Anda di halaman 1dari 14

REVIEW JURNAL

I. JURNAL 1

Deteksi Molekuler Bakteri Scherichiacoli Sebagai Penyebab


Judul
Penyakit Diare Dengan Menggunakan Teknik PCR
Jurnal Bioma : Jurnal Biologi Makassar
Volume & Halaman Volume (6) & Halaman 1-9
Tahun 2021
Penulis Ismaun, Muzuni, Nur Hikmah
Reviewer Olaa
Tanggal 15 Maret 2022

Jurnal yang berjudul” Deteksi Molekuler Bakteri Scherichiacoli


Sebagai Penyebab Penyakit Diare Dengan Menggunakan
Teknik PCR” berisi tentang identifikasi keberadaan bakteri
E.coli dengan menggunkaan teknik PCR. Teknik ini
menggunakan ekstrak DNA genomik E.coli yang nantinya akan
dilakukan beberapa tahapan dala proses pendeteksiannya.
Abstrak
Abstrak atau bagian awal dari jurnal yang disampaikan oleh
penulis disajikan dalam dua bentuk bahasa, yaitu bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris. Penulis cukup jeli dan cermat
dalam penyajian abstrak karena langsung menuju ke topik
bahasan yang tedapat di jurnal, sehingga menurut saya pembaca
dapat dengan mudah untuk memahami isi jurnal ini.
Pendahuluan Pada bagian pendahuluan Penulis banyak mengungkap fakta-
fakta yang berasal dari beberapa sumber sehingga data yang
dikemukakan terlihat valid dan meyakinkan. Didalam paragraf
awal dari bagian pendahuluan penulis mengangkat
permasalahan mengenai kesehatan lingkungan dan dampaknya
terhadap kesehatan manusia (Notoatmojo, 2007). Dampak yang
diungkapkan dapat berasal dari makanan, air, tanah dan udara
yang mengakibatkan kematian dini terutama bagi anak-anak
dan juga bayi (WHO, 2001). Studi ini membahas bagaimana air

1
yang merupakan bagian penting dalam kehidupan sehari-hari
ternyata telah banyak tercemar. Adapaun dampak dari
tercemarnya air bagi kehidupan manusia adalah timbulnya
beberapa penyakit seperti yang paling sering terjadi yaitu diare,
dimana diare disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus,
bakteri, dan infestasi parasit, keracunan, alergi, dan kurangnya
imun dll (Widjaja, 2000). Angka terjangkitnya diare pertahun
diperkirakan 2,5 milyar, dan mayoritas terdapat di Afrika dan
Asia , dan secara global penyakit ini menyebabkan kematiman
balita sebesar 1,6 juta (Hannif, et al., 2011). Di Indonesia
sendiri angka moratlitas akibal penyakit diare masih tinggi.
Adanya mikroorganisme di dalam air dapat dijadikan indikator
pencemaran penyakit. Salah satu bakteri yang dikenal sebagai
sumber penyakit adalah bakteri E. coli yang merupakan bagian
dari bakteri coliform yang dapat hidup dengan baik di tinja
manusia dan juga hewan. Bakteri ini dapat dengan mudah
menyebar melalui tangan yang bersentuhan langsung dengan
mulut, atau pemidahan secara pasif melalui air dan produk-
produk makanan lainnya (Falamy, et al., 2013). Dengan begitu
berbahanya E.coli ini bagi kesehatan maka perlu dilakukan
teknik untuk pendetaksian keberadaannya di perairan. Teknik
Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan salah satu
teknik deteksi molekuler yang dipergunakan buat
mengidentifikasi penyak itinfeksi yang disebabkan sang
Escherchia coli. Metode ini mempunyai banyak kelebihan yaitu
dapat membentuk amplifikasi produk yg seksama, cepat,
khusus, membutuhkan jumlah sampel yg sedikit serta metode
ini bisa dipergunakan untuk mengatasi kelemahan diagnostic
konvensional (kultur). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mendeteksi kandungan air yang biasa dikonsumsi oleh Dosen
dan Mahsiswa IAIN Kendari tercemar E.coli penyebab
penyakit diare atau tidak, secara molekuler dengan teknik PCR.
Metodologi Pada bagian meodologi, penulis membagi atas beberapa sub

2
penyajian, mulai dari alat dan bahan serta prosedur kerja. Pada
bagian alat yang digunakan meliputi, UV Transiluminator,
spectrophotometer, vortex, sentrifugator, mesin PCR,
Erlemeyer, sel eletroforesis, micropipete, hotplate. Sedangkan
untuk bahan adalah air sumur bor dan galian yang tersebar di
daerah kampus, dan beberapa zat kimia lain sperti, etanol 70%,
etanol absolute, aquades dll.
Sementara untuk prosedur kerja yang dijabarkan oleh penulis
sangat detail dan lengkap, yaitu:
1. Penyiapan template dna
2. Pengujian kualitas dna menggunkaan elektroforesis
(menggunakan UV-Transilluminator)
3. PCR dan elektroforesis
Pembahasan Pada bagian pembahasan, penulis membagi pokok bahasan
dalam beberapa sub bagian, yaitu:
Isolasi DNA Air; Metode boiling cell adalah metode yang
dipilih dalam penelitian ini, metode ini dipakai karena cepat
dan sederhana. Isolasi dilakukan denngan mengambil sampel
air yang berasal dari 4 sumur yang berbeda, kemudian
dilakukan proses sentrifugasi kemudian direbus dan didapatkan
endapan DNA.
Elekteroforesis; hasil proses eletroforesis digambarkan dengan
terbentuknya pita tunggal dnegan jelas, pada tahap ini DNA
yang mengandung basa-basa purin dan pirimidin dapat
menyerap cahaya dari UV transilluminator. Pita pita DNA yang
terbentuk selanjutnya diamati dibawah sinar UV dan
ditentukan fragment dengan membangdingkan mobilitas
fragmen DNA dengan DNA standar yang telah diketahui
sebelumnya. Etium bromida digunakan sebagai pewarna untuk
visualisasi DNA. Sesuai dengan prinsisp kerja dari UV
transilluminator sendiri yaitu sinar uv akan memedarkan EtBr
yang menempel pada DNA, sehinggga DNA bisa terlihat lewat
pancararan yang berwarna orange keputihan itu. Sejatinya alat

3
uv transilluminator ini sangat berbahaya bagi mata. Radiasi UV
tidak menembus mata, dan diserap di lapisan luar - kornea dan
konjungtiva. Paparan berlebihan akut pada bagian mata ini
menyebabkan peradangan yang menyakitkan, terutama pada
kornea dan dikenal sebagai fotokeratitis. Kondisi, yang
untungnya hanya sementara, juga dinamai menurut sumber
paparan sinar UV yang menyebabkannya, seperti "mata busur"
dan "buta salju". Karena sifat fotokeratitis yang menyakitkan,
paparan berulang terhadap UV dari transilluminator tidak
mungkin terjadi. Namun, paparan kronis menyebabkan
peningkatan risiko beberapa jenis katarak okular. Bahan ini
digunakan karena mampu berfluoresensi terhadap cahaya UV
Fragment dikatakan positif mengandung bakteri E.coli ditandai
dengan ukuran pasang basa sekitar 584 pasang basa.
Penggunaan UV transilluminator pada penelitian ini merupakan
perangkat yang memancarkan tingkat radiasi ultraviolet yang
relatif tinggi. Alat ini sering digunakan dalam studi
elektroforesis gel untuk menggambarkan protein, DNA, RNA,
dan prekusornya.
Dari 8 sampel air yang diperiksa hanya satu sampel yang
menunjukkan posistif keberadaan bakteri E.coli.
Pada bagian simpulan, penulis berhasil mengidentifikasi bakteri
E.coli pada salah satu sampel (ASB 3) di daerah kampus IAIN
Kendari dengan menggunakan teknik PCR. Penulis juga dapat
menyajikan literatur dan pengetahuan baru bagi pembaca
Simpulan terutama dalam bidang molekuler dan lingkungan. Dari
kesimpulan ini secara tidak langsung sangat bermanfaat bagi
civitas akademika di lingkungan kampus IAIN Kendari untuk
lebih wasapada dan menjaga kualitas dan mutu air konsumsi
yang digukan.
Kekuatan Berdasarkan analisi yang reviwer lakukan terhadap penelitian
ini, didapati beberapa kekuatan/kelebihan:
1. Dari segi teori dan model analisis yang digunakan sangat

4
tepat dan sesuai sasaran.
2. Penjelasan rinci dan juga menyeluruh.
3. Dari segi bahasa yang digunakan oleh penulis cukup
komunikatif dan mudah untuk dipahami maksud dan
tujuannya oleh pembaca.
4. Topik yang diangkat cukup menarik, dan juga masuk dalam
katergri teknologi baru yang tentunya akan berkontribusi
dalam pengemabangan dunia molekuler.
Walapun terdapat beberapa kelebihan dari jurnal/penelitian ini,
namun juga terdapat beberapa kekurang yang hendaknya dapat
diperbaiki atau ditingkatkan lagi, yaitu:
1. Tata cara penulisan yang kurang sesuai dengan kaidah yang
baik dan benar, seperti dalam kutipan nama penulis yang
Kelemahan dijadikan sumer literatur, seharusnya jika terdapat lebih dari
satu penulis maka dibuat et al bukan dkk.
2. Tahun dari sumber kutipan teori yang digunakan sudah
terlalu lama, seharusnya dapat mengutip sumber-sumber
yang terbaru, paling tidak 5 tahun terakhir. Sehingga data
yang digunakan lebih relevan dan terpercaya.

5
II. JURNAL 2

Protein quantification and visualization via ultraviolet-


Judul
dependent labeling with 2,2,2-tricholorethanol.
Jurnal Nature Research
Volume & Halaman Volume (9) & Halaman 1-8
Tahun 2019
Penulis Anand Chopra , William G. Willmore & Kyle K. Biggar
Reviewer Olaa
Tanggal 15 Maret 2022

Jurnal yang berjudul” Protein quantification and visualization


via ultraviolet-dependent labeling with 2,2,2-tricholorethanol”
berisi tentang visualisasi protein setelah elektroforesis.
Penyajian abstrak oleh penulis hanya menggunakan bahasa
inggris (Bahasa International). Secara garis besar abstrak dari
jurnal ini telah menjelaskan garis besar dari topic secara
Abstrak
keseluruhan. Sehingga tanpa membaca satu jurnal secara utuh
pembaca sudah dapat memahami apa yang dimaksudkan oleh
penulis dalam jurnal ini, namun untuk penjelasan-penjelasan
lebih detail menurut saya pembaca tetap harus
mempertimbangkan untuk membaca isi jurnal secara keleruhan.

Pendahuluan Di dalam paragraf pertama dari jurnal ini penulis mengutip


pendapat yang dikemukana oleh Bradford (1976) & Lowry
(1951) bahwa Pemurnian protein merupakan langkah penting
dalam banyak alur kerja biologi molekuler dan biokimia dan
praktik laboratorium sehingga seringkali membutuhkan metode
yang cepat dan sensitif untuk kuantifikasi selanjutnya. Secara
kolektif, semua pengujian ini memanfaatkan sifat fisiokimia
protein untuk menghasilkan sinyal yang dapat dideteksi dan
diukur yang sebanding dengan konsentrasi protein. Selain itu,
pengujian ini cepat dan memberikan kemudahan sehingga

6
biasanya dapat dilakukan dalam berbagai bentuk.
Pada paragraf selanjutnya penulis menjelaskan reaksi protein
pada sinar UV. Sekarang telah diketahui dengan baik bahwa
senyawa triklorinasi mampu bereaksi dengan protein pada
paparan sinar UV, menghasilkan residu triptofan yang
dimodifikasi dengan sifat fluoresen yang bergeser merah.
Kimia ini telah berhasil diterapkan dalam gel poliakrilamida ke
protein berlabel fluoresensi pasca-elektroforesis dengan
menambahkan tingkat rendah 2,2,2-trikloroetanol (TCE) ke
matriks gelombang Kloroform dan asam trikloroasetat (TCA)
adalah senyawa triklorinasi pertama yang digunakan dengan
cara ini dan digabungkan ke dalam gel poliakrilamida setelah
elektroforesis melalui perendaman gel dalam larutan yang
mengandung salah satu dari senyawa individu ini. Selanjutnya,
visualisasi langsung protein pasca elektroforesis diaktifkan
melalui penggabungan TCE sebagai komponen gel
poliakrilamida sebelum pengecoran gelombang. Setelah
paparan waktu terhadap UV, masing-masing reaksi ini
menghasilkan modifikasi kovalen dari residu triptofan. Secara
khusus, gugus kimia melekat pada cincin indol, dan dalam
kasus TCE, fotomodifikasi adalah asilasi cincin. Perlu dicatat
bahwa reaksi dengan senyawa halo menghasilkan pembentukan
beberapa isomer monosubstitusi karena perlekatan gugus kimia
dapat terjadi pada 2, 4, 5, dan 6 karbon cincin indol, seperti
yang ditunjukkan oleh reaksi kloroform dengan residu triptofan.
Modifikasi residu triptofan yang diinduksi UV dengan senyawa
triklorinasi telah memungkinkan pengembangan teknologi
"bebas noda" yang digunakan untuk visualisasi protein pada
transilluminator UV segera setelah elektroforesis.
Metodologi Dalam pembahasan metodologi penulis menyebutkan bahan-
bahan dan langkah pengerjaan yang dilakukan, yaitu:
Bahan; Reagen.Glisin (Sigma; G7403), L-fenilalanin (Fischer
Scientific; BP391), L-triptofan (Fischer Scientific; BP395), L-

7
tirosin (Fisher Scientific; BP396), 2,2,2-trikloroetanol (Sigma-
Aldrich; T54801 ), Albumin Serum Bovine (BSA; BioShop;
ALB001).
Persiapan; Standar BSA antara 0–20 g / L disiapkan dalam
phosphate-buffered saline (PBS) (137mM NaCl, 2,7mM KCl,
10mM Na2HPO4, 1,8mM KH2PO4) dari standar konsentrasi
tertinggi (20 g / L). Demikian pula, larutan glisin, L-fenilalanin,
dan L-triptofan dari 0-1 g / L dan larutan L-tirosin dari 0-0,4 g /
L disiapkan dalam PBS.
Kuantifikasi Protein;
Metode Bradford adalah metode yang digunakanpada penelitian
ini dengan beberapa modifikasi. Untuk 2 L sampel protein, 198
L reagen Bradford (0,1 mg / mL Coomassie Brilliant Blue G-
250, 5% (v / v) metanol, 8,5% H3PO 4) ditambahkan dan
diinkubasi pada suhu kamar selama 5 menit. Absorbansi diukur
pada 595 nm. Untuk percobaan UV A280, absorbansi pada 280
nm dari 100 L larutan standar BSA diukur dalam pelat mikro
UV transparan. Semua eksperimen yang melibatkan reaksi TCE
dengan protein atau asam amino mengikuti alur kerja yang
sama: sampel pertama kali diinkubasi dengan TCE di bawah
lampu UV 15W diikuti dengan pengukuran fluoresen dengan
pembaca pelat mikro BioTek Cytation 5. Karakterisasi awal
emisi fluoresensi dari produk reaksi (emisi= 350–600 nm dan
eksitasi=310 nm) dan spektrum eksitasi (emisi=450 nm dan
eksitasi =250–400 nm) menggunakan inkubasi sampel selama 5
menit dengan konsentrasi uji akhir 0,5% (v / v) TCE di bawah
sinar UV. Untuk mencapai hal ini, 90 L reagen TCE (0,56%
(v / v) TCE dalam PBS) diinkubasi dengan 10 L 0-1 g / L BSA,
glisin, L-fenilalanin, dan L-triptofan serta 0– 0,4 g / L L-tirosin.
Optimasi konsentrasi TCE dan waktu paparan UV dilakukan
menggunakan protein BSA sebagai standar pada konsentrasi uji
akhir 0,5μ.G /μ.L dan 1.0μ.G /μ.Optimasi konsentrasi L. TCE
dilakukan dengan waktu pemaparan UV 5 menit dan

8
konsentrasi uji akhir 0–2% (v/v) TCE, diikuti dengan
pembacaan intensitas fluoresensi (emisi=450nm dan
eksitasi=310nm; emisi=280nm dan eksitasi=350nm).
Optimalisasi waktu paparan UV dengan lampu UV 15W
memanfaatkan konsentrasi uji akhir 0,5% (v / v) TCE dan
inkubasi 0–30 menit sambil memantau emisi fluoresensi
pada=450nm dengan eksitasi pada=310nm.
Uji TCE volume rendah dan visualisasi SDS-PAGE; volume
total uji TCE berkurang hingga 20 L sambil mempertahankan
volume sampel dan larutan stok TCE asli yang sama. Untuk 10
L larutan protein, volume yang sama dari TCE Ultra Reagen
(5% (v / v) TCE dalam PBS) ditambahkan diikuti dengan 0–15
menit paparan UV sambil memantau emisi fluoresensi
pada=450 nm dengan eksitasi pada=310nm. Selanjutnya, uji
diencerkan dalam 2 X Laemmli Sample Buffer (Laboratorium
Bio-Rad), dipanaskan pada 95 ° C selama 5 menit, dan 30 L
larutan encer (yaitu 75% dari total protein) menjadi sasaran
SDS-PAGE pada 10%
Pembahasan Dalam bagian pembahasan, penulis membagi hasil peneltian
dari beberapa topik bahasan dan juga diikuti penjelasan dari
beberapa sumber/liratur pendukung, yaitu:
Spektrum fluoresan protein; Mayoritas metode kuantifikasi
protein memanfaatkan interaksi kimia antara senyawa reagen
dan protein, menghasilkan sinyal yang dapat dideteksi dan
diukur yang sebanding dengan konsentrasi. Metode Bradford
dan uji Lowry adalah dua uji kuantifikasi protein yang banyak
digunakan yang menghasilkan pergeseran kolorimetri,
memungkinkan kuantifikasi berdasarkan absorbansi. Tes ini
didasarkan pada warna perubahan pewarna anionik terikat vs
tidak terikat (yaitu CBB) dan reaksi berbasis tembaga, masing-
masing. Metodologi berbasis TCE yang disajikan di sini
memperluas jangkauan metode kuantifikasi protein yang cepat
dan sensitif yang saat ini tersedia bagi para peneliti. Penulis

9
juga mengungkapkan Awalnya, sifat fluoresen dari produk
reaksi dikarakterisasi sebelum optimasi persentase TCE dan
waktu paparan UV. Untuk tujuan ini, 0,5% (v / v) TCE
digunakan karena persentase ini terbukti optimal dalam deteksi
pita SDS-PAGE4. Selain itu, dari penggunaan lab dan literatur
sebelumnya4diketahui bahwa sinyal dalam SDSPAGE
umumnya muncul dan jenuh dalam waktu kurang dari 5 menit
setelah paparan UV, oleh karena itu waktu reaksi 5 menit
digunakan untuk semua eksperimen berikutnya yang
melibatkan karakterisasi fluoresensi protein. Pada eksitasi 310
nm, emisi yang dipantau antara 350-600 nm ditampilkan
maksimum pada 450 nm, yang tidak ada dalam protein yang
tidak bereaksi. Oleh karena itu, dua puncak eksitasi dihasilkan
dari reaksi TCE dengan residu triptofan dan tirosin untuk
menghasilkan spektrum fluoresen semi-tumpang tindih yang
bervariasi antara protein karena perbedaan kandungan asam
amino. Ini dapat dikonfirmasi dengan memperoleh spektrum
fluoresen dari protein yang bereaksi dengan TCE yang tidak
memiliki residu triptofan atau tirosin.
Reaktivitas Asam Amino; Reaksi TCE dengan triptofan
bergantung pada cincin indol yang memasuki keadaan elektron
tereksitasi, yang dapat dicapai melalui penyinaran UV. Asam
amino aromatik lainnya seperti fenilalanin dan tirosin juga
dapat dirangsang oleh UV, oleh karena itu kami
mengeksplorasi reaktivitas TCE dengan asam amino aromatik
melalui pembuatan produk dengan emisi fluoresen antara 350–
600 nm. Sesuai dengan spektrum emisi fluoresen dari BSA
yang tidak bereaksi dan yang bereaksi dengan TCE, asam
amino tirosin dan triptofan yang tidak bereaksi menunjukkan
sedikit atau tidak ada fluoresensi yang dapat diamati
dibandingkan dengan asam amino yang bereaksi dengan TCE
pada panjang gelombang puncak. Karena cahaya eksitasi 310
nm menghasilkan sinyal fluoresen dari residu triptofan dan

10
tirosin yang direaksikan TCE, panjang gelombang eksitasi ini
digunakan dalam eksperimen berikutnya karena memungkinkan
kuantifikasi berdasarkan beberapa residu asam amino.
Optimasi pengujian; Setelah karakterisasi pelabelan protein
dan asam amino TCE bergantung UV, optimasi ulang
konsentrasi TCE dan waktu paparan UV dilakukan untuk
menentukan kondisi reaksi optimal yang memberikan
sensitivitas maksimum pada fluoresensi emisi / eksitasi 310/450
nm (yaitu TCE- fluoresensi protein yang bereaksi). Awalnya,
konsentrasi TCE divariasikan antara 0–2% (v / v) sambil
memperbaiki waktu paparan UV pada 5 menit dan konsentrasi
protein pada 0,5μ.G /μ.Fluoresensi protein yang bereaksi
dengan L. TCE meningkat dengan cara yang bergantung pada
dosis dengan konsentrasi TCE ke sinyal maksimal dan dataran
tinggi setelah 0, 1% (v / v) TCE. Hubungan yang berlawanan
diamati untuk fluoresensi indole alami, mendatar ke minimum
setelah 0, 5% (v / v) TCE.
Kurva Kuantifikasi; Utilitas modifikasi protein berbasis TCE
yang bergantung pada UV ini ditunjukkan melalui konstruksi
kurva kuantifikasi yang menampilkan hubungan antara jumlah
protein dan sinyal yang dapat dideteksi untuk pengujian TCE,
Bradford, dan A280. Utilitas uji Bradford terbatas karena
rentang linier yang dapat dideteksi ditemukan terbatas pada
0,22–3 g dan sinyal dengan cepat jenuh di luar rentang ini.
Sebaliknya, uji TCE memiliki LOD 10,5 g dalam kisaran linier
hingga 200 g (yaitu, jumlah protein maksimum yang diuji),
menampilkan LOD 46% lebih rendah daripada LOD yang
sebanding untuk A280 sebesar 23. Secara keseluruhan, uji
kuantifikasi protein berbasis TCE ditemukan menguntungkan
sebagai uji kuantifikasi protein jarak menengah hingga tinggi
dengan sensitivitas yang lebih besar dibandingkan dengan uji
A280 standar.
Uji TCE volume rendah dan visualisasi SDS-PAGE; Tes
kuantifikasi protein yang tidak memerlukan penggunaan reagen
11
tambahan, seperti uji A280, merupakan pilihan yang menarik
untuk sampel kecil atau berharga karena dapat diperoleh
kembali dan digunakan kembali untuk aplikasi hilir. Demikian
pula, karena modifikasi protein TCE memungkinkan visualisasi
dalam gel poliakrilamida, kami bertujuan untuk memperluas
penggunaan kembali protein yang sebelumnya digunakan untuk
kuantifikasi untuk SDS-PAGE.
UV Transilluminator; Perangkat ini memancarkan tingkat
radiasi ultra-violet yang relatif tinggi. Mereka sering digunakan
dalam studi elektroforesis gel untuk memvisualisasikan protein,
DNA, RNA, dan prekursornya. Pekerjaan ini membutuhkan
sinar UV untuk diarahkan ke atas sampel, tetapi seluruh sumber
UV tidak tertutup oleh bahan yang disinari. Alat ini
memancarkan radiasi elektromagnetik di wilayah panjang
gelombang 100 - 400 nm, dan pada intensitas yang cukup
(pancaran atau penyinaran) untuk memungkinkan paparan
selama penggunaan normal melebihi paparan maksimum yang
diizinkan (MPE) selama hari 8 jam. Tingkat UV dari
transiluminator harus diasumsikan melebihi MPE. Salah satu
aplikasi umum untuk transiluminator melibatkan pengguna
bersandar dekat transilluminator untuk memotong gel.
Pengukuran radiasi efektif dilakukan dari beberapa
transiluminator tipikal pada jarak 30 cm dari transiluminator,
kira-kira pada titik yang sama dengan mata pengguna. bahwa
perlu untuk mengambil beberapa tindakan pencegahan untuk
mencegah atau mengurangi paparan orang yang
mengoperasikan transilluminator, dan orang-orang di
sekitarnya, terhadap radiasi ultra-violet yang dipancarkan.
Tentu saja selalu lebih baik untuk menghilangkan bahaya
daripada harus menerapkan tindakan perlindungan. Ada
pewarna yang tersedia yang berpendar dalam cahaya biru.
Pencahayaan latar belakang yang tinggi dari sumber cahaya
biru diminimalkan dengan penggunaan filter yang disediakan

12
yang memungkinkan pewarna terlihat. Penggunaan pewarna
dan transiluminator semacam itu sepenuhnya menghilangkan
risiko paparan radiasi ultra-violet. Teknik ini juga memiliki
manfaat tambahan untuk menghilangkan penggunaan etidium
bromida, yang bersifat mutagenik, iritan, dan toksik jika
terhirup.
Untuk mencegah sumber UV diberi energi saat pelindung
dilepas, pelindung itu harus dikunci ke catu daya. Sifat risiko
tidak menjamin desain interlock berintegritas tinggi, dan jenis
interlock yang sesuai adalah jenis sakelar lidah, atau sakelar
mikro cekung. Karena desain ini mengasumsikan bahwa
pelindung dapat dengan mudah dilepas, pasak telah terbukti
menjadi cara yang tepat untuk menemukan dan menahan
pelindung pada posisinya saat transilluminator sedang
digunakan.  Pada alat ini terdapat beberapa fitur yang dapat
mempermudah pekerjaan Anda seperti tidak perlu ruangan
gelap, bisa digunakan untuk segala cuaca, tempat operasi untuk
memotong gel, menggunakan lampu UV filter kaca ultraviolet
kuarsa, umur panjang, seragam cahaya.
Simpulan Walapun ada bebeapa teori yang sulit untuk dipahami, namun
secara keseluruhan jurnal ini telah merepresentasikan tujuan
yang ingin disampaikan dengan baik Penulis telah menyajikan
uji kuantifikasi protein format mikroplat baru berdasarkan
modifikasi kovalen protein dengan TCE. Metode ini
memungkinkan peneliti untuk mengukur sampel berharga
menggunakan uji yang lebih sensitif daripada metode A280
standar sambil mempertahankan opsi penggunaan kembali
sampel untuk SDS-PAGE. Akhirnya, potensi praelektroforesis
pelabelan TCE memungkinkan penggunaan praktis metode
visualisasi fluoresen ini dengan gel poliakrilamida buatan
sendiri dan pra-cetak, yang selanjutnya dapat digunakan
sebagai metode visualisasi untuk aplikasi seperti analisis titik
gel dua dimensi atau total normalisasi protein sebelum transfer

13
imunoblot. Uv transilluimnator yang digunakan berperan dalam
mempermudah visualisi DNA atau gugusan protein sehingga
dapat terlihat dan diamti.
Jurnal ini memilki beberapa kelebihan, yaitu:
1. Abstrak yang ditulis sangat menyeluruh dan
Kekuatan menggambarkan peneltian dengan sangat baik.
2. Penulis mampu menyajikan hasil dengan akurat, detail, dan
tersusun.
Namun jurnal ini juga terdapat kelemahan, yaitu:
1. Bahasa yang digunakan penulis dalam menyajikan hasil dan
pembahasannya cenderung sulit untuk dipahami dan banyak
memaut istilah istilah yang membutuhkan pemahaman yang
Kelemahan
lebih dalam, sehingga bagi sebagian pembaca kemungkinan
akan kurag dapat memahami maksud dan tujuannnya.
2. Dari segi kesimpulan penulis kurang detail dan cenderung
tidak merangkum kesekuruhan isi jurnal.

14

Anda mungkin juga menyukai