1Pusat Penelitian dan Pengembangan Daya Saing Produk dan Bioteknologi Kelautan dan
Perikanan
2Loka Penelitian dan Pengembangan Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan
e-mail: gunawan170881@yahoo.co.id; waffen.valky@gmail.com
Abstrak
Perkembangan industri perikanan diukur melalui tingkat perkembangan unit pengolah ikan yang
ada. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi yang dimiliki Kabupaten Pati untuk
menjadi salah satu sentra industri pindang modern. Penelitian dilakukan dengan metode survey
lapangan, wawancara langsung kepada pelaku usaha, dinas terkait dan studi pustaka.
Responden dipilih secara proporsional mewakili tipe pengolah yaitu kelompok atau perorangan
untuk memperoleh data yang konprehensif. Hasil pengamatan di lapangan dan wawancara
dikomparasi dengan data sekunder. Hasil penelitian memberikan informasi bahwa sebagai salah
satu sentra pengolah pindang di Indonesia, Kabupaten Pati sudah didukung oleh adanya
berbagai sumber daya dan fasilitas yang meliputi: pembudidaya ikan, pengolah, pemasar,
nelayan, tenaga kerja yang tidak sedikit jumlahnya. Selain itu, didukung oleh ketersedian
tambak, kolam, TPI, cold storage, UPI, pabrik es, daerah pemasaran dan yang lainnya.
Melimpahnya sumberdaya tersebut, menunjukkan bahwa Kabupaten Pati memiliki potensi
yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi industri pengolahan pindang modern.
Berdasarkan ketersediaan bahan baku, jenis ikan yang mendominasi pengolah pindang di
Kabupaten Pati adalah ikan layang, lemuru dan tongkol, dengan total produksi tahun 2011
sebesar 26.398 ton. Jumlah SDM yang terlibat pada usaha pengolahan pindang mencapai 2.145
orang yang tersebar pada 81 UPI. Volume produksi rata-rata pindang Kabupaten Pati selama
tahun 2009-2011 meningkat sebesar 51,20%. Jalur pemasaran produk pindang menyebar ke
daerah Jawa Tengah (Kabupaten Pati, Rembang, Jepara, Kudus, Solo, Wonogiri, Klaten,
Semarang), Yogyakarta, Jawa Timur (Malang, Surabaya, Prigi),Jawa Barat (Tasikmalaya) dan
Jakarta. Beberapa permasalahan antara lain peralatan pemindangan masih sederhana
(dinding dari bambu, lantai masih tanah), pasokan air bersih kurang (mengandalkan pasokan
air dari sungai) dan ketersediaan bahan baku ikan pindang yang masih fluktuatif.
Pengantar
Kabupaten Pati terletak di daerah Pantai Utara Pulau Jawa dan di bagian timur dari Propinsi
Jawa Tengah. Secara administratif Kabupaten Pati mempunyai luas wilayah 150.368 ha yang
terdiri dari 21 kecamatan, 401 desa, 5 kelurahan, dan 1.106 dukuh.
Dari segi letaknya Kabupaten Pati merupakan daerah yang strategis di bidang ekonomi sosial
budaya dan memiliki potensi sumber daya alam serta sumber daya manusia yang dapat
dikembangkan dalam semua aspek kehidupan masyarakat seperti pertanian, peternakan,
perikanan, perindustrian, pertambangan/penggalian dan pariwisata. Dari data yang diperoleh,
potensi utama kabupaten ini adalah pada sektor pertanian, yang meliputi pertanian tanaman
pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. Kabupaten Pati merupakan salah
satu dari 35 daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah bagian timur, terletak di antara 1100 50’-
1110 15’ bujur timur dan 60 25’-70,00’ lintang selatan.
Sektor kelautan dan perikanan di kabupaten Pati mempunyai peranan yang penting dan
strategis dalam pembangunan perekonomian daerah maupun nasional, terutama dalam
meningkatkan perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, dan peningkatan taraf
hidup nelayan pelaku usaha di bidang perikanan. Untuk memberikan nilai tambah
terhadap hasil perikanan,mengingat ikan mudah busuk, perlu dibuat alternatif pengolahan
atau pengawetan
guna memperpanjang masa simpan dan distribusinya. Hal tersebut dapat dilakukan melalui
proses pembekuan, pengalengan, pengasinan, pemindangan, atau pengasapan. Salah satu
proses pengawetan terhadap ikan yang paling popular adalah melalui pemindangan. Wahyuni
(2002) menyebutkan bahwa dengan semakin meningkatnya produksi ikan, maka diperlukan
suatu penanganan pascapanen yang cepat yakni melalui pengawetan yang memadai agar nilai
kenaikan produksi tidak sia-sia. Pengawetan ini diperlukan untuk memperpanjang masa simpan
ikan terutama di saat-saat musim ikan melimpah.
Pemindangan memiliki potensi yang cukup baik, namun terdapat permasalahan dalam
pengembangan usaha ini. Peranan pemindangan masih dianggap kecil oleh sebagian ahli
perikanan. Pemindangan berkembang dengan pesat secara diam-diam dalam kenyataan
sehari-hari, tetapi merangkak dalam statistik perikanan. Hal ini menjadi tantangan bagi semua
pemegang peran untuk lebih memajukan pemindangan ikan di Indonesia.
Keterbatasan ilmu pengetahuan mengenai sanitasi dan higienitasi serta keterbatasan teknologi
usaha pemindangan tersebut, membuat pemindangan ikan belum mencapai produktivitas yang
optimal untuk berkembang dan turut berperan serta menyehatkan rakyat Indonesia melalui
pengolahan pangan perikanan yang bersih dan baik. Pada kenyataannya yang terlihat di
beberapa daerah seperti kabupaten Pati, usaha pengolahan pindang belum dapat memberikan
ruang yang optimal bagi penerapan sanitasi dan higienitasi. Hal ini terkait pada masalah
peralatan yang mudah kotor, sulit dibersihkan dan memungkinkan banyak kontaminasi dari luar
dan terjadinya akumulasi kotoran.
Tulisan ini mencoba mengulas profil usaha pengolahan ikan pindang, khususnya di kabupaten
Pati, Jawa Tengah. Hal ini karena ikan pindang merupakan jenis olahan ikan utama para
pengolah di kabupaten Pati. Bahasan difokuskan pada potensi bahan baku, kondisi unit-unit
pengolah ikan (UPI), rantai distribusi dan permasalahan yang ada di lapangan.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pati pada Bulan Oktober 2013 dengan metode metode
survey lapangan dan studi pustaka, tujuannya adalah untuk mendapat gambaran detail tentang
perkembangan usaha pengolahan ikan pindang di Kabupaten Pati. Data primer diperoleh
melalui wawancara langsung kepada beberapa responden yang meliputi pejabat Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pati, petugas lingkup TPI/PPI, pelaku usaha pengolahan
ikan, serta UKM pengolahan ikan setempat. Sedangkan data sekunder diperoleh dari
laporan tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pati, data statistik Kabupaten Pati,
data statistik perikanan Indonesia serta sumber informasi lain yang relevan.
Analisa data dilakukan dengan tabulasi statistik biasa diikuti dengan komparasi terhadap
periode sebelumnya atau melakukan analisa terhadap data yang ada (Singarimbun &
Effendi, 1985; Nazir, 1998).
128 - S em na sk an _U G M / G un aw an et al.
Seminar Nasional Tahunan XIII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 13 Agustus 2016
Berdasarkan jumlah produksi perikanan yang ada di Kabupaten Pati, perairan tangkap masih
unggul dalam hal jumlah produksi disusul kemudian oleh budidaya, kolam dan perairan umum.
Dari tahun ke tahun jumlahnya terus meningkat yang berkisar antara 12,04-28,41% pada tahun
2009-2011. Namun hanya perairan umum dan budidaya yang masih bisa terus ditingkatkan
mengingat yang lainnya terbentur dengan terbatasnya ketersediaan di alam. Data lengkap
potensi perikanan di Kabupaten Pati disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Data produksi perikanan kabupaten Pati, Jawa Tengah (Sumber: Dinas KP Kab. Pati,
2012).
Berdasarkan ketersediaan bahan baku, impor masih mendominasi pasokan bahan baku, selama
peiode 2009-2010 terjadi kenaikan impor sebanyak 53,68% dan periode 2010-2011 terjadi
kenaikan sebanyak 60,37%. Rendahnya ketersediaan bahan baku lokal ditengarai oleh
menurunnya jumlah tangkapan nelayan lokal. Data produksi pindang lengkap disajikan pada
Gambar 2.
Gambar 2. Data produksi pindang kabupaten Pati, Jawa Tengah (Sumber: Dinas KP Kab. Pati,
2012).
Gambar 3. Ketersedian bahan baku pindang di TPI kabupaten Pati tahun 2011 (Sumber: Dinas
KP Kabupaten Pati, 2012).
Di Kabupaten Pati, pengolah pindang berskala kecil dan menengah yang tercatat pada Dinas
Kelautan dan Perikanan kabupaten Pati (2013) sebanyak 81 usaha. Khusus untuk kecamatan
Juwana sendiri terdapat usaha pengolahan pindang sebanyak 36 perusahaan, namun yang
memiliki kapasitas produksi yang cukup besar hanya ada sekitar 23 perusahaan dengan kisaran
produksi 3000-9000 kg/hari. Umumnya perusahaan tersebut memiliki tenaga kerja sebanyak
50-100 orang. Modal awal mereka berkisar antara 30 juta sampai dengan 5 milyar rupiah.
Gambaran profil UPI di kabupaten Pati seperti terlihat pada Tabel 3.
130 - S em na sk an _U G M / G un aw an et al.
Seminar Nasional Tahunan XIII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 13 Agustus 2016
Tabel 3. Profil UPI di Kabupaten Pati, Jawa Tengah (Sumber: Dinas KP Kabupaten Pati, 2012).
Kapasitas Tenaga
Nama UPI Jenis Produk produksi kerja
(kg/hari) (orang)
Rukun Mina Barokah Pindang 3.000-9.000 50-100
Mina Raya Pindang 10-60 2-5
Mina Sejahtera Pindang & cabut duri 20-100 2-15
Perorangan Pindang & olahan lain <10 1-2
Supaya didapat gambaran yang lebih nyata maka kegiatan penelitian ini melakukan observasi
lapang dengan cara melakukan wawancara terhadap beberapa pengolah yang ada disentra
pemindangan yaitu Kecamatan Juwana. Berdasarkan hasil wawancara di kabupaten Pati
terdapat 3 Kelompok-Pengolah-Pemasar (poklasar) utama, yaitu: Rukun Mina Barokah, Mina
Raya dan Mina Sejahtera, sisanya merupakan pengolah-pengolah kecil yang bersifat individu.
Hasil selengkapnya dari kegiatan tersebut disampaikan sebagai berikut.
Berdasarkan hasil observasi jenis usaha pengolahan yang dilakukan oleh anggota poklasar
“Rukun Mina Barokah” adalah usaha pemindangan, selebihnya adalah usaha ikan cabut
duri. Jenis ikan yang diolah menjadi pindang adalah tongkol, layang dan bandeng. Untuk
memenuhi kebutuhan bahan baku ikan kelompok ini melakukan pembelian melalui proses
lelang yang dilaksanakan oleh TPI Bajomulyo dan ada juga yang berasal dari ikan
tangkapan sendiri.
Umumnya mereka memiliki sarana dan prasarana pengolahan yang lengkap, mengngat
anggota poklasarnya ini biasanya memiliki modal awal berkisar antara 300 juta sampai
dengan 1 milyar. Untuk membantu proses pengolahan pindang biasanya poklasar ini
mempekerjakan sebanyak 25-90 orang pekerja. Sebagian besar dari pekerjanya
merupakan buruh harian, sisanya buruh mingguan dan pegawai tetap. Pekerja didominasi
oleh wanita dan ibu yang bekerja dibagian sortasi dan pegepakan.
Proses pemindangan yang umum dilakukan oleh anggota poklasar “Rukun Mina Barokah”
adalah diawali dengan sortasi dan preparasi bahan baku, dilanjutkan perebusan yang
dilakukan dalam bak perebus berbentuk persegi terbuat dari stainless steel, kemudian
berakhir dengan pengemasan dalam besekan bambu dan selanjutnya pengiriman.
Perebusan umumnya dilakukan selama 5-10 menit untuk semua jenis ikan dalam sekali
proses pemindangan. Untuk satu kali proses mereka mampu merebus hingga 2-3 ton.
Lama waktu perebusan yang dilakukan menentukan kualitas dari ikan pindang tersebut,
semakin lama perebusan kualitas ikan akan lebih tahan lama. Penambahan garam
dilakukan menyesuaikan banyaknya ikan yang diolah. Dalam proses perebusan selain
garam juga memakai tawas untuk mengurangi kekeruhan air perebusan dan pemberi
rasa gurih pada ikan pindang. Air sisa proses pengolahan pindang yang dihasilkan
dibuang langsung ke sungai tanpa proses penjernihan terlebih dahulu.
Selama proses pemindangan digunakan bahan bakar berupa kayu bakar Kayu bakar
diperoleh dari pemasok yang sudah berlangganan mengirimkan kayu bakar ke
pengolah-pengolah pindang. Setiap harinya tidak kurang dari 10 kilogram kayu bakar habis
digunakan dalam proses pemindangan. Dengan harga kayu bakar yang bervariasi sekitar
3.000-5.000 rupiah per kilogramnya.
Hasil usaha poklasar berupa ikan pindang dijual tersebar ke daerah Juwana, Solo,
Yogyakarta, Klaten, Wonogiri, Semarang, Tasikmalaya, Surabaya dan Sragen dengan
harga jual menyesuaikan harga di pasaran. Transportasi produk menggunakan armada
darat dengan cara dikirim ataupun dijemput oleh pihak pembeli.
Umumnya anggota poklasar tersebut memiliki keterbatasan modal, sehingga berimbas pada
jumlah produksi yang tidak menentu. Biasanya anggotanya memiliki modal awal kurang dari
100 juta. Untuk membantu proses pengolahan pindang biasanya poklasar ini
mempekerjakan sebanyak 25-50 orang pekerja. Sebagian besar dari pekerjanya
merupakan buruh harian, mingguan dan pegawai tetap. Pekerja didominasi oleh wanita
dan ibu yang bekerja dibagian sortasi dan pengepakan.
Pengolahan pindang dilakukan setiap hari. Untuk sekali proses perebusan dibutuhkan
waktu selama 5-10 menit. Hasil pemindangan dikemas dalam setiap kemasan besek
dengan isi 2-3 ekor ikan. Pengolahan biasanya dilanjutkan pada hari berikutnya apabila
persedian ikan masih tersisa. Bahan campuran lainnya yang digunakan selama proses
pemindangan adalah berupa tawas dan garam. Jumlahnya menyesuaikan dengan
banyaknya ikan yang diolah pada hari itu. Fungsi penambahan tawas untuk membantu
menjernihkan dan sebagai desinfektan pada proses pemindangan, sedangkan garam
sebagai pengawet alami sekaligum pemberi rasa pada ikan indang.
Selama proses pemindangan digunakan bahan bakar berupa kayu bakar. Bahan bakar
diperoleh dari pasar sekitar tempat usaha pengolahan pindang. Bahan bakar dibeli
langsung sehari sebelum pengolahan pindang akan dilakukan.
Hasil olahan berupa ikan pidang dipasarkan ke daerah: Solo, Magelang, Prambanan, Jati
Lawang, Purwokerto, Kroya, Temanggung, Semarang, Wonosobo, Banjar, Ngawi, Nganjuk,
Madiun dan Jobang. Ikan dijual secara grosir per ikat dengan harga Rp10.000,00 per besek
isi 40 ekor. Beberapa anggota menjual pindang dengan sistem kirim barang terlebih dahulu
kemudian dilunasi, sehingga sering terkendala pada permodalan untuk pengolahan
selanjutnya.
132 - S em na sk an _U G M / G un aw an et al.
Seminar Nasional Tahunan XIII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 13 Agustus 2016
Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku ikan dilakukan dengan cara pembelian langsung
ke cold storage atau ada juga yang mengikuti proses lelang yang dilaksanakan oleh
TPI Bajomulyo 2. Umumnya anggota poklasar tersebut memiliki modal kurang dari 50
juta, sehingga berimbas pada jumlah produksi yang sedikit. Untuk membantu proses
pengolahan pindang biasanya poklasar ini mempekerjakan sebanyak 2-3 orang pekerja.
buruh harian. Pekerja biasanya merangkap untuk semua bagian, baik itu sortasi
pengolahan maupun pengepakan.
Proses perebusan dilakukan dalam perebus berbentuk bak kotak terbuat dari stainless
steel. Perebusan dilakukan selama 5-10 menit untuk semua jenis ikan dalam sekali
proses pemindangan. Lama waktu perebusan yang dilakukan menentukan kualitas
dari ikan pindang tersebut, semakin lama perebusan kualitas ikan akan lebih
tahan lama. Penambahan garam dilakukan menyesuaikan banyaknya ikan yang diolah.
Dalam proses perebusan selain garam juga memakai tawas untuk mengurangi kekeruhan
air perebusan dan pemberi rasa gurih pada ikan pindang.
Selama proses pemindangan digunakan bahan bakar berupa kayu bakar. Bahan bakar
dibeli langsung dari penjual bahan bakar dalam jumlah terbatas sesuai dengan berapa
banyak ikan yang akan dipindang. Air sisa proses pengolahan pindang yang dihasilkan
dibuang langsung ke sungai tanpa proses penjernihan terlebih dahulu.
Penjualan ikan pindang dilakukan ke pasar lokal (Pati) dengan harga jual menyesuaikan
harga di pasaran. Transportasi produk menggunakan armada seadanya dengan cara
dijajakan langsung ke pembeli.
Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku ikan dilakukan dengan cara pembelian langsung
ke cold storage atau ke pedangang ikan di sekitar tempat mereka mengolah.
Umumnya anggota poklasar tersebut memiliki modal tidak lebih dari 5 juta, sehingga
berimbas pada jumlah produksi yang seadanya. Untuk membantu proses pengolahan
pindang biasanya mereka mempekerjakan anggota keluarganya sebagai pekerja.
Pekerja biasanya merangkap untuk semua bagian, baik itu sortasi pengolahan maupun
pengepakan.
Proses perebusan dilakukan dalam panci-panci perebus terbuat dari stainless steel.
Perebusan dilakukan selama 5-10 menit untuk semua jenis ikan dalam sekali proses
pemindangan. Dalam proses perebusan selain garam juga memakai tawas untuk
mengurangi kekeruhan air perebusan dan pemberi rasa gurih pada ikan pindang. Selama
proses pemindangan digunakan bahan bakar berupa kayu bakar. Bahan bakar dibeli
langsung dari penjual bahan bakar dalam jumlah terbatas sesuai dengan berapa banyak
ikan yang akan dipindang. Penjualan ikan pindang dilakukan ke pasar lokal (kota Pati)
dengan harga jual menyesuaikan harga di pasaran. Transportasi produk menggunakan
armada seadanya dengan cara dijajakan langsung ke pembeli.
134 - S em na sk an _U G M / G un aw an et al.
Seminar Nasional Tahunan XIII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 13 Agustus 2016
lemuru didominasi oleh usaha pemindang dan sisanya non-pindang seperti bandeng cabut duri.
Gambaran rantai pemasaran dan distribusi ikan hasil pengolahan UPI di kabupaten Pati dapat
dilihat pada Gambar 8.
Solo
Unit Pengolah
Magelang
Prambanan
Jati Lawang
Purwokerto,
20 80 Kroya,
Temanggung
Lok Non Pindang Pindan Semarang
Wonosobo
Banjar
Ngawi
Nganjuk
Madiun
Kesimpulan
Sebagai salah satu sentra pengolah perikanan, Kabupaten Pati sudah didukung oleh berbagai
sumber daya dan fasilitas. Sumberdaya manusia yang dimiliki meliputi pembudidaya, pengolah,
pemasar, nelayan dan tenaga kerja yang tidak sedikit jumlahnya. Selain SDM, kabupaten Pati
memiliki sumbedaya lain yang besarnya tidak sedikit, seperti ketersedian tambak, kolam, TPI,
cold storage, UPI dan yang lainnya. Keberlimpahan sumberdaya tersebut baik SDM maupun
non SDM, menunjukan adanya potensi sumberdaya perikanan yang dapat digunakan
untuk keberlangsungan usaha pengolahan pindang. Dalam penyediaan bahan baku untuk
pindang, impor masih mendominasi pasokan bahan baku. Selama peiode 2009-2010 terjadi
kenaikan impor sebanyak 53,68% dan periode 2010-2011 terjadi kenaikan sebanyak 60,37%.
Rendahnya ketersediaan bahan baku lokal ditengarai oleh menurunnya jumlah tangkapan
nelayan lokal. Jenis ikan yang mendominasi adalah ikan layang, lemuru dan tongkol, dengan
jumlah produksi tahun 2011 sebesar 23.429 ton layang, 2.279 ton lemuru dan 690 ton tongkol.
Kenaikan rata-rata pertahun volume produksi pindang kabupaten Pati selama tahun 2009-
2011 adalah 51,20%. Pemasaran produk pindang sendiri menyebar ke daerah Jawa
Tengah (kabupaten Pati, Rembang, Jepara, Kudus, Solo, Wonogiri, Klaten, Semarang),
Yogyakarta, Jawa Timur (Malang, Surabaya, Prigi), Jawa Barat (Tasikmalaya) dan Jakarta.
Beberapa permasalahan antara lain peralatan pemindangan masih sederhana (dinding dari
bambu, lantai masih tanah), pasokan air bersih kurang (mengandalkan pasokan air dari
sungai) dan ketersediaan bahan baku ikan pindang yang masih fluktuatif.
Daftar Pustaka
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pati. 2012. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Pati.
______ 2013. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pati.
KKP. 2009. Kelautan dan perikanan dalam angka. Kementerian dan Kelautan dan Perikanan.
Jakarta.
______ 2010. Kelautan dan perikanan dalam angka. Kementerian dan Kelautan dan Perikanan.
______ 2011. Kelautan dan perikanan dalam angka. Kementerian dan Kelautan dan Perikanan.
Jakarta.
Tempat Pendaratan Ikan Bajomulyo. 2013. Data statistik perikanan tangkap TPI Bajomulyo.
Singarimbun & Effendi. 1985. Metode penelitian survey. LP3S. Jakarta. 192 hal.
136 - S em na sk an _U G M / G un aw an et al.