Anda di halaman 1dari 13

DEFINISI KLASIFIKASI DAN PERIODESASI ILMU HADIST

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah

Ulumul Hadist yang diampu oleh Nur Wahid S.Th.I, M.A.

Disusun Oleh :

1. Nadiyah Nur Azizah 2017403108


2. Mualifah 2017403111
3. Nisa’ul Akmalia 2017403132
4. A. Imamul Ahfas E. 2017403101

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF. K. H. SYAIFUDDIN ZUHRI
PURWOKERTO
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada
waktunya. Tidak lupa sholawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’atnya di yaumil akhir.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Ulumul Qur’an dengan dosen pengampu Bapak Nur Wakhid S. Th.I., M.A. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang definisi Ulumul Qur’an dan
sejarah perkembangan Ilmu Hadits bagi para pembaca dan juga penulis. Terimakasih kami
ucapkan kepada dosen pengampu yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
dapat membuat makalah ini. Terimakasih pula kami ucapkan kepada semua pihak yang
terlibat dalam penulisan makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikannya dengan lancar.

Semoga melalui penjelasan materi dalam makalah ini, para pembaca dapat bertambah
wawasannya. Kami juga berharap agar tulisan ini mampu menguraikan materi tersebut
dengan tepat dan jelas. Terlepas dari segala hal tersebut, kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih banyak sekali kekurangan dari makalah yang kami susun ini. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi
tercapainya kesempurnaan dari makalah ini. Semoga penulisan makalah ini bisa bermanfaat
untuk kita semua dan senantiasa dalam keridhaan-Nya.

Purwokerto, 07 Februari 2022

( Tim Perancang )

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................1
BAB ll...................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN...................................................................................................................................2
A. Pengertian Ilmu Hadits Dan Pembagiannya.........................................................................2
1. Ilmu Hadis Riwayah............................................................................................................2
2. Ilmu Hadis Dirayah.............................................................................................................3
B. Sejarah Singakat Perkembangan Ilmu Hadits......................................................................3
a. Hadits Pada Masa Rasulullah SAW...................................................................................4
b. Hadits pada masa sahabat Kondisi pada masa sahabat besar (khulafaur Rasyidin).....5
C. Filsafat Ilmunya Ilmu Hadist..................................................................................................5
BAB III PENUTUP.............................................................................................................................8
Kesimpulan......................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................9

iii
1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah perkembangan studi hadis dari fase ke fase menarik untuk
diperbincangkan, mengingat peran hadis sangat begitu sentral bagi umat Islam,
sebagaimana peranya sebagai sumber primer ajaran Islam, bahkan pelengkap
keberadaan al-Quran. Sehingga keberadaan hadis menjadi sangat urgen sekali untuk
mengungkap ajaran al-Quran yang masih bersifat global. Sebagaimana kita ketahui,
pada awal perkembangannya, studi hadis mengalami perkembangan yang sangat
begitu pesat, sehingga studi hadis menjadi bahasan populer kala itu, sebab di masa-
masa sebelumnya para sahabat lebih fokus dalam mengkaji al-Quran. Kajian hadis
memasuki puncak kepopuleranya ketika memasuki masa tadwin pada abad ke II
hijriah yang dikomandoi oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Khalifah Umar bin
Abdul Aziz memang dikenal berbeda dengan khalifah-khalifah sebelumnya, karena
Umar bin Abdul Aziz merupakan pencetus kodifikasi hadis, sehingga ketika itu, hadis
menjadi sebuah bahan kajian yang begitubegiru menggiurkan, bahkan pasca setelah
tadwin muncul berbagai karya kitab yang sangat luar biasa, sebagaimana munculnya
ragam literatur hadits1
Sebelum berbicara tentang pengertian, status, dan perkembangan ilmu hadis,
terlebih dahulu akan dijelaskan secara singkat, kapan ilmu hadis muncul. Ilmu hadis
muncul sejak masa Rasulullah SAW dan perhatian para sahabat terhadap hadis atau
sunnah sangat besar. Demikian juga perhatian generasi berikutnya seperti Tabi’in,
Tabi’ Tabi’in, dan generasi setelah Tabi’in. Mereka memelihara hadis dengan cara
menghapal, mengingat, bermudzakarah, menulis, menghimpun, dan
mengodifikasikannya ke dalam kitab-kitab hadis yang tidak terhitung jumlahnya.
Akan tetapi, di samping gerakan pembinaan hadis tersebut, timbul pula kelompok
minoritas atau secara individual berdusta membuat hadis yang disebut dengan hadis
mawdhû’ (hadis palsu). Maksudnya menyandarkan sesuatu yang bukan dari Nabi,
kemudian dikatakan dari Nabi SAW.2

1
Luthfi Maulana, "Periodesasi Perkembangan Studi Hadits
(Dari Tradisi Lisan/Tulisan Hingga berbasis Digital)" Jurnal Vol 17, No. 1, 2016. Hal. 111-112.
2
Pengantar dan Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits, hal. 1-2

1
BAB ll

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Hadits Dan Pembagiannya

Secara terminologi Ilmu Hadis dirumuskan dalam defenisi yang dikemukan


oleh Ulama Mutaqaddimin sebagai berikut:
“Ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadis
kepada Rasulullah SAW dari segi hal, ihwal para perawinya, yang menyangkut
kedhabitan dan keadilanya, dan dari bersambung dan terputusnya sanad, dan
sebagainya.”

Pada perkembangan selanjutnya, oleh ulama Mutaakhirin, Ilmu hadis ini


dibagi menjadi dua yaitu Ilmu Hadis riwayah dan Ilmu Hadis Dirayah. Sebagaimana
akan diuraikan sebagai berikut :

1. Ilmu Hadis Riwayah

Yang dimaksud Ilmu Hadis Riwayah, ialah:


“ilmu pengetahuan yang mempelajari hadis-hadis yang berdasarkan kepada Nabi
SAW,baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at maupun tingkah lakunya”

Objek ilmu hadis Riwayah adalah bagaimana cara menerima dan


menyampaikan kepada orang lain. Dan memindahkan atau mendewankan.
Demikian menurut pendapat al-Syuyuti. Dalam menyampaikan dan membukukan
hadis hanya disebut apa adanya, baik yang berkaitan dengan matan maupun
sanadnya. Ilmu ini tidak membicarakan tentang Syaz ( kejanggalan) dan `illa
(kecacatan) matan hadis . demikian pula ilmu ini tidak membahas kualitas para
perawi, baik keadilan , kedabitan, atau kefasikannya.
Adapun faedah mempelajari ilmu hadis riwayah adalah untuk menghindari
adanya penukilan yang salah dari sumbernya yang pertama, yaitu Nabi
Muhammad SAW.

2
2. Ilmu Hadis Dirayah
Ilmu hadis Dirayah. Biasanya juga disebut ilmu Mustalah Hadis 3, ilmu Ushul al-
Hadis, Ulum al-Hadis dan Qawa`id al-Tahdis. Al-Tirmizi menta`rifkan ilmu ini
dengan :
“Undang-undang atau kaedah-kaedah untuk mengetahui keadaan sanad dan
matan, cara menerima dan meriwayatkan, sifat-sifat perawi dan lain-lain.”
Adapun yang dimaksud dengan :
- Hakikat periwayatan adalah penukilan hadis dan penyandaran Kepada sumber
hadis hadis atau sumber berita.
- Syarat-syarat periwayatan adalah penerimaan perawi terhadap hadis yang akan
diriwayatkannya dengan berbagai cara penerimaan, seperti melalui al-sama`
(pendengaran), al-Ijazah (pemberian izin dari perawi)
- Macam-macam periwayatan adalah membicarakan sekitar diterima atau
ditolaknya suatu hadis.
- Keadaan adalah , pembicraan sekitar keadilan, kecacatan para perawi, dan
syarat-syarat mereka dalam menerima dan meriwayatkan hadis.
- Macam-macam hadis yang diriwayatkan meliputi hadis –hadis yang dapat
dihimpun pada kitab-kitab Tasnif, kitab Tasnid dan kitab Mu`jam.
- Yang dimaksud dengan rawi adalah orang yang menyampaikan

atau meriwayatkan hadis, sedangkan yang dimaksud dengan marwi adalah sesuatu
yang disandarkan kepada Nabi SAW atau kepada sahabat, atau kepada Tabi`in.
“Keadaan rawi dari sudut maqbul dan mardud nya” ialah keadaan perawi dari
sudut kecacatan, keadilan, peristiwa sekitar penerimaan dan periwayatannya serta
segala sesuatu yang berkaitan dengan itu.4

B. Sejarah Singakat Perkembangan Ilmu Hadits


Ilmu hadits berkembang sejalan dengan perkembangan periwayatan dalam
Islam. Tetapi perkembangan yang sangat nampak dari ilmu hadits adalah setelah
wafatnya Rasulullah Saw. Yaitu ketika itu para shahabat merasa penting untuk
mengumpulkan hadits-hadits nabi karena ditakutkan hilang. Ketika pengumpulan
hadits berlangsung para shahabat melakukan upaya agar hadits nabi terjaga
keontentikannya dengan cara menerapkan aturan-aturan dan persyaratan-persyaratan

3
Abbas Mutawali Hamadah, As-sunnah al-Nabawiyyah wa Makanatuha fi al-Tasyri’ , (Kairo : Dar al-Qoumiyyah
li al-Taba’ah wa al-Nasyr, 1981), 161
4
Alfiah dkk, Studi Ilmu Hadis (Rindu Serumpun: Kreasi Edukasi, 2016), hal. 43-44.

3
dalam penerimaan suatu hadits sehingga dengan aturan-aturan dan persyaratan-
persyaratan tersebut dapat diketahui diterima atau tidaknya suatu hadits dan shahih
atau tidaknya hadits tersebut.
Setelah generasi shahabat berlalu, langkah para shahabat dalam penerimaan
hadits diikuti oleh para tabi’in. Seperti pada masa Shahabat pada masa tabi’in kaidah
penetapan diterima atau tidaknya suatu hadits belum terumus secara terinci, masih
global. Baru pada masa setelahnya(Athba’ Al-tabi’in) dibuat kaidah-kaidah secara
rinci tentang methode yang berhubungan tentang diterimanya atau tidaknya riwayat
seseorang seperti dibuatnya kaidah jarh wa ta’dil dan yang lainnya.5

a. Hadits Pada Masa Rasulullah SAW.


Para ahli hadith menyatakan bahwa penulisan hadits telah dimulai sejak
Rasulullah saw. masih hidup. Banyak sekali para sahabat yang memiliki catatan-
catatan dan melakukan penulisan hadith, baik untuk disimpan sebagai catatan-catatan
pribadi maupun untuk memberikan pesan-pesan kepada orang lain dalam bentuk
surat-menyurat dengan membubuhkan hadits.

Inilah fakta-fakta yang memperkuat argumentasi bahwa upaya penulisan


hadits pada masa Nabi dibatasi oleh Nabi sendiri. Menurut analisis sejarah, larangan
Nabi tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu : 1. Bahwa Nabi
melarang para sahabat dekat beliau untuk menulis hadist-hadistnya itu, dilatar
belakangi oleh kekhawatiran beliau sendiri akan tercampurnya ayat-ayat Al-Qur’an
dengan hadits-hadits, karena mereka pada umumnya melakukan penulisan wahyu,
sementara alat-alat tulis amat terbatas. 2. Para sahabat beliau juga pada umumnya
orang-orang yang punya daya hafal kuat, sehingga walaupun mereka tidak
menuliskan hadits-hadits yang mereka terima, hadits-hadits tersebut tidak akan
musnah akibat lupa dan kelalaiannya.

b. Hadits pada masa sahabat Kondisi pada masa sahabat besar (khulafaur
Rasyidin)
perhatian mereka masih terfokus pada pemeliharaan dan penyebaran Al-Qur’an.
Dengan demikian maka penulisan hadith belum begitu berkembang, bahkan mereka
membatasi periwayatan dan menjauhi penulisan hadith tersebut. Oleh karena itu masa

5
Tajul Arifin, Ulumul Hadits (Bandung: Penerbit Gunung Djati Press, 2014), hal. 18.

4
ini oleh para ulama dianggap sebagai masa yang menunjukkan adanya pembatasan
atau memperketat periwayatan. Kehati-hatian dan usaha membatasi periwayatan dan
penulisan hadith yang dilakukan para sahabat, disebabkan karena mereka khawatir
terjadinya kekeliruan dan kebohongan atas nama Rasul saw., karena hadith adalah
sumber ajaran setelah Al-Qur’an. Oleh karena itu, para sahabat khususnya khulafaur
rashidin dan sahabat-sahabat lainnya, seperti az Zubair6, Ibn 16 Al-Azami, Studies…,
hal. 132-200.

Khusniati Rofiah, M.Si 77 Abbas dan Abu Ubaidah berusaha memperketat


periwayatan, penulisan dan penerimaan hadith. Abu Bakar sebagai khalifah yang
pertama menunjukkan perhatian yang serius dalam memelihara hadith, demikian juga
Umar bin Khatab. Keduanya sangat berhati-hati dalam menerima hadith. Dalam
beberapa athar disebutkan bahwa Abu Bakar dan Umar tidak menerima hadith jika
tidak disaksikan benarnya oleh seseorang yang lain, seperti yang diriwayatkan oleh
Adh Dhahaby dalam Tadhkurah al-Hufaz. Abu Bakar juga pernah menghimpun
hadith, tetapi kemudian membakarnya. Disebutkan dalam sebuah riwayat yang
disebut bersumber dari ‘Ath Rasul sebanyak 500 buah. Di suatu malam beliau tampak
resah. Akhirnya saya bertanya, Apakah ayah sedang sakit atau ada sesuatu ? Pagi
harinya, beliau menyuruhku mendatangkan hadith yang ada padaku. Setelah aku
menyerahkannya, beliau membakarnya. Saya bertanya, kenapa ayah membakarnya?
Beliau menjawab, “Saya khawatir, bila saya mati hadith itu masih ada padaku…”.
Abu Bakar juga pernah mengumpulkan para sahabat. Kepada mereka ia berkata:
“Kalian meriwayatkan hadith-hadith Rasul SAW yang diperselisihkan orang-orang.
Padahal orang-orang setelah kalian akan lebih banyak berselisih karenanya. Maka
janganlah kalian meriwayatkan hadith tersebut”.

C. Filsafat Ilmunya Ilmu Hadist

Dari sisi filosofi Ilmu Hadits. Secara normatif, al-Qur`an telah mewanti-wanti sejak
lima belas abad yang lalu mengenai penerimaan berita. Di dalamnya ditandaskan
suatu prinsip nilai agar kita tidak sembarang percaya dengan berita yang disampaikan
orang yang tidak kita ketahui baik-buruknya(fasiq)pada kita. Terlalu gampang
percaya terhadap berita orang hanya akan menimbulkan efek kekeliruan berita dan
6
Muhammad Abu Zahrah, Ushu>l al Fiqh, hal. 112

5
merugikan orang lain. Dari sinilah lahir yang namanya “Tabayyun” yang diartikan:
Check dan re-check, kroscek, verifikasi atau pengecekan/penelitian tentang kevalidan
berita. Di jaman yang serba kapitalis ini, kebutuhan akan pengecekan setiap berita
semakin menemukan urgensinya.

Senada dengan kata “omongan” ialah kata hadits. Pada mulanya ilmu hadits lahir
akibat adanya fitnah-fitnah yang terjadi dikalangan sahabat. Masa-masa fitnah itu
acapkali menimbulkan penyimpangan-peyimpangan berita. Banyak orang di luar
sahabat yang memanfatkan fitnah yang terjadi untuk kepentingan mereka dengan
membuat hadits-hadits palsu yang mereka sandarkan langsung pada Rasulullah
Shallalahu `alaihi wasallam .Sejak saat itu dimulailah tradisi kritisisasi berita yang
diungkap dengan idiom “sammu lana rijaalakum”(tunjukkan nama sang pemberi
berita). Tradisi kritisisasi kebenaran berita ini berkembang sedemikian pesat dari
tahun ke tahun hingga terbentuk disiplin ilmu yang bernama Ilmu Hadits. Sebuah
Ilmu yang membahas tentang kebenaran berita yang disampaikan orang dari
Rasulullah shallalhu alaihi wasallam.

Suatu berita dikatakan shahih(benar) jika memiliki standar berikut: Pembawa


beritanya harus: Adil(menyangkut kebaikan, dan kesalehan personal),
Dhabith(menyangkut kecerdasan dan kekuatan hafalan), Mutawaashil(beritanya
nyambung), adamu syudzud(tidak bertentangan dengan pemberita yang lebih valid
dan akurat), adamu illah(berita yang secara tekstual kelihatan benar tetapi ketika
diteliti lebih jauh ternyata tidak akurat dan cacat). Standar-satandar barusan jika
benar-benar diterapkan dalam kehidupan sehari-hari maka kesimpangsiuran berita
akan terhindarkan. Namun, dalam budaya kaum kapitalis metode ini pasti akan
dibuang ke tempat sampah. Logika kapitalis hanyalah meraih keuntungan pribadi.
Segala cara akan diupayakan untuk meluluskan tujuan(al-ghooyatu tubarrirul
wasiilah). Sedangkan ideologi Islam mengajarkan cara untuk mencapai tujuan harus
benar dan sesuai prosedur syar`i.

Ilmu Hadits mengajarkan nilai filosofis kepada manusia bahwa berita bisa dikatakan
benar jika berita bisa dibuktikan dengan benar dan dibawa oleh orang yang benar.
Pembawa benar+dapat dari orang yang benar+isi berita benar= berita benar. Ini yang
barangkali semakin langkah di tengah jaman modern saat ini. Segala metode yang

6
berbau agama kerap kali dekesampingkan. Lebih men-tauhidkan materi daripada
Tuhan. Melihat fenomena demikian, kebutuhan akan pendekatan filosofis Ilmu Hadits
amat sangat diperlukan untuk menjamin kebenaran dan keakuratan berita. Bila berita
dibiarkan apa adanya dan didominasi oleh kepentingan-kepentingan individu maka
peralihan dari positif ke negatif lebih dominan dari pada negatif ke positif.

Metode ini sebenarnya akan senantiasa relevan untuk digunakan. Namun, semua
kembali kepada manusianya. Jika kepentingan pribadi lebih menguasai maka metode
ini akan dicampakkan. Jika yang menguasai ialah akal sehat dan hati yang jernih yang
ditopang dengan nilai-nilai agama, maka metode ini akan senantiasa digunakan untuk
mencagah terjadinya pemberitaan yang salah. Dengan menyelamatkan orang dari
berita-berita bohong, maka kita akan menyelamatkan berjuta-juta orang dari fitnah
dan kerusakan.

7
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Kesimpulannya bahwa Ilmu Hadist mempunyai filosofi yang sangat penting bagi
manusia. Seiring berjalannya perkembangan Ilmu hadits kini sangat berkembang sejalan
dengan perkembangan periwayatan dalam Islam. Tetapi perkembangan yang sangat nampak
dari ilmu hadits adalah setelah wafatnya Rasulullah Saw. Yaitu ketika itu para shahabat
merasa penting untuk mengumpulkan hadits-hadits nabi karena ditakutkan hilang.baik itu
Ilmu HAdist Riwayah dan dinayah.

8
DAFTAR PUSTAKA

Shafwan Hambal Muhammad. 2020. Studi Ilmu Hadits. Malang : CV. Pustaka Learning
Center.

Mulana, Luthfi. 2016. “Periodesasi Perkembangan Studi Hadits” dalam Jurnal Esensia
Volume 17 No.1. UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Sulaemang. 2017. Ulumul Hadits. Kota Kendari : AA-DZ Grafika.

Alifah, Fitriadi, Suja’i. 2016. Studi Ilmu Hadits. Serumpun : Kreasi Edukasi Publishing and
Consulting Company

https://www.kompasiana.com/amoehirata/552a606ef17e619602d623b7/filosofi-ilmu-hadits

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://osf.io/s4935/
download&ved=2ahUKEwioj5_Pu7b2AhXNIbcAHetxDNYQFnoECAYQAQ&usg=AOvVa
w1w8cr8Ll4FX9oqG4m7nSmg

Anda mungkin juga menyukai