Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH SOSIOLOGI PENDIDIKAN

PENDIDIKAN SEBAGAI KAPITAL BUDAYA DAN KAPITAL SIMBOLIK

DOSEN PENGAMPUH

Drs. KAMARUDDIN R., M.A.

DISUSUN OLEH KELOMPOK 12:

NIA ANGRAENI

NURFADLI TADJUDDIN

WANNI AGUSTIN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

IAI AL MAWADDAH WARAHMAH KOLAKA

TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah Sosiologi Pendidikan ini tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas  dari
dosen Drs. Kamaruddin R., M.A. pada mata kuliah Sosiologi Pendidikan Selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang  Pendidikan Sebagai Kapital Budaya
Dan Kapital Simbolik bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Drs. Kamaruddin., M.A. selaku Dosen  yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari,
makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Kolaka, 22 Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LatarBelakang...................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.............................................................................................................1

C. Manfaat Penulisan Makalah..............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kapital.............................................................................................................2

B. Pendidikan Sebagai Kapital Budaya.................................................................................3

C.Pendidikan Sebagai Kapital Simbolik................................................................................5

BAB III PENUTUP

A.Kesimpulan........................................................................................................................9

B. Saran..................................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 

Dalam Era Globalisasi saat sekarang ini, kita dapat melihat sekaligus merasakan 
semangkin ketatnya persaingan untuk mendapatkan pekerjaan. hal ini di perburuk dengan
keadaan alam yang terasa sudah tidak menyediakan kebutuhan-kebutuhan yang di perlukan
oleh manusia pada khususnya. Oleh karena itu, manusia sebagai makhluk yang memiliki
kecerdasan yang dapat mengolah Sumber Daya Alam (SDA) yang ada sebagai nilai guna
yang lebih. Tidak hanya pada pengolahan alam, namun terlebih lagi pada syarat-syarat atribut
yang di gunakan untuk kualifikasi dalam bidang sektor-sektor pekerjaan yang ada. Tolak
ukur yang pertama dalam kualifikasi pekerjaan adalah pendidikan. Oleh sebab itu, semangkin
tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semangkin besar peluang untuk mendapat
pekerjaan yang layak dan baik itulah jawaban umum di era global saat ini. Dalam
perkembangan nya dahulu, Pendidikan dalam pandangan tradisional selama sekian dekade
dipahami sebagai bentuk pelayanan sosial yang harus diberikan kepada masyarakat, dalam
konteks ini pelayanan pendidikan sebagai bagian dari public service atau jasa layanan umum
dari Negara kepada masyarakat yang tidak memberikan dampak langsung bagi perekonomian
masyarakat, sehingga pembangunan pendidikan tidak menarik untuk menjadi tema perhatian,
kedudukannya tidak mendapat perhatian menarik dalam gerak langkah pembangunan.

Opini yang berkembang justru pembangunan sektor pendidikan hanyalah sektor yang
bersifat memakan anggaran tanpa jelas manfaatnya (terutama secara ekonomi). Pandangan
demikian membawa orang pada keraguan bahkan ketidak percayaan terhadap pembangunan
sektor pendidikan sebagai pondasi bagi kemajuan pembangunan disegala sektor. Ketidak
yakinan ini misalnya terwujud dalam kecilnya komitmen anggaran untuk sektor pendidikan.
Mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan dianggap buang-buang uang yang tidak
bermanfaat. Akibatnya alokasi anggaran sektor pendidikan pun biasanya sisa setelah yang
lain terlebih dahulu. Cara pandang seperti itu sekarang sudah mulai tergusur sejalan dengan
ditemukannya pemikiran dan bukti ilmiah akan peran dan fungsi vital pendidikan dalam
memahami dan memposisikan manusia sebagai kekuatan utama sekaligus prasyarat.

Konsep pendidikan sebagai sebuah investasi dalam bentuk Human Capital (Modal
Manusia) telah berkembang secara pesat dan semakin diyakini oleh setiap Negara bahwa
pembangunan sektor pendidikan untuk meningkatkan modal manusia merupakan prasyarat
kunci bagi pertumbuhan sektor-sektor pembangunan lainnya.

B. Rumusan Masalah

Dari beberapa uraian yang penulis kemukakan pada bagian latar belakang, maka penulis
dapat merumuskan permasalahannya sebagai berikut.

1. Apa itu Kapital ?

2. Bagaimana Pendidikan Sebagai Kapital Budaya ?

2. Bagaimana Pendidikan Sebagai Kapital Simbolik ?

C. Manfaat Penulisan Makalah

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penyusunan makalah ini adalah sebagai
berikut.

1. Manfaat Teoritis

a. Penyusunan makalah ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan


wawasan dan ilmu pengetahuan kepada pihak lain yang berkepentingan.

b. Sebagai acuan dan pertimbangan bagi penyusunan makalah selanjutnya khususnya


yang berkaitan dengan Pendidikan Sebagai Kapital Budaya dan Kapital Simbolik.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi publik, diharapkan dapat menjadi bahan acuan serta penjelasan mengenai Pendidikan
Sebagai Kapital Budaya dan Kapital Simbolik.

b. Bagi penulis, diharapkan dapat menerapkan ilmu yang diperoleh penulis dan meningkatkan
kesadaran bahwa memahami secara mendalam mengenai Pendidikan Sebagai Kapital Budaya
dan Kapital Simbolik itu adalah suatu hal yang penting.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kapital

Secara etimologis, kapital berasal dari kata “capital” yang akar katanya dari kata
latin, caput berarti “kepala”. Adapun artinya dipahami adalah dana, persediaan barang,
sejumlah uang dan bunga uang pinjaman. Kapital didalam kamus ilmiah adalah utama atau
inti (seperti kata capital city yang berarti kota yang utama). Kapital dalam pengertian
ekonomi sering diidentikkan dengan modal. Akan tetapi “capital” tidak diterjemahkan
sebagai modal seperti lazimnya diartikan banyak orang. Alasan tersebut dikemukakan oleh
Lawang dalam bukunya Kapital Sosial: dalam Perspektif Sosiologik Suatu Pengantar.

Alasan yang pertama, capital (inggris) memang berarti modal, boleh dalam bentuk


yang biasanya digunakan untuk berbelanja barang kapital fisik yang memungkinkan investasi
dapat berjalan. Dalam pengertian ini tampaknya tidak ada keberatan berarti yang menyangkut
pengertian kapital. Kedua, dalam bahasa Indonesia orang sering menggunakan istilah “modal
dengkul” artinya tidak ada uang untuk dijadikan modal bagi belanja barang kapital fisik,
kecuali tenaga orang itu sendiri (tenaga fisik). Tenaga fisik tidak bisa dipisahkan dengan
keterampilan, karena keterampilan hanya dapat diwujudkan menggunakan tenaga fisik dalam
ukuran penggunaan kalori besar/ kecil. Tetapi tidak semua penggunaan tenaga fisik
digabungkan dengan keterampilan. Jalan kaki membutuhkan tenaga fisik, akan tetapi
bukanlah suatu keterampilan sebagai bentuk kapital manusia. Alasan itulah maka konsep
kapital tidak diterjemahkan sebagai modal. Ketiga,  merupakan alasan penulis sendiri, konsep
kapital berkait dengan suatu investasi. Oleh karena itu, kapital berhubungan dengan suatu
prose yang cukup panjang yang tidak dapat langsung digunakan seperti halnya “dengkul”
yang ada di depan mata dan siap digunakan.

B. Pendidikan Sebagai Kapital Budaya

Konsep kapital budaya dipopulerkan oleh Bourdieu. Kapital budaya merupakan


kepemilikan kompetensi atau pengetahuan kultural yang menuntun selera bernilai budaya dan
pola-pola konsumsi tertentu, yang dilembagakan dalam bentuk kualifikasi pendidikan. Dalam
perspektif sosiologis, kapital budaya merupakan reproduksi sosial, yaitu pemeliharaan
pengetahuan dan pengalaman dari satu generasi ke generasi berikutnya, “dipertahankan”
melalui sistem pendidikan.
Oleh karena itu fungsi dari pendidikan adalah memberikan seseorang modal
pengetahuan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk membuat pembedaan dan penaksiran
nilai. Pendidikanlah yang membuat kita berfikir, bersikap, bertindak, dan berperilaku
seseorang.Karena pendidikan membentuk kompetensi dan pengetahuan cultural seseorang.
Pengetahuan, keterampilan, Kemampuan cultural tersebut memberikan seseorang preferensi
dalam berfikir, bertindak, berperilaku dalam bahasa, nilai-nilai, asumsi-asumsi, dan model-
model tentang keberhasilan dan kegagalan, cantik dan jelek, indah dan buruk, sehat dan sakit,
sopan dan asalan.
Dari pendapat beberapa ahli mengenai capital budaya, dapat disimpulkan bahwa capital
budaya merupakan kepemilikan kompetensi atau pengetahuan culture yang menuntun selera
bernilai budaya dan pola-pola konsumsi tertentu, yang dilembagakan dalam bentuk
kualifikasi pendidikan.
Menurut Lawang, Bourdieu menjelaskan capital budaya dalam tiga dimensi: yaitu
dimensi manusia yang wujudnya adalah badan, objek dalam bentuk apa saja yang pernah
dihasilkan oleh manusia dan institusional, khususnya menunjuk pada pendidikan. Dimensi
manusia dari capital budaya adalah embodied state yaitu keadaan yang membadan atau
keadaaan yang terwujud dalam badan manusia atau yang menyatu seluruhnya dengan
manusia sebagai satu kesatuan. Sementara dimensi objek dari capital budaya, dikenal
sebagai objectified state yaitu suatu keadaan yang sudah dibendakan atau dijadikan objek
oleh manusia. Adapaun dimensi institusional dari capital budaya menunjukkan suatu keadaan
dimana benda-benda itu sudah menunjukkan entisitas yang sama sekali terpisah dan mandiri,
yang diperlihatkan dalam system pendidikan. Dengan demikian, capital budaya menunjuk
yang pada keadaan yang berwujud potensial, bagi seseorang yang diuangkan atau
dipertukarkan dengan kapital-kapital lainnya.
Dari pengertian tentang Kapital budaya dan penjelasannya tampak jelas bahwa
pendidikan memberikan seseorang modal pengetahuan dan kompetensi yang dibutuhkan
untuk membuat pembedaan atau penafsiran nilai. Pendidikan membentuk kompetensi dan
pengetahuan Kultural seseorang. Kompetensi dan pengetahahuan Kultural tersebut
memberikan seseorang preferensi dalam berpikir, bersikap, bertindak dan berperilaku dalam
bahasa. Nilai-nilai, asumsi-asumsi dan model-model tentang keberhasilan dan kegagalan,
cantik dan jelek, indah dan buruk, sehat dan sakit, sopan dan asalan.
Relasi kapital budaya dan pendidikan bisa dilihat sebagai alat reproduksi sosial, yaitu
pemeliharaan pengetahuan dan pengalaman dari satu generasi ke generasi berikutnya,
"dipertahankan" melalui sistem pendidikan. Kapital budaya merupakan kepemilikan
kompetensi atau pengetahuan kultural yang menuntun selera bernilai budaya dan pola-pola
konsumsi tertentu, yang dilembagakan dalam bentuk kualifikasi pendidikan. Dari pengertian
tentang kapital budaya dan penjelasannya tampak jelas bahwa pendidikan memberikan
seseorang modal pengetahuan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk membuat pembedaan
atau penaksiran nilai. Pendidikan membentuk kompetensi dan pengetahuan kultural
seseorang. Nilai sopan santun, malu, kerja keras, kejujuran, kepercayaan, dan lainnya
dibentuk, diperkuat dan dipertahankan melalui, terutama pendidikan formal. Hal itu tampak
bagaimana nilai dan norma yang disosialisasikan oleh guru pada pendidikan dasar, terutama
taman kanak-kanak dan sekolah dasar, mampu menjadi rujukan berpikir, bersikap, dan
berperilaku peserta didik.

C. Pendidikan Sebagai Kapital Simbolik

Menurut pendapat Bourdieu kapital simbolik merupakan suatu bentuk kapital ekonomi
fisikal yang telah mengalami transformasi dan telah tersamarkan menghasilkan efeknya yang
tepat sepanjang, menyembunyikan fakta tampil dalam bentuk-bentuk kapital materi. Kapital
simbolik terwujud dalam prestise (gengsi), status, otoritas, dan kehormatan sosial.

Harker memahami prestise, status dan otoritas sebagai kapital simbolik dari Bourdeu.
Sedangkan, Lee memahami kapital simbolik dari Bourdeu sebagai kuantitas metafosis status
dan prestise, yang berasal dari keterampilan mengatur simbolik sosial. Dari pemahaman para
sosiolog tersebut, dapat disimpulkan bahwa kapital simbolik merupakan kapital yang
terwujud dalam prestise, status, otoritas, dan kehormatan sosial, yang berasal dari
keterampilan mengatur simbol sosial.

Definisi dari Bourdeu yang dijelaskan diatas memang sulit untuk dipahami, jika tidak
mengaitkannya dengan jenis kapital lainnya. Tunner, misalnya melihat kapital simbolik
sebagai penggunaan untuk melegtimasi pemilikan berbagai tingkat dan konfigurasi ketiga
bentuk kapital lainnya yaitu kapital ekonomi, sosial dan budaya. Menurut Lee semakin besar
kepemilikan dan investasi modal pendidikan dan kultural maka semakin khas bentuk
konsumsi kultural dan semakin besar hasil modal simbolis yang dapat diperoleh.

Adapun konsep dasar dalam kapital simbolik yaitu:


a. Status Sosial

Status sosial menurut Webber menunjuk pada posisi relatif seseorang pada skala yang
telah diakui secara umum dan kelompok status dipandang sebagai sejumlah orang yang
berada dalam kebersamaan atas kehormatan dan prestise yang dimiliki. Menurut
pandangan Bourdeu status dihubungkan dengan gaya hidup dan pola-pola konsumtif
tertentu.

b. Prestise Sosial

Prestise Sosial merupakan konsep terkait dengan status kehormatan atau kewibawaan
yang terkandung dalam suatu sosial. Derajat status sosial ditunjukkan oleh tingkat prestise
sosial yang dimiliki status sosial tersebut.

c. Otoritas

Webber melihat otoritas sebagai kekuasaan yang sah yaitu kekuasaan yang dianggap
benar oleh seseorang. Kekuasaan adalah suatu kemampuan untuk menguasai orang lain
agar melakukan sesuatu untuk mengatasi perlawanan untuk mencapai tujuan.

Penjelasan diatas disimpulkan bahwa seseorang mengatur simbol terwujud dalam prestise
sosial, status sosial dan otoritas yang dimiliki. Kemampuan mengatur simbol didapat
melalui pendidikan formal dan nonformal serta reproduksi sosial lainnya seperti,
pendidikan informal dalam keluarga. Kapital simbolik juga terkait dengan hal sakral
seperti, keterampilan mengatur simbol dalam upacara keagamaan dan ritual spiritualitas.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara etimologis, capital berasal dari ‘capital”, yang akar katanya dari kata latin,
caput, yang berarti “kepala’. Adapun artinya di pahami, pada abad ke- 12 dan ke-13,adalah
dana, persediaan barang, sejumlah uang dan bunga pinjaman. Dalam pembahasan diatas
“capital” tidaklah diterjemahkan sebagai modal tetapi dikaitkan sebagai investasi. Oleh
karena itu capital berhubungan dengan suatu proses yang sangat panjang yang tidak dapat
langsung digunakan seperti halnya istilah atau perumpamaan “dengkul” yang ada didepan
mata dan siap digunakan.
Pendidikan didalam kehidupan ini memiliki peranan yang sangat penting. Diantaranya
pendidikan berfungsi sebagai capital manusia, social, budaya, dan simbolik. Semuanya telah
memiliki konsepnya masing-masing dan dari keempat hal tersebut pendidikan telah menjadi
agen sosialisasi yang menjembatani dan menjadi simpul pertemuan diantara semua capital
tersebut.
Oleh karena itu semoga dengan mempelajari empat capital tersebut dapat berguna
didalam pengetahuan dan pemahaman kita sebagai orang yang akan berkecimpung di dunia
pendidikan terlebih dapat mengaplikasikannya didalam kehidupan.
B. Saran

Setelah mempelajari Pendidikan Sebagai Kapital Budaya Dan Kapital Simbolik ini maka
diharapkan para pembaca mampu memahaminya dengan baik, mengetahui pengertian serta
perbedaan dari masing-masing istilah di atas. Dan kemudian, diharapkan mampu memahami
mengenai Kapital Budaya Dan Kapital Simbolik secara mendalam. Dengan adanya
Pendidikan ini, diharapkan juga kita menjadi manusia yang selalu menjaga dan terus
mempelajari Pendidikan Sebagai Kapital Budaya Dan Kapital Simbolik dengan baik. serta
mengaplikasikan ilmu yang ada di dalamnya dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR ISI

Damsar, (2011). Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.


Nasution S, (1983). Sosiologi Pendidikan. Bandung: Jemmars.
Ali, Mohammad. (2009). Pendidikan untuk Pembangunan Nasional: Menuju Bangsa
Indonesia yang Mandiri dan Berdaya Saing Tinggi. Jakarta: Gramedia. 

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Ilmu dan Aplikasi Pendidikan
bagian 2: (2007). Ilmu Pendidikan Praktis. Bandung: PT Imperial Bhakti Utama.

Anda mungkin juga menyukai