dalam bentuk minyak. Kerusakan minyak ikan dapat disebabkan oleh proses
hidrolisis maupun oksidasi. Hidrolisis terjadi pada minyak yang banyak
mengandung asam lemak jenuh. Oksidasi terjadi pada minyak yang mengandung
ikatan rangkap, sehingga dalam pengolahan minyak ikan diupayakan kadar asam
lemak bebas dan total oksidasi serendah mungkin.
Persentase asam lemak bebas yang diperoleh selama penyimpanan pada
suhu 400C menunjukkan bahwa masing-masing hasil samping ikan cakalang
menghasilkan minyak ikan berkualitas baik karena minyak ikan cakalang
memiliki antioksidan alami yang mampu untuk mengikat radikal bebas sehingga
dapat mengurangi tingkat oksidasi. Persentase rata-rata nilai asam lemak bebas
hasil samping ikan cakalang yaitu hati (3,53–6,35%), usus (4,94–7,19%), gonad
(6,77–7,90%), kulit (5,78–7,33%), dan kepala (5,64–6,91%).
Kualitas minyak akibat proses oksidasi selama penyimpanan tujuh hari
pada suhu 40˚C dapat diukur dengan cara menghitung nilai total oksidasi (oksidasi
primer dan oksidasi sekunder). Hasil rata-rata pengukuran total oksidasi dari
masing-masing hasil samping ikan cakalang adalah hati (0,51–2,41 meq/Kg), usus
(0,59–2,56 meq/Kg), gonad (2,00–3,59 meq/Kg), kulit (0,83–3,52 meq/Kg), dan
kepala (0,67–3,42 meq/Kg). Nilai total oksidasi yang diperoleh dari masing-
masing hasil samping ikan cakalang tidak menunjukkan adanya kerusakan minyak
ikan.

Kata kunci: asam lemak, asam lemak bebas, cakalang, hasil samping, kualitas
minyak ikan, tingkat oksidasi.
SUMMARY

BOYKE RAYMOND TOISUTA. Characterization of Fish Oil from By-product


of Skipjack Tuna (Katsuwonus pelamis). Supervised by BUSTAMI IBRAHIM
and SUGENG HERI SUSENO.

Tuna are one of the primary commodity of fishery. Tuna products are
smoked fish and salted fish. Smoked tuna processing typically produces a variety
of adverse outcomes thathas not been utilized. One by-product utilization efforts
of tuna is fish oil that contains a lot of omega-3 fatty acids.
The purpose of this study was to obtain oil extracted from the heads, skin,
liver, intestines, gonads of tuna and determine the quality of oil in these parts.
This research was conducted in two stages. The first stage, are the initial
characterization of each tuna by-products with proximate analysis, heavy metal,
and determination of fatty acid profile of fish oil extraction. The second stage are
the determination the oil quality during storage using analysis of peroxide, free
fatty acid, p-anisidin and total oxidation.
Initial characterization showed that the gonad section has the highest
composition of parts of other by-products, such as fat content of 3,83%,
unsaturated fatty acid profile of 30.10% (DHA), yield 3.53% fish oil and metal
residue levels produced very Indonesian national standards for heavy metal raw
materials that are not harmful to health
The percentage of free fatty acids showed that all parts by-product value
was below standard, namely fish liver oils (3.53-6.35%), intestines (4.94-7.19%),
gonads (6.77-7.90%), skin (5.78-7.33%), head (5.64-6.91%).
The best quality fish oil is the primary (peroxide) obtained in the liver,
intestines and gonads with storage duration of six days. Value of primary liver
(13-19.5 meq/Kg), intestines (14.5-20.5 meq/Kg), gonads (15.5-20 meq/Kg). The
secondary oxidation (p-anisidin) with storage duration of seven days, obtained in
the heart (0.49-2.37 meq/Kg), intestines (0.56-2.51 meq/Kg), gonads (1.97-3.54
meq/Kg), skin (0.79–3.46 meq/Kg), and the head (0.64–3.37 meq/Kg), while the
total value of all the obtained oxidation by-products are still under standard
quality fish oil that is liver (0.51-2.41 meq/Kg), intestines (0.59-2.56 meq/Kg),
gonads (2.00-3.59 meq/Kg), skin (0.83-3.52 meq/Kg), and the head (0.67-3.42
meq/Kg).

Keywords: by-product, fatty acid, fish oil, skipjack, total oxidation


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyususnan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
KARAKTERISASI MINYAK IKAN DARI HASIL SAMPING
IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis)

BOYKE RAYMOND TOISUTA

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCA SARJANA


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi Pada Sidang Tesis: Prof Dr Ir Nurjanah, MS
Judul Tesis : Karakterisasi Minyak Ikan dari Hasil Samping Ikan Cakalang
(Katsuwonus pelamis)
Nama : Boyke Raymond Toisuta
NIM : C351110071

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Bustami Ibrahim, M.Sc Dr Sugeng Heri Suseno, S.Pi M.Si


Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Teknologi Hasil Perairan

Dr Tati Nurhayati, S.Pi M.Si Dr Ir Dahrul Syah, M.Sc Agr

Tanggal Ujian : 03 April 2014 Tanggal lulus : 04 July 2014


PRAKATA

Segala pujian, syukur, hormat dan kemuliaan penulis panjatkan kepada


Bapa, Anak dan Roh Kudus atas Kasih Karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini
dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian adalah “Karakterisasi
Minyak Ikan dari Hasil Samping Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)”.
Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
di Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Bustami Ibrahim, M.Sc, dan
Dr Sugeng Heri Suseno, S.Pi M.Si, yang telah banyak membimbing dan
memotivasi penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kedua orang tua
yaitu Bapak Izhak Dominggus Toisuta, S.Th. dan Ibu Wehelmina Marleen Toisuta
yang telah memberikan kasih sayang, perhatian dan doa yang tak terbatas kepada
penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Kakak Semmy Toisuta
(Alm), Kakak Alice D. Toisuta, S.Th, Kakak Elizabeth F. Toisuta, S.Th, Kakak
Denny R. Toisuta, SE, Kakak Jefry Akquwen, Heidy Toisuta, Rielna S Toisuta,
Kesya Akquwen, Sammy Toisuta, dan Andresto Akquwen atas segala dukungan
dan spirit selama ini kepada penulis.
Penulisan tesis ini juga tidak terlepas dari bantuan teman-teman
pascasarjana Teknologi Hasil Perairan angkatan 2011, yang banyak memberikan
bantuan lewat kelompok belajar bersama dan sharing kepada penulis.
Semoga tesis ini dapat memberikan informasi dan motivasi dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan sebagai masukan untuk penelitian
selanjutnya.

Bogor, Juni 2014


Boyke Raymond Toisuta
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan masalah 1
Tujuan 2
Manfaat 2
Ruang lingkup penelitian 2
2 KARAKTERISASI HASIL SAMPING IKAN CAKALANG
(Katsuwonus pelamis) 4
Pendahuluan 4
Tujuan 4
Bahan dan Metode 4
Hasil dan Pembahasan 9
Simpulan 15
3 KUALITAS MINYAK IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) 16
Pendahuluan 16
Tujuan 16
Bahan dan Metode 16
Hasil dan Pembahasan 19
Simpulan 24
4 PEMBAHASAN UMUM 25
5 SIMPULAN DAN SARAN 27
DAFTAR PUSTAKA 28
RIWAYAT HIDUP 32
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Komposisi proksimat dari masing-masing hasil samping ikan
cakalang 9
2.2 Residu logam berat dari masing-masing hasil samping ikan
cakalang 10
2.3 Total asam lemak pada masing-masing hasil samping ikan cakalang 11
2.4 Profil asam lemak jenuh dari masing-masing hasil samping ikan
cakalang 12
2.5 Profil asam lemak tak jenuh dari masing-masing hasil samping ikan
cakalang 13
2.6 Rendemen minyak ikan dari masing-masing hasil samping ikan
cakalang. 15

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.1 Diagram alir road map penelitian 3
2.1 Diagram alir karakteristik hasil samping ikan cakalang 5
3.1 Diagram alir kualitas minyak ikan dari hasil samping ikan cakalang 17
3.2 Perubahan bilangan peroksida pada setiap bagian hasil samping
selama penyimpanan 20
3.3 Perubahan bilangan asam lemak bebas pada setiap bagian hasil
samping selama penyimpanan 21
3.4 Perubahan bilangan p-anisidin pada setiap bagian hasil samping
selama penyimpanan 22
3.5 Perubahan nilai total oksidasi pada setiap bagian hasil samping
selama penyimpanan 23
1 PENDAHULUAN

Latar belakang

Indonesia memiliki volume produksi perikanan yang cukup besar dan


semakin meningkat tiap tahunnya. Volume produksi perikanan tangkap (perikanan
laut dan perairan umum) dan budidaya (air laut, tambak, kolam, karamba, jaring
apung, sawah) pada tahun 2006 sebesar 7.488.708 ton, sedangkan pada tahun
2010 telah meningkat menjadi 10.826.502 ton (KKP 2011). Salah satu
sumberdaya hasil perikanan yang cukup melimpah adalah ikan cakalang. Ikan
cakalang memiliki volume produksi hasil perikanan yang cukup besar. Tahun
2007, produksi ikan cakalang sebesar 301.531 ton/tahun dan mengalami
peningkatan tahun 2011 sebesar 345.130 ton/tahun (KKP 2012).
Pengolahan ikan cakalang sering dilakukan baik secara modern maupun
tradisional. Proses pengolahan ikan cakalang menghasilkan hasil samping berupa
kepala, tulang, kulit, usus, hati, dan gonad. Hasil samping tersebut tidak
dimanfaatkan atau dibuang langsung ke sistem pembuangan. Keunggulan hasil
samping adalah memiliki kandungan asam lemak omega-3 yang tinggi. Peranan
asam lemak omega-3 bagi tubuh, misalnya EPA dan DHA dapat memberikan efek
yang baik pada kontraksi otot jantung, tekanan darah, kekebalan sel dan
mengurangi peradangan (Bhatnagar dan Durrington 2003). Salah satu alternatif
pemanfaatannya adalah mengolah hasil samping ikan cakalang menjadi minyak
ikan sumber omega-3.
Minyak ikan merupakan komponen lemak dalam jaringan tubuh ikan yang
telah diekstraksi dalam bentuk minyak. Penelitian mengenai minyak ikan dari
hasil samping industri pengolahan ikan antara lain; Kurniasari (2004) melakukan
ekstraksi minyak ikan dari hasil samping ikan lemuru. Zuta et al. (2003)
melakukan ekstraksi minyak ikan dari hasil samping kulit ikan mackerel.
Chantachum et al. (2000) melakukan penelitian produksi minyak ikan dari hasil
samping industri ikan tuna. Aidos et al. (2002) melakukan ekstraksi minyak ikan
dari hasil samping ikan herring dan produksi minyak ikan dari hasil samping ikan
salmon.
Penelitian minyak ikan dari hasil samping ikan cakalang sampai saat ini
belum ditemukan. Seiring dengan banyaknya hasil samping ikan cakalang yang
dihasilkan dan belum dimanfaatkan maka dilakukan pemanfaatan hasil samping
tersebut sebagai minyak ikan sumber omega-3.

Rumusan masalah

Ikan cakalang yang terdapat di Kabupaten Sukabumi, Pelabuhan Ratu


cukup banyak, mendorong banyak produsen mengolah ikan tersebut menjadi
produk perikanan ekonomis. Pengolahan ikan cakalang pada industri rumah
tangga memperoleh hasil samping dengan persentase 40-60%. Namun salah satu
permasalahan yang dihadapi adalah hasil samping tersebut tidak dimanfaatkan
dengan baik terutama bagian kepala, kulit, usus, hati dan gonad yang dibuang
langsung ke laut atau tempat sampah.
Tujuan

Penelitian ini bertujuan:


1 Menentukan karakteristik masing-masing hasil samping ikan cakalang
meliputi kandungan proksimat, kandungan logam berat, profil asam lemak
dan rendemen minyak dari kepala, kulit, usus, hati dan gonad.
2 Menentukan karakterisasi kualitas minyak ikan dari masing-masing hasil
samping ikan cakalang melalui metode akselerasi.

Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah memberikan sumber pengetahuan dan


informasi kepada industri masyarakat pengolahan ikan cakalang dalam
memanfaatkan hasil samping sebagai minyak ikan sumber omega-3.

Ruang lingkup penelitian

Penelitian ini mencakup dua tahap, masing-masing analisis karakteristik


bahan baku hasil samping ikan cakalang dan analisis karakterisasi pada kualitas
minyak ikan cakalang berdasarkan metode akselerasi.
MINYAK IKAN

Karakteristik Ekstraksi Kualitas


hasil samping minyak ikan Minyak ikan

Wardhana. 1995. Dampak Kochhar and Rossell JB. - Bimbo AP. 1998.
pencemaran lingkungan. 1990. Detection, Guidelines for
estimation, and evaluation characterizing food-grade
of antioxidants in food fish oils. International
Aidos I. 2002. Production system. Dalam: Food News on Fats, Oils and
of high-quality oil from Antioxidants. Related Materials.
herring by-products. - Hamilton RS, Rossell JB.
1986. Analysis of oils and
Pokorny J et al. 2001. fats.
Iverson et al. 2002. Fat Antioxidants in food.
content and fatty acid Pratical Application.
composition of forage fish
and invertebrates in prince
william sound, Alaska: Aidos et al. 2002. Seasonal
factors contributing to changes in crudeand lipid
among and with in species composition of herring
variability. fillets, by-products and
respective produced oils.
Junker et al. 2006. Effects
of diets containing olive Sathivel et al. 2002.
oil, sunflower oil, or Memproduksi minyak ikan
rapeseed oil on the dari asian catfish. - Karakteristik masing-
hemostatic system. masing hasil samping
ikan cakalang
Boran G et al. 2006. (proksimat, residu
Leaver et al. 2008. Towards Changes in the quality of logam, profil asam
fish lipid nutrigenomics: fish oil due to storage lemak).
Current state and prospects temperature and time. - Ekstraksi dengan
for fin-fish aquaculture pelarut organik
- Mengukur kualitas
Wu dan Bechtel. 2008. minyak berdasarkan
Sudhakar et al. 2009. Penyimpanan dan ekstraksi metode akselerasi dan
Nutritive value of hard and minyak dari hasil samping analisis oksidasi.
soft shell crabs of Portunus salmon.
sanguinolentus (Herbst).

Mohanarangan. 2012. - Pemurnian minyak ikan.


Ekstraksi asam lemak - Virgin fish oil
omega 3 dari ikan Atlantic - Mikroenkapsulasi
Herring (Clupea harengus). minyak ikan.

Keterangan :
penelitian dilakukan, perkembangan penelitian selanjutnya
Gambar 1.1 Diagram alir road map penelitian
2 KARAKTERISTIK HASIL SAMPING IKAN CAKALANG
(Katsuwonus pelamis)

Pendahuluan

Latar belakang

Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) sering disebut skipjack tuna dan


merupakan sumberdaya hasil perikanan yang cukup melimpah sehingga banyak
dikembangkan oleh masyarakat sebagai produk olahan. Pengolahan ikan cakalang
menghasilkan hasil samping cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal.
Hasil samping ikan cakalang masih menyimpan potensi untuk diolah
sebagai produk bahan pangan. Salah satu produk perikanan yang belum
dimanfaatkan adalah minyak ikan cakalang. Junker et al. (2006) menyatakan hasil
samping yang diperoleh dari pengolahan masih sangat kaya akan asam lemak
omega-3. Keunggulan asam lemak omega-3 adalah dapat mencegah
aterosklerosis, kanker, diabetes dan memperkuat sistem kekebalan tubuh (Imre
dan Sahgk 1997).
Asam lemak yang paling penting bagi tubuh manusia adalah asam lemak
omega-3, omega-6, dan omega-9. Asam lemak omega-3 dan omega-6 berfungsi
untuk menjaga bagian-bagian struktural membran sel, berperan dalam
perkembangan otak, membantu masa pertumbuhan dan menurunkan kadar
trigliserida (Leblanc et al. 2008). Asam lemak omega-9 berperan menurunkan
kolesterol dalam darah dan berpotensi untuk menghadang produksi eikosanoid
yaitu stimulan pertumbuhan tumor (Pranoto 2006).
Berdasarkan kajian tersebut hal yang sangat penting sebelum dilakukan
pemanfaatan hasil samping ikan cakalang sebagai bahan baku minyak ikan adalah
mempelajari karakteristik masing-masing hasil samping yaitu kepala, kulit, usus,
hati dan gonad.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah menentukan karakteristik masing-masing hasil


samping ikan cakalang yaitu kepala, kulit, usus, hati dan gonad sebagai bahan
baku pembuatan minyak ikan.

Bahan dan Metode

Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan April 2013
dan tempat penelitian antara lain yaitu laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan,
laboratorium Pengolahan Hasil Perikanan, laboratorium Bioteknologi Hasil
Perairan, laboratorium MIPA Terpadu Barangsiang Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil samping
ikan cakalang berupa kepala, kulit, usus, hati dan gonad. Bahan kimia yang
digunakan untuk analisis yaitu H2SO4, akuades, NaOH, asam borat (H3BO3),
indikator bromchresol green-methyl red, HCl, HNO3, HClO4, metanol, n-heksana,
BF3, dan NaCl.
Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kromatografi gas
tipe shimadzu 2010 plus. Alat kimia untuk analisis yaitu rotary evaporator merek
Buchi, desikator vakum merek normax, tabung soxhlet merek pyrex, labu kjeldahl
merek pyrex, AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) Shimadzu 2007, dan
oven Yamato DV41.

Tahapan penelitian

Tahapan ini diawali dengan pengambilan sampel (hasil samping ikan


cakalang) pada industri pengolahan ikan di Pelabuhan Ratu dan dibawa ke
laboratorium untuk dianalisis. Selama perjalanan, sampel ditangani dengan sistem
pendinginan yang bertujuan mencegah terjadinya kemunduran mutu. Masing-
masing hasil samping yaitu kepala, kulit, usus, hati, dan gonad dihomogenisasi
kemudian ditentukan karakteristiknya berdasarkan metode analisis proksimat
(AOAC 2005), logam berat (SNI 2009), profil asam lemak (AOAC 1999), dan
rendemen minyak (Bligh dan Dyer 1959). Diagram alir karakteristik hasil
samping ikan cakalang dilihat pada Gambar 2.1.

Kepala Kulit Usus Hati Gonad

Homogenisasi

1. Analisis proksimat (AOAC 2005)


2. Analisis logam berat (SNI 2009)
3. Penentuan profil asam lemak (AOAC 1999)
4. Penentuan rendemen minyak (Bligh dan Dyer 1959)

Gambar 2.1 Diagram alir karakteristik hasil samping ikan cakalang


Analisis proksimat (AOAC 2005)
Analisis proksimat merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui
komposisi kimia suatu bahan, termasuk didalamnya analisis kadar air, kadar
lemak, kadar protein, dan kadar abu.

a) Kadar air (AOAC 2005)


Pertama kali untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan
porselen dalam oven pada suhu 105˚C selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan
ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit), dibiarkan sampai dingin dan
ditimbang. Cawan ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Sebanyak 5 gram
sampel dimasukkan ke dalam cawan tersebut dan dikeringkan dengan oven pada
suhu 105˚C selama 5 jam atau hingga beratnya konstan. Cawan tersebut
dimasukkan ke dalam desikator, dibiarkan sampai dingin, lalu ditimbangi.
Persentase kadar air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Ka ar air x 00

Keterangan:
A : berat sampel sebelum dikeringkan
B : berat sampel setelah dikeringkan

b) Kadar lemak (AOAC 2005)


Sebanyak 5 gram sampel ( ) dimasukkan ke dalam kertas saring pada
kedua ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan dimasukkan ke
dalam selongsong lemak. Sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam
labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya ( ) dan disambungkan dengan
tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung
soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (n-heksana), dilakukan refluks selama 6
jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut
lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor,
pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak. Labu lemak
dikeringkan dalam oven pada suhu 105˚C dan labu didinginkan dalam desikator
sampai beratnya konstan ( ). Persentase kadar lemak dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:

Ka ar lemak x 00

Keterangan:
: berat sampel (gram)
: berat labu lemak tanpa lemak (gram)
: berat labu lemak dengan lemak (gram)

c) Kadar protein (AOAC 2005)


Penentuan kadar protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi,
dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode mikro kjeldahl.
Sampel ditimbang sebanyak 0,25 gram dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl
100 mL, ditambahkan 0,25 gram selenium dan 3 mL H2SO4 pekat. Sampel
didestruksi pada suhu 410˚C selama kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih dan
didinginkan. Kemudian ditambahkan sebanyak 50 mL akuades dan 20 mL NaOH
40%, lalu dilakukan proses destilasi dengan suhu destilator 100˚C. Hasil destilasi
ditampung dalam labu erlenmeyer 125 mL yang berisi campuran 10 mL asam
borat (H3BO3) 2% dan 2 tetes indikator bromchresol green-methyl red yang
berwarna merah muda. Proses destilasi dihentikan apabila volumenya mencapai
40 mL dan berubah warna hijau kebiruan. Destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N
sampai terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat.
Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Persentase kadar protein dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(m Cl m lanko) x Cl x 4 00
itrogen x 00
mg sampel

% Kadar protein = N (%) x faktor konversi (6.25)

d) Kadar abu (AOAC 2005)


Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu
105˚C, didinginkan selama 15 menit di dalam desikator, kemudian ditimbang
hingga didapatkan berat yang konstan. Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan ke
dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api hingga tidak berasap lagi,
kemudian dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600˚C selama 7
jam, lalu ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Persentase kadar abu
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

erat a u
Ka ar a u x 00
erat sampel

Analisis logam berat (SNI 2009)


Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam labu destruksi 100 mL,
kemudian ditambahkan 15 mL HNO3 pekat, 5 mL HClO4, lalu didiamkan selama
24 jam. Sampel didestruksi hingga jernih, didinginkan, ditambahkan 10-20 mL
akuades, lalu dipanaskan ±10 menit, kemudian diangkat dan didinginkan. Larutan
tersebut dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL (labu dekstruksi dibilas dengan
akuades sampai tanda tera, kemudian dikocok dan disaring dengan kertas saring
whatman no.4. Sampel dianalisis sesuai dengan pengujian logam berat (timbal,
merkuri, arsen, nikel). Filtrat dianalisi menggunakan AAS (Atomic Absorption
Spectrophotometer). APHA 3110 untuk logam timbal dan nikel, metode 3114
untuk arsen, dan metode 3112 untuk merkuri. Residu logam berat dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:

Konsentrasi mineral kurva ren ah m )x pelarut


Kan ungan logam (ppm)
o ot sampel
Penentuan profil asam lemak (AOAC 1999)
Metode ini terdiri dari 3 tahap yaitu ekstraksi, metilasi dan injeksi.
a) Ekstraksi
Tahap ini, ekstraksi minyak yang dihasilkan menggunakan metode soxhlet
dan minyak tersebut ditimbang sebanyak 0,02 – 0,03 gram untuk dilanjutkan pada
tahap metilasi.

b) Pembentukan metil ester


Asam-asam lemak diubah menjadi ester-ester metil atau alkil yang lainnya
sebelum disuntikkan ke dalam kromatografi gas. Metilasi dilakukan dengan
merefluks lemak di atas penangas air dengan pereaksi berturut-turut NaOH-
metanol 0,5 N, BF3 dan n-heksana. Minyak sebanyak 0,02 gram dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, ditambahkan 5 mL NaOH-metanol 0,5 N, dipanaskan dalam
penangas air selama 20 menit pada suhu 80˚C, lalu larutan didinginkan. Sebanyak
5 mL BF3 ditambahkan ke dalam tabung, dipanaskan kembali pada penangas air
dengan suhu 80˚C selama 20 menit dan didinginkan. Sebanyak 2 mL NaCl jenuh
dan 5 mL heksana ditambahkan, lalu dikocok. Larutan heksana di bagian atas
dipindahkan dengan pipet tetes ke dalam tabung reaksi. Se anyak μ sampel
lemak diinjeksikan ke dalam kromatografi gas. Asam lemak yang ada dalam metil
ester akan diidentifikasi oleh detektor ionisasi nyala dan respon yang ada akan
tercatat melalui kromatogram (peak).

c) Idenfikasi asam lemak


Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksikan metil ester pada
alat kromatografi gas dengan kondisi sebagai berikut yaitu jenis alat kromatografi
gas yang digunakan adalah shimadzu GC 2010 plus. Gas yang digunakan sebagai
fase bergerak adalah gas nitrogen dengan laju alir 30 mL/menit dan sebagai gas
pembakar adalah hidrogen dan oksigen, kolom yang digunakan adalah kolom
kapilar merk quadrex dengan diameter dalam 0,25 mm. Analisis kuantitatif asam
lemak dihitung dengan rumus:

konsentrasi sampel
sam lemak x 00
00 konsentrasi

Penentuan rendemen minyak ikan (Bligh dan Dyer 1959)


Sebanyak 5 gram minyak dimasukkan dalam tabung erlenmeyer dan
ditambahkan 20 mL metanol (MeOH) dan 10 mL kloroform (CHCl3), lalu
dihomogenisasi dengan vortex mixer selama 2 menit. Kemudian ditambahkan 10
mL kloroform (CHCl3) dan dikocok selama 2 menit. Selanjutnya dimasukan
sebanyak 18 mL akuades lalu dikocok dengan vortex mixer selama 2 menit.
Larutan kemudian disentrifus dengan kecepatan 2.000 rpm (Sigma Santorius 2-16
Germany) selama 10 menit. Lapisan paling bawah kemudian dipindahkan ke
wadah lain dengan pipet pasteur. Ekstraksi kedua dilakukan dengan penambahan
20 mL MeOH 10% (v/v) dalam CHCl3 kemudian divortex selama 2 menit dan
kembali disentrifus. Fase yang terlarut dalam CHCl3 ditambahkan ke dalam hasil
ekstraksi pertama. Tahap terakhir adalah melakukan evaporasi dengan alat rotary
evaporator pada suhu 45ºC. rendemen minyak ikan dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:

erat akhir sampel


en emen x 00
erat awal sampel

Hasil dan Pembahasan

Komposisi proksimat hasil samping ikan cakalang


Hasil penentuan komposisi proksimat dari masing-masing hasil samping
ikan cakalang disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komposisi proksimat dari masing-masing hasil samping ikan cakalang
Hasil Kadar air Kadar lemak Kadar Protein Kadar abu
samping (%) (%) (%) (%)
Kepala 76,34±0,04 1,04±0,12 16,76±0,02 5,66±0,02
Kulit 71,38±0,02 2,00±0,02 24,08±0,02 2,28±0,02
Usus 73,51±0,02 1,58±0,02 18,52±0,02 1,38±0,02
Hati 76,12±0,02 1,97±0,02 20,34±0,02 1,46±0,02
Gonad 68,63±0,02 3,83±0,02 16,75±0,02 1,36±0,02
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagian gonad memiliki kadar air
cukup rendah (68,63%) dari hasil samping lainnya. Hal ini diduga bahwa kadar
lemak yang diperolehnya lebih tinggi (3,83%). Belitz et al. (2009) menyatakan
Kadar air mempunyai hubungan yang berlawanan dengan kadar lemak. Makin
tinggi kadar air, makin rendah kadar lemaknya dan sebaliknya.
Tingginya lemak pada bagian gonad karena sangat penting untuk tubuh
ikan dalam menunjang aktivitasnya. Leaver et al. (2008) menyatakan bahwa
tubuh ikan sangat membutuhkan lemak dalam pertumbuhan dan perkembangan,
terutama pada bagian gonad untuk kegiatan reproduksi. Fungsi dan peranan lemak
didalam tubuh ikan sebagai sumber energi untuk menunjang aktivitasnya
(Gokce et al. 2004). Kebutuhan dan aktivitas sangat mempengaruhi kandungan air
dan lemak didalam tubuh ikan (Oceanlink 2006).
Bagian kulit ikan cakalang memperoleh kadar protein tertinggi (24,08%)
dari hasil samping lainya. Winarno (1992) menyatakan bahwa selain pada daging
ikan, protein banyak terdapat pada kulit, pigmen otot, sel-sel hati, ginjal serta
bagian-bagian isi perut. Bagian kepala ikan cakalang diperoleh memiliki kadar
abu lebih tinggi (5,66%) dari hasil samping lainnya. Hal ini diduga bahwa bagian
kepala ikan cakalang lebih banyak mengabsorbsi berbagai jenis mineral dari
sumber makanan dan lingkungan. Sudhakar et al. (2009) menyatakan variasi
mineral disetiap bagian tubuh ikan berbeda-beda, hal ini tergantung pada asupan
mineral yang disebabkan oleh lingkungan perairan dan bahan makanan yang
dikonsumsi. Masing-masing individu organisme memiliki kemampuan berbeda-
beda dalam meregulasi dan mengabsorbsi mineral, sehingga nantinya akan
memberikan pengaruh pada nilai kadar abu pada masing-masing bahan (Winarno
2008).
Residu logam berat hasil samping ikan cakalang
Penentuan Nilai Ambang Batas (NAB) logam berat pada bahan baku
ditetapkan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 2009.
Residu logam berat dari masing-masing hasil samping ikan cakalang disajikan
pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Residu logam berat dari masing-masing hasil samping ikan cakalang
Timbal Merkuri Arsen Nikel
Hasil samping
(ppm) (ppm) (ppm) (ppm)
Kepala 0,68±0,08 0,10±0,00 TTD TTD
Kulit 0,21±0,05 0,28±0,00 TTD TTD
Usus 0,18±0,06 0,56±0,00 TTD TTD
Hati 0,45±0,09 TTD TTD TTD
Gonad 0,30±0,03 0,31±0,00 TTD TTD

NAB (SNI 2009) 1,00 1,00 1,00 1,00


Keterangan: ppm (parts per million), NAB (Nilai Ambang Batas), TTD (Tidak Terdeteksi)
Wardhana (1995) menyatakan bahwa peningkatan bahan pencemaran
didalam organisme dapat terjadi apabila organisme secara tetap mengkonsumsi
bahan pencemar dan diakumulasi didalam tubuhnya.

Timbal (Pb)
Timbal (Pb) merupakan logam berat non essensial yang sama sekali tidak
dibutuhkan oleh tubuh manusia. Penyebab adanya logam berat jenis timbal yaitu
terjadinya kontaminasi dari bahan lain pada saat pembongkaran ikan diatas kapal.
Tabel 2.2 menunjukkan bahwa residu logam timbal yang dihasilkan oleh
masing-masing hasil samping ikan cakalang masih dibawah nilai batas standar
sehingga tidak berbahaya. Residu logam timbal yang diperoleh dari masing-
masing hasil samping yaitu kepala (0,68 ppm), usus (0,8 ppm), hati (0,45 ppm),
gonad (0,30 ppm), dan kulit (0,21 ppm).

Merkuri (Hg)
Merkuri (Hg) merupakan logam berat yang sangat berbahaya bagi
makhluk hidup. Merkuri organik dalam bentuk metil merkuri, mempunyai daya
racun yang tinggi dan susah diurai dibandingkan Hg murni. Jika metil merkuri
terakumulasi dalam tubuh dapat mengakibatkan keracunan.
Tabel 2.2 menunjukkan bahwa residu logam merkuri yang dihasilkan oleh
masing-masing hasil samping ikan cakalang masih dibawah nilai batas standar
sehingga tidak berbahaya dan sangat aman. Residu logam merkuri yang diperoleh
dari masing-masing hasil samping yaitu kepala (0,10 ppm), usus (0,56 ppm),
gonad (0,31 ppm), kulit (0,28 ppm), dan hati tidak terdeteksi (tdd).

Arsen (As)
Arsen (As) merupakan logam berat yang tidak larut diperairan dan
mengendap di sedimen. Tabel 2.2 menunjukkan bahwa residu logam arsen yang
dihasilkan oleh masing-masing hasil samping ikan cakalang sangat memenuhi
standar nilai ambang batas. Residu logam arsen yang diperoleh dari masing-
masing hasil samping ikan cakalang rata-rata masih dibawah nilai batas standard
(<0,005 ppm) sehingga tidak berbahaya dan sangat aman untuk dijadikan sebagai
produk pangan.

Nikel (Ni)
Nikel (Ni) merupakan logam berat yang bersifat mudah ditempa dan
dibentuk serta berwarna mengkilat. Logam ini dapat menyebabkan gangguan
syaraf, kerusakan hati, dan kerusakan paru-paru. Tabel 2.2 menunjukkan
menunjukkan bahwa residu logam nikel yang dihasilkan oleh masing-masing hasil
samping ikan cakalang sangat rendah dan memenuhi standar nilai ambang batas.
Residu logam nikel yang diperoleh dari masing-masing hasil samping ikan
cakalang rata-rata masih dibawah nilai batas standar (<0,005 ppm) sehingga tidak
berbahaya dan sangat aman untuk kesehatan manusia.

Profil asam lemak hasil samping ikan cakalang


Penentuan profil asam lemak menggunakan kromatografi gas untuk
mengidentifikasikan kandungan asam lemak pada masing-masing hasil samping
ikan cakalang. Total asam lemak pada masing-masing hasil samping ikan
cakalang dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Total asam lemak pada masing-masing hasil samping ikan cakalang
Total asam lemak Total asam lemak
Hasil samping
teridentifikasi (%) tidak teridentifikasi (%)
Kepala 64,99 35,01
Kulit 67,16 32,84
Usus 49,36 50,64
Hati 38,32 61,68
Gonad 68,75 31,25
Asam lemak pada bahan baku dinyatakan teridentifikasi dan tidak
teridentifikasi sangat dipengaruhi oleh kandungan asam lemak tersebut.
Rendahnya asam lemak menyebabkan puncak (peak) asam lemak kecil sehingga
tidak dapat teridentifikasi dan tidak dapat dibedakan dari puncak pengaruh nois
kromatografi gas atau telah terjadi kerusakan asam lemak pada tahap metilasi
lemak. Tingginya asam lemak menyebabkan asam lemak dapat teridentifikasi oleh
kromatografi gas. Aidos (2002) menyatakan bahwa produsen utama asam lemak
omega-3 sebenarnya bukan dari ikan, melainkan mikroorganisme laut yang
menjadi makanannya, antara lain chlorella, diatome, dinoflagellata yang
merupakan fitoplankton sebagai produsen primer omega-3 dalam rantai makanan.
Tabel 2.3 menunjukkan bahwa total asam lemak teridentifikasi tertinggi
adalah bagian gonad (68,75%) dan total asam lemak tidak teridentifikasi tertinggi
adalah hati (61,68%).
Hasil identifikasi asam lemak yang dilakukan menggunakan alat
kromatografi gas menunjukkan bahwa didalam tubuh ikan cakalang, ditemukan
32 jenis asam lemak yang terdiri atas asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh
(asam lemak tak jenuh tunggal dan asam lemak tak jenuh majemuk).
Asam lemak jenuh
Asam lemak jenuh merupakan komponen dasar dari sistem pembentukan
lemak makhluk hidup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil samping ikan
cakalang mengandung 14 jenis asam lemak jenuh. Profil asam lemak jenuh dari
masing-masing hasil samping ikan cakalang disajikan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Profil asam lemak jenuh dari masing-masing hasil samping ikan
cakalang

Asam lemak jenuh Struktur Persentase asam lemak (%)


Kepala Kulit Usus Hati Gonad
Kaprilat C8:0 - - - 0,34 -
Kaprat C10:0 - - - 0,21 -
Laurat C12:0 0,06 0,03 0,02 0,14 -
Tridekanoat C13:0 0,06 0,04 - - -
Myristat C14:0 2,85 2,29 0,47 0,62 0,49
Pentadekanoat C15:0 0,91 0,73 0,27 0,59 0,39
Palmitat C16:0 18,09 15,66 8,89 16,9 13,11
Heptadekanoat C17:0 1,21 0,99 0,53 0,87 0,67
Stearat C18:0 6,46 6,04 6,04 5,41 6,09
Arakidat C20:0 0,42 0,4 0,13 0,29 0,12
Heneikosanoat C21:0 0,12 0,12 0,03 0,06 0,04
Behenat C22:0 0,26 0,26 0,22 0,76 0,18
Trikosanoat C23:0 0,10 0,09 0,08 0,11 0,08
Lignoserat C24:0 0,28 0,20 0,27 0,26 0,14
Total 30,82 26,85 16,95 26,56 21,31
Tabel 2.4 menunjukkan bahwa asam lemak jenuh yang paling
mendominasi pada hasil samping ikan cakalang adalah asam lemak palmitat
(C16:0) yaitu kepala (18,09%), kulit (15,66%), usus (8,89%), hati (16,9%), dan
gonad (13,11%). Selain tingginya asam lemak palmitat, asam lemak stearat
(C18:0) juga banyak ditemukan pada hasil samping ikan cakalang yaitu kepala
(6,46%), kulit (6,04%), usus (6,04%), hati (5,41%), dan gonad (6,09%). Kedua
asam lemak (palmitat dan stearat) memiliki kadar yang tertinggi karena
merupakan prekursor bagi asam lemak rantai panjang melalui proses elongasi atau
desaturasi. Estiasih (2009) menyatakan bahwa asam lemak palmitat diubah oleh
enzim desaturasi dan elongasi menjadi asam lemak palmitoleta dan asam lemak
stearat diubah menjadi asam lemak oleat melalui kerja enzim elongasi dan
desaturasi.
Beberapa asam lemak jenuh yang tidak ditemukan pada hasil samping ikan
cakalang seperti asam lemak laurat (C12:0) tidak ditemukan pada gonad. Asam
lemak tridekanoat (C13:0) tidak ditemukan pada usus, hati dan gonad. Asam
lemak kaprilat (C8:0) dan asam lemak kaprat (C10:0) tidak ditemukan pada
kepala, kulit, usus dan gonad. Iverson et al. (2002) mengatakan bahwa ditemukan
atau tidak ditemukan asam lemak pada bagian tubuh ikan tergantung pada
kemampuan biosintesis asam lemak dan asupan asam lemak yang dikonsumsi.
Asam lemak tak jenuh
Asam lemak tak jenuh merupakan komponen lemak yang sangat penting
yang tidak dapat disintesis oleh ikan tetapi diperoleh dari makanan. Asam lemak
tak jenuh terdiri atas asam lemak tak jenuh tunggal dan asam lemak tak jenuh
majemuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil samping ikan cakalang
mengandung 7 jenis asam lemak tak jenuh tunggal dan 11 jenis asam lemak tak
jenuh majemuk. Profil asam lemak tak jenuh dari masing-masing hasil samping
ikan cakalang dapat disajikan pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Profil asam lemak tak jenuh masing-masing hasil samping ikan
cakalang.
Asam lemak tak Struktur Persentase asam lemak (%)
jenuh tunggal Kepala Kulit Usus Hati Gonad
Myristoleat C14:1 0,04 0,03 - - -
Palmitoleat C16:1 3,80 3,21 1,01 0,91 0,96
Elaidat C18:1n9t 0,20 0,14 0,07 0,10 0,07
Oleat C18:1n9c 11,96 10,29 4,92 3,31 4,29
Cis-11-Eikosanoat C20:1 0,86 0,68 0,16 0,16 0,19
Erukat C22:1n9 0,30 0,13 0,05 0,05 0,05
Nervonat C24:1 0,60 0,73 0,76 0,32 0,38
Total 17,76 15,21 6,97 4,85 5,94

Asam lemak tak Struktur Persentase asam lemak (%)


jenuh majemuk Kepala Kulit Usus Hati Gonad
Linoleladeat C18:2n9t 0,04 0,04 0,20 0,04 0,10
Linoleat C18:2n6c 1,01 0,99 0,55 0,65 0,66
-Linolenat C18:3n6 0,08 0,11 0,02 - 0,04
α-Linolenat C18:3n3 0,24 0,38 0,11 0,07 0,15
Eikosatrienoat C20:3n3 0,20 0,10 0,06 0,04 0,11
Arakhidonat C20:4n6 1,30 1,60 4,97 1,58 5,89
Eikosadienoat C20:2 0,27 0,35 0,13 0,15 0,18
Eikosatrienoat C20:3n6 0,07 0,10 0,13 0,07 0,11
Eikosapentaenoat C20:5n3 1,87 2,50 2,82 1,03 4,13
Dokosadienoat C22:2 0,02 0,04 0,03 - 0,03
Dokosaheksaenoat C22:6n3 11,33 18,89 16,42 3,28 30,10
Total 16,41 25,10 25,44 6,91 41,50

Tabel 2.5 menunjukkan bahwa nilai total tertinggi asam lemak tak jenuh
majemuk dimulai dari bagian gonad (41,50%), kulit (25,44%), usus (25,10%),
kepala (16,41%), dan hati (6,91%). Asam lemak tak jenuh tunggal tertinggi
dimulai dari bagian kepala (17,76%), kulit (15,21%), usus (6,97%), gonad
(5,94%), dan hati (4,85%).
Kandungan asam lemak tak jenuh didalam tubuh ikan cakalang lebih
didominasikan oleh asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA) sehingga hal tersebut
berkaitan dengan kerentanan minyak ikan untuk mengalami ketengikan oksidatif.
Asam lemak tak jenuh yang paling mendominasikan didalam tubuh ikan
cakalang adalah asam lemak dokosaheksanoat (C22:6n3) yang ditemukan pada
bagian kulit (18,89%) dan gonad (30,10%), sedangkan asam lemak oleat
(C18:1n9c) ditemukan pada bagian kepala (11,96%) dan usus (4,92%). Asam
lemak arakhidonat (C20:4n6) ditemukan pada bagian gonad (5,89%) dan usus
(4,97%) dan asam lemak palmitoleat (C16:1) ditemukan pada bagian kepala
(3,80%) dan kulit (3,21%).
Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa hasil samping ikan cakalang
memiliki karakteristik kandungan asam lemak omega-3 yang tinggi terutama
dokosaheksanoat (DHA). Hal ini diduga bahwa sumber asam lemak DHA
diperoleh dari makanan karena asam lemak ini tidak dapat diproduksi dalam
tubuh.
Tingginya asam lemak DHA pada bagian gonad karena asam lemak ini
sangat berperan dalam pertumbuhan dan reproduksi ikan. Yildiz (2008)
menyatakan ikan laut sangat membutuhkan PUFA rantai panjang omega-3 dan
omega-6 dari pakan untuk pertumbuhan yang optimum. Sargent et al. (2002) dan
Leaver et al. (2008) menyatakan asam lemak DHA sangat dibutuhkan dalam
pertumbuhan yang normal, perkembangan dan reproduksi ikan. Kusumo (1997)
menyatakan bahwa aktivitas ikan pelagis cukup tinggi sehingga memerlukan
energi yang cukup besar.
Adanya asam lemak PUFA yang tinggi merupakan cadangan energi yang
potensial untuk menunjang aktivitas yang tinggi khususnya pada saat
bereproduksi. Watanabe (2007) menyatakan asam lemak esensial yang terpenting
adalah dokosaheksanoat (DHA) yang berperan untuk kelangsungan hidup ikan
pada saat reproduksi dan pertumbuhannya. Jenis ikan laut yang kaya kandungan
omega-3 (DHA) antara lain salmon, tuna, sardin, cakalang, mackerel dan kerang-
kerangan (Klaypradit et al. 2009).
Peranan omega-3 untuk kesehatan manusia adalah memperkuat daya tahan
otot jantung, meningkatkan kecerdasan otak jika diberikan sejak dini, melenturkan
pembuluh darah, hingga menurunkan kadar trigliserida dan mencegah
penggumpalan darah. Pike dan Jackson (2010) menyatakan bahwa DHA
merupakan nutrien vital yang diperlukan untuk memelihara fungsi kesehatan
tubuh yaitu sistem kardiovaskular, pertumbuhan manusia, dan perkembangan
intelektual.
Astawan (2003) menyatakan omega-3 mampu mencegah dan mengurangi
penumpukan kolesterol dan meletakkan bintik-bintik darah pada dinding
pembuluh yang merupakan sebab utama timbulnya serangan jantung dan stroke
yang mematikan. Omega-3 dapat mengatasi beban penderita penyakit asma,
rematik, penyakit kulit, komplikasi diabetes dan kanker payudara. Bahkan
pertumbuhan sel otak manusia sangat tergantung pada kadar omega-3 secara
cukup sejak bayi dalam kandungan sampai balita. Bila pada masa tersebut cukup
tersedia omega-3 maka anak tersebut akan tumbuh dengan potensi kecerdasan
maksimal.
Rendemen minyak ikan cakalang
Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat bagian bahan
dengan berat total bahan (Kusumawati et al. 2008). Penentuan rendemen minyak
ikan pada masing-masing hasil samping ikan cakalang menggunakan metode
Bligh dan Dyer 1959. Hasil rendemen minyak ikan dari masing-masing hasil
samping ikan cakalang disajikan pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Rendemen minyak ikan dari masing-masing hasil samping ikan
Cakalang.

Bagian ikan Hasil samping (%) Minyak ikan (%)


Kepala 20,00±0,72 3,11±0,53
Kulit 4,71±0,56 1,81±0,56
Usus 1,76±0,21 2,01±0,61
Hati 0,59±0,16 1,95±0,79
Gonad 1,41±0,19 3,53±0,44
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagian gonad memiliki rendemen
tertinggi (3,53%) dari hasil samping lainnya. Boran et al. (2006) mengatakan
bahwa jenis ikan mengandung minyak dalam jumlah bervariasi, tergantung pada
spesies, jenis kelamin, tempat, musim, dan kondisi lingkungan tertentu contohnya
temperatur.

Simpulan

Gonad memiliki karakteristik yang mendominasi dari hasil samping


lainnya karena mengandung kadar lemak tertinggi (3,83%), total profil asam
lemak tertinggi (68,75%) dengan kandungan PUFA (41,50%), nilai rendemen
tertinggi (3,53%) dan tingkat residu logam berat dibawah standar ambang batas
aman.
3 KUALITAS MINYAK IKAN CAKALANG
(Katsuwonus pelamis)

Pendahuluan

Latar belakang

Ikan cakalang merupakan komoditi unggulan hasil perikanan dan


pengolahannya dapat dilakukan baik secara modern atau tradisional. Setiap
pengolahan ikan dapat menghasilkan berbagai hasil samping. Hasil samping
pengolahan ikan cakalang lebih banyak dihasilkan dari berat total ikan yang
diolah.
Pemanfaatan hasil samping ikan cakalang sebagian besar dijadikan sebagai
pakan ternak atau produk fermentasi, tetapi belum ada dimanfaatkan sebagai
minyak ikan. Keunggulan minyak ikan adalah produk olahan perikanan yang
mengandung asam lemak omega-3 yaitu EPA (asam eikosapentaenoat) dan DHA
(asam dokosaheksaenoat) yang berperan penting bagi kesehatan manusia.
Minyak ikan di Indonesia pada umumnya diperoleh dari hasil samping
pengolahan ikan kaleng dan tepung ikan. Minyak yang dihasilkan terutama
memiliki warna lebih gelap, asam lemak bebas dan bilangan peroksida yang tinggi
sehingga dapat mengakibatkan kerusakan minyak (Ahmadi 2012).
Kerusakan minyak disebabkan terjadinya proses oksidasi oleh oksigen
dari udara terhadap asam lemak tidak jenuh, dalam minyak yang terjadi selama
proses pengolahan atau penyimpanan asam lemak tidak jenuh semakin relatif
terhadap oksigen dengan bertambah jumlah ikatan rangkap pada rantai molekul
(Panagan et al. 2011).
Berdasarkan kajian tersebut dilakukan pemanfaatan masing-masing hasil
samping yaitu kepala, kulit usus, hati dan gonad sebagai minyak ikan dan
mengukur tingkat kerusakan minyak ikan tersebut selama penyimpanan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan menentukan kualitas minyak ikan dari masing-


masing hasil samping ikan cakalang selama penyimpanan melalui metode
akselerasi.

Bahan dan Metode

Waktu dan tempat

Penelitian ini dimulai bulan Mei sampai dengan Juli 2013 dan tempat
penelitian di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan dan Laboratorium Bahan
Baku Hasil Perairan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan alat

Bahan utama penelitian ini adalah minyak ikan hasil ekstraksi dari masing-
masing hasil samping ikan cakalang. Bahan kimia untuk analisis yaitu larutan
thiosulfat, asam asetat, kloroform, larutan kalium-iodin (KI), akuades, larutan
sodium thiosufat, indikator pati, alkohol, indikator PP, KOH, larutan
trimethylpentane, akuades, dan p-anisidin.
Alat utama untuk ekstraksi minyak adalah rotary evaporator merek Buchi
dan alat analisis kimia lainya yaitu spektrofotometer spektronik 20 untuk
pengujian kualitas minyak ikan dan oven merek memmert UNB-400.

Tahapan penelitian

Penelitian ini diawali dengan mengekstraksi bahan baku dari hasil samping
ikan cakalang yaitu kepala, kulit, usus, hati, dan gonad menjadi minyak. Minyak
hasil ekstraksi disimpan selama 7 hari pada suhu 40˚C dan setiap harinya diukur
kualitas minyak ikan berdasarkan analisis bilangan peroksida, bilangan asam
lemak bebas, bilangan p-anisidien, dan nilai total oksidasi. Diagram alir penentuan
kualitas minyak selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Kepala Kulit Usus Hati Gonad

Ekstraksi lemak
(Bligh and Dyer 1959)

Minyak ikan
(Kepala, Kulit, Usus, Hati, dan Gonad)

Penyimpanan
(0,1,2,3,4,5,6,7 hari - suhu 40˚C)

Penentuan kualitas minyak ikan:


1. Bilangan peroksida
2. Bilangan asam lemak bebas
3. Bilangan p-anisidin
4. Nilai total oksidasi

Gambar 3.1 Diagram alir kualitas minyak ikan dari hasil samping ikan cakalang
Bilangan peroksida (PV) (AOAC 1990)
Sebanyak 5 gram sampel dilarutkan ke dalam 30 mL larutan asam asetat
glasial dan kloroform (3:2), kemudian ditambahkan kalium-iodin (KI) jenuh,
akuades sebanyak 30 mL dan 0,5 mL larutan indikator pati 1% sampai merubah
warna larutan menjadi biru. Selanjutnya dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N
hingga berubah menjadi warna kuning. Persentase bilangan peroksida (PV) dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
S x M x 000
ilangan peroksi a meq Kg)
erat sampel g)

Keterangan:
S : Jumlah sodium thiosulfat (mL)
M : Konsentrasi sodium thiosulfate (0.1)

Bilangan asam lemak bebas (FFA) (AOAC 1995)


Sebanyak 10 gram minyak ditambahkan 25 mL alkohol 95% netral
(erlenmeyer 200 mL), kemudian dipanaskan di dalam penangas air selama 10
menit. Selanjutnya ditambahkan indikator PP sebanyak 2 tetes sambil dikocok,
lalu dilanjutkan dengan titrasi larutan KOH 0.1 N sampai berubah warna pink
yang tidak hilang dalam 10 detik. Persentase bilangan asam lemak bebas dihitung
berdasarkan persamaan berikut:
x xM
ilangan asam lemak e as )
0
Keterangan:
A : jumlah titrasi KOH (mL)
N : Normalitas KOH
G : gram contoh
M : bobot molekul asam lemak dominan

Bilangan p-anisidin (Watson 1994)


Pertama dibuat larutan uji pertama dengan cara melarutkan sampel
sebanyak 0,5 g kedalam 25 mL trimethylpentane, kemudian dibuat larutan uji
kedua dengan cara menambahkan 1 mL larutan p-anisidin (2,5 g/l) kedalam 5 mL
larutan uji pertama, lalu dikocok dan dihindarkan dari cahaya. Pada larutan
referensi dilakukan dengan cara yaitu masukan 1 mL larutan p-anisidin (2,5 g/l)
kedalam 5 mL larutan trimethylpentane dan dikocok.
Kedua larutan uji diukur nilai absorbansi menggunakan spektrofotometer.
Larutan uji pertama pada 350 nm dengan menggunakan trimethylpentane sebagai
larutan kompensasi. Larutan uji kedua pada 350 nm tepat 10 menit setelah larutan
disiapkan, dengan menggunakan larutan referensi sebagai kompensasi. Persentase
bilangan p-anisidin dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

x )
ilangan p anisi in meq Kg)
m
Keterangan:
: absorbansi larutan uji 1
: absorbansi larutan uji 2
M : massa sampel yang digunakan pada larutan uji 1

Penentuan nilai total oksidasi (Perrin 1996)


Penentuan nilai total oksidasi (TOTOX) dilakukan dengan metode
Perrin (1996), dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Nilai total oksidasi (meq/kg) = (2PV + p-anisidin)
Keterangan:
PV : Nilai bilangan peroksida
AV : Nilai bilangan p-anisidin

Rancangan percobaan (Steel dan Torrie 1993)

Rancangan percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah


Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF), jika perlakuan memberikan
pengaruh nyata maka diuji lanjut dengan menggunakan uji Duncan.
Model observasi Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF), yaitu
sebagai berikut:
Yij + αi + βj + αiβj + ∑ik
Keterangan:
Yij : respon pengaruh perlakuan pada taraf i ulangan ke-j
µ : pengaruh rata-rata umum
αi : pengaruh perlakuan pada taraf ke-i
βj : Pengaruh perlakukan pada taraf ke-j
pengaruh acak (galat percobaan) pada konsentrasi
∑ik : taraf ulangan ke-k

Hasil dan Pembahasan

Bilangan peroksida (PV)


Bilangan peroksida (PV) biasanya digunakan sebagai metode untuk
kuantitatif hidroperoksida yang diukur untuk menentukan perubahan oksidasi
utama (Klaypradit et al. 2009). Nilai oksidasi sangat penting sebagai indikator
mutu minyak, semakin rendah nilai oksidasi primer dan sekunder, maka kualitas
minyak akan semakin baik. Indikasi oksidasi primer adalah nilai peroksida yang
sangat penting untuk mengetahui kualitas minyak. Perubahan bilangan peroksida
selama penyimpanan dilihat pada Gambar 3.2.
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 3.2 Histogram perubahan bilangan peroksida pada setiap bagian hasil
samping selama penyimpanan : .
Angka-angka dengan huruf berbeda (a,b,c,d) menunjukkan perbedaan
nyata.
Bimbo (1998) menyatakan standar bilangan peroksida untuk minyak ikan
layak dikonsumsi sebesar 3-20 meq/Kg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
nilai rata-rata peroksida untuk minyak ikan cakalang selama penyimpanan tujuh
hari yaitu hati (13–21,5 meq/Kg), usus (14,5–24 meq/Kg), gonad (15,5–25
meq/Kg), kulit (17–27,5 meq/Kg), dan kepala (18–28,5 meq/Kg).
Nilai peroksida yang tinggi mengindikasikan bahwa minyak tersebut
sudah mengalami oksidasi. Gambar 3.2 menunjukkan bahwa minyak ikan yang
dihasilkan oleh gonad, usus, dan hati dengan waktu penyimpanan selama lima hari
masih dibawah standar nilai peroksida untuk minyak ikan sehingga minyak
tersebut masih berkualitas baik. Berbeda dengan minyak ikan yang dihasilkan dari
bagian kulit dan kepala yang telah mengalami kerusakan minyak pada
penyimpanan hari ke lima sehingga tidak memenuhi standar nilai peroksida untuk
minyak ikan.
Perbedaan nilai peroksida untuk minyak ikan yang dihasilkan oleh gonad,
usus, dan hati dengan minyak ikan yang dihasilkan oleh kulit dan kepala
disebabkan oleh laju pembentukan peroksida baru lebih kecil pada minyak yang
dihasilkan oleh gonad, usus, dan hati dibandingkan dengan laju degradasinya
menjadi senyawa lain pada minyak ikan yang dihasilkan oleh kulit dan kepala,
mengingat kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat
lain. Minyak ikan yang mengalami degradasi karena adanya keberadaan logam
yang bersifat prooksidan, panas, dan lama penyimpanan sehingga dapat
mempercepat proses oksidasi minyak yang membentuk radikal bebas.
Pokorny et al. (2001) menyatakan bahwa lemak atau minyak akan
mengalami oksidasi karena adanya reaksi degradasi yang diakibatkan oleh panas
dan penyimpanan yang lama. Ketaren (1986) menyatakan bahwa oksigen yang
bereaksi dengan radikal bebas akan menghasilkan senyawa peroksida aktif yang
akhirnya mempengaruhi sifat-sifat fisik dan kimia dari minyak ikan.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi antara minyak ikan
yang dihasilkan oleh masing-masing hasil samping dengan lama penyimpanan
enam hari pa a suhu 40˚C ti ak erpengaruh nyata p>0 0 ) se angkan interaksi
antara minyak ikan yang dihasilkan oleh gonad, kulit dan kepala dengan lama
penyimpanan tujuh hari menunjukkan kedua interaksi berpengaruh nyata.

Bilangan asam lemak bebas (ALB)


Bilangan asam lemak bebas (ALB) merupakan indikator tingkat hidrolisis
trigliserida dalam minyak ikan. Indikasi dari derajat hidrolisis yang terjadi pada
minyak dapat ditentukan dengan kandungan asam lemak bebasnya (Berger 1997).
Perubahan bilangan asam lemak bebas selama penyimpanan dilihat pada Gambar
3.3.

Lama penyimpanan (hari)


Gambar 3.3 Histogram perubahan bilangan asam lemak bebas pada setiap bagian
hasil samping selama penyimpanan :
Angka-angka dengan huruf berbeda (a,b,c,d) menunjukkan perbedaan
nyata.
Bimbo (1998) merekomendasi standar nilai asam lemak bebas untuk
minyak ikan layak dikonsumsi sebesar 1-7%. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa nilai rata-rata asam lemak bebas untuk minyak ikan cakalang selama
penyimpanan tujuh hari yaitu hati (3,53–6,35%), usus (4,65–7,19%), gonad (6,06–
6,63%), kulit (5,78–7,33%), dan kepala (5,64–6,91%).
Gambar 3.3 menunjukkan bahwa minyak ikan yang dihasilkan oleh
masing-masing hasil samping dengan lama penyimpanan tujuh hari masih berada
dibawah standar nilai asam lemak bebas untuk minyak ikan. Hal ini diduga
adanya antioksidan alami yang mampu untuk mengikat radikal bebas, sehingga
dapat mengurangi tingkat oksidasi. Kochhar dan Rossell (1990) menyatakan
bahwa antioksidan mampu menghambat terbentuknya radikal bebas pada tahap
inisiasi dan menghambat kelanjutan reaksi autooksidasi pada tahap propagasi
karena antioksidan memiliki energi aktivasi yang rendah untuk melepaskan satu
atom hidrogen kepada radikal lemak, sehingga tahap oksidasi lebih lanjut dapat
dicegah.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi antara minyak ikan
yang dihasilkan oleh hati, usus, kulit, dan kelapa dengan lama penyimpanan tujuh
hari pa a suhu 40˚C ti ak erpengaruh nyata p>0 0 ) se angkan minyak ikan
yang dihasilkan oleh gonad dengan lama penyimpanan dua hari menunjukkan
bahwa kedua interaksi berpengaruh nyata.

Bilangan p-anisidin
Nilai anisidin merupakan oksidasi sekunder dimana telah mengalami
degradasi lemak yang diinisiasi oleh hidroperoksida sehingga menghasilkan
produk sampingan karbonil yang bersifat yang non-volatile (Aidos et al. 2002).
Perubahan bilangan p-anisidin selama penyimpanan dilihat pada Gambar 3.4.

Lama penyimpanan (hari)


Gambar 3.4 Histogram perubahan bilangan p-anisidin pada setiap bagian hasil
samping selama penyimpanan :
Angka-angka dengan huruf berbeda (a,b,c) menunjukkan perbedaan
nyata.
Hamilton et al. (1988) merekomendasikan nilai p-anisidin untuk minyak
berkualitas baik sebesar ≤ 0 meq kg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai
rata-rata p-anisidin untuk minyak ikan cakalang selama penyimpanan tujuh hari
yaitu hati (0,49–2,37 meq/Kg), usus (0,56–2,51 meq/Kg), gonad (1,97–3,54
meq/Kg), kulit (0,79–3,46 meq/Kg), dan kepala (0,64–3,37 meq/Kg).
Gambar 3.4 menunjukkan bahwa minyak ikan yang dihasilkan oleh
masing-masing hasil samping selama penyimpanan tujuh hari tidak mengalami
terjadinya kerusakan minyak ikan. Hal ini disebabkan karena selama
penyimpanan, minyak ikan yang dihasilkan oleh masing-masing hasil samping
ikan cakalang telah mengalami oksidasi lanjut dari hidroperksida menjadi
senyawa–senyawa hasil pemecahan yang sangat kecil sehingga nilai p-anisidin
yang dihasilkan masih sangat kecil dan berada dibawah standar nilai p-anisidin
untuk minyak ikan.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi antara minyak ikan
yang dihasilkan oleh hati, usus, dan gonad dengan lama penyimpanan tujuh hari
pa a suhu 40˚C ti ak erpengaruh nyata p>0 0 ). Interaksi antara minyak ikan
yang dihasilkan oleh kulit dan kepala dengan lama penyimpanan empat hari,
interaksi antara minyak ikan yang dihasilkan oleh kulit dengan lama penyimpanan
enam hari, dan interaksi antara minyak ikan yang dihasilkan oleh kepala dengan
lama penyimpanan tujuh hari menunjukkan masing-masing interaksi berpengaruh
nyata.

Nilai total oksidasi


Penentuan tingkat total oksidasi adalah hasil penjumlahan antara dua kali
bilangan peroksida sebagai produk primer dan bilangan p-anisidin sebagai produk
sekunder. Perubahan nilai total oksidasi selama penyimpanan dapat dilihat pada
Gambar 3.5.

Lama penyimpanan (hari)


Gambar 3.5 Histogram perubahan nilai total oksidasi pada setiap bagian hasil
samping selama penyimpanan : .
Angka-angka dengan huruf berbeda (a,b,c) menunjukkan perbedaan
nyata.
Bimbo (1998) merekomendasi standar nilai total oksidasi yang sangat baik
untuk minyak ikan berkisar antara 10-60 meq/Kg. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa nilai rata-rata total oksidasi untuk minyak ikan cakalang selama
penyimpanan tujuh hari yaitu hati (0,51–2,41 meq/Kg), usus (0,59–2,56 meq/Kg),
gonad (2,00–3,59 meq/Kg), kulit (0,83–3,52 meq/Kg), dan kepala (0,67–3,42
meq/Kg).
Gambar 3.5 menunjukkan bahwa nilai total oksidasi yang dihasilkan oleh
masing-masing hasil samping ikan cakalang tidak mengalami kerusakan minyak
ikan karena masih berada dibawah standar nilai total oksidasi untuk minyak ikan.
Hal ini diduga karena nilai p-anisidin yang dihasilkan sangat rendah, walaupun
nilai peroksidanya tinggi sehingga dapat mempengaruhi hasil total oksidasi yang
diperoleh.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi antara minyak ikan
yang dihasilkan oleh hati, usus, dan gonad dengan lama penyimpanan tujuh hari
pa a suhu 40˚C ti ak erpengaruh nyata p>0,05). Interaksi antara minyak ikan
yang dihasilkan oleh kulit dan kepala dengan lama penyimpanan empat hari,
interaksi antara minyak ikan yang dihasilkan oleh kulit dengan lama penyimpanan
enam hari, dan interaksi antara minyak ikan yang dihasilkan oleh kepala dengan
lama penyimpanan tujuh hari menunjukkan masing-masing interaksi berpengaruh
nyata.

Simpulan

Minyak ikan yang dihasilkan oleh masing-masing hasil samping ikan


cakalang selama penyimpanan tujuh hari engan suhu 40˚C masih erkualitas
baik karena nilai total oksidasi dan nilai asam lemak bebas untuk minyak ikan
masih dibawah nilai batas standar.
4 PEMBAHASAN UMUM

Ikan cakalang merupakan sumberdaya perikanan yang cukup dominan


sehingga komoditi tersebut paling banyak dieksploitasi oleh nelayan. Sumberdaya
perikanan ikan cakalang cukup berkembang dalam usaha pengolahan; baik secara
tradisional maupun modern. Dengan demikian sumberdaya perikanan ikan
cakalang telah memberikan peranan yang cukup besar terhadap perekonomian
Indonesia. Produk olahan ini tidak hanya dipasarkan didalam negeri, tetapi juga
diekspor keluar negeri.
Seiring dengan berkembangnya teknologi proses pengolahan ikan
cakalang, dihasilkan juga hasil samping yang cukup besar. Meskipun hasil
samping merupakan bahan buangan yang dianggap sudah kurang efektif dan
kurang layak untuk dimanfaatkan. Namun hasil samping ikan cakalang tersebut
mengandung minyak ikan sumber omega-3 (DHA) yang sangat tinggi dan
memiliki fungsi yang sangat penting bagi kesehatan manusia.
Komposisi minyak ikan cakalang lebih banyak mengandung asam lemak
tak jenuh terutama asam lemak dokosaheksanoat (DHA). Sumber asam lemak
DHA diperoleh dari makanan karena asam lemak ini tidak dapat diproduksi dalam
tubuh. Kandungan asam lemak DHA didalam tubuh ikan cakalang diantaranya
pada bagian kepala (11,33%), kulit (18,89%), usus (16,42%), hati (3,28%), dan
gonad (30,10%), sedangkan asam lemak oleat pada bagian kepala (11,96%), kulit
(10,29%), usus (4,92%), hati (3,31%), dan gonad (4,29%). Sargent et al. (2002)
dan Leaver et al. (2008) menyatakan asam lemak DHA sangat dibutuhkan dalam
pertumbuhan yang normal, perkembangan dan reproduksi ikan. Watanabe (2007)
menyatakan asam lemak esensial yang terpenting adalah dokosaheksanoat (DHA)
yang berperan untuk kelangsungan hidup ikan pada saat reproduksi dan
pertumbuhannya.
Peranan asam lemak DHA (omega-3) untuk kesehatan manusia adalah
memperkuat daya tahan otot jantung, meningkatkan kecerdasan otak jika
diberikan sejak dini, melenturkan pembuluh darah, hingga menurunkan kadar
trigliserida, mencegah penggumpalan darah, memelihara fungsi kesehatan tubuh
yaitu sistem kardiovaskular, pertumbuhan manusia, dan perkembangan intelektual
serta asam lemak omega-3 dapat mengatasi beban penderita penyakit asma,
rematik, penyakit kulit, komplikasi diabetes dan kanker payudara, bahkan
pertumbuhan sel otak manusia sangat tergantung pada kadar omega-3 secara
cukup sejak bayi dalam kandungan sampai balita.
Tingginya kandungan asam lemak tak jenuh didalam tubuh ikan cakalang,
sangat berhubungan dengan kerentanan minyak ikan untuk mengalami ketengikan
oksidatif. Kerusakan minyak ikan dapat disebabkan terjadinya proses oksidasi
oleh oksigen dari udara terhadap asam lemak tak jenuh. Selama proses
pengolahan atau penyimpanan, kandungan asam lemak tidak jenuh semakin relatif
terhadap oksigen dengan bertambah jumlah ikatan rangkap pada rantai molekul
(Panagan et al. 2011). Untuk menghindari tingkat kerusakan minyak ikan
cakalang tersebut diupayakan proses hidrolisis dan oksidasi serendah mungkin
karena kerentanan minyak ikan dapat disebabkan oleh proses hidrolisis terutama
terjadi pada minyak yang banyak mengandung asam lemak jenuh, sedangkan
proses oksidasi terjadi pada minyak yang mengandung ikatan rangkap.
Mekanisme yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak
ikan cakalang yaitu menggunakan metode akselerasi dan metode analisis oksidasi.
Tujuannya adalah mempelajari karakteristik hasil samping ikan cakalang,
mengukur ketengikan minyak ikan, mengetahui lamanya masa penyimpanan.
Selama penyimpanan, karakterisasi minyak ikan cakalang yang dihasilkan
masih berkualitas baik. Hal ini ditandai karakteristik bahan baku ikan cakalang
yang masih segar dan hasil analisis asam lemak bebas dan jumlah total oksidasi
yang dihasilkan masih dibawah batas standar.
Karakterisasi asam lemak bebas dari hasil samping ikan cakalang adalah
hati (3,53–6,35%), usus (4,65–7,19%), gonad (6,06–6,63%), kulit (5,78–7,33%),
dan kepala (5,64–6,91%). Kandungan asam lemak bebas dari setiap bagian hasil
samping ikan cakalang diperoleh masih dibawah batas standar mutu minyak ikan.
Hal ini disebabkan bahwa setiap bagian hasil samping ikan cakalang masih
memiliki antioksidan alami yang mampu untuk mengikat radikal bebas, sehingga
tahap oksidasi lebih lanjut dapat dicegah. Kochhar dan Rossell (1990)
mendefinisikan antioksidan sebagai senyawa yang dapat menunda,
memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus,
antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi
antioksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid. Pratt (1992) menyatakan
antioksidan alami di dalam bahan baku dapat berasal dari senyawa antioksidan
yang sudah ada dari satu atau dua komponen bahan baku, senyawa antioksidan
yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, dan senyawa
antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan
sebagai bahan tambahan pangan.
Penentuan kualitas minyak ikan ditentukan dengan tingkat oksidasi yang
dihasilkan. Jumlah total oksidasi yang diperoleh dari setiap bagian hasil samping
ikan cakalang adalah hati (0,51–2,41 meq/Kg), usus (0,59–2,56 meq/Kg), gonad
(2,00–3,59 meq/Kg), kulit (0,83–3,52 meq/Kg), dan kepala (0,67–3,42 meq/Kg).
Jumlah total oksidasi yang dihasilkan masih dibawah batas standar mutu minyak
ikan. Hal ini berkaitan dengan jumlah nilai p-anisidin yang dihasilkan pada hasil
samping ikan cakalang sangat rendah, walaupun tingginya jumlah nilai peroksida
sehingga dapat mempengaruhi hasil penjumlahan total oksidasi yang diperoleh.
Berkaitan dengan permintaan yang tinggi terhadap minyak ikan yang
menjadi salah satu tantangan dan peluang bagi produsen untuk memproduksi
minyak ikan dengan kualitas yang baik, maka salah satu alternatif untuk
membantu peningkatan produksi minyak ikan adalah hasil samping dari ikan
cakalang. Hal ini terkait dengan hasil karakterisasi minyak ikan cakalang yang
masih berkualitas baik sehingga dapat berperan penting bagi kesehatan manusia
karena mengandung omega-3 yang berfungsi menurunkan tekanan darah sistolik,
diastolik, dan resiko terkena penyakit jantung, kemudian dapat diaplikasikan
untuk industri pangan dan farmasetikal yang saat ini semakin meningkat.
5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Kualitas minyak yang diperoleh masing-masing hasil samping ikan
cakalang selama penyimpanan tujuh hari pa a suhu 40˚C masih erkualitas aik
yang ditandai dengan nilai asam lemak bebas dan nilai total oksidasi masih
dibawah batas standar mutu minyak ikan.

Saran
Perlu dilakukan penambahan waktu penyimpanan untuk mengetahui
kestabilan minyak ikan.
DAFTAR PUSTAKA

Ackman RG. 1982. Fatty acid composition in fish oil in SM Barlow and ME
Stansby. Nutritional evaluation of long chain fatty acids in fish oil. London
(GB): Academy Pr.
Ahmadi. 2012. Pemurnian minyak ikan hasil samping penepungan ikan lemuru
(Sardinella longsceps) menggunakan zeolit alami keaktivasi perikanan.
Malang (ID): UNITRI Pr.
Aidos I. 2002. Production of high-quality oil from herring by-products.
Netherlands (NL): Wageningen University.
Aidos I, van der Padt A, Boom RM, Luten JB. 2002. Seasonal changes in
crudeand lipid composition of herring fillets, by-products and respective
produced oils. J Agricul Food Chem. 50: 4589-4599.
[AOAC] Association of Official Analitycal Chemist. 1990. Official method of
analysis of the association of official analitycal of chemist. Arlington,
Virginia (USA): Association of Official Analitycal Chemist, Inc.
[AOAC] Association of Official Analitycal Chemist. 1995. Official method of
analysis of the association of official analitycal of chemist. Arlington,
Virginia (USA): Association of Official Analitycal Chemist, Inc.
[AOAC] Association of Official Analitycal Chemist. 1999. Official method of
analysis of the association of official analytical of chemist. Arlington,
Virginia (USA): Association of Official Analytical Chemist, Inc.
[AOAC] Association of Official Analitycal Chemist. 2005. Official method of
analysis of the association of official analytical of chemist. Arlington,
Virginia (USA): Association of Official Analytical Chemist, Inc.
Astawan M. 2003. Teknik ekstraksi dan pemanfaatan minyak ikan untuk
kesehatan. Bul Teknol Indust Pangan. 9(1): 44-45.
Belitz HD, Grosch W, Schieberle P. 2009. Food chemistry, 4th revised and
extended edition. Berlin (DE): Springer-Verlag, Heidelberg.
Berger KG. 1997. Industrial frying. International news on fats, oils and related
materials. 8: 812-814.
Bimbo AP. 1998. Guidelines for characterizing food-grade fish oils. International
news on fats, oils and related materials. 9(5): 473-483.
Bhatnagar D dan Durrington PN. 2003. An omega-3 polyunsaturated fatty acid
concentrate administered for one year decreased triglycerides in
simvastatin treated patients with coronary heart disease and persisting
hypertriglyceridaemia. 85(5): 544-8.
Bligh EG dan Dyer WJ. 1959. A rapid method of total lipid extraction and
purification. Canadian J Biochem Physiol. 37: 911-17.
Bligh EG, Shaw SJ, Woyewoda AD. 1988. Effect of drying and smoking
on Lipids of fish. Di dalam: Burt JR, editor. Fish Smoking and Drying.
New York (USA): Elsevier Sci Publishers Ltd. hlm 41-52.
Boran G, Karac H, Boran M. 2006. Changes in the quality of fish oil due to
storage temperature and time. Food Chem. 98: 693-698.
Estiasih T. 2009. Minyak ikan. Teknologi dan Penerapannya untuk Pangan dan
Kesehatan. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. hlm 274.
Fardiaz D. 1989. Kromatografi gas dalam analisis pangan. Bogor (ID): Pusat
Antar Universitas Pr.
Gokce MA, Tasbozan O, Celik M, Tabakoglu SS. 2004. Seasonal variations in
proximate and fatty acid compositions of female common sole (Solea).
Food Chem. 88: 419-423.
Hamilton RS, Rossell JB. 1986. Analysis of oils and fats. Elsevier Applied Sci.
London (GB): Pp 23-32.
Hamilton RJ. Kalu C. McNeill GP. Padley FB. Pierce JH. 1988. Effects
of tocopherols, ascorbyl palmitate and lecithin on autoxidation of fish oil.
J Am Oil Chem Soc. 75(7): 813-821.
Hjaltson B, Epax AS, Iceland, Haraldsson GG. 2006. Fish oil and lipids from
marine sources. Di dalam: Modifying Lipids for Use in Food. Frank D.
Gunstone, editor. Cambridge (GB): Woodhead Publishing Ltd.
Imre S, Saghk S. 1997. Fatty acid composition and cholesterol content of mussel
and shrimp consumed in Turkey. J Mar Sci. 3(3): 179-189.
[ITIS] Integrated Taxonomic Information System. 2009a. Katsuwonus pelamis
[Internet]. [diunduh 2012 Jun 27]. Tersedia pada: http://itis_katsuwonus_
pelamis.
Iverson SJ, Frost KJ, Lang SLC. 2002. Fat content and fatty acid composition
of forage fish and invertebrates in prince william sound,
Alaska: factors contributing to among and with in species variability.
Mar Ecol Prog Ser. 241: 161-181.
Junker R, Kratz M, Neufeld M. 2006. Effects of diets containing olive oil,
sunflower oil, or rapeseed oil on the hemostatic system. J Acad Nutr Die.
112(5): 280–286.
Ketaren S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta (ID): UI Pr.
Ketaren S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta (ID): UI Pr.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Data indikator kinerja umum
tahun 2010. Jakarta (ID): BPS KKP. hlm 16.
Klaypradit W, Kerdproboon S, Singh RK. 2009. Application of artificial neural
networks to predict the oxidation of menhaden fish oil obtained from fourier
transform infrared spectroscopy method. Food Biopro Technol. 10: 1-6.
Kochhar SP and Rossell JB. 1990. Detection, estimation, and evaluation of
antioxidants in food system. Di dalam: Food Antioxidants. Hudson BJF.
Elsevier Applied Sci. London (GB) and New York (USA).
Kurniasari F. 2004. Proses pengalengan dean lemuru (Sardinella longiceps)
di PT. Blambangan Raya Muncar, Banyuwangi. Jawa Timur.
Bogor (ID): IPB Pr
Kusumawati R, Tazwir, Wawasto A. 2008. Pengaruh perandaman dalam asam
klorida terhadap kualitas gelatin tulang kakap merah (Lutjanus sp).
J Pasca Biotek Perikanan. 3(1): 1-6.
Kusumo WA. 1997. Keragaan asam lemak beberapa ikan pelagis dan demersal
yang didaratkan di Pelabuhan Ratu dan Muara Angke. Bogor (ID): IPB Pr.
Leaver MJ, Bautista JN, Bjornsson BT, Jonsson E, Krey G, Tocher DR, and
Torstensen BE. 2008. Towards fish lipid nutrigenomics: Current state and
prospects for fin-fish aquaculture. Rev Fish Sci. 16: 73-94.
Leblanc JC, Volatier JL, Aouachria NB, Oseredczuk M, Sirot V. 2008. Lipid and
fatty acid composition of fish and seafood consumed in France.
J Food Compos Anal. 21: 8-16.
Mohanarangan AB. 2012. Extraction of omega-3 fatty acids from atlantic herring
(Clupea harengus) [thesis]. Canada (CA): Dalhousie University Halifax.
Oceanlink. 2006. Deep sea biology [Internet]. [diunduh 2012 Jun 27]. Tersedia
: http://www.oceanlink.island.net/ask/depsea.
O’Keefe SF koh CC, Min DB. 2002. Food lipids: chemistry, nutrition, and
biotechnology. New York (USA): Marcel Dekker, Inc.
Palar H. 2004. Pencemaran dan toksikologi logam berat. Jakarta (ID): Rineka
cipta. hlm 78-86
Panagan AT, Hanity, Jujur VG. 2011. Analisis kuantisasi dan kuantitatif asam
lemak tak jenuh omega-3 dari minyak ikan patin (Pangasius) dengan metode
kruna.
Paul S, Mittal GS. 1997. Regulating the use of degraded oil/fat in deep-fat/oil
food frying. Critical Rev Food Sci Nutr. 37(7): 635-662.
Perrin JL. 1996. Determination of alteration. In: Karleskind A, Wolff J. Oils and
Fats, Manual. Paris (FX): Lavoisier Publishing.
Pike IH, Jackson A. 2010. Fish oil: production and use now and in the future.
Lipid technology. Di dalam: Houlihan D, Boujard T, Jobling M, editor.
Food Intake in Fish. Oxford (GB): Blackwell Scientific. 22(3): 354-375.
Pokorny J, Yanishlieva N, and Gordon M. 2001. Antioxidants in food. Pratical
Application. Cambridge (GB): Woodhead Publishing Ltd. Pp 380.
Pomeranz Y, Meloan CE. 2002. Food analysis, theory and practice.
Maryland (USA): Aspen Publisher, Inc.
Pranoto T. 2006. Asam lemak tak jenuh-penurunan resiko penyakit jantung
coroner. Jakarta (ID): UI Pr.
Sargent JR, Tocher DR, Bell JG. 2002. The lipids, In: Halver JE, Hardy RW. Fish
nutrition. San Diego (USA): Academy Pr. 181–257.
Sathivel S, Prinyawiwatkul W, King JM, Grimm CC, Lloyd S. 2002. Oil
production from catfish viscera. J Am Oil Chem Soc. 80(4): 277-382.
Shahidi F. 2007. Maximixing the value of marine by-products. Boca Raton
(USA): CRC Pr.
[SNI] Standarisasi Nasional Indonesia. 2009. Peraturan Badan Standarisasi
Nasional Nomor 3748 tahun 2009 tentang penentuan logam berat untuk
bahan baku.
Steel RD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan
Biometrik. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Sudarmadji S. 2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta (ID):
Liberty Yogyakarta. hal: 93-97, 101-103, 108, 114.
Sudhakar M, Manivannan K, Soundrapandian P. 2009. Nutritive value of
hard and soft shell crabs of Portunus sanguinolentus (Herbst).
J Animal Veter Advanc. 1(2): 44-48.
Wardhana WA. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta (ID): Andi
Offset.
Watanabe T. 2007. Importance of docosahexaenoic acid in marine larval fish.
J World Aquacul Soc. 24(2): 152-161.
Watson CA. 1994. Official and standardized methods of analysis (Third Ed).
Cambridge (GB): Royal Society of Chemistry.
Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka
Utama.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan Dan Gizi. Bogor (ID): M-Brio Pr. hlm 286.
Wu TH dan Bechtel PJ. 2008. Salmon by-product storage and oil extraction.
Food Chem. 111(4): 868-871.
Yildiz M. 2008. Fatty acid composition of some commercial marine fish feeds
available in Turkey. Turk J Vet Anim Sci. 32(3): 151-158.
Yin H dan Sathievel S. 2010. Physical properties and oxidation rates of unrefined
menhaden oil (Brevoortia patronus). J Food Sci. 75(3): 163-169.
Zuta CP. 2003. Synthesis of novel triglycerides from mackerel by-products and
vegetable oils. Canada (CA): Montreal UR. hlm 20-200.
Zuta CP, Simpson BK, Chan HM, Philips L. 2003. Concentrating PUFA from
mackerel processing waste. J Am Oil Chem Soc. 80: 933-936.
RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara. Penulis dilahirkan di


Kota Porto, pada 10 Maret 1984 dari pasangan Ishak Dominggus Toisuta dan
Wihelmina Marleen Siwabessy.
Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Hasil Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Pattimura Ambon, dan lulus
pada tahun 2008. Tahun 2009 penulis diterima sebagai dosen Manajemen
Sumberdaya Perikanan, Universitas Halmahera, Maluku Utara. Tahun 2011
penulis memperoleh Beasiswa Pendidikan Pascasarjana dari Direktorat
Pendidikan Tinggi dengan melanjutkan studi lanjut Program Pascasarjana
Magister Sains di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, dan lulus pada tahun 2014.
Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab penulis untuk program
pascasarjana ialah “Karakterisasi Minyak Ikan dari Hasil Samping Ikan Cakalang
(Katsuwonus pelamis)”. Selama mengikuti program pascasarjana, penulis telah
mener itkan salah satu uku tentang “Prospek an Potensi Ikan a us” untuk
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Institut Pertanian Bogor. Penulis juga telah
menulis jurnal internasional tentang “Characterization of Fatty Acid from
By-product of Skipjack Tuna (Katsuwonus Pelamis)” i lo al Institut In ia.

Anda mungkin juga menyukai