Anda di halaman 1dari 29

RANCANGAN PENELITIAN

PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN


MENGGUNAKAN MODEL TALKING STICK PADA SISWA KELAS VIII
SMP NEGERI 13 DUMOGA

Oleh

Novia Rahmawati Muhaimin

NIM 19402017

UNIVERSITAS NEGERI MANADO

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

2022
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan mahkluk sosial yang harus berinteraksi dengan


sesamanya dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidup. Karena itu, manusia tidak
mungkin bisa hidup sendiri tanpa berinteraksi dengan orang lain. Di dalam
kehidupan sehari-hari, manusia mengenal kebudayaan dan menciptakan berbagai
wujud ide, aktivitas, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahasa, menjadi salah
satu unsur paling penting yang mempengaruhi kehidupan maupun kebudayaan
manusia. Sementara pengertian bahasa adalah sistem komunikasi manusia yang
dinyatakan melalui susunan suara atau ungkapan tulis yang terstruktur untuk
membentuk satuan yang lebih besar, seperti morfem, kata, dan kalimat.

Bahasa merupakan alat komunikasi sosial yang berupa sistem simbol bunyi
yang dihasilkan dari ucapan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial
membutuhkan sarana untuk berinteraksi dengan manusia lainnya di masyarakat.
Untuk kepentingan interaksi sosial itu, maka dibutuhkan suatu wahana
komunikasi yang disebut bahasa. Oleh karena itu, bahasa itu tidak pernah lepas
dari manusia. Kegiatan manusia yang tidak disertai bahasa akan rumit. Belum
pernah ada angka yang pasti berapa jumlah bahasa yang ada di dunia ini, (Crystal
dalam Chaer, 2014:33). Begitu juga dengan jumlah bahasa yang ada di Indonesia.
Bahasa terdiri menjadi tiga bahasa asing, bahasa daearah dan bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan resmi di seluruh Indonesia. Ini
merupakan bahasa komunikasi resmi, diajarkan di sekolah-sekolah dan digunakan
untuk disiarkan di media elektronik dan digital. Bahasa Indonesia adalah bahasa
kebanggaan warga negara tanah ibu Pertiwi yang diresmikan sebagai bahasa
nasional setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 18 Agustus 1945.

Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran umum di sekolah baik itu SD,
SMP dan SMA. Pembelajaran bahasa Indonesia mendapatkan peran penting untuk
pendidikan di Indonesia karena merupakan bahasa resmi di semua bidang.
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
peserta didik berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Komunikasi itu diharapkan terjadi baik secara lisan maupun tertulis. Untuk
pembelajaran sendiri merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat
terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat,
serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain,
pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar
dengan baik.

Salah satu materi pengajaran Bahasa Indonesia di sekolah yang memegang


peranan penting ialah berbicara. Berbicara merupakan salah satu aspek
keterampilan berbahasa, aspek keterampilan berbahasa yang lain yaitu membaca,
mendengar, dan menulis. Menurut Tarigan (2008:16) berbicara berarti
kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan
perasaan. Berbicara sudah barang tentu berhubungan erat dengan perkembangan
kosa kata yang diperoleh oleh sang anak, melalui kegiatan menyimak dan
membaca. Kebelum-matangan dalam perkembangan bahasa juga merupakan suatu
keterlambatan dalam kegiatan-kegiatan berbahasa. Namun dari keempat aspek
keterampilan berbahasa tersebut tampaknya pencapaian keterampilan berbicaralah
yang paling memprihatinkan dari para siswa. Yang sering terjadi di sekolah siswa
kurang percaya diri untuk berbicara di depan umum dengan alasan malu atau
takut.

Berbicara merupakan aktivitas yang sulit, karena berbicara tidak sekedar


mengeluarkan kata dan bunyi-bunyi, melainkan penyusunan gagasan yang
dikembangkan sesuai dengan pendengar atau penyimak (Mulgrave dalam Tarigan,
2008: 16). Kesulitan berbicara di depan umum dipengaruhi oleh beberapa hal
yang dapat menghambat kelancaran saat berbicara di depan umum. Hambatan-
hambatan tersebut dapat berupa rasa takut, cemas, dan tertekan. Ketiga perasaan
itu dapat membuat orang kurang percaya diri, bahkan dapat membuat seseorang

2
merasa tidak mampu berbicara di depan umum. Berbicara di bagi menjadi dua
sastra dan non sastra.

Berbicara sastra adalah berbicara yang berkaitan dengan ragam sastra yaitu
bercerita dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gesture, dan mimik yang
tepat, bercerita dengan alat peraga, menanggapi pembacaan cerpen, menjelaskan
hubungan latar suatu cerpen dengan realitas sosial, sedangkan berbicara non sastra
merupakan berbicara yang tidak berkaitan dengan ragam sastra, yaitu:
menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan
pilihan kata dan kalimat efektif, menyampaikan informasi dengan intonasi yang
tepat.

Dalam suatu pendidikan formal, pelajaran menceritakan pengalaman yang


mengesankan di depan umum kurang mendapat perhatian yang serius. Fenomena
ini sungguh disayangkan. Seringkali siswa menganggap mudah berbicara di depan
umum. Tenaga pengajar pun belum maksimal memotivasi anak didik untuk berani
berbicara di depan umum. Dikatakan bahwa, banyak guru yang tidak mampu
membimbing muridnya untuk bisa dan percaya diri berbicara di depan umum. Hal
ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan untuk percaya diri berbicara
di depan umum. Bukan hanya kesulitan merekapun merasa kecemasan yang
berlebihan saat di minta berbicara di depan umum. Ini yang menjadi masalah
siswa enggan untuk maju kedepan dan berbicara di depan banyak orang apa lagi
mengenai pengalaman yang mengesankan.

Sejumlah siswa terkadang ragu atau bahkan tidak ingin mengangkat


tangan dan juga tidak berani ke depan kelas untuk mengungakapkan pendapatnya.
Banyak yang berpendapat kalau hal ini disebabkan pendidikan Indonesia yang
turut berperan atas ketidak mampuan murid untuk berbicara. Sejak SD sampai
SMA, pendidik tidak banyak memberikan ruang untuk siswa tampil kedepan.
Lantaran pengajaran hanya dari satu  arah membuat siswa semakin tidak dilatih
untuk berbicara di depan teman temannya.

3
Faktor-faktor penyebab problematika siswa dalam pembelajaran berbicara
ada dua, yaitu hambatan internal dan hambatan eksternal. Hambatan internal yang
dihadapai siswa, yaitu yang pertama penempatan tekanan, nada, jeda, intonasi,
dan ritme. Siswa belum terlalu mengerti dimana menempatkan tekanan, nada,
jeda, intonasi, dan ritme dalam berbicara. Hambatan internal yang dihadapi siswa
yang kedua, yaitu pemilihan kata dan ungkapan yang baik, kongkret, dan
bervariasi. Siswa dalam berbicara belum terlalu bisa memilih ungkapan yang baik,
kongkret dan bervariasi. Hal tersebut terlihat pada siswa yang kurang
menggunakan ragam bahasa indonesia dalam berbicara. Hambatan internal yang
ketiga, yaitu merasa malu. Rasa malu pada siswa terlihat pada siswa yang
menundukkan kepalanya dan berbicara dengan tersendat-sendat. Hambatan
internal yang keempat, yaitu rasa takut. Rasa takut ini terlihat pada siswa yang
disuruh berbicara di depan kelas oleh guru terlihat takut untuk berbicara. Rasa
takut ini bisa berarti takut ditertawakan oleh teman-teman, takut salah, ataupun
pun takut bila salah mengucapkan kata. Hambatan internal yang terakhir, yaitu
rasa kurang percaya diri. Rasa kurang percaya diri ini terlihat pada siswa yang
disuruh maju ke depan kelas untuk berbicara, tetapi siswa tersebut sepertinya
enggan untuk maju ke depan. Ketika siswa tersebut sudah berada di depanpun,
siswa tidak juga memulai berbicara tetapi hanya diam.

Hambatan eksternal yang dihadapi siswa yang pertama, yaitu suara atau
bunyi. Suara atau bunyi bisa mempengaruhi konsentrasi dalam berbicara. Hal ini
terlihat pada ada beberapa siswa yang terlihat kehilangan konsentrasi dalam
berbicara ketika suasana di luar kelas ribut. Hambatan eksternal yang kedua, yaitu
media. Tidak dipergunakannya media sebagai alat bantu dalam pembelajaran
menyebabkan siswa belum sepenuhnya termotivasi dalam belajar. Masih ada
beberapa siswa yang kurang bersemangat dalam belajar.

Proses belajar berkaitan erat dengan kemampuan siswa berbicara di depan


umum diantaranya adanya interaksi antara guru dan siswa yang terjadi melalui
metode pengajaran yang digunakan oleh guru seperti ceramah, tanya jawab,
presentasi, diskusi kelompok, menceritakan pengalaman dan lain-lain. Melalui

4
metode mengajar ini, guru melatih siswa untuk lebih aktif dalam proses belajar.
Salah satu caranya ialah siswa ditugaskan untuk menceritakan pengalaman yang
mengesankan di depan umum. Dengan metode ini siswa dapat mengeksplor
kemampuan atau keterampilan berbicaranya. Namun juga banyak siswa yang
tidak berani berbicara di depan umum dan memiliki kecemasan komunikasi yang
berlebihan.

Kecemasan berkomunikasi yang dialami siswa berpengaruh terhadap


kualitas pesan yang disampaikan. Menurut Muslimin, kecemasan berkomunikasi
merujuk pada rasa malu, keengganan berkomunikasi, ketakutan berbicara di depan
umum, dan sikap pendiam dalam interaksi komunikasi. Kecemasan komunikasi
yang semakin meningkat dapat menghambat komunikasi antar kelompok yaitu
antara pembicara dengan audien. Pada umumnya kecemasan berkomunikasi
bukan disebabkan oleh ketidakmampuan siswa, tetapi sering disebabkan oleh
tingkatan berpikir positif yang rendah atau pikiran-pikiran yang negatif dan tidak
rasional.

Kecemasan biasanya dipengaruhi oleh cara berpikir yang keliru, menilai


begitu tajam sehingga sekilas tidak berani mencoba sesuatu yang tidak dikuasai
dengan sangat sempurna, mengingat secara terus menerus sesuatu yang
menakutkan sehingga diri merasa terteror sampai rasa takut itu menjadi jauh lebih
besar dari diri sendiri dan akhirnya diri berhenti sambil meyakini bahwa
semuanya adalah malapetaka. Kecemasan berkomunikasi yang dialami peserta
didik dapat berpengaruh terhadap motivasi belajar peserta didik dalam mengikuti
proses pembelajaran.

Peneliti menggunakan model Talking Stick dalam kemampuan berbicra di


depan umum, model pembelajaran Talking Stick adalah suatu model pembelajaran
kelompok dengan bantuan tongkat, kelompok yang memegang tongkat terlebih
dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi
pokoknya, selanjutnya kegiatan tersebut diulang terus menerus sampai semua
kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru. Namun disini

5
peneliti tidak akan memberikan pertanyaan melainkan maju di depan umum dan
menceritakan pengalaman yang mengesankan agar siswa di latih berbicara di
depan umum.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti hendak melakukan


penelitian secara ilmiah dan memantau secara langsung tentang Kemampuan
Berbicara pada siswa kelas VIII SMP Negeri 13 Dumoga dengan menggunakan
model Talking Stick.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan
dilaksanakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan


proses pembelajaran talking stick?
2. Bagaimana kemampuan siswa kelas VIII SMP Negeri 13 Dumoga dalam
menceritakan pengalaman yang mengesankan dengan metode talking
stick?
C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak diharapkan pada penelitian ini adalah :

1. Mengetahui keterampilan siswa ketika berbicara menggunakan metode


talking stick..
2. Mengetahui kemampuan menceritakan pengalaman yang mengesankan
dengan metode talking stick siswa kelas VIII SMP Negeri 13 Dumoga
D. Manfaat Penelitian :

Manfaat bagi peserta didik :

Menimbulkan rasa kepercayaan diri untuk berbicara di depan umum


terutama dalam menceritakan pengalaman yang mengesankan melalui metode
talking stick.

Manfaat bagi guru :

6
Manfaat bagi guru, memperkaya media dalam pembelajaran keterampilan
berbicara khususnya bercerita, dan dapat mengembangkan keterampilan guru
Bahasa dan Sastra Indonesia khususnya dalam menerapkan pembelajaran
keterampilan berbicara di depan umum tentang pengalaman yang mengesankan

Manfaat bagi penulis :

Manfaat bagi penulis sendiri yaitu untuk lebih terampil dan lebih kreatif
dalam mengajar di kelas.

7
BAB II

LANDASAN TEORETIS

A. Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia

Mata pelajaran Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang penting dalam


kurikulum. Bahasa Indonesia menjadi salah satu mata pelajaran startegis karena
melalui bahasa seorang pendidik (guru) menularkan ilmu, pengetahuan dan
informasi kepada siswa, begitu juga sebaliknya. Bahasa Indonesia menjadi tujuan
dari kurikulum yang hendak dicapai dalam pembelajaran. Pembelajaran Bahasa
Indonesia berfungsi sebagai sarana untuk membantu peserta didik mengemukakan
gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat dengan menggunakan
bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan
imajinatif (Depdiknas, 2006 yang dikutip Vanda Hardinata, 2012). Menurut
Dimyati dan Mudjiono, sebagaimana dikutip oleh Syaiful Sagala pembelajaran
adalah Kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk
membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber
belajar.

Menurut Puji Santosa, dkk. (2011: 3.18-3.19), pembelajaran Bahasa Indonesia


meliputi empat aspek yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam
merancang pembelajaran Bahasa Indonesia harus memperhatikan keempat aspek
tersebut. Keempat aspek tersebut merupakan aspek yang saling berhubungan erat
satu sama lain dan harus dikembangkan secara seimbang agar kemampuan
berbahasa siswa dapat terasah secara optimal. Guru sebagai fasilitator harus
mampu memfasilitasi siswa dalam mengembangkan aspek-aspek kemampuan
tersebut. Dalam merancang pembelajaran gurupun dituntut kreatif agar semua
aspek kemampuan siswa berkembang dengan baik.

1. Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi

Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk


meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi antara satu dengan yang

8
lain. Belajar Bahasa Indonesia di sekolah merupakan pokok dari proses
pendidikan di sekolah. Belajar merupakan alat utama dalam mencapai tujuan
pembelajaran sebagai unsur proses pendidikan di sekolah. Untuk mencapai tujuan
tersebut, kita harus mengetahui tujuan dan peran pembelajaran Bahasa Indonesia.

Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas, 2006:81),


pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
peserta didik untuk berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia dengan baik dan
benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil
karya kesastraan manusia Indonesia.

2. Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia

Menurut Hartati (2013) tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia adalah sebagai


berikut:

1. Siswa menghargai dan mengambangkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa


persatuan (nasional) dan bahasa negara

2. Siswa memahami Bahasa Indonesia dari segi bentuk makna, dan fungsi,
serta menggunakan dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan
keperluan dan keadaan.

3. Siswa memiliki kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia untuk


meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan
sosial.

4. Siswa memiliki disiplin dengan berpikir dan berbahasa (berbicara dan


menulis)

5. Siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk


mengembangkan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual
manusia Indonesia.

9
Dari pendapat diatas pembelajaran Bahasa Indonesia adalah agar siswa
mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan
kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan berbahasa dan agar siswa memiliki disiplin dengan berpikir dan
berbahasa (berbicara dan menulis).

Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan


peserta diidk untuk berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia dengan baik dan
benar, baik secara lisam maupun tulis, serta menumbuhkan rasa ingin tahu
terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Standar kurikulum mata
pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kemampuan minimal peserta didik yang
menggambarkan penguasaan pengetahuan keterampilan berbahasa, dan sikap
yang baik terhadap Bahasa dan Sastra Indonesia. Standar kurikulum ini
merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal,
regional, nasional dan global.

B. Keterampilan Berbicara
1. Pengertian Keterampilan

Keterampilan adalah kemampuan dasar pada diri manusia yang harus


dilatih, diasah, serta dikembangkan secara terus menerus sehingga menjadi
potensial dalam melakukan sesuatu. Selain itu untuk mengembangkan
keterampilan diperlukan proses pengasahan akal atau pemikiran. Sehingga
mendorong timbulnya keterampilan khusus. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia edisi ketiga (2011: 1180), keterampilan merupakan kecakapan untuk
menyelesaikan tugas, bahasa Ling merupakan kecakapan seseorang untuk
memakai bahasa dalam menulis, membaca, menyimak, atau berbicara.
Keterampilan merupakan kecakapan menyelesaikan tugas (Sanjaya Yasin, 2012).

Menurut Singer dikutip oleh Amung (2000: 61), keterampilan adalah


derajat keberhasilan yang konsisten dalam mencapai suatu tujuan dengan efektif.
Istilah terampil biasanya digunakan untuk menggambarkan tingkat kemampuan
seseorang yang bervariasi. Keterampilan (skill) merupakan kemampuan untuk

10
mengoperasikan pekerjaan secara mudah dan cermat (Sri Widiastuti, 2010: 49).
Sedangkan menurut Hari Amirullah (2003: 17) istilah terampil juga diartikan
sebagai suatu perbuatan atau tugas, dan sebagai indikator dari suatu tingkat
kemahiran.

Secara mendasar, keterampilan merupakan kemampuan yang ada pada diri


seseorang semenjak lahir. Dengan kata lain, keterampilan merupakan bakat yang
melekat sebagai suatu hakikat. Meskipun ada bakat atau potensi dalam diri sudah
semestinya untuk terus diasah dan dilatih, agar kemampuan menjadi terus
berkembang dengan optimal. Untuk menjadi terampil, diperlukan serangkaian
proses. Keahlian khusus yang secara mendasar dimiliki seseorang pada aspek atau
bidang tertentu, kemudian dilatih melalui latihan yang dilakukan secara
berkelanjutan dan terus menerus, selain itu juga didukung dengan proses belajar
secara tekun. Sehingga dari proses latihan dan belajar yang dilakukan secara
berkelanjutan dan terus menerus, munculah pemahaman yang luas dan mendalam
yang kemudian diimplementasikan dengan wujud penguasaan bidang secara
optimal dan potensial.

2. Pengertian Berbicara

Berbicara merupakan kemampuan atau kesanggupan seseorang dalam


mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta
menyampaikan gagasan dan perasaannya secara lisan kepada orang lain. Menurut
Tarigan, (2008: 16) “berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi atau kata-kata untuk mengekpresikan, menyatakan, atau menyampaikan
pikiran, gagasan, dan perasaan”. Menurut Nurgiyantoro, (2010: 399) “ berbicara
adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan
bahasa setelah mendengarkan”.

Berbicara adalah ekspresi kreatif yang dapat memanifestasikan


kepribadiannya yang tidak sekedar alat mengkomunikasikan ide belaka, tetapi
juga alat utama untuk menciptakan dan memformulasikan ide baru (Colin Widi,
2010: 4). Burhan Nurgiyantoro (1995: 276) berpendapat bahwa, berbicara adalah

11
aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa,
yaitu setelah aktivitas mendengarkan.

Kegiatan berbicara merupakan kegiatan yang kompleks dan berbeda dari


ketiga aspek keterampilan berbahasa lainnya. Hal ini disebabkan selama kegiatan
berbicara seseorang tidak hanya mengekspresikan, mengungkapkan ide/gagasan
dan perasaan kepada orang lain, tetapi lebih jauh lagi berbicara merupakan suatu
bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologi,
semantik, dan linguistik. Kegiatan berbicara juga memanfatkan otot dan jaringan
tubuh manusia untuk menunjang maksud dan tujuan berbicara.

Hal ini sesuai dengan pendapat Tarigan, (2008: 16) yang menyatakan
berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar ( audible ) dan
yang kelihatan ( visible ) yang memanfaatkan sejumalah otot dan jaringan otot
tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang
dikombinasikan. Dengan demikian berbicara itu lebih dari pada hanya sekedar
mengucapkan bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara adalah suatu alat untuk
mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan pendengar atau penyimak.

Dalam kegiatan berbicara tidak hanya suara yang dapat didengar secara lisan
oleh penyimak tetapi dapat pula dilihat penyimak gerakan-gerakan atau mimik si
pembicara yang menunjang pokok pembicaraan sehingga yang diutarakan
pembicara dapat dipahami pendengar/penyimak. Pemahaman penyimak tentang
sesuatu yang dibicarakan merupakan hal yang sangat diperlukan, karena hal
tersebut dapat menimbulkan hubungan timbal balik antara pembicara dengan
penyimak.

3. Pengertian Keterampilan Berbicara

Keterampilan berbicara adalah sebuah kemampuan berbahasa dalam


mengucapkan bunyi bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan ide, pikiran, pendapat, gagasan,
dan perasaan kepada orang lain sebagai mitra pembicara didasari oleh

12
kepercayaan diri, jujur, benar, dan bertanggung jawab dengan menghilangkan
masalah psikologis seperti malu, rendah diri, ketegangan, berat lidah, dan lain
lain.

Berbicara merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide atau gagasan


dari pembicara kepada pendengar. Dalam penyampaian informasi, secara lisan
seorang pembicara harus mampu menyampaikannya dengan baik dan benar agar
informasi tersebut dapat diterima oleh pendengar. Untuk menjadi pembicara baik,
pembicara harus mampu menangkap informasi secara kritis dan efektif, hal ini
berkaitan dengan aktivitas menyimak. Apabila pembicara merupakan seorang
penyimak yang baik maka ia mampu menangkap informasi dengan baik.

Berikut definisi dan pengertian keterampilan berbicara dari beberapa sumber


buku: 

Menurut Iskandarwassid (2010), keterampilan berbicara adalah keterampilan


memproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak,
kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang lain. Keterampilan ini juga
didasari oleh kepercayaan diri untuk berbicara secara wajar, jujur, benar, dan
bertanggungjawab dengan menghilangkan masalah psikologis seperti malu,
rendah diri, ketegangan, berat lidah, dan lain-lain. Menurut Hermawan (2014),
keterampilan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan bunyi-bunyi
artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan pikiran berupa ide, pendapat,
keinginan atau perasaan kepada mitra pembicara. 

Menurut Arsjad dan Mukti (1988), keterampilan berbicara adalah kemampuan


mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.
Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan
persendian (juncture). 

Menurut Utari dan Nababan (1993), keterampilan berbicara adalah


pengetahuan bentuk-bentuk bahasa dan makna-makna bahasa tersebut, dan
kemampuan untuk menggunakannya pada saat kapan dan kepada siapa.

13
Kemampuan berbicara yang baik adalah kecakapan seseorang dalam
menyampaikan sebuah informasi dengan bahasa yang baik, benar dan menarik
agar dapat dipahami pendengar.

4. Tujuan Berbicara

Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat


menyampaikan pikiran secara efektif, sebaiknya pembicara memahami makna
segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan (Henry Guntur Tarigan, 2008: 16).
Kundharu Saddhono & Slamet (2012: 36), mengungkapkan bahwa berbicara
dapat dimanfaatkan untuk mengkomukasikan ide, perasaan, dan kemauan, serta
untuk lebih menambahkan pengetahuan dan cakrawala pengetahuan.

Menurut Tarigan (1983: 15) tujuan utama berbicara adalah untuk


berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka sebaiknya
sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikombinasikan, dia
harus mampu mengevaluasi efek komunikasi terhadap pendengarnya, dan dia
harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala sesuatu situasi
pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan. Colin Widi (2010: 4)
berpendapat bahwa, tujuan berbicara adalah untuk menginformasikan, melaporkan
sesuatu hal pada pendengar. Sesuatu tersebut dapat berupa, menjelaskan sesuatu
proses, menguraikan, menafsirkan, atau menginterpretasikan sesuatu hal,
memberi, menyebarkan, atau menanamkan pengetahuan, menjelaskan kaitan,
hubungan, relasi antara benda, hal, atau peristiwa.

Pada dasarnya, berbicara mempunyai tiga maksud umum, yaitu:

1. Memberitahukan, melaporkan.

2. Menjamu, menghibur.

3. Membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan. Gabungan maksud-


maksud itu pun mungkin saja terjadi.

14
Dari tiga tujuan umum berbicara tersebut, jika diuraikan, dapat dibedakan
menjadi lima tujuan berbicara. Kelima tujuan itu akan diuraikan sebagai berikut.

1. Menghibur

Tujuan berbicara untuk menghibur biasanya dilakukan oleh pelawak, pemain


dagelan seperti Srimulat dan sebagainya. Suasana pembicaraan biasanya santai,
relaks, penuh canda dan menyenangkan. Sesuai dengan namanya, dalam berbicara
untuk menghibur pendengar, pembicara berusaha menarik perhatian pendengar
dan menimbulkan perasaan terhibur pada diri pendengar dengan berbagai cara,
seperti humor, spontanitas, dan kisah-kisah jenaka.

2. Menginformasikan

Berbicara untuk tujuan menginformasikan banyak sekali dipraktikkan dalam


kehidupan sehari-hari. Berbicara untuk tujuan menginformasikan dilakukan
apabila pembicara ingin melaporkan, menjelaskan suatu proses, menguraikan,
menafsirkan, atau menginterpretasikan suatu hal, memberi atau menanamkan
suatu pengetahuan, menjelaskan kaitan atau hubungan antara benda-benda, hal
atau peristiwa.

3. Menstimulasikan

Dalam berbicara dengan tujuan menstimulasi, pembicara berusaha


membangkitkan inspirasi, kemauan, atau minat pendengar untuk melakukan
sesuatu. Berbicara untuk tujuan menstimulasi jauh lebih kompleks daripada
berbicara untuk menginformasikan dan menghibur. Pembicara harus memiliki
pengetahuan dan kemampuan yang memadai. Pembicara harus benar-benar
mengetahui kemauan, minat, inspirasi, kebutuhan dan cita-cita pendengarnya.
Berdasarkan keadaan itulah pembicara masuk menstimulasi, membangkitkan
semangat dan emosi pendengar, sehingga pendengar tergerak untuk melakukan
atau mengerjakan sesuatu yang dikehendaki pembicara.

15
4. Meyakinkan

Dalam berbicara untuk tujuan meyakinkan, pembicara berupaya meyakinkan


pendengar akan sesuatu. Melalui pembicaraan yang meyakinkan, sikap pendengar
dapat diubah, misalnya dari sikap menolak menjadi menerima. Melalui pembicara
yang terampil dan meyakinkan yang disertai dengan bukti, fakta, contoh, dan
ilustrasi yang mengena, akhirnya sikapnya dapat diubah dari tidak setuju menjadi
setuju.

5. Menggerakkan

Dalam berbicara dengan tujuan menggerakkan, pembicara berupaya agar


mampu menggerakkan pendengar untuk mau berbuat, bertindak, atau beraksi
seperti yang dikehendaki oleh pembicara. Berbicara dengan tujuan menggerakkan
merupakan kelanjutan atau perkembangan dari berbicara dengan tujuan
meyakinkan, karena untuk menggerakkan pendengar agar berbuat atau bertindak,
pembicara harus mampu meyakinkan pendengar terlebih dahulu. Setelah
pendengar yakin, lebih lanjut pembicara berupaya membakar emosi pendengar,
sehingga akhirnya pendengar tergerak untuk berbuat atau bertindak. Dalam
berbicara untuk tujuan menggerakkan, pembicara dituntut berwibawa sebagai
anutan, atau tokoh idola di masyarakat. Melalui keterampilannya berbicara,
mampu membakar emosi pendengar, pandai memanfaatkan situasi, ditambah
penguasaannya terhadap ilmu jiwa masa, pembicara akan mampu menggerakkan
pendengarrnya.

C. Berbicara di Depan Umum

Berbicara di depan umum merupakan salah satu teknik atau seni berbicara
yang harus dimiliki oleh pembicara untuk mampu menarik perhatian audiens. Bila
diperhatikan mengenai bahasa pengajaran akan kita dapatkan berbagai jenis
berbicara. Antara lain : diskusi, percakapan, pidato menjelaskan, pidato
menghibur, ceramah, dan sebagainya. Secara garis besar jenis-jenis berbicara
dibagi dalam dua jenis, yaitu berbicara di muka umum dan berbicara pada

16
konferensi. Guntur Tarigan (1981: 22-23) memasukkan beberapa kegiatan
berbicara ke dalam kategori tersebut, salah satunya berbicara di depan umum.
Kemampuan dan keahlian untuk berbicara di depan audiens dan untuk
mempersuasi audiens untuk melakukan sesuatu melalui seni berbicara adalah
bagian yang tidak terpisahkan dari pelatihan seorang intelektual (Johnstone,
1995).

Untuk menarik perhatian audiens, terdapat beberapa hal yang harus


dipersiapkan oleh pembicara selain persiapan materi yang matang, yaitu:

1. Mempersiapkan mental dengan baik, yakni dengan memahami kondisi


ruangan dan psikologis audiensnya.
2. Berlatih dengan baik dan teratur di depan cermin, dengan maksud agar
pembicara mampu melihat mimik dan ekspresi mukanya.
3. Menyesuaikan penampilan fisik sebelum tampil di atas panggung.
4. Berupaya untuk menjadi diri sendiri.
5. Menyelipkan humor-humor atau cerita lucu di antara pembicaraan yang
disampaikan, sehingga pendengar tidak merasa bosan.

Persiapan yang baik akan membantu pembicara mengantisipasi gangguan


yang akan muncul ketika seseorang berbicara di depan umum. Gangguan tersebut
diantaranya adalah kurang antusiasnya audiens untuk memperhatikan
pembicaraan yang disampaikan, tidak mendukungnya suasana ruangan, dan
karateristik audiens yang di luar perkiraan.

1. Kecemasan Berbicara di depan umum

Dalam kamus lengkap psikologi, Chaplin (2002) menjelaskan pengertian


kecemasan sebagai perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan
mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut.
Pendapat lain menurut Menurut Daradjat (dalam Muslimin, 2013), kecemasan
adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi
ketika seseorang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin
(konflik). Nevid (1997) menganggap kecemasan sebagai keadaan takut atau

17
perasaan tidak enak yang disebabkan oleh beberapa hal seperti kesehatan individu,
hubungan sosial, ketika hendak menjalankan ujian sekolah, masalah pekerjaan,
hubungan internal dan lingkungan sekitar. Selain itu juga,

Hudaniah (2003) menyatakan bahwa pada umumnya kecemasan berwujud


ketakutan kognitif, keterbangkitan syaraf fisiologis dan suatu pengalaman
subjektif dari ketegangan dan kegugupan. Apollo (dalam Wahyuni, 2015)
menyebut kecemasan berbicara di depan umum dengan istilah reticence, yaitu
ketidakmampuan individu untuk mengembangkan percakapan yang bukan
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan tetapi karena adanya
ketidakmampuan menyampaikan pesan secara sempurna, yang ditandai dengan
adanya reaksi secara psikologis dan fisiologis.

Dari penjelasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kecemasan


berbicara di depan umum adalah suatu keadaan tidak nyaman yang sifatnya tidak
menetap pada diri individu yang terjadi ketika seseorang mengalami tekanan
perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik) yang ditandai dengan reaksi
fisik dan psikologis saat berbicara di depan orang banyak. Kecemasan berbicara di
depan umum di sini seperti melakukan presentasi di depan kelas, menjadi
presenter, atau menjadi pembicara dalam suatu kegiatan.

2. Faktor-faktor Penunjang dan PenghambatBerbicara

I Wayan Sudiana (2011: 4) mengemukakan bahwa, faktor penunjang


kemampuan berbicara, utamanya adalah model yang digunakan, yaitu model yang
dapat mendukung peningkatan kemampuan berbicara siswa. Menciptakan sebuah
pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning) merupakan sebuah
tantangan dimana guru haruslah mampu melakukan orkestrasi terhadap segala
kemampuan yang ada menjadi sebuah kekuatan pembelajaran total.

Berbicara atau kegiatan komunikasi lisan merupakan kegiatan individu dalam


usaha menyampaikan pesan secara lisan kepada sekelompok orang, yang disebut
juga audience atau majelis. Supaya tujuan pembicaraan atau pesan dapat sampai
kepada audience dengan baik, perlu diperhatikan beberapa faktor yang dapat

18
menunjang keefektifan berbicara. Sujanto (1988:192) membagi faktor
penghambat kemampuan bercerita menjadi tiga, yaitu:

1. Faktor fisik, yang merupakan faktor dalam dan luar diri partisipan.

2. Faktor media, yang terdiri dari segi linguisitik dan non linguistik (misal:
tekanan, ucapan, gesture).

3. Faktor psikologis, yang merupakan faktor kondisi kejiwan partisipan dalam


keadaan marah, menangis, sedih.

James MacDonnald (dalam nadhiroh.blog.unair) mengadakan sebuah


penelitian tentang kesulitan berbicara anak. Berdasarkan hasil penelitiannya James
MacDonnald menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kesulitan berbicara
anak yaitu: keterbatasan dalam pendengaran, perkembangan otot yang terlambat,
kelambanan dalam mengerti bahasa orang dewasa, sering latihan berbicara dengan
orang lain, peran yang terlalu pasif dalam kehidupan sosial, cara komunikasi
“kuno” sudah terlalu nyaman dipakai, orang dewasa menganggap anak tidak
mampu, orang dewasa yang suka berbicara atas nama mereka, tidak cukup waktu
untuk berbicara, terlalu bnyak bahasa sekolah dan kurang bahasa yang
komunikatif, terlalu banyak rangsangan, terlalu banyak bermain sendiri.

3. Tips Berbicara di Depan Umum

1. Biarkan Pikiran Rileks Sebelum Berbicara

Merasa gugup sebelum berbicara di depan umum memang hal yang


lumrah. Namun, jangan sampai rasa gugup menghancurkan performa Anda.  Saat
dipersilakan untuk berbicara, biasanya rasa gugup akan semakin menjadi. Hal
yang dapat dilakukan guna mengatasi hal ini adalah dengan mengambil napas
banyak hingga pikiran merasa sedikit rileks. Selain itu, mengambil sedikit waktu
untuk diam juga tak masalah jika dirasa dapat mengurangi rasa gugup. Anda dapat
menyapu pandangan ke penjuru arah, untuk menambah kesan telah siap. Namun,
jangan lakukan hal tersebut terlalu lama. Karena jika hal tersebut terjadi, maka

19
audience akan merasa bahwa Anda masih gugup sehingga akan menghilangkan
kesan percaya diri dan tegas.

2. Jangan Menghindari Kontak Mata dengan ‘Audience’

Kontak mata atau eye contact adalah hal penting dalam berbicara dengan
orang lain, baik dalam forum besar maupun kelompok kecil. Dengan adanya
kontak mata, akan tercipta suasana komunikasi yang nyaman. Selain itu, audience
akan merasa lebih dihargai. Memang tidak semua orang dapat melakukan kontak
mata. Jika tidak bisa, dapat diakali dengan menatap dahi atau hidung audience.
Selain itu hal yang perlu diingat adalah saat berbicara jangan pernah menatap
lantai ataupun langit-langit. Hal ini akan menunjukkan bahwa Anda masih kurang
percaya diri. Karena sorot dan pancaran mata menampilkan kesiapan serta
kemantapan seseorang saat berbicara. Beranikan diri menatap orang-orang di
depan Anda, maka keberanian pun akan bertambah.

3. Jangan Terburu-buru, Bicaralah dengan Santai

Maksud dari berbicara dengan santai di sini adalah berbicara dengan ritme
yang santai tanpa mengurangi kesan formal. Salah satu caranya adalah dengan
berbicara secara perlahan. Berbicara dengan ritme yang tidak terlalu cepat akan
menciptakan suasana yang nyaman dan mengalir. Memang biasanya saat gugup,
secara spontan akan berbicara dengan cepat. Saat hal tersebut terjadi, segera
kendalikan diri dengan mengambil napas sedalam mungkin dan hembuskan secara
perlahan. Berbicara dengan begitu cepat akan merusak performa, karena audience
akan merasa bahwa Anda masih belum menguasai materi dan terlalu gugup.

4. Fokuslah pada Tujuan 

Berbicara dengan orang lain di dunia kerja memang tidaklah mudah.


Karena, selain mengomunikasikan pendapat dengan baik, pembicara juga harus
bisa membuat audience percaya terhadap apa yang disampaikan. Tetapi bukan
berarti memaksa. Agar dapat dipercaya oleh audience, saat berbicara harus

20
mampu menunjukkan perasaan dan emosi. Dengan adanya ‘rasa’ saat berbicara,
akan menghidupkan suasana dan terlihat meyakinkan.

D. Talking Stick

Metode pembelajaran Talking Stick merupakan metode pembelajaran yang


berbasis permainan sehingga membuat siswa semangat dalam belajar. Selain itu
metode pembelajaran talking stick ini dapat melatih siswa untuk menghargai hak 
orang lain.

Menurut Mukrimah (2014:159) model pembelajaran talking stick


dilaksanakan dibantu oleh sebuah tongkat, setelah siswa mempelajari materi,
kemudian tongkat dioper kepada setiap siswa, siswa yang memegang tongkat
harus menjawab pertanyaan dari guru. Sedangkan menurut Huda (2013:224)
talking stick yakni proses pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat.
Kelompok yang menggenggam tongkat hendaknya menjawab pertanyaan dari
guru sesudah membaca materi utamanya. Suprijono (2012:109) mengatakan
pembelajaran talking stick ialah sebuah model pembelajaran yang dapat
mendorong siswa untuk percaya diri dalam menyampaikan pendapatnya. Pendapat
dari para ahli tersebut dapat disimpulkan model talking stick adalah model
pembelajaran kooperatif talking stick adalah model pembelajaran kelompok yang
melatih siswa untuk menyampaikan pendapatnya.

Adapun teknik dari model pembelajaran Talking Stick adalah salah satu teknik
yang dapat digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar. Talking stick
merupakan suatu model pembelajaran  yang menggunakan sebuah tongkat sebagai
alat penunjuk giliran. Siswa yang mendapat tongkat akan diberi pertanyaan
ataupun tugas. Kemudian secara estafet tongkat tersebut berpindah ketangan siswa
lainnya secara bergiliran, demikian seterusnya sampai seluruh siswa mendapat
tongkat. Dalam pembelajaran guru menggunakan konsep belajar sambil bermain,
karena dengan bermain siswa memperoleh dan memproses informasi belajar hal-
hal baru dan melatih keterampilan yang ada.

21
Manfaat Metode Talking Stick
Menurut Huda 2013:225 ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari
penggunaan metode tongkat berbicara, antara lain

1. Menguji kesiapan peserta didik.


2. Melatih keterampilan peserta didik dalam membaca dan memahami materi
pelajaran dengan cepat.
3. Mengajak peserta didik untuk terus siap dalam situasi apapun.
4. Mengasah sikap tanggung jawab atas hasil belajar peserta didikdalam
menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan oleh guru.
5. Tidak memerlukan waktu yang banyak, biaya, dan persiapan yang terlalu
rumit.
6. Tidak banyak memakan tempat.
7. Tidak menuntut keterampilan yang rumit bagi pemakainya, dan
8. Dapat mengembangkan imajinasi anak, mempertinggi keaktifan, dan
menambah suasana gembira.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa banyak sekali


manfaat yang diperoleh dengan menggunakan metode tongkat berbicara ini.
Manfaat-manfaat tersebut diharapkan akan dapat menciptakan situasi dan kondisi
belajar yang berbeda dan menyenangkan. Sehingga hal tersebut akan dapat
meningkatkan tujuan pembelajaran yang diinginkan.

Kesimpulan dari pendapat di atas bahwa model pembelajaran talking stick


dapat membuat siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran, siswa dapat
memahami materi dengan cepat dan juga dapat mendorong siswa untuk berani dan
belajar untuk bekerjasama serta melakukan unjuk kerja. Sehingga aktivitas siswa
pada setiap pertemuan selalu mengalami peningkatan.

E. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang sesuai dengan penelitian sebelumnya, dirumuskan melalui


judul, dan penulis yaitu: Winda Noviasari dengan judul Penggunaan Metode

22
Talking Stick Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam Kelas VI SD Negeri Bumi Rahayu Tahun Pelajaran
2017/2018. Perbedaan penelitain Winda Noviasari dengan penelitian ini adalah
mata penelitian ini tentang berbicara di depan umum menggunakan metode
talking stick. Persamaan penelitian ini ialah sama-sama menggunakan metode
talking stick dalam pembelajaranya. Bedasarkan hasil penelitian Winda
Noviasari(talking stick) dapat di ambil kesimpulan bahwa dengan metode talking
stick berpengaruh terhadap siswa. Siswa lebih senang karena dalam pembelajaran
ada permainannya. Sehubungan dengan hasil penelitian tersebut maka peneliti
mengembangkan penelitian dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dengan
menerapkan metode talking stick dalam berbicara di depan umum.

Dari penelitian di atas menunjukkan metode talking stick berpengaruh


terhadap peningkatan pembelajaran siswa terutama dalam hal berbicara.
Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dikembangkan penelitian-penelitian
yang dapat meningkatkan rasa kepercayaan diri dalam berbicara di depan umum.
Oleh karena itu penulis merasa perlu untuk mengadakan penelitian dengan judul
Kemampuan Berbicara Siswa Kelas VIII SMP Negeri 13 Dumoga Dengan
Menggunakan Model Talking Stick.

23
BAB III

METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif. Menurut Sugiono, penelitian kualitatif adalah penelitian dimana peneliti
ditempatkan sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara
penggabungan dan analisis data bersifat induktif (Sugiono. 2010 : 9). Menurut
Poerwandari (2005), penelitian kualitatif menghasilkan dan mengolah data yang
sifatnya deskriptif, seperti transkripsi wawancara dan observasi. Kirk dan Miller
(dalam Moloeng) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai cara untuk
melakukan pengamatan langsung pada individu dan berhubungan dengan orang-
orang tersebut untuk mendapatkan data yang digalinya (Moleong, J.L.2002 : 3).
Sementara itu, penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang
ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang
ada, baik fenomena alamiah maupun rekayasa manusia. Menurut Nazir dalam
bukunya Metode penelitian, Metode deskrptif adalah satu metode dalam meneliti
status kelompok manusia, suatu subjek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran
atau pun kelas peristiwa pada masa sekarang.
Adapun penjelasan mengenai penelitian kualitatif dengan pendekatan
deskriptif menurut Winartha (2006:155), metode analisis deskriptif kualitatif
yaitu untuk menganalisis, menggambarkan, dan meringkas berbagai kondisi,
situasi dari berbagai data yang dikumpulkan berupa hasil wawancara atau
berasal dari pengamatan mengenai masalah yang diteliti di lapangan. Menurut I
Made Winartha (2006:155), metode analisis deskriptif kualitatif adalah
menganalisis, menggambarkan, dan meringkas berbagai kondisi, situasi dari
berbagai data yang dikumpulkan berupa hasil wawacara atau pengamatan
mengnai masalah yang diteliti yang terjadi di lapangan.
Dasar pemikiran digunakannya metode ini adalah karena penelitian ini ingin
mengetahui tentang fenomena yang ada dan dalam kondisi yang alamiah, bukan
dalam kondisi terkendali, labolatoris atau eksperimen. Jadi dengan kata lain

24
bahwa, penelitian dengan metode deskriptif adalah metode penelitian yang
bersifat mengamati secara langsung kejadian apa yang sebenarnya terjadi di
lapangan, yang kemudian ditarik kesimpulan mengenai hal apa yang telah
diteliti.
B. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Wawancara tidak terstruktur
Peneliti menggunakan teknik wawancara tidak terstruktur dengan cara tanya
jawab secara langsung kepada responden di mana peneliti tidak lagi menggunakan
panduan wawancara yang telah tersusun untuk memperoleh datanya (Sugiyono,
2008:194). Teknik ini digunakan agar dapat mempermudah peneliti dan dapat
mempersingkat waktu untuk bisa mengumpulkan data yang diperlukan.

b. Observasi
Obsevasi adalah proses yang kompleks suatu proses yang tersususn dari
proses biologis, psikologis, tapi yang terpenting adalah proses-proses pengamatan
dan ingatan atau bisa di katakan observasi adalah penelitian yang dilakukan
dengan mengumpulkan data dan mengamati langsung di tempat. Observasi
dilaksanakan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Dalam melakukan
observasi, peneliti akan dibantu oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan. Hal
ini disebabkan guru tersebut lebih memahami karakter siswa dan mengetahui
kemampuan dan keterampilan individual siswa.

C. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 13
Dumoga.

D. Lokasi Penelitian
SMP Negeri 13 Dumoga ini merupakan salah satu sekolah Negeri yang
berada di kecamatan Dumoga kabupaten Bolaang Mongondow. SMP Negeri 13
Dumoga masih aktif melaksanakan proses belajar mengajar sampai saat ini dan
proses belajar mengajar SMP ini berjalan dengan baik.

25
Identitas Sekolah :
a. Nama Sekolah : SMP NEGERI 13 DUMOGA
b. Alamat Sekolah : Tumokang Baru
c. NPSN : 69901083
d. Kabupaten/Kota : Bolaang Mongondow
e. Jenjang Akreditas :B
f. Bentuk Sekolah : Gedung
g. Status Sekolah : Negeri

E. Tempat dan Waktu Penelitian


Lokasi penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 13 Dumoga, pada siswa kela
VIII tahun ajaran 2021/2022. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada
bulan JUNI 2022.

26
DAFTAR PUSTAKA

Bilal, Umi Aisya. 2018. “Tujuan Berbicara”,


https://mastiahumiaisyabilal.wordpress.com/2018/12/12/tujuan-berbicara-2/,
diakses pada 26 januari 2022 pukul 13.30 WITA.

Dedi. 2021. “Observasi”, https://www.viva.co.id/trending/1394961-observasi-


adalah-pengertian-ciri-jenis-kelebihan-dan-kelemhan, diakses pada 26 januari
2022 pukul 13,00 WITA.

Dikjar. 2019. “Apa itu Pembelajaran“,https://unida.ac.id/pembelajaran/artikel/apa-


itu-pembelajaran.html, diakses pada 24 januari 2022 pukul 11.30 WITA.

Huda, Fatkhan Amirul. 2017. “Pengertian Berbicara”,


https://fatkhan.web.id/pengertian-berbicara/, diakses pada 25 januari 2022 pukul
11.30 WITA.

Isnani. 2013. “Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Metode Bermain”,


https://eprints.uny.ac.id/16267/2/Skripsi%20Isnani%2009108244088.pdf, diakses
pada 25 januari 2022 pukul 11.00 WITA.

Khusnul, Khotimah. 2016. “Pengaruh Kecemasan Berbicara di Depan Umum


Peserta Didik Terhadap Motivasi Belajar”,
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/7370/1/SKRIPSI%20KHUSNUL
%20KHOTIMAH.pdf, diakses pada 24 januari 2022 pukul 13.00 WITA.

Leksono, Gilar Pandu. 2013. “Kemampuan Berbicara”,


https://core.ac.uk/download/33513273.pdf , diakses pada 26 januari 2022 pukul
14.00 WITA.

Leksono, Gilar Pandu. 2013. “Keterampilan Berbicara Siswa”,


https://tirto.id/pengertian-bahasa-peran-fungsi-bahasa-secara-umum-di-
masyarakat-gdhW, diakses pada 24 januari 2022 pukul 10.00 WITA.

27
Noviasari, Winda. 2018, “Penggunaan Metode Talking Stick Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa”,
https://repository.metrouniv.ac.id/id/eprint/1256/1/SKRIPSI%20WINDA
%20NOVIASARI.pdf, diakses pada 26 januari 2022 pukul 12.00 WITA.

Padamu, admin. 2016. “Pentingnya Pembelajaran Bahasa Indonesia”,


https://www.padamu.net/pentingnya-pembelajaran-bahasa-indonesia, diakses
pada 24 januari 2022 pukul 11.00 WITA.

Redaksi. 2021, “Public Speaking Yang Bermanfaat”, https://gheroy.com/public-


speaking-yang-bermanfaat/, diakses pada tanggal 27 Januari 2022 pukul 10.00
WITA.

Riadi, Muchlisin. 2022. “Keterampilan Berbicara(Pengertian, Tujuan, Jenis,


Teknik dan Penilaian)”, https://www.kajianpustaka.com/2020/12/keterampilan-
berbicara.html, diakses pada 25 januari 2022 pukul 12.00 WITA.

Sosiologi. 2021. “Pengertian Keterampilan, Macam, dan Contohnya”,


https://dosensosiologi.com/pengertian-keterampilan/, diakses pada 25 januari
2022 pukul 11.30 WITA.

Welianto, Ari. 2019. “Bahasa Indonesia Sejarah dan Perkembangannya”,


https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/25/150000269/bahasa-indonesia-
sejarah-dan-perkembangannya, diakses pada 24 januari 2022 pukul 10.10 WITA.

Wikipedia Bahasa Indonesia. 2021. “Fungsi Bahasa”,


https://id.wikipedia.org/wiki/Fungsi_bahasa, diakses pada 24 januari 2022 pukul
09.30 WITA.

Wikipedia bahasa Indonesia. 2010. “Berbicara di Depan Umum”,


https://id.wikipedia.org/wiki/Berbicara_di_depan_umum, diakses pada 25 januari
2022 pukul 14.00 WITA.

28

Anda mungkin juga menyukai