PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etika komunikai mau menjamin hak berkomunikai di ruang publik dan hak akan
informai yang benar. Etika komunikai bukan hanya masalah kehendak baik wartawan
atau para pelaku komunikasi dengan deontologi profesi mereka, tetapi juga masalah
etika institusional yang berupa UU atau hukum. Harus diakui bahwa nurani wartawan
dan deontologi profesi belum cukup tangguh menghadapi determinisme ekonomi dan
teknologi, serta masih sangat rentan terhadap konspirasi, desinformasi, dan berbagai
bentuk manipulasi. Regulasi publik ini bukan pertama-tama untuk membatasi
kebebasan berekspresi, tetapi untuk memperkuat deontologi profesi, mengangkat
kredibilitas media dan pada akhirnya menjamin masyarakat untuk memenuhi haknya
akan informasi yang benar. Jadi, Etika komunikasi mau memecahkan dilema antara
kebebasan berekspresi dan tanggung jawab media sebagai instani pelayanan publik.1
Banyak orang berbicara tentang komunikasi dan mengaitkan kejadian baik dan
buruk dengannya.jika kita bertanya pada seseorang tentang faktor melejitnya karir
orang tertentu dalam waktu relative cepat, hampir bisa dipastikan bahwa diantara
jawabannya adalah karena orang tersebut memiliki kecakapan dalam berkomunikasi.
Jika ada dua mahasiswa tidak bertegur sapa, setiap bertemu dengan temannya selalu
mengalihkan wajahnya dan membelakangi temannya… pasti kita akan mengatakan
bahwa hal itu terjadi karena kesalahan komunikasi.2
1
Haryatmoko, Etika Komunikasi, (Yogyakarta : Kanisius, 2007), h. 13
2
Harjani Hefni, komunikasi Islam, (Jakarta : PT Kharisma Putra Utama, 2015), h. 1
wanita ini merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang bergitu istimewa. Malahan
kedudukan dan darjat wanita yang mulia dijelaskan dalam alQuran dan hadis
Rasulullah SAW.3
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja etika Komunikasi di Media social
2. Bagaimana etika komunikasi wanita di media sosial dalam perspektif islam
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui etika komunikasi di media social
2. Untuk mengetahui etika komunikasi wanita di media sosial dalam perspektif
islam
D. Metode Penulisan
3
Muhammad Izzuddin Nazir Muhammad Irfan Zikri Che Noh Bushrah Basiron, “Media
Sosial dan Wanita Menurut Islam”
http://eprints.utm.my/id/eprint/85053/1/10%20MuhammadIzzuddinNazir2019_MediaSosiald
anWanita.143-156.pdf, diakes tanggal : 1 Januari 2021.
penelitian yang menjawab permasalahan etika komunikasi islami di sosial media
menurut perspektif Al Qur‘an.
BAB II
PEMBAHASAN
Etika komunikasi adalah cara kita dalam berinteraksi atau bertukar informasi,
antar sesama individu maupun kelompok dengan cara-cara yang baik dan tidak
merugikan orang lain. Komunikasi merupakan hal yang tidak bisa dilepas pisahkan
dari kehidupan manusia karena sudah tentu pasti dilakukan oleh setiap individu.
Media sosial terdiri dari dua kata, yakni media dan sosial. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, media artinya alat (sarana) komunikasi seperti: Koran, majalah,
film, radio, televisi, poster dan spanduk. Adapun sosial, menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia artinya berkenaan dengan masyarakat. Secara istilah, Muhammad
Irhamdi menjelaskan bahwa media sosial adalah wadah untuk berkomunikasi melalui
jaringan internet secara online (Sosial media) seperti: youtube, whatsapp, instagram,
twitter dan semacamnya, bertujuan untuk memudahkan komunikasi tanpa terhalang
jarang dan waktu.4
Media sosial adalah salah satu bentuk komunikasi digital saat ini. Memang ada ciri-
ciri media sosial yang khas yang bisa kita ketahui. Melalui media sosial, banyak
orang bisa terhubung dengan mudah. Penyebaran informasi pun relatif lebih cepat
dengan adanya media sosial. Ini adalah termasuk jenis metode komunikasi daring.
Berikut ini adalah beberapa macam etika yang perlu diperhatikan saat berkomunikasi
di media sosial:
Menggunakan huruf dengan benar juga menjadi bagian dari etika komunikasi
di media sosial. Mudahnya, selalu gunakan huruf yang wajar. Menulis sesuatu di
media sosial dengan menggunakan huruf kapital semua bisa memberikan kesan
marah, kecewa dan menantang.
Warna huruf juga penting untuk diperhatikan. Beberapa media sosial biasanya
memberikan fitur ini untuk menambah keragaman dari jenis tulisan yang akan
diberikan seseorang. Menggunakan warna huruf merah dengan tulisan yang tebal bisa
memiliki kesan menantang dan marah. Persepsi orang yang berbeda-beda ini menjadi
alasan mengapa penulisan huruf dengan warna yang standar menjadi penting.
Bahasa yang sesuai di sini adalah menunjukkan bagaimana tata krama kita
saat berkomunikasi dengan orang lain. Perhatikan dengan siapa kita berbicara. Jangan
sampai keluar bahasa-bahasa yang kurang sopan pada orang tertentu sehingga etika
dalam komunikasi ini menjadi hilang. Pastikan ini juga menjadi salah satu hal yang
diperhatikan saat menggunakan media sosial. Ada efek media sosial yang bisa saja
tergantung dari hal ini.
Saat dihubungi melalui media sosial, pastikan kita juga memberikan respon
dengan segera. Menunda-nunda untuk memberikan respon atau bahkan
mengabaikannya akan memberikan kesan yang jelek. Apalagi sekarang ini banyak
sekali media sosial yang juga sudah melengkapi fitur pemberitahuan bahwa pesan
yang disampaikan sudah dibaca oleh penerima pesan.
Hal ini bisa mengundang kesimpang-siuran berita yang tentu saja sangat tidak
diharapkan. Istilah yang mungkin kita kenal saat ini adalah berita hoax. Bahkan, hal
ini bisa diperkarakan pula di hukum bila penyebaran informasi palsu tersebut
memang disengaja. Ada pengaruh media sosial yang bisa berfungsi secara cepat
dalam hal penyebaran info.
5
Barzam, “8 Etika Komunikasi di Media Sosial Wajib Tahu”,
https://pakarkomunikasi.com/etika-komunikasi-di-media-sosial#:~:text=Ini%20adalah%20termasuk
%20jenis%20metode%20komunikasi%20daring.%20Berikut,media%20sosial.%20Kalimat-kalimat
%20dengan%20susunan%20yang%20tepat%2C%20, diakses pada 1 januari 2021
٣﴿ ص ْب ِر
َّ اص ْوا بِال ِّ ص ْوا بِا ْل َح
َ ق َوت ََو َ ت َوتَ َوا َّ ﴾ِإاَّل الَّ ِذينَ آ َمنُوا َو َع ِملُوا ال
ِ صالِ َحا
Terjemahannya :
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati
supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”
(Q.S. al-Ashr [103]: 1-3).
1. Demi masa[1].
3. kecuali orang-orang yang beriman[2] dan mengerjakan amal saleh[3] serta saling
menasihati untuk kebenaran[4] dan saling menasihati untuk kesabaran[5].
[1] Kata ‘Ashr’ di ayat bisa juga diartikan waktu ‘Ashr atau shalat Ashar. Allah
Subhaanahu wa Ta'aala bersumpah dengan masa yang mencakup malam dan siang;
yang merupakan tempat terjadinya perbuatan hamba dan amal mereka, bahwa setiap
manusia akan rugi, yakni tidak beruntung sebagaimana diterangkan dalam ayat
selanjutnya. Kerugian ada beberapa macam; ada kerugian yang mutlak dan ada
kerugian yang hanya sebagiannya saja. Kerugian yang mutlak adalah kerugian di
dunia dan akhirat; di dunia mendapatkan kesengsaraan, kebingungan dan tidak
mendapatkan petunjuk, sedangkan di akhirat mendapatkan neraka jahannam. Allah
Subhaanahu wa Ta'aala meratakan kerugian kepada semua manusia kecuali orang
yang memiliki empat sifat; iman, amal saleh, saling menasihaati untuk kebenaran dan
saling menasihati untuk kesabaran.
[2] Yaitu beriman kepada apa yang diperintahkan Allah untuk diimani, dan iman
tidak dapat terwujud kecuali dengan ilmu (belajar), sehingga ia merupakan bagian
yang menyempurnakannya. Dalam ayat ini terdapat dalil untuk mendahulukan ilmu
sebelum beramal.
[3] Amal saleh mencakup semua perbuatan yang baik yang tampak maupun yang
tersembunyi; yang terkait dengan hak Allah maupun hak manusia, yang wajib
maupun yang sunat.
[4] Yaitu iman dan amal saleh, yakni saling menasihati untuk melakukan hal itu dan
mendorongnya.
[5] Yakni bersabar untuk tetap menaati Allah, bersabar untuk tetap menjauhi larangan
Allah dan bersabar terhadap taqdir Allah yang pedih. Kedua hal yang sebelumnya,
yaitu iman dan amal saleh dapat menyempurnakan diri seseorang, sedangkan kedua
hal yang setelahnya dapat menyempurnakan orang lain. Dengan keempat perkara
itulah seseorang akan selamat dari kerugian dan memperoleh keberuntungan.
Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab dalam Al Ushul Ats Tsalaatsah berdalih
dengan surah ini untuk menerangkan kewajiban seorang muslim, yaitu ilmu, amal,
dakwah dan sabar. 6
Dalam hal ini Al-Quran memberikan perintah Tabayyun (teliti, jeli, dan hati-hati)
dalam menerima informasi. Allah SWT berfirman :
6
“Tafsir Al Qur’an Al Karim”, http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-al-ashr.html, diakses
pada 2 januari 2021.
َُصبِ ُحوا َعلَ ٰى َما فَ َع ْلتُ ْم نَا ِد ِمين ِ ق بِنَبٍَإ فَتَبَيَّنُوا َأنْ ت
ْ ُصيبُوا قَ ْو ًما بِ َج َهالَ ٍة فَت ِ يَا َأيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِإنْ َجا َء ُك ْم فَا
ٌ س
Terjemahannya :
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan
suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan
kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Q.S. al-Hujurat [49]: 6).
- Tafsir Jalalain
(Hai orang-orang yang beriman! Jika datang kepada kalian orang fasik membawa
suatu berita) (maka periksalah oleh kalian) kebenaran beritanya itu, apakah ia benar
atau berdusta. Menurut suatu qiraat dibaca Fatatsabbatuu berasal dari lafal Ats-
Tsabaat, artinya telitilah terlebih dahulu kebenarannya (agar kalian tidak menimpakan
musibah kepada suatu kaum) menjadi Maf'ul dari lafal Fatabayyanuu, yakni
dikhawatirkan hal tersebut akan menimpa musibah kepada suatu kaum (tanpa
mengetahui keadaannya) menjadi Hal atau kata keterangan keadaan dari Fa'il, yakni
tanpa sepengetahuannya (yang menyebabkan kalian) membuat kalian (atas perbuatan
kalian itu) yakni berbuat kekeliruan terhadap kaum tersebut (menyesal) selanjutnya
Rasulullah saw. mengutus Khalid kepada meraeka sesudah mereka kembali ke
negerinya. Ternyata Khalid tiada menjumpai mereka melainkan hanya ketaatan dan
kebaikan belaka, lalu ia menceritakan hal tersebut kepada Nabi saw.7
Dari ayat tersebut kita dapat mengambil makna bahwa apabila telah datang
kabar dari orang fasik dan juga bisa berlaku umum berita dari siapa saja, maka kita
diharuskan untuk memeriksa dan meneliti terlebih dahulu kabar berita tersebut dan
janganlah tergesa-gesa membenarkan dan menyebarkan berita tersebut. Terkhusus di
zaman kemajuan teknologi informasi masa kini, berita bohong (Hoax), fitnah, dan
7
JavanLabs, “Tafsir al Hujurat ayat 6”, https://tafsirq.com/49-al-hujurat/ayat-6#tafsir-
quraish-shihab, diakses pada 2 januari 2021
ujaran kebencian (Hate Speech) sangat banyak menyebar luas di media sosial, maka
ada 3 hal yang harus dilakukan sebelum menerima dan menyampaikan informasi,
yakni: validasi (Chek kesahihannya), verifikasi (chek kebenarannya), dan klarifikasi
(chek kejelasan sumber informasinya).
Tabayyun merupakan ciri dan karakter yang sejatinya harus melekat pada diri kita
sebagai muslim dan mukmin. Jika kita belum tau secara pasti kebenaran sebuah berita
lebih baik berita itu berhenti sampai di kita. Kita tidak berdosa menahan berita yang
belum tentu benar tetapi kita bisa berdosa jika ikut menyebarkan informasi yang salah
keliru dan mengganggu keharmonisan masyarakat.
س ٰى َ سا ٍء َع َ ِسا ٌء ِمنْ ن َ ِس ٰى َأنْ يَ ُكونُوا َخ ْي ًرا ِم ْن ُه ْم َواَل ن َ س َخ ْر قَ ْو ٌم ِمنْ قَ ْو ٍم َع ْ َيَا َأ ُّي َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل ي
ۚ ان
ِ ق بَ ْع َد اِإْل ي َم ُ ُس ُم ا ْلف
ُ سو ْ ْئس ااِلَ ِب ۖ ب ِ م َواَل تَنَابَ ُزوا بِاَأْل ْلقَاwْ س ُك
َ َُأنْ يَ ُكنَّ َخ ْي ًرا ِم ْن ُهنَّ ۖ َواَل تَ ْل ِم ُزوا َأ ْنف
ََو َمنْ لَ ْم يَت ُْب فَُأو ٰلَِئكَ ُه ُم الظَّالِ ُمون
Terjemahan :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari
mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya,
boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu
sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-
buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa
yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Q.S. al-Hujurat
[49]: 11)
Islam juga mengajarkan agar dalam aktivitas komunikasi harus bersifat saling
menghargai dan menghormati atas perbedaan, baik perbedaan atas suku ras dan
budaya, maupun perbedaan pilihan, dan pendapat. Hal ini telah di tegaskan dalam
firman Allah SWT :
ِ م ِع ْن َد هَّللاwْ ارفُوا ۚ ِإنَّ َأ ْك َر َم ُك ُ اس ِإنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِمنْ َذ َك ٍر َوُأ ْنثَ ٰى َو َج َع ْلنَا ُك ْم
َ ش ُعوبًا َوقَبَاِئ َل لِتَ َع ُ َّيَا َأيُّ َها الن
م ۚ ِإنَّ هَّللا َ َعلِي ٌم َخبِي ٌرwْ َأ ْتقَا ُك
Terjemahan :
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. al-Hujurat [49]:
13).
Dalam berkomunikasi, kita harus pintar menggunakan cara dan bahasa yang baik
agar tersirat nilai-nilai kebaikan. Sebagaimana firman Allah SWT :
Terjemahan :
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (an-Nahl [16]: 125).
- Tafsir Jalalain
(Serulah) manusia, hai Muhammad (kepada jalan Rabbmu) yakni agama-Nya
(dengan hikmah) dengan Alquran (dan pelajaran yang baik) pelajaran yang baik atau
nasihat yang lembut (dan bantahlah mereka dengan cara) bantahan (yang baik) seperti
menyeru mereka untuk menyembah Allah dengan menampilkan kepada mereka
tanda-tanda kebesaran-Nya atau dengan hujah-hujah yang jelas. (Sesungguhnya
Rabbmu Dialah Yang lebih mengetahui) Maha Mengetahui (tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk) maka Dia membalas mereka; ayat ini diturunkan sebelum diperintahkan
untuk memerangi orang-orang kafir. Dan diturunkan ketika Hamzah gugur dalam
keadaan tercincang; ketika Nabi saw. melihat keadaan jenazahnya, lalu beliau saw.
bersumpah melalui sabdanya, "Sungguh aku bersumpah akan membalas tujuh puluh
orang dari mereka sebagai penggantimu."
Ayat diatas mengandung perintah bahwa hendaklah dalam melakukan komunikasi
harus dengan hikmah (cara yang bijak), dan komunikasi bersifat nasihat yang baik
dan santun. Jika kita berkomunikasi dengan orang-orang yang keras hatinya, maka
hendaklah berkomunikasi dengan cara debat tetapi dengan bahasa yang santun lembut
dan mengena ke hati lawan orang yang diajak berkomunikasi.
5. Menjauhkan diri dari prasangka buruk dan mencari kesalahan orang lain
Dalam etika berkomunikasi kita selalu berprasangka baik namun juga tetap
waspada, tidak mudah terpancing emosi, dan larangan mencari kesalahan dan
menghina orang lain pada saat berkomunikasi di media sosial. Allah SWT berfirman;
- Tafsir al Azhar
“Wahai orang-orang yang beriiman, jauhilah kebanyakan daripada prasangka."
Prasangka ialah tuduhan yang bukan-bukan persangkaan yang tidak beralasan, hanya
semata-mata rahmat yang tidak pada tempatnya saja."‘Karena sesungguhnya sebagian
daripada prasangka itu adalah dosa." Prasangka adalah dosa karena dia adalah
tuduhan yang tidak beralasan dan bisa saja memutuskan silaturahim di antara dua
orang yang berbaik. Bagaimanalah perasaan yang tidak mencuri lalu disangka orang
bahwa dia mencuri, sehingga sikap kelakuan orang telah berlainan saja kepada
dirinya.
“Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain." Mengorek-ngorek
kalau-kalau ada si anu dan si fulan bersalah, untuk menjatuhkan maruah si fulan di
muka umum. Sebagaimana kebiasaan yang terpakai dalam kalangan kaum komunis
sendiri apabila mereka dapat merebut kekusaan pada satu negara. Segala orang yang
terkemuka dalam negara itu dikumpuikan"sejarah hidupnya", baiknya dan buruknya,
kesalahannya yang telah lama berlalu dan yang baru, jasanya dalam negeri dan
perlawatannya ke mana saja. Sampai juga kepada segala kesukaannya, baik kesukaan
yang terpuji ataupun yang tercela. Maka orang yang dianggap perlu untuk dipakai
bagi kepentingan negara, segeralah dia dipakai dengan berdasar kepada"sejarah
hidup" itu. Tetapi kalau datang masanya dia hendak didepak dan dihancurkan, akan
tampillah ke muka orang-orang yang diperintahkan buat itu, lalu mencaci maki orang
itu dengan membuka segala cacat dan kebobrokan yang bertemu dalam sejarah yang
telah dikumpulkan itu."Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang
lain."
Menggunjing ialah membicarakan aib dan keburukan seseorang sedang dia
tidak hadir, sedang dia berada di tempat lain. Hal ini kerap kali sebagai mata rantai
dan kemunafikan. Orang asyik sekali membongkar rahasia kebusukan seseorang
ketika seseorang itu tidak ada. Tiba-tiba saja, dia pun datang maka pembicaraan pun
terhenti dengan sendirinya, lalu bertukar sama sekali dengan memuji-muji
menyanjung menjunjung tinggi. Ini adalah perbuatan hina dan pengecut! Dalam
lanjutan ayat dikatakan,"Apakah suka seorang di antara kamu memakan daging
saudaranya yang sudah mati?" Artinya, bahwasanya membicarakan keburukan
seseorang ketika dia tidak hadir, samalah artinya dengan memakan daging manusia
yang telah mati, tegasnya makan bangkai yang busuk. Begitulah hinanya! Kalau
engkau seorang manusia yang bertanggung jawab, mengapa engkau tidak mau
mengatakan di hadapan orang itu terus terang apa kesalahannya, supaya diubahnya
kepada yang baik?"Maka jijiklah kamu kepadanya." Memakan bangkai temanmu
yang telah mati sudah pasti engkau jijik. Maka membicarakan aib celanya sedang
saudara itu tidak ada samalah artinya dengan memakan bangkainya. Kalau ada
sececah iman dalam hatimu, tentu engkau percaya apa yang difirmankan Allah. Sebab
itu tentu engkau pun akan merasa jijik pula berbuat perangai yang hina yang pengecut
itu.
“Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah adalah penerima tobat, lagi
Maha Penyayang."
Artinya, jika selama ini perangai yang buruk ini ada pada dirimu, mulai
sekarang segeralah hentikan dan bertobatlah daripada kesalahan yang hina itu disertai
dengan penyesalan dan bertobat. Allah senantiasa membuka pintu kasih sayang-Nya,
membuka pintu selebar-lebarnya menerima kedatangan para hamba-Nya yang ingin
menukar perbuatan yang salah dengan perbuatan yang baik, kelakuan yang durjana
hina dengan kelakuan yang terpuji sebagai manusia yang budiman.8
8
“Tafsir Al Hujurat Ayat 12”, https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-49-al-hujurat/ayat-12#,
diakses pada 2 Januari 2021
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etika komunikasi adalah cara kita dalam berinteraksi atau bertukar informasi,
antar sesama individu maupun kelompok dengan cara-cara yang baik dan tidak
merugikan orang lain. Komunikasi merupakan hal yang tidak bisa dilepas pisahkan
dari kehidupan manusia karena sudah tentu pasti dilakukan oleh setiap individu.
Etika komunikasi di media harus memperhatikan beberapa hal, antara lain :
Banyak orang berbicara tentang komunikasi dan mengaitkan kejadian baik dan
buruk dengannya.jika kita bertanya pada seseorang tentang faktor melejitnya karir
orang tertentu dalam waktu relative cepat, hampir bisa dipastikan bahwa diantara
jawabannya adalah karena orang tersebut memiliki kecakapan dalam berkomunikasi.
Jika ada dua mahasiswa tidak bertegur sapa, setiap bertemu dengan temannya selalu
mengalihkan wajahnya dan membelakangi temannya… pasti kita akan mengatakan
bahwa hal itu terjadi karena kesalahan komunikasi.
Media sosial adalah salah satu bentuk komunikasi digital saat ini. Memang ada ciri-ciri
media sosial yang khas yang bisa kita ketahui. Melalui media sosial, banyak orang bisa
terhubung dengan mudah. Penyebaran informasi pun relatif lebih cepat dengan adanya media
sosial. Ini adalah termasuk jenis metode komunikasi daring
Etika komunikasi di media harus memperhatikan beberapa hal, antara lain : selalu
perhatikan penggunaan kalimat, berhati-hati saat menggunakan huruf, perhatikan
pemilihan warna huruf, pemilihan simbol dan ikon yang tepat, menggunakan bahasa
yang sesuai, memberikan respon dengan segera dan memberikan informasi yang
memiliki referensi jelas, tidak memancing pertentangan.
MAKALAH ILMIAH AL-QUR’AN
Oleh :
DEVITA ANGGREINI
2022