Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM KIMIA UNSUR


KEKUATAN MEDAN LIGAN

Disusun oleh :
Nama : Elisa Yuliana
NIM : 19104060050
Prodi : Pendidikan Kimia
Kelompok :B
Pernyataan Keaslian
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan secara jujur bahwa laporan yang
saya buat adalah hasil kerja sendiri, tidak menjiplak hasil kerja orang lain dan
atau tidak memanipulasi data. Jika terbukti ada hal-hal hasil menjiplak karya
orang lain dan atau memanipulasi data, maka saya
Yang menyatakan,
siap menerima sanksi yang semestinya.
Selesai pada tanggal : 20 Juni 2021
Jam : 14:08 WIB
Asisten Praktikum, Total Nilai

Eka Wahyanti

LABORATORIUM KIMIA
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2020
KEKUATAN MEDAN LIGAN
1. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan percobaan kali ini adalah mempelajari perbedaan kekuatan medan
ligan antara ligan amonia dan air.
2. DATA PENGAMATAN
N
PERLAKUAN PENGAMATAN
O
1 Larutan Cu2+ 0,02 M
Larutan berwarna biru muda
Pengenceran 10 mL dari 2 mL
bening
Cu2+ 0,1 M
2 Larutan 2 mL Cu2+ 0,1 M diencerkan, Larutan berwarna biru tua
kemudian diambil 2 mL + 5 mL amonia bening
3 Larutan 2 mL Cu2+ 0,1 M diencerkan
sampai 10 mL, kemudian diambil 2 mL Larutan berwarna biru bening
+ 2,5 mL amonia

Panjang gelombang dan absorbansi


Cu2+ dalam Cu2+ + akuades : Cu2+ + akuades :
λ (nm)
akuades ammonia (50:50) ammonia (75:25)
500 0,006 0,815 0,754
520 0,009 0,930 0,885
540 0,018 1,010 0,950
560 0,027 1,025 0,945
580 0,049 0,985 0,910
600 0,081 0,870
620 0,106
640 0,144
660 0,177
680 0,211
700 0,239
720 0,261
740 0,274
760 0,280
780 0,277
800 0,270

3. PEMBAHASAN
Percobaan ini berjudul “Kekuatan Medan Ligan” yang bertujuan
untuk mempelajari perbedaan kekuatan medan ligan antara ligan amonia dan
air. Prinsip kerja percobaan ini adalah pengukuran absorbansi suatu larutan
dengan variasi panjang gelombang menggunakan metode spektrofotometri,
dimana panjang gelombang maksimal digunakan untuk penentuan harga
10Dq dan perubahan energi yang terlibat. Absorbansi merupakan
perbandingan intensitas sinar yang diserap dengan intensitas sinar yang
datang (Neldawati, dkk., 2013). Spektrofotometer adalah suatu instrument
untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi
panjang gelombang (Day & Underwood, 1999). Prinsip dari spektrofotometri
ini penyerapan cahaya pada panjang gelombang tertentu oleh bahan yang
diperiksa. Pengukuran absorbansi dilakukan pada tiga sampel yaitu ion Cu2+
0,02 M dalam pelarut air, 50:50 campuran akuades dan larutan amonia 1 M
dan 75:25 campuran akuades.
Larutan yang diuji harus diencerkan terlebih dahulu untuk
menurunkan konsentrasinya sebagai syarat pengujian suatu larutan
menggunakan spektrofotometri UV- Vis karena spektrofotometri UV-Vis
lebih sensitive terhadap larutan yang mempunyai konsentrasi rendah,
sehingga didapatkan hasil yang lebih valid. Pembuatan larutan blanko
bertujuan untuk mengetahui besarnya serapan oleh zat yang bukan analat
(Laksi, 2000). Larutan blanko digunakan sebagai kontrol dalam suatu
percobaan sebagai nilai 100% transmittans, dimana ketika transmittans 100%
maka absorbansi adalah 0. Adanya blanko berfungsi sebagai pembanding
larutan yang akan dianalisis. Larutan blanko yang digunakan yaitu akuades
karena akuades tidak mengadung komponen yang akan dianalisis termasuk
zat pembentuk warna. Ketika pengukuran pada panjang gelombang yang
berbeda, larutan blanko dimasukkan pada alat sebelum pengukuran larutan
sampel dengan tujuan sebagai kontrol absorbansi bernilai nol, sehingga ketika
pengukuran absorbansi sampel diperoleh data yang lebih tepat atau yang
terbaca hanya nilai absorbansi ammonia nya saja. Kuvet yang berisi larutan
blanko maupun sampel sebelum dimasukkan pada alat spektoronik 20D harus
dibersihkan bagian luarnya dengan tisu agar tidak mengganggu cahaya yang
mengenai sampel sehingga pengukuran lebih tepat.
Hasil pengukuran digunakan untuk mencari panjang gelombang
maksimal ditandai dengan nilai absorbansi yang paling besar karena semakin
kecil lamda maka semakin besar energinya. Ada beberapa faktor yang
memengaruhi besar atau lebarnya splitting orbital d yaitu muatan atom pusat,
jenis atom pusat, jumlah dan geometri ligan dan jenis ligan. Dalam percobaan
ini menggunakan H2O dan NH3 sebagai ligannya dengan perbedaan jumlah
ligan ammonia yang terikat dalam larutan yang diuji, sehingga menyebabkan
nilai Δo berbeda karena kekuatan ligan yang diikat berbeda.
Percobaan kali in menggunakan alat spektronik 20D. Prinsip kerja
alat tersebut adalah radiasi elektromagnetik dilewatkan pada suatu sampel
berupa media yang homogen , dimana sebagian radiasi ada yang dipantulkan,
diabsorpsi atau diserap, dan ada yang diteruskan atau ditransmisikan. Selain
itu, digunakan larutan blanko sebagai pembanding untuk mengetahui
besarnya serapan oleh larutan sampel.
Pengukuran pertama yaitu pada larutan Cu2+ 0,02 M dalam larutan
akuades (larutan A). Dalam larutan ini, air berfungsi sebagai ligan dan Cu
adalah logam pusat. Jika ikatan yang terjadi adalah antara logam dengan ligan
maka akan terbentuk senyawa kompleks. Senyawa kompleks yang terbentuk
pada larutan ini adalah [Cu(H2O)6]2+ atau in heksaakuotembaga (II). Reaksi
pembentukan kompleksnya yaitu :

………..…………………………..(i)
Hibridisasi senyawa kompleks di atas dimana mengikat 6 ligan H 2O
adalah sebagai berikut :
Cu2+ dalam akuades
0.3
0.25
0.2
Absorbansi

0.15
0.1
0.05
0
450 500 550 600 650 700 750 800 850
Panjang Gelombang (nm)

Series2

Berdasarkan hasil yang diperoleh, larutan Cu2+ dalam akuades mempunyai


panjang gelombang maksimal 800 nm dengan absorbansi 0,270. Larutan
berwarna biru muda bening. Berdasarkan λmaks diperoleh harga 10Dq
sebesar 157,41 kJ/mol. Besarnya λmaks ditandai oleh nilai absorbansi paling
besar untuk mengetahui besaran Δo (10Dq) atau jarak eksitasi elektron dari
kebutuhan eksitasi, sesuai rumus semakin besar energy maka semakin kecil
pula panjang gelombang (λ).
Berdasarkan hibridisasi dapat diketahui bahwa hibridisasi kompleks
[Cu(H2O)6]2+ adalah sp3d2. Bentuk geometri senyawa ini yaitu octahedral
karena atom pusatnya mengikat 6 ligan dan bersifat paramagnetik. Splitting
orbital kompleks [Cu(H2O)6]2+ dapat dilihat pada gambar 1. Berikut ini :

Pengukuran kedua yaitu pada larutan Cu2+ 0,02 M dalam 50:50 larutan
akuades dan amonia (larutan B). Dalam larutan ini, air dan amonia berfungsi
sebagai ligan dan Cu adalah logam pusat. Jika ikatan yang terjadi adalah
antara logam dengan ligan maka akan terbentuk senyawa kompleks. Senyawa
kompleks yang terbentuk pada larutan ini adalah [Cu(H 2O)2(NH3)4]2+ atau ion
tetraamina diakuo tembaga (II). Reaksi pembentukan kompleksnya yaitu :

……………....(ii)
Hibridisasi senyawa kompleks di atas dimana mengikat 2 ligan H 2O dan 4
ligan NH3 adalah sebagai berikut :

Cu2+ + akuades : ammonia (50:50)


1.2

0.8
Absorbansi

0.6 Series2

0.4

0.2

0
480 500 520 540 560 580 600 620
Panjang Gelombang (nm)

Berdasarkan hasil yang diperoleh, larutan Cu2+ + akuades : ammonia


(50:50) mempunyai panjang gelombang maksimal 600 nm dengan absorbansi
0,870. Larutan ini menghasilkan warna biru tua bening. Berdasarkan λmaks
diperoleh harga 10Dq sebesar 206,25 kJ/mol. Besarnya λmaks ditandai oleh
nilai absorbansi paling besar untuk mengetahui besaran Δo (10Dq) atau jarak
eksitasi elektron dari kebutuhan eksitasi, sesuai rumus semakin besar energy
maka semakin kecil pula panjang gelombang (λ).
Berdasarkan hibridisasi dapat diketahui bahwa hibridisasi kompleks
[Cu(H2O)2(NH3)4]2+ adalah sp3d2. Bentuk geometri senyawa ini yaitu
oktahedral karena atom pusat mengikat 6 ligan dan bersifat paramagnetik.
Splitting orbital kompleks [Cu(H2O)2(NH3)4]2+ dapat dilihat pada gambar 4.
berikut ini :

Pengukuran ketiga yaitu pada larutan Cu2+ 0,02 M dalam 75:25 larutan
akuades dan amonia (larutan C). Dalam larutan ini, air dan amonia berfungsi
sebagai ligan dan Cu adalah logam pusat. Jika ikatan yang terjadi adalah
antara logam dengan ligan maka akan terbentuk senyawa kompleks. Senyawa
kompleks yang terbentuk pada larutan ini adalah [Cu(H 2O)2(NH3)4]2+ atau ion
tetraamina diakuo tembaga (II). Reaksi pembentukan kompleksnya yaitu :

……….…….(iii)
Hibridisasi senyawa kompleks di atas dimana mengikat 2 ligan H2O dan 4
ligan NH3 adalah sebagai berikut :
Cu2+ + akuades : ammonia (75:25)
1
0.9
0.8
0.7
0.6
Absorbansi

0.5 Series2
0.4
0.3
0.2
0.1
0
490 500 510 520 530 540 550 560 570 580 590
Panjang Gelombang (nm)

Berdasarkan hasil yang diperoleh, larutan Cu2+ + akuades : ammonia


(75:25) mempunyai panjang gelombang maksimal 580 nm dengan absorbansi
0,910. Larutan ini menghasilkan warna biru bening. Berdasarkan λmaks
diperoleh harga 10Dq sebesar 215,51 kJ/mol. Besarnya λmaks ditandai oleh
nilai absorbansi paling besar untuk mengetahui besaran Δo (10Dq) atau jarak
eksitasi elektron dari kebutuhan eksitasi, sesuai rumus semakin besar energy
maka semakin kecil pula panjang gelombang (λ).
Berdasarkan hibridisasi dapat diketahui bahwa hibridisasi kompleks
[Cu(H2O)2(NH3)4]2+ adalah sp3d2. Bentuk geometri senyawa ini yaitu
oktahedral karena atom pusat mengikat 6 ligan dan bersifat paramagnetik.
Splitting orbital kompleks [Cu(H2O)2(NH3)4]2+ dapat dilihat pada gambar
berikut :

Perbedaan tingkat energy eg dan t2g disebut Δo atau 10Dq, yang besar
kecilnya dipengaruhi oleh kekuatan medan ligan. Jika medan kuat maka Δo
besar dan elektron akan mengisi dari energi yang rendah terlebih dahulu (t2g)
kemudian baru ke energy yang tinggi (eg). Apabila harga 10Dq>P,
konfigurasi memiliki tingkat energy lebih rendah, maka kompleks yang
diperoleh adalah kompleks oktahedral dengan medan kuat (Effendy, 2007).
Jika harga 10Dq besar, maka orbital eg tidak terisi elektron sebelum orbital t2g
terisi penuh, keadaan ini disebut spin rendah. Adapun konfigurasi elektronnya
yaitu t2g6 eg3.
Warna sinar tampak dapat dihhubungkan dengan panjang gelombangnya
(Gandjar & Rohman, 2007). Perbedaan warna di tiap larutan disebabkan
adanya perbedaan antara ligan dan juga banyaknya ligan yang diikat. Di
larutan pertama hanya ligan H2O yang diikat sedangkan sisanya mengikat
H2O dan NH3 dengan jumlah yang berbeda. Selain itu adanya proses splitting
orbital d juga mengakibatkan adanya perbedaan warna tersebut serta kekuatan
ligan antara ligan H2O dan NH3 berbeda.
Warna biru yang dihasilkan dari ketiga larutan tersebut merupakan warna
komplementer yang dihasilkan dari proses penyerapan warna. Gambar diatas
menunjukkan warna komplementer dan warna serap yang dapat diterima oleh
sebuah senyawa kompleks. Larutan berwarna biru yang artinya warna
serapnya merupakan warna orange yang berada di sekitar +590-620 nm
(Nuryono, 2019).

4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan kekuatan medan ligan H2O lebih rendah
daripada NH3 karena adanya perbedaan keelektronegativitsan antara atom O
dan N yang mengakibatkan nilai 10Dq di tiap senyawa juga memiliki
perbedaan dengan nilai larutan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-
turut adalah 1, 574 x 10-11 kJ/mol, 2, 0625 x 10-11 kJ/mol, dan ketiga sebesar
2, 215 x 10-11 kJ/mol dengan nilai panjang gelombang dan absorbansi secara
berturut-turut adalah 760 nm, 560 nm, 540 nm, 0, 280, 1, 025, dan 0, 950.
5. LAMPIRAN
Perhitungan
Diketahui :
h = 6,626 × 10-34 J.s
c = 2,998 × 108 m/s
A. Larutan Pertama [Cu(H2O)6]2+
hc
E =
λ
6,626 ×10−34 J . s ×2,998 × 108 m/ s
=
76 × 10−8 m
= 2,614 ×10−19 × 10−3 kJ / J
= 2,614 ×10−22 kJ ×6,022 ×1023 mol−1
= 157,41 kJ/mol
B. Larutan Kedua [Cu(H2O)4(NH3)2]2+
hc
E =
λ
6,626 ×10−34 J . s ×2,998 × 108 m/ s
=
58 × 10−8 m
= 3,425 ×10−19 ×10−3 kJ /J
= 3,425 ×10−22 kJ × 6,022× 1023 mol−1
= 206,25 kJ/mol
C. Larutan Ketiga [Cu(H2O)2(NH3)2]2+
hc
E =
λ
−34 8
6,626 ×10 J . s ×2,998 × 10 m/ s
=
54 × 10−8 m
= 3,6787 ×10−19 ×10−3 kJ / J
= 3,5787 ×10−22 kJ × 6,022× 1023 mol−1
= 215,51 kJ/mol
Dari perhitungan diatas, didapatkan hasil nilai 10Dq untuk larutan pertama
[Cu(H2O)6]2+ adalah 157,41 kJ/mol, larutan kedua [Cu(H 2O)4(NH3)2]2+
adalah 206,25 kJ/mol, dan larutan ketiga [Cu(H2O)2(NH3)2]2+ adalah 215,51
kJ/mol.
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Effendy, 2011. Perspektif Baru Kimia Koordinasi Jilid 1 Edisi 2. Malang: Bayu
Media.
Gandjar, & Rohman. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
Neldawati, dkk., 2013. Analisis Nilai Absorbansi dalam Penentuan Kadar
Flavonoid untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat. Pillar Of Physics Vol.
2, pp. 76-83.
Nuryono, 2019. Kimia Anorganik Struktur dan Ikatan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Underwood dan Day. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima. Jakarta:
Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai