Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ADHF


(ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE)

OLEH:

NI WAYAN SURATMINI

NIM. P07120320056

KELAS B/PROFESI NERS

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2021
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut
yang didefinisikan sebagai serangan jantung yang cepat (rapid onset) dari gejala-
gejala atau tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat
berupa disfungsi sistolik maupun diastolic, abnormalitas irama jantung atau
ketidakseimbangan preload dan afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru
tanpa kelainan katup jantung sebelumnya atau dapat merupakan dekompensasi dari
gagal jantung kronik (chronic heart failure) yang telah dialami sebelumnya. ADHF
muncul bila cardiac output tidak memenuhi kebutuhan metabolism tubuhe (Hanafiah,
2006).
Gagal jantung merupakan gejala-gejala dimana pasien memenuhi ciri-ciri
gejala–gejala gagal jantung, nafas pendek yang khas selama istirahat atau saat
melakukan aktivitas dan/atau kelelahan, serta tanda-tanda retensi cairan seperti
kongestif pulmonal atau pembengkakan tungkai (Crouch MA, DiDomenico RJ,
Rodgers Jo E, 2006).

2. Etiologi
Menurut Hanafiah (2006), faktor resiko tinggi tekena penyakit ADHF yaitu:
a. Orang yang menderita riwayat hipertensi
b. Obesitas
c. Pernah mengalami riwayat gagal jantung
d. Perokok berat
e. Aktivitas sangat berlebihan dan mengkonsumsi alkohol
3. Klasifikasi
Gagal jantung diklasifikasikan menurut American College of Cardiology (ACC)
dan American Heart Association (AHA) terbagi atas atas 4 stadium berdasarkan
kondisi predisposisi pasien dan derajat keluhannya yaitu :
a. Stage A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung struktural atau
tanda dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk mereka yang
mengidap hipertensi, DM, sindroma metabolik, penyakit aterosklerosis atau
obesitas.
b. Stage B : penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang
asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling, fraksi
ejeksi LV rendah, riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup jantung
asimptomatik.
c. Stage C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung saat
ini atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung struktural, dyspnea,
fatigue, dan penurunan toleransi aktivitas.
d. Stage D : Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat muncul
saat istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawat inap.

Sedangkan menurut New York Heart Association (NYHA), dibagi menjadi 4


kelas berdasarkan tanda dan gejala pasien, respon terapi dan status fungsional :
a. Functional Class I (FC I) : asimptomatik tanpa hambatan aktivitas fisik
b. Functional Class II (FC II) : hambatan aktivitas fisik ringan, pasien merasa
nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau
angina dengan aktivitas biasa.
c. Functional Class III (FC III) : hambatan aktivitas fisik nyata, pasien merasa
nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau
angina dengan aktivitas biasa ringan.

4. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis
Gejala Tanda
yang dominan
Edema Sesak napas, kelelahan, Edema perifer, peningkatan vena
perifer/kongesti anoreksia jugularis, edema pulmonal,
hepatomegaly, asites, overload cairan
(kongesti), kaheksia
Edema pulmonal Sesak napas yang berat Crackles atau rales pada paru-paru
saat istirahat bagian atas, efusi, takikardia dan
takipnea
Srok kardiogenik Konfusi, kelemahan, Perfusi perifer yang buruk, sistolik
(low output dingin pada perifer blood pressure (SBP) < 90 mmHg,
syndrome) anuria atau oliguria
Tekanan darah Sesak napas Biasanya terjadi peningkatan tekanan
tinggi (gagal darah, hipertensi ventrikel kiri
jantung
hipertensif)
Gagal jantung Sesak napas, kelelahan Bukti disfungsi ventrikel kanan,
kanan peningkatan JVP, edema perifer,
hepatomegaly dan kongesti usus
Sumber : Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowsi P, Atar D
et al. ESC Guidelines for the diagnosis and threatment of acute and chronic heart
failure 2008. European Journal of Heart Failure.

Menurut the konsensus guideline in the management of acute decompensated heart


failure tahun 2006, manifestasi klinis acute decompensated heart failure antara lain :
a. Volume Overload :
1) Dispneu saat melakukan aktivitas
2) Orthopnea
3) Paroxsysmal nocturnal dispnea (PND)
4) Ronchi
5) Cepat kenyang
6) Mual dan muntah
7) Hepatosplenomegali, hepatomegali atau splenomegali
8) Distensi vena jugular
9) Reflex hepatojugular
10) Asites
11) Edema perifer
b. Hipoperfusi :
1) Kelelahan
2) Perubahan status mental
3) Penyempitan tekanan nadi
4) Hipotensi
5) Ekstremitas dingin
6) Perburukan fungsi ginjal
5. Pathway
Aterosklerosiskoroner, hipertensi atrial, Peningkatanlajumetabolisme (demam, tirotoksikosis)
penyakitotot degenerative, inflamasi
Jantungberkompensasiuntukmemenuhikebutuhan O2jaringan
Kelainanototjantung

Menurunnyakontraktilitas Peningkatancurahjantung, tekananarterimeningkat

Palpitasidantakikardi
Menurunnyaisisekuncup
Menurunnyakekuatankontrak
siototjantung Kegagalanjantungberkompensasi

Penurunancurahjantung
Gagalventrikelkiri
Gagalventrikelkanan
Kongestiparu
Penurunansirkulai
Kongestivisera&jaringanperifer
Cairandarahperifertida O2kejaringan&meningkatnyae
Cairanterdorongked
kterangkut nergi yang
alamparu
Pembesaran vena di hepar digunakanuntukbernafas

Pembesaran&sasis vena Hepatomegali Hipervolemia Penimbunancaira


Mudahlela Edema
abdomen padabronkus ndalam alveoli
h&letih

Distensi abdomen sesak


Edema paru
Acites Intoleransiak
tifitas Pola napas tidak
efektif Dispneu&ortopneu

Gangguan
pertukaran gas
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Hematologi : Hb, Ht, Leukosit
2) Elektrolit: K, Na, Cl, Mg
3) Enzim Jantung (CK-MB, Troponin, LDH)
4) Gangguan fungsi ginjal dan hati : BUN, Creatinin, Urine Lengkap, SGOT,
SGPT.
5) Gula darah
6) Kolesterol, trigliserida
7) Analisa Gas Darah
b. Elektrokardiografi, untuk melihat adanya :
1) Penyakit jantung koroner : iskemik, infark
2) Pembesaran jantung (LVH : Left Ventricular Hypertrophy )
3) Aritmia
4) Perikarditis
c. Foto rontgen thoraks, untuk melihat adanya :
1) Edema alveolar
2) Edema interstitiels
3) Efusi pleura
4) Pelebaran vena pulmonalis
5) Pembesaran jantung
d. Echocardiogram
Menggambarkan ruang-ruang dan katup jantung
e. Radionuklir
1) Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri
2) Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard
f. Pemantauan hemodinamika (kateterisasi arteri pulmonal multilumen), bertujuan
untuk :
1) Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru
2) Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung
3) Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung
4) Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent
5) Mengetahui beratnya lesi katup jantung
6) Mengidentifikasi penyempitan arteri koroner
7) Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel, fungsi
ventrikel kiri)
8) Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri koroner)

Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan pada kriteria utama dan atau
tambahan.
a. Kriteria utama :
1) Ortopneu
2) Paroxysmal nocturnal dyspneu
3) Kardiomegali
4) Gallop
5) Peningkatan JVP
6) Refleks hepatojuguler
b. Kriteria tambahan :
1) Edema pergelangan kaki
2) Batuk malam hari
3) Dyspneu on effort
4) Hepatomegali
5) Efusi pleura
6) Takhikardi
Diagnosis ditegakkan atas dasar adanya 2 kriteria utama,atau 1 kriteria utama
disertai 2 kriteria tambahan.

7. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah :
a. Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan-bahan
farmakologis
c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik, diet
dan istirahat.
d. Menghilangkan faktor pencetus (anemia, aritmia, atau masalah medis lainnya)
e. Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis maupun bedah.
Penatalaksanaan sesuai klasifikasi gagal jantung adalah sebagai berikut :
a. FC I : Non farmakologi
b. FC II & III : Diuretik, digitalis, ACE inhibitor, vasodilator, kombinasi diuretik,
digitalis.
c. FC IV: Kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor seumur hidup.

Terapi non farmakologis meliputi :


a. Diet rendah garam (pembatasan natrium)
b. Pembatasan cairan
c. Mengurangi berat badan
d. Menghindari alkohol
e. Manajemen stress
f. Pengaturan aktivitas fisik

Terapi farmakologis meliputi :


a. Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat
frekuensi jantung. Misal : digoxin.
b. Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta mengurangi
edema paru. Misal : furosemide (lasix).
c. Vasodilator, untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah
oleh ventrikel. Misal : natrium nitropusida, nitrogliserin.
d. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor (ACE inhibitor) adalah agen yang
menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan tekanan darah.
Obat ini juga menurunkan beban awal (preload) dan beban akhir (afterload). Misal
: captopril, quinapril, ramipril, enalapril, fosinopril,dll.
e. Inotropik (Dopamin dan Dobutamin)
1) Dopamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah, curah jantung dan
produksi urine pada syok kardiogenik.
2) Dobutamin menstimulasi  adrenoreseptor di jantung sehingga meningkatkan
kontraktilitas dan juga menyebabkan vasodilatasi sehingga mengakibatkan
penurunan tekanan darah. Dopamin dan dobutamin sering digunakan
bersamaan.
8. Komplikasi
a. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
b. Syok kardiogenik akibat disfungsi nyata
c. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airways, kaji adanya :
 Sumbatan atau penumpukan secret
 Wheezing atau krekles
2) Breathing, kaji adanya :
 Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
 RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
 Ronchi, krekles
 Ekspansi dada tidak penuh
 Penggunaan otot bantu nafas
3) Circulation, kaji adanya :
 Nadi lemah , tidak teratur
 Takikardi
 TD meningkat / menurun
 Edema
 Gelisah
 Akral dingin
 Kulit pucat, sianosis
 Output urine menurun
b. Pengkajian Sekunder
1) Keluhan
 Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
 Palpitasi atau berdebar-debar.
 Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak nafas saat
beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur harus pakai bantal lebih dari dua
buah.
 Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
 Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan)
 Insomnia
 Kaki bengkak dan berat badan bertambah
 Jumlah urine menurun
 Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.
2) Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis, diabetes
melitus, bedah jantung, dan disritmia.
3) Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.
4) Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi jantung, steroid,
jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu.
5) Pola eliminasi urine: oliguria, nokturia.
6) Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu
7) Postur, kegelisahan, kecemasan
8) Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD yang
merupakanfaktor pencetus peningkatan kerja jantung dan mempercepat
perkembangan penyakit
9) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien gagal jantung biasanya
baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi
system saraf pusat.
B1 (Breathing)
1) Kongesti Vaskular Pulmonal
Gejala-gejala kongesti vascular pulmonal adalah dispnea, ortopnea,
dispnea noktural paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut.

2) Dispnea
Dispnea, di karakteristikan dengan pernafasan cepat, dangkal, dan keadaan
yang menunjukkan bahwa klien sulit mendapatkan udara yang cukup,
yang menekan klien. Terkadang klien mengeluh adanya insomnia, gelisah,
atau kelemahan, yang disebabkan oleh dispnea.
3) Ortopnea

Ortopnea adalah ketidakmampuan untuk berbaring datar karena dispnea,


adalah keluhan umum lain dari gagal vertikel kiri yang berhubungan
dengan kongesti vaskular pulmonal. Perawat harus menetukan apakah
ortopnea benar-benar berhubungan dengan penyakit jantung atau apakah
peninggian kepala saat tidur adalah kebiasaan klien. Sebagai contoh bila
klien menyatakan bahwa ia terbiasa menggunakan tiga bantal saat tidur.
Tetapi, perawat harus menenyakan alasan klien tidur dengan menggunakan
tiga bantal. Bila klien mengatakan bahwa ia melakukan ini karena
menyukai tidur dengan ketinggian ini dan telah dilakukan sejak sebelum
mempunyai gejala gangguan jantung, kondisi ini tidak tepat dianggap
sebagai ortopnea.

4) Batuk

Batuk iritatif adalah salah satu gejala kongesti vascular pulmonal yang
sering terlewatkan, tetapi dapat merupakan gejala dominan. Batuk ini
dapat produktif, tetapi biasanya kering dan pendek. Gejala ini
dihubungkan dengan kongesti mukosa bronkial dan berhubungan dengan
peningkatan produksi mukus.

5) Edema pulmonal

Edema pulmonal akut adalah gambaran klinis paling bervariasi


dihubungkan dengan kongesti vascular pulmonal. Ini terjadi bila tekanan
kapiler pulmonal melebihi tekanan yang cenderung mempertahankan
cairan di dalam saluran vaskular (kurang lebih 30 mmHg). Pada tekanan
ini, terdapat transduksi cairan ke dalam alveoli, yang sebaliknya
menurunkan tersediannya area untuk transport normal oksigen dan
karbondioksida masuk dan keluar dari darah dalam kapiler pulmonar.
Edema pulmonal akut dicirikan oleh dispnea hebat, batuk, ortopnea,
ansietas dalam, sianosis, berkeringat, kelainan bunyi pernapasan, sangat
sering nyeri dada dan sputum berwarna merah mudah, dan berbusa dari
mulut. Ini memerlukan kedaruratan medis dan harus ditangani.

B2 (Blood)

1) Inspeksi
Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan fisik, dan
adanya edema ekstermitas

2) Palpasi
Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan.

3) Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurunkan akibat penurunan volume sekucup.
Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya ditemukan apabila
penyebab gagal jantung adalah kelainan katup

4) Perkusi
Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya hipertrofi
jantung (kardiomegali)

5) Penurunan Curah Jantung


Selain gejala-gejala yang diakibatkan gagal ventrikel kiri dan kongesti
vascular pulmonal, kegagalan ventrikel kiri juga dihubungkan dengan
gejala tidak spesifik yang berhubungan dengan penurunan curah jantung.
Klien dapat mengeluh lemah, mudah lelah, apatis letargi, kesulitan
berkonsentrasi, defisit memori, atau penurunan toleransi latihan. Gejala ini
mungkin timbul pada tingkat curah jantung rendah kronis dan merupakan
keluhan utama klien. curah jantung rendah kronis dan merupakan keluhan
utama klien.Namun, gejala ini tidak spesifik dan sering dianggap sebagai
depresi, neurosis atau keluhan fungsional.

6) Bunyi Jantung dan Crackles


Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan vertikel kiri yang dapat
dikenali dengan mudah adalah adanya bunyi jantung ketiga dan keempat
(S3, S4) dan crakles pada paru-paru. S4 atau gallop atrium, dihubungkan
dengan dan mengikuti konstraksi atrium dan terdengar paling baik dengan
bell stetoskop yang ditempelkan dengan tepat pada apeks jantung. Klien
diminta untuk berbaring pada posisi miring kiri untuk mendapatkan bunyi.
Bunyi S4 ini terdengar sebelum bunyi jantung petama (S1) dan tidak
selalu merupakan tanda pasti kegagalan kongestif, tetapi bunyi jantung
pertama (S1) dan tidak selalu merupakan tanda pasti kegagalan kongestif,
tetapi dapat menunjukkan adanya penurunan complains (peningkatan
kekakuan) miokardium.Bunyi S4 umumnya ditemukan pada klien dengan
infark miokardium akut. S3 terdengar pada awak diastolik setelah bunyi
jantung kedua (S2) dan berkaitan dengan periode pengisian ventrikel pasif
yang cepat. Suara ini juga terdengar paling baik dengan bell stetoskop
yang diletakkan tepat apeks, akan lebih baik dengan posisi klien berbaring
miring kiri, dan pada akhir ekspirasi. Crackles atau ronkhi basah halus
secara umum terdengar pada dasar posterior paru dan sering dikenali
sebagai bukti gagal vertikel kiri. Sebelum crackles ditetapkan sebagai
kegagalan pompa jantung, klien harus diinstruksikan untuk batuk dalam
yang bertujuan membuka alveoli basilaris yang mungkin mengalami
kompresi karena berada di bawah diafragma.

7) Disritmia
Karena peningkatan frekuensi jantung adalah respons awal jantung
terhadap stress, sinus takikardia mungkin dicurigai dan sering ditemukan
pada pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa jantung. Irama lain yang
berhubungan dengan kegagalan pompa meliputi konstraksi atrium
prematur, takikardia atrium proksimal, dan denyut vertikel prematur.
Kapan pun abnormalitas irama terdeteksi, seseorang harus berupaya untuk
menemukan mekanisme dasar patofisiologisnya, kemudian terapi dapat
direncanakan dan diberikan dengan tepat.

8) Distensi Vena Jugularis


Bila vertikel kanan tidak mampu berkompensasi, maka akan terjadi
dilatasi ruang, peningkatan volume dan tekanan pada diastolik akhir
vertikel kanan, tahanan untuk mengisi vertikel, dan peningkatan lanjut
pada tekanan atrium kanan. Peningkatan tekanan ini sebaiknya
memantulkan ke hulu vena kava dan dapat diketahui dengan peningkatan
pada tekanan vena jugularis. Klien diinstruksikan untuk berbaring
ditempat tidur dengan kepala tempat tidur ditinggikan antara 30 sampai 60
derajat, kolom darah di vena-vena jugularis eksternal akan meningkat.
Pada orang normal, hanya beberapa millimeter di atas batas atas klavikula,
namun pada klien gagal vertikel kanan akan tampak sangat jelas dan
berkisar 1 sampai 2 cm.

9) Kulit dingin
Kegagalan arus darah ke depan (forward failure) pada ventrikel kiri
menimbulkan tanda-tanda yang menunjukkan berkurangnya perfusi ke
organ-organ. Karena darah dialihkan dari organ-organ nonvital ke organ-
organ vital seperti jantung dan otak untuk mempertahankan perfusi organ-
organ seperti kulit dan otot-otot rangka. Kulit tampak pucat dan terasa
dingin karena pembuluh darah perifer mengalami vasokonstriksi dan kadar
hemoglobin yang tereduksi meningkat. Sehingga akan terjadi sianosis.

10) Perubahan nadi.


Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung menunjukkan denyut yang
cepat dan lemah. Denyut jantung yang cepat atau takikardia,
mencerminkan respons terhadap perangsangan saraf simpatis. Penurunan
yang bemakna dari curah sekuncup dan adanya vasokonstriksi perifer
mengurangi tekanan nadi (perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik),
sehingga menghasilkan denyut yang lemah atau theready pulse.

Hipotensi sistolik ditemukan pada gagal jantung yang lebih berat.


Selain itu, pada gagal jantung kiri yang berat dapat timbul pulsus
alternans (suatu perubahan kekuatan denyut arteri). Pulsus alternans
menunjukkan gangguan fungsi mekanis yang berat dengan berulangnya
variasi denyut ke denyut pada curah sekuncup.

B3 (Brain)

Kesadaran klien biasanya compos mentis, didapatkan sianosis perifer apabila


gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien meliputi wajah
meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.

B4 (Bladder)

Pengukuran volume keluaran urine selalu dihubungan dengan intake cairan.


Perawat perlu memonitor adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari
syok kardiogenik. Adanya edema ekstermitas menandakan adanya retensi cairan
yang parah.

B5 (Bowel)

1) Hepatomegali
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan
dalam pembuluh portal meningkat, sehingga cairan terdorong keluar rongga
abdomen, yaitu suatu kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan
dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafargma dan
distress pernapasan.

2) Anoreksia
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat pembesaran vena
dan statis vena di dalam rongga abdomen.

B6 (Bone)

1) Edema

Edema sering dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung ditandai dengan


gagal vertikel kanan . Akibat ini terutama lansia yang menghabiskan waktu
mereka untuk duduk di kursi dengan kaki tergantung sehingga terjadi
penurunan tugor jaringan subkutan yang berhubungan dengan usia lanjut, dan
mungkin penyakit vena pimer seperti varikositis, edema pergelangan kaki
dapat terjadi yang mewakili faktor ini daripada kegagalan ventrikel kanan.
Bila edema tampak dan berhubungan dengan kegagalan di vertikel kanan,
bergantung pada lokasinya. Bila klien berdiri atau bangun, edema akan
ditemukan secara primer pada pegelangan kaki dan akan terus berlanjut ke
bagian atas tungkai bila kegagalan makin buruk. Bila klien berbaring di
tempat tidur, bagian yang bergantung adalah area sacrum. Manifestasi klinis
yang tampak meliputi edema ekstermitas bawah (edema dependen), yang
biasanya merupakan piting edema, pertambahan berat badan, hepatomegali
(pembesaran hepar), distensi vena leher, asites (penimbunan cairan didalam
rongga peritoneum), anoreksia dan mual, nokturia, serta kelemahan.Edema
sakral sering jarang terjadi pada klien yang berbaring lama. Pitting edema
adalah edema yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan
dengan ujung jari, dan akan jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan
minimal 4,5 kg.

2) Mudah lelah
Klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal ini terjadi akibat
curah jantung yang berkurang yang dapat menghambat sirkulasi normal dan
suplai oksigen ke jaringan dan menghambat pembuangan sisa hasil
katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk
bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk.
Perfusi yang kurang pada otot-otot rangka menyebabkan kelemahan dan
keletihan. Gejala-gejala ini dapat dipicu oleh ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit atau anoreksia.

 Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan, toleransi


aktivitas, nadi perifer, displace lateral PMI/ iktus kordis, tekanan darah, mean
arterial presure, bunyi jantung, denyut jantung, pulsus alternans, Gallop’s,
murmur.
 Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi, rales, wheezing)
 Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular refluks
 Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/ takut yang
kronis
 Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites
 Konjungtiva pucat, sklera ikterik
 Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin, diaforesis, warna
kulit pucat, dan pitting edema.

10) Pengkajian BIOPSIKOSOSIAL


 Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri
dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah
pada aktivitas.
 Sirkulasi
Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit
jantung, bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septik, bengkak pada
kaki, telapak kaki, abdomen.
Tanda : TD: mungkin rendah (gagal pemompaan), tekanan nadi: mungkin
sempit, irama jantung:disritmia, frekuensi jantung:takikardia, nadi apical:
PMI mungkin menyebar dan merubah, posisi secara inferior ke kiri, bunyi
jantung: S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapatterjadi, S1 dan S2 mungkin
melemah, murmur sistolik dan diastolic, warna: kebiruan, pucat abu-abu,
sianotik,punggung kuku: pucat atau sianotik dengan pengisian, kapiler
lambat, hepar: pembesaran/dapat teraba, bunyi napas: krekels/ronkhi,
edema: mungkin dependen, umum atau pitting, khususnya pada
ekstremitas.
 Integritas ego
Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan
mudah tersinggung.
 Eliminasi
Gejala: Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari
(nokturia), diare/konstipasi.
 Nutrisi
Gejala: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan
signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa
sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan
diuretic.
Tanda: Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta
edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
 Higiene
Gejala: Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
 Neurosensori
Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
 Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas
dan sakit pada otot.
Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi
diri.
 Pernapasan
Gejala: Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis,
penggunaan bantuan pernapasan.
Tanda :
- Pernapasan: takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori
pernpasan.
- Batuk: Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus
menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
- Sputum: Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema
pulmonal)
- Bunyi napas: Mungkin tidak terdengar.
- Fungsi mental: Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
- Warna kulit: Pucat dan sianosis.
 Interaksi sosial
Gejala: Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa
dilakukan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b.dperubahan kontraktilitas
b. Pola nafastidakefektif b.d penurunanenergi
c. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbanganventilasi-perfusi
d. Hipervolemia b.d gangguanaliranbalik vena
e. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbanganantarasuplai dan kebutuhanoksigen
3. IntervensiKeperawatan
Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
Keperawatan
1 Penurunan curah Setelah diberikan asuhan keperawatan Perawatan Jantung
jantung b.d selama …. x …. jam, diharapkan tidak  Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
perubahan terjadi penurunan curah jantung dengan (meliputi dyspnea, ortopnea, PND, peningkatan CVP)
kontraktilitas kriteria hasil :  Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah
Curah jantung: jantung (meliputi peningkatan berat badan,
 Tidak ada bradikardia hepatomegaly, distensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi
 Tidak ada takikardia basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
 Tidak ada gambaran EKG aritmia  Monitor tekanan darah
 Tidak mengalami lelah  Monitor intake dan output cairan
 Tidak ada edema  Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
 Tidak ada distensi vena jugularis  Monitor saturasi oksigen
 Tidak ada dyspnea  Monitor keluhan nyeri dada (mis. Intensitas, lokasi,
 Tidak ada oliguria radiasi, durasi, presivitasi yang mengurangi nyeri)

 Tidak ada sianosis  Monitor EKG 12 sadapan

 Tidak terjadi Paroxysmal nocturnal  Monitor aritmia (kelaian irama dan frekuensi)
dyspnea (PND)  Monitor nilai laboratorium jantung (mis. Elektrolit,
 Tidak terjadi ortopnea enzim jantung, BNP, NTpro-BNP)

 Tidak terdengar suara jantung S3& S4  Posisikan semifowler atau fowler dengan kaki ke bawah
 Tidak ada murmur jantung atau posisi nyaman
 CRT <3 detik  Berikan diet jantung yang sesuai (mis. Batasi asupan
kafein, natrium, kolesterol, dan makanan tinggi lemak)
 Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
>94%
 Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen jalan nafas
efektif b.d selama ….. x … jam, diharapkan pola Pemantauan respirasi
penurunan napas efektif dengan kriteria hasil :  Monitor pola napas
energi Pola napas  Monitor bunyi napas tambahan
 Ventilasi semenit normal  Posisikan semi fowler atau fowler
 Tidak ada dyspnea  Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Tida ada pemanjangan fase ekspirasi  Monitor adanya sumbatan jalan nafas
 Tidak ada pernapasan pursed-lip  Monitor saturasi oksigen
 Tidak ada pernapasan cuping hidung  Monitor nilai AGD
 Tidak ada penggunaan otot bantu  Monitor hasil x-ray toraks
pernapasan  Berikan oksigen, jikaperlu
 Frekuensi napas normal  Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
 Kedalaman napas normal mukolitik, jikaperlu
3 Gangguan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pemantauan respirasi
pertukaran gas selama ….. x …. jam, diharapkan tidak Terapioksigen
b.d terjadi gangguan pertukaran gas dengan
ketidakseimbang kriteria hasil :  Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya nafas
anventilasi- Pertukaran gas:  Monitor pola nafas
perfusi  Tingkat kesadaran baik  Auskultasi bunyi nafas
 Tidak ada dispnea  Monitor saturasi oksigen
 Tidak ada bunyi nafas tambahan  Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. Oksimetri,
 Tidak pusing Analisa gas darah)
 Penglihatan tidak kabur  Monitor tanda-tanda hipoventilasi
 PCO2 normal (35 – 45 mmHg)  Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea, jik perlu
 PO2 normal (80 – 100 mmHg)  Pertahankan kepatenan jalan nafas
 pH arteri normal (7.35 – 7.45)  Kolaborasi penentuan dosis oksigen
 Tidak sianosis  Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau
 Pola nafas normal (frekuensi, kwalitas) tidur
 Warna kulit normal
4 Hipervolemia Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen hipervolemia
b.d gangguan selama … x … jam, diharapkantidak Pemantauan cairan
aliran balik vena terjadi hipervolemia dengan kriteria hasil :  Periksa tanda dan gejala hipervolemia
Keseimbangan cairan  Monitor intake dan output cairan
 Keluaran urin normal  Timbang berat badan secara teratur
 Tidak ada edema  Batasi asupan cairan garam
 Tidak mengalami asites  Tinggikan kepala tempat tidur 30-40 derajat
 Tekanan darah dalam batas normal  Kolaborasi pemberian diuretik
 Denyut nadi radial dalam batas normal  Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuret
 Turgor kulit baik  Kolaborasi pemberian continuous renal replacement
 Berat badan mengalami penurunan teraphy
 Monitortanda – tanda vital
 Monitor elastisitas atau turgor kulit
 Monitor kadar albumin dan protein total
5 Intoleransi Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemenenergi
aktivitas b.d selama …. x …. jam, diharapkan pasien Dukungan perawatan diri
ketidakseimbang dapat beraktivitas secara normal dengan  Lakukanlatihanrentanggerakpasif dan/atauaktif
an antara suplai kriteria hasil :  Damping dalam melakukan perawatan diri sampai
dan kebutuhan Toleransi aktivitas mandiri
oksigen  Frekuensi nadi normal  Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu
 Saturasi oksigen normal melakukan perawatan diri
 Frekuensinafas normal  Jadwalkan rutinitas perawatan diri
 Mudahan dalam melakukan aktifitas  Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten
sehari-hari sesuai kemampuan
 Tidak ada keluhan lelah  Anjurkantirah baring
 Tidak ada dispnea saat dan setelah  Anjurkanmelakukanaktivitassecarabertahap
beraktivitas  Kolaborasi dengan ahligizitentang cara
 Tidak ada aritmia saat dan meningkatkanasupanmakanan
setelahberaktivitas
DAFTAR PUSTAKA

Crouch MA, DiDomenico, RJ, Rodgers Jo E. Applying Consensus Guidlies In tHe


Management of Acute Decmpensated Heart Failure. California : 41st ASHP Midlayer
Clinical Meeting ; 2006 (diakses 17 Oktober 2019). available :
fromwww.ashpadvantage.com/webite_images/pdf/adhf_scios_06.pdf

Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Poikowski P, Atar D et al. ESC
Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008.
European journal of heart failure [serial on the internet].2008.aug (diakses 17 Oktober
2019) Available fromhttp://eurjhf.oxforfjournals.org/content/10/10/1993.full.pdf

Hanafiah, A. 2006. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia

McBride BF, White M. Acute Decompensated Heart Failure Pathophysiology. 5Journal of


Medicine [serial on the internet]. 2010. (Diakses 17 Oktober 2019). Available
fromhttp://www.medscape.com/viewarticle/459179_3

Prince A. Wilson L.M. Patofisiologi konsep klii proses-proses penyakit-edisi 6. 2005.


Jakarta: EGC.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s.2000. Textbook of Medical – Surgical
Nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC.

Suyono, S, et al. 2001. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
IndikatorDiagnostik. Jakarta: DPP PersatuanPerawatNasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. StandarIntervensiKeperawatan Indonesia Definisi dan
TindakanKeperawatan. Jakarta: DPP PersatuanPerawatNasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. StandarLuaranKeperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP PersatuanPerawatNasional Indonesia.
LEMBAR PENGESAHAN

Denpasar, 22 Februari 2021

Nama Pembimbing / CI: Nama Mahasiswa

Chrisna Diah Maningsih, S.Pd., S.kep., Ners Ni Wayan Suratmini


NIP. 196912121992032002 NIM. P07120320056

Nama Pembimbing / CT

I Ketut Suardana, SKp., M.Kes


NIP. 196509131989031002

Anda mungkin juga menyukai