Anda di halaman 1dari 18

PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Manajemen Pendidikan

yang dibina oleh Dr. Mustiningsih, M. Pd

Oleh:

Kelompok 3 Offering A3B

Fitria Nur Rosidah 210131600823

Julian Willdan Santosa 210131600860

Lisah 210131600816

Nabil Aurora Farradiba 210131600817

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FEBRUARI 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat,
taufiq serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Pengembangan Ilmu Pengetahuan” dengan baik. Dalam proses
penyusunan makalah ini tak lepas dari bantuan beberapa pihak, untuk itu kami
ucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Mustiningsih, M. Pd selaku dosen matakuliah
Filsafat Manajemen Pendidikan yang telah membimbing kami sampai terselesaikan
penyusunan makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini tak lepas dari adanya kekurangan, untuk itu
kami mengharapkan kritik dan saran agar penyusunan makalah ini dapat lebih baik
lagi. Dan senantiasa kami berharap semoga dengan adanya makalah ini dapat
bermanfaat untuk kita semua.

Malang, 18 Februari 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1

1.2 Tujuan Pembahasan ............................................................................................. 1

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ............................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 2

2.1 Perkembangan Penemuan Ilmu ........................................................................... 2

2.2 Perbandingan Ilmu Empiris dan Ilmu Teoritis .................................................... 6

2.3 Kaitan Antara Ilmu Pengetahuan dengan Ilmu Pendidikan .............................. 10

BAB III PENUTUP .................................................................................................... 14

3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu pengetahuan secara global memiliki arti yaitu kumpulan suatu ilmu
pengetahuan yang tersusun secara metodologi dan sistem. Ilmu pengetahuan
merupakan sebuah rangkaian kata yang sangat berbeda tetapi mempunyai suatu
ikatan yang sangat kuat. Terkadang ilmu dan pengetahuan sulit untuk dibedakan oleh
sebagian orang hal ini dikarenakan mempunyai sebuah makna yang berkaitan serta
berhubungan erat. Definisi antara ilmu dan pengetahuan memiliki prinsip yang
berbeda.

Definisi dari imu pengetahuan yaitu seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan serta untuk meningkatkan suatu pemahaman manusia dari berbagai segi
kenyataan pada alam manusia. Pengetahuan adalah hasil dari sebuah keingintahuan
manusia pada suatu subjek yang ingin diketahui. Pada dasarnya pengetahuan muncul
karena diri manusia itu sendiri. Kadang ilmu mempunyai makna yaitu sebagai sesuatu
yang dimiliki seseorang yang telah mempelajarinya, sedangkan pada pengetahuan
yaitu apa yang diketahuinya.

1.2 Tujuan Pembahasan


Tujuan pembahasan dari makalah ini yaitu:

1. Untuk mengetahui perkembangan penemuan ilmu


2. Untuk mengetahui perbandingan antara ilmu empiris dan ilmu teoritis
3. Untuk mengetahui kaitan antara ilmu pengetahuan dengan ilmu pendidikan

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan


Ruang lingkup pembahasan pada makalah ini adalah membahas mengenai
perkembangan ilmu, perbandingan antara ilmu empiris dan ilmu teoritis serta
keterkaitan yang ada antara ilmu pengetahuan dengan ilmu pendidikan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Penemuan Ilmu


Dalam bukunya Jujun S. Susiasumantri, George J. Mouly menyatakan bahwa
permulaan dari ilmu dapat dilihat sampai pada permulaan manusia. Ia menjelaskan
juga bahwa pada tahap animisme, seorang manusia telah menjelaskan suatu gejala
yang ditemuinya pada kehidupan sebagai perbuatan dari dewa-dewi, hantu serta
berbagai bentuk makhluk halus. Bangsa Yunani dalam sejarah adalah bangsa yang
pertama diakui oleh dunia sebagai perintis dari terbentuknya ilmu, hal ini karena
bangsa ini telah berhasil menyusun secara sistematis.

Perkembangan sejarah ilmu menurut Amsal Bakhtiar terbagi menjadi empat


periode yaitu:

a) Periode Yunani Kuno


Yunani kuno merupakan tempat bersejarah di mana sebuah bangsa
memiliki peradaban. Oleh karenanya Yunani kuno di identikkan dengan
filsafat yang menjadi induk dari ilmu pengetahuan. Filsafat di tangan
mereka menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi perkembangan ilmu
pengetahuan pada generasigenerasi setelahnya. Menurut Bertrand Russel,
diantara keseluruhan sejarah, tak ada yang begitu mencengangkan atau
begitu sulit dijelaskan selain dengan lahirnya peradaban di Yunani secara
mendadak. Memang banyak unsur peradaban yang telah ada ribuan tahun di
Mesir dan Mesopotamia, dan unsur-unsur yang ada disempurnakan oleh
bangsa Yunani.
Seiring dengan perkembangan waktu, filsafat dijadikan sebagai
landasan berfikir oleh bangsa Yunani yang bertujuan untuk menggali ilmu
pengetahuan, sehingga sampai berkembang pada generasi-generasi
selanjutnya. Oleh karena itu, perkembangan pada filsafat Yunani

2
3

menjadikan pintu gerbang bagi keseluruhan umat manusia untuk memasuki


peradaban baru. Era ini telah berlangsung sejak abad ke-6 SM. Sampai
sekitar abad ke-6 Masehi, zaman ini masih menerapkan sikap eksploratif
yaitu sikap yang suka memandang sesuatu hal secara kritis serta dengan
tidak menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap yang reseptif
(Karim, 2014). Oleh karena itu, filsafat berkembang pesat di era ini.
Munculnya ilmuan yang termuka pada zaman ini, yaitu:
1. Thales (624545 SM)
Sosok yang muncul pertama setelah kurang lebih enam ratus tahun
sebelum Nabil Isa (Yesus) yaitu Tridente Miletus ,Thales yang telah
mengebrak cara berfikir mengenai mitologis masyarakat Yunani
untuk menjelaskan segala sesuatu. Thales juga merupakan seorang
filsuf pertama sebelum masa Socrates.
2. Pythagoras (580 SM-500 SM)
Pythagoras adalah seorang matematikawn dan Filsuf Yunani yang
Lahir di Samos. Ia dikenal sebagai Bapak Bilangan dan memiliki
peninggalan, salah satunya yaitu teorema Pythagoras. Selain itu
Pythagoras telah berhasil membuat lembaga pendidikan yaitu
Pythagoras Society.
3. Socrates (469 SM399 SM)
Socrates adalah generasi pertama dari adanya tiga ahli filsafat besar
Yunani, yaitu Socrates, Platos serta Aristoteles. Dimana Socrates
merupakan seorang yang mengajar Plato dan Plato yang
mengajarkan Aristoteles. Socrates dikenal sebagai Bapak dan
Sumber Etika atau Filsafat Moral serta Filsafat secara umum.
Setelah periode Socrates merupakan zaman keemasan keilmuan
bangsa Yunani, karena munculnya kajian-kajian suatu keilmuan
yang bermunculan dari adanya perpaduan anatar filsafat alam
dengan filsafat mengenai manusia.
4. Plato (427 SM 347 SM)
4

Plato memiliki karya yang paling terkenal yaitu Republik (Politeia)


yang berisikan mengenai uraian garis besar pada padangannya yang
ada pada keadaan ideal. Ia juga menulis mengenai Hukum serta
banyak dialog yang berisikan Socrates yang menjadi peserta utama.
Plato merupakan seorang filsuf earliest (paling tua) yang dimana
tulisan-tulisannya masih menghiasi dunia akademisi sampai dengan
saat ini. Timaeus adalah karyanya yang memiliki pengaruh dizaman
sebelumnya, pada karya ini Plato membuat garis besar mengenai
suatu kosmogoni yang berisi mengenai teori musik yang ditinjau
dari sudut perimbangan serta pada teori-teori fisika serta fisiologi
yang telah diterima saat itu.
5. Aristoteles (384 SM 322 SM)
Ariestoteles memberikan beberapa konstribusinya, yaitu:
a. Bidang ilmu alam, menjadi orang pertama yang mengumpulkan
serta mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara
sistematis
b. Bidang politik, percaya bahwadari bentuk politik ideal yaitu
gabungan antara bentuk demokrasi serta monarki
c. Bidang metafisika, konstribusinya yang paling penting,
mengenai masalah logika serta teologi (metafisika)

Selain itu ada konstribusi yang diberikan oleh Ariestoteles


lainnya, yaitu pada bidang fisika, etika, ilmu kedokteran serta ilmu
alam. Ia juga berhasil menemukan sebuah pemecahan dari persoalan-
persoalan besar filsafat yang kemudian dipersatukannya pada satu
sistem: logika, matematika, fisika serta metafisik. Silogisme
(syllogisme) merupakan logika Aristoteles yang berdasarkan analisis
bahasa.

b) Periode Islam
5

Menurut Harun Nasution, keilmuan berkembang pada zaman Islam


Klasik (650-1250 M). Keilmuan ini terpengaruhi dengan adanya persepsi
mengenai bagaimana tingginyakedudukan pada akal, seperti yang terdapat
dalam Al’Quran serta hadits. Kemudian perspektif ini bertemu dengan
persepsi yang sama dari Yunani yang melalui adanaya filsafat serta sains
islam Zaman Klasik, yaitu Alexandria (Mesir), Jundisyapur (Irak), Antakia
(Syiria), serta Bactra (Persia).
Dalam bidang kedokteran muncul nama-nama yang terkenal, yaitu Al-
Hawi karya Al- Razi (850-923) yang berisikan sebuah ensiklopedia tentang
keseluruhan perkembangan ilmu kedokteran sampai pada masanya. Rhazas
dengan judul bukunya Continens, Ibnu Sina dengan menulis Al-Qonun
yang menjadi standar dalam ilmu kedokteran di Eropa, dan masih banyak
lagi (Karim, 2014).
Menuru Betrand Russell, Ibn Rushd lebih terkenal pada filsafat kristen
daripada filsafat islam. Saat filsafat islam berakhir, filsafat kristen baru
terlahir dan mempu membuat pengaruh yang sangat besar di Eropa bukan
hanya mengenai para skolastik, namun juga sebagian besar pemikir-pemikir
bebas non profesional yang menentang adanya keabdian (Averroists).
c) Masa Renaisans dan Modern
Orang yang pertama kali menggunakan istilah renaisans yaitu sejarahwan
yang bernama Michelet. Renaisans adalah periode dimana perkembangan
peradaban yang terletak di ujung atau sesudah abad kegelapan sampai
dengan munculnya abad modern. Ciri utama era renaisans adalah,
humanisme, induvidualisme, sekulerisme, empirisme serta rasionalisme.
d) Periode Kontempor
Pada zaman periode ini ditandai dengan munculnya teknologi-teknologi
yang canggih serta adanya spesialisasi ilmu-ilmu yang semakin tajam serta
mendalam. Pada zaman ini melihat juga adanya integrasi fisika dan kimia
yang disebut dengan Sain Besar. Selain itu, juga adanya teknologi
komunikasi dan informasi yang berkembang pesat pada zaman ini.
6

2.2 Perbandingan Ilmu Empiris dan Ilmu Teoritis


Permulaan ilmu dapat disusur sampai pada permulaan manusia. Tak diragukan
lagi bahwa manusia purba telah menemukan beberapa hubungan yang bersifat
empiris yang memungkinkan mereka untuk mengerti keadaan dunia. Yang kemudian
berkembang menjadi sebuah ilmu atau ilmu pengetahuan. Karena rasa keingintahuan
yang ada dalam manusia melahirkan ilmu pengetahuan. Timbulnya rasa ingin tahu
dalam diri manusia dikarenakan tuntutan dan kebutuhan dalam kehidupan manusia
yang terus berkembang. Perkembangan ilmu pengetahuan dari waktu ke waktu
dikarenakan perubahan dari pola pikir manusia. Manusia yang pada mulanya
mempercayai mitos-mitos menjadi lebih rasional. Dari hal tersebut diketahui bahwa
proses berpikir manusia menuntut mereka untuk menemukan sebuah metode belajar
dari pengalaman dan memunculkan keinginan untuk menyusun sesuatu hal secara
empiris, serta dapat diukur (Karim, 2014).

Menurut (Suriasumantri, 1994) lambat-laun manusia menyadari bahwa gejala


alam dapat diterangkan sebab-musabab alam-suatu langkah yang paling penting yang
menandai permulaan ilmu sebagai suatu pendekatan sistematis dalam pemecahan
masalah. Perkembangan ke arah ini berlangsung lambat, perkiraan yang kasar dan
tidak sistematis secara lambat laun memberi jalan kepada observasi lebih sistematis
dan kritis yang kemudian kepada pengujian hipotesis secara sistematis dan teliti di
bawah kondisi yang dikontrol meskipun hipotesis-hipotesis ini masih terpisah pisah;
dan akhirnya, paling tidak dalam beberapa bidang keilmuan, kepada pengembangan
teori yang menyatukan penemuan penemuan yang terpisah-pisah itu ke dalam suatu
struktur yang utuh, lan kepada formulasi pengujian secara sistematis dan teliti dari
hipotesis-hipotesis yang telah terintegrasi yang diturunkan dari teori tertentu. Proses
ini dapat dibagi ke dalam dua tahap perkembangan yang saling bertautan: (1) tingkat
empiris, di mana ilmu terdiri dari hubungan empiris yang ditemukan dalam berbagai
gejala dalam bentuk-bentuk "X menyebabkan Y" tanpa mengetahui mengapa hal ini
terjadi, dan (2) tingkat penjelasan (teoritis), yang mengembangkan suatu struktur
teoritis yang tidak saja menerangkan hubungan empiris yang terpisah pisah, namun
7

juga mengintegrasikannya menjadi suatu pola yang berarti. Tingkat teoritis ini
merupakan tahap yang paling maju dari ilmu, suatu tahap yang belum dicapai secara
penuh oleh satu pun dari disiplin disiplin ilmu yang ada sekarang, apalagi oleh ilmu-
ilmu sosial.

Permulaan dari titik tolak ilmu adalah pengalaman. Ilmu dimulai dengan
observasi, yaang kemudian ditambahkan observasi lain baik yang serupa maupun
tidak, sampai suatu kesamaan atau perbedaan dapat dicapai. Sehingga akan disusun
prinsip dasar yang menerangkan terjdinya atau tidak terjadinya pengalaman.
Sehingga tujuan dari ilmu adalah memperoleh dan mensistematisasikan pengetahuan
tentang gejala yang dialami. Dalam tahap-tahap permulaan, ilmu harus berurusan
dengan penambahan pengalaman dan kritik terhadap pengalaman. Pengumpulan
pengalaman individual, betapapun terang dan jelasnya, tidak cukup, karena selama
pengalaman itu tetap terpisah-pisah pengalaman itu menjadi tidaak memiliki arti
ditinjau dari keilmuan. Namun melalui proses kualifikasi dan sistematisasi pengalam
pengalaman tersebut dapat menjadi sebuah prinsip dasar yang bersifat umum
sehingga dapat dterapkan secara luas.

Kemudian dilanjutkan dengan klasifikasi. Klasifikasi merupakan prosedur yang


paling dasar untuk mengubah data terpisah menjadi dasar fungsional. Prosedur
kualifikasi menjadi prosedur pokok dalam suatu penelitian karena prosedur ini cara
yang sederhana dan cermat dalam memahami sejumlah data. Dengan mengetahui
kelas mana gejala termasuk maka hal ini akan memberikan dasar untuk memahami
gejala tersebut. Untuk mempunyai arti, klasifikasi harus didasarkan pada suatu tujuan
tertentu. Misalnya, apakah semangka harus diklasifikasikan bersama anggur atau
bersama bola tergantung kepada apakah seseorang ingin memakanya atau
menendangnya. Kesukaran pengklasifikasian dikarenakan kebanyakan objek dan
gejala memiliki sifat dan ciri yang dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara.

Tahap pertama dari perkembangan ilmu adalah pengumpulan dan penjelasan


pengalaman, dimana menyebabkan adanya kebutuhan untuk mengkuantifikasikan
observasi tersebut karena meskipun observasi kualitatif mungkin sudah cukup
8

memuaskan, namun hanya kuantifikasi yang dapat memberikan ketelitian yang


diperlukan bagi kualifikasi dalam ilmu yang lebih matang dalam ilmu yang lebih
matang. Sesungguhnya, makin maju suatu ilmu, makin besar kebutuhan untuk
meninggalkan pencacahan pengalaman dan melangkah ke arah suatu pengukuran
yang lebih teliti, agar kemungkinan dilakukannya suatu analisis yang lebih layak
lewat manipulasi matematis. Walaupun begitu harus kita ingat, meskipun kuantifikasi
memungkinkan dimilikinya berbagai kelebihan yang tak terbilang, namun ketelitian
matematis tidak menyebabkan data memiliki ketelitian dan kelebihan kelebihan itu
yang memang tidak dia punyai sebelumnya.

Penemuan Hubungan-Hubungan. Lewat berbagai klasifikasi yang berbeda-


beda, sering terjadi bahwa kita melihat adanya hubungan fungsional tertentu antara
aspek-aspek komponennya Mengklasifikasikan anak-anak berdasarkan jenis kelamin
dan kekuatan jasmani secara bersamaan, umpamanya, kemungkinan menyebabkan
kita akan melihat hubungan bahwa anak laki laki cenderung untuk lebih kuat
dibandingkan anak wanita.

Tingkat yang paling akhir dari ilmu adalah ilmu teoritis, di mana hubungan dan
gejala yang ditemukan dalam ilmu empiris diterangkan dengan dasar suatu kerangka
pemikiran tentang sebab musabah sebagai langkah untuk meramalkan dan
menentukan cara untuk mengontrol kegiatan agar hasil yang diharapkan dapat
dicapai. Tahap yang maju ini kelihatannya akan lebih mampu dicapai dalam ilmu-
ilmu alam dibandingkan dengan ilmu-ilmu sosial.

Kelebihan tingkat ilmu teoritis ilmu empiris secara mudah dapat dilihat dengan
memperhatikan keterbatasan ilmu empiris tersebut. Ilmu empiris adalah canggung
dan tidak mudah dipergunakan karena dia berurusan dengan gejala yang terpisah
pisah, yang menyebabkan kita sukar untuk mengerti dan memahami tiap-tiap gejala
tersebut. Ilmu empiris sangat terbatas, terutama dalam peramalan dan kontrol, yang
merupakan tujuan terakhir dari ilmu. Pengetahuan empiris ternyata mempunyai
kegunaan yang terbatas, meskipun, agar lebih yakin sekarang dia mempunyai tujuan
yang dapat dicarinya. Mungkin kemudian secara tepat dapat menemukan alasan lewat
9

intuisi, atau berusaha dengan bersifat coba-coba (trial and error) untuk
menghilangkan faktor demi faktor satu per satu, sehingga akhirnya dia mampu
menyederhanakan proses untuk mencapai tujuanya (Suriasumantri, 1994).

Ilmu teoritis dapat memperpendek proses untuk sampai pada pemecahan


masalah. Jika seseorang mengerti apa sebab terjadinya sesuatu, maka dia dapat
mengalihkan pengetahuannya dalam pemecahan masalah lain yang serupa. Ilmu
teoritis mempunyai kelebihan yang nyata dalam merangsang penelitian dan dalam
memberikan hipotesis yang berharga nyatanya, puncak dari keunggulan keilmuan
adalah dicapai oleh ilmu seperti fisika, di mana teori telah berkembang dengan cukup
(bendasarkan penemuan-penemuan empiris yang terdahulu), di mana teori ini
sekarang dapat meramalkan dan mengarahkan penemuan fakta-fakta empiris. Bom
atom, umpamanya, tidaklah mula-mula dibuat secara empiris lalu. Diterangkan, justru
sebaliknya, Einstein dan rekan-rekan sejawatnya mula-mula mengembangkannya
secara teoritis, dan baru berpaling kepada pengujian secara empiris kebanyakan hanya
untuk tujuan menghilangkan kekurangan dalam pengoperasiannya.

Peralihan dari ilmu empiris ke ilmu teoritis, tentu saja, adalah suatu langkah
yang sukar. Kiranya adalah relatif mudah untuk menemukan apa yang terjadi, akan
tetapi tidak sedemikian mudahnya jika kita harus menerangkannya mengapa hal itu
terjadi. Hal ini tampak pada ilmu-ilmu sosial di mana kita, umpamanya, masih belum
mempunyai penjelasan secara keilmuan untuk sebagian besar masalah dari hal-hal
yang paling elementer apa yang terjadi bila seorang anak belajar. Di dalam beberapa
ilmu-ilmu alam yang telah lebih maju, kemajuan yang luas telah dicapai d dalam arah
ini, meskipun tak satu pun dari ilmu-ilmu ini mempunyai kesamaan pendapat dalam
keseluruhan aspek-aspeknya. Umpamanya, finika menerangkan gejala cahaya dengan
dua buah teori yang bertentangan satu sama lain yakni teori gelombang dan teori
partikel. Dalam ilmu-ilmu sosial, psikologi telah mengembangkan sejumlah teori
yang menerangkan sejumlah gejala psikologis, namun tak satu pun dari teori-teori ini
yang dapat diterima semua orang dan tak seorang pun yang mampu untuk
10

memberikan keterangan mengenai seluruh aspek kelakuan manusia. Kita masih harus
menerangkan, umpamanya. tentang dasar-dasar neuro-fisiologis belajar.

Sebagai ilmu, pendidikan hampir seluruhnya merupakan ilmu empiris. Namun


kenyataannya kita masih juga harus menemukan lebih banyak lagi hubungan empiris
yang terdapat dalam kelas. Mungkin kekurangan yang paling besar dalam ilmus ini
adalah kegagalan untuk menyusun suatu kerangka teoritis di mana dapat
disintesiskan. segenap penemuan empiris sampai saat ini. Dapat dikatakan bahwa
sampai saat ini ilmu-ilmu sosial terlalu menitikberatkan aspek empiris dan melalaikan
aspek teoritis. Hanya akhir-akhir ini saja tendapat kesadaran bahwa empirisme
merupakan tahap keilmuan yang belum lengkap dan memerlukan orientasi yang lebih
besar terhadap teori.

2.3 Kaitan Antara Ilmu Pengetahuan dengan Ilmu Pendidikan


Definisi Ilmu Pengetahuan

Pada dasarnya ilmu dan pengetahuan memiliki pengertian yang berbeda.


(Firman, 2018) memaparkan bahwa pengetahuan adalah sebuah bentukan dari
pemikiran assosiatif yang menggabungkan atau dapat dikatakan berhubungan dengan
sebuah pemikiran atau ide dengan kenyataan atau dengan sebuah pemikiran yang
lain, hal ini jugda disarkan pada pengalaman yang terus diulangi tanpa adanya sebuah
pemahaman sebab akibat (kausalitas) yang bersifat hakiki dan universal.

Sedangkan ilmu merupakan suatu kumpulan dari pengetahuan yang


memaparkan hubungan sebab akibat dari suatu objek secara sistematis yang
didsarkan pada metode-metode tertentu.

Ilmu tidak hanya memiliki fungsi sebagai sarana berfikir akan tetapi ilmu harus
dapat menjelaskan fakta dengan berbagai tahapan serta struktur ilmiah. Di dalam
dunia pendidikan pengetahuan disepadankan dengan ilmu, hal ini karena ilmu
memiliki beberapa sifat (Firman, 2018):

1. Penjelajah dunia empirik tanpa batas di samping dapat ditangkap oleh panca
indera
11

2. Tingkat kebenaran yang bersifat rekatif


3. Ilmu menemukan sebuah rancangan usulan yang sudah diuji secara empirik

Di dalam ilmu terdapat komponen-komponen seperti, fakta, teori, fenomena


serta konsep. Fakta merupakan merupakan suatu kenyataan yang benar-benar ada
atau terjadi (KBBI). Fenomena merupakan suatu hal yang dapat disaksikan dengan
panca indera serta dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah (KBBI). Teori
merupakan merupakan pendapat yang didasrkan pada penelitian dan penemuan yang
didukung oleh data dan argumentasi (KBBI). Dan yang terakhir yaitu konsep, konsep
merupakan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari sebuah peristiwa yang konkret
(KBBI).

Ilmu pengetahuan juga memiliki beberapa ciri : 1.) terdapat batasan serta ruang
lingkup, 2.) terdapat metoda dengan tujuan membuktikan kebenaran, 3.) sistematis,
4.) terbuka (Firman, 2018).

Dalam ilmu pengetahuan terdapat suatu kebenaran yang didasarkan oleh sebuah
nilai etis dan hal tersebut tidak bisa terlepas dari etika penggunaannya. Dari hal
tersebut seorang ilmuan harus mempunyai sifat kejujuran, keterbukaan dan juga
memanfaatkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya untuk kebaikan umat (Firman,
2018).

Pengertian Pendidikan

Pendidikan merupakan sebuah upaya sadar orang dewasa dalam menjalani


pergaulannya dengan anak-anak yang digunakan untuk memimpin perkembangan
jasmani serta rohani dalam proses menuju kedewasaan. Secara umum pendidikan
dibagi menjadi 3 yaitu pendidikan, teori umum pendidikan, dan ilmu pendidikan.

Untuk yang pertama yaitu pendidikan, pendidikan merupakan sebuah proses


pengubahan sikap serta perilaku seseorang ataupun sebuah kelompok dalam upaya
untuk mendewasakan manusia yang melalui pengajaran serta kepelatihan.
12

Kedua, pendidikan dilihat dari teori umum, menurut John Dewey pendidikan
adalah The general theory of education and philoshophy is the general theory of
education. Selain itu, secara umum Dewey memaparkan bahawa pendidikn
merupakan upaya menanamkan suatu disiplin, akan tetapi bukan otoritas, selain hal
tersebut Dewey berpendapat bahwa tidak ada suatu tindakan pun yang bersifat baik
dan dan benar secara obyektif (Wasitohadi, 2014). Dewey tidak membedakan antara
filsafat dengan teori pendidikan, dari hal ini Dewey mengatakan bahwa pendidikan
merupakan teori umum pendidikan.

Dan yang terakhir adalah ilmu pendidikan, ilmu pendidikan terbentuk dari
sejumlah cabang ilmu yang terkait satu dengan yang lain dan membentuk satu
kesatuan. Masing-masing dari sebuah cabang ilmu tentunya dibentuk oleh sejumlah
teori.

Hubungan Antara Ilmu dan Pendidikan

Sesuai dengan yang telah dipaparkan di atas, antara ilmu pengetahuan serta
pendidikan memiliki kaitan yang erat seperti:

a) Objektif, ilmu wajib dan harus memiliki sebuah objek kajian yang terdiri dari
satu golongan permasalahan yang sama sifat serta hakikatnya, yang tampak
dari luar maupun dari dalam dari segi bentuknya. Objek dalam hal ini juga
bersifat ada serta kemungkinan harus diuji akan kebenarannya.
b) Metodis, dalam mencari sebuah kebenaran dalam ilmu pengetahuan
diperlukan sebuah upaya-upaya yang dilakukan guna meminimalisasi sebuah
kemungkinan terjadinya penyimpangan. Metodis berasal dari bahasa Yunani
yaitu Metodis yang memiliki arti cara, jalan dan apabia dilihat dari pandanga
umum berarti sebuah metode tertentu yang dapat digunakan dan umumnya
merujuk dalam metode ilmiah.
c) Sistematis, dalam hal ini ilmu pengetahuan harus jelas, teratur, dan logis
sehingga dapat membentuk suatu sistem yang utuh, menyeluruh, padu satu
sama lain, serta mampu memaparkan sebuah rangkaian sebab dan akibat.
13

d) Universal, dalam sebuah ilmu pengetahuan yang hendak dicapai harus


memiliki kebenaran universal yang bersifat umum ( tidak bersifat tertentu).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada tahap animisme, seorang manusia telah menjelaskan suatu gejala yang
ditemuinya pada kehidupan sebagai perbuatan dari dewa-dewi, hantu serta berbagai
bentuk makhluk halus. Bangsa Yunani dalam sejarah adalah bangsa yang pertama
diakui oleh dunia sebagai perintis dari terbentuknya ilmu, hal ini karena bangsa ini
telah berhasil menyusun secara sistematis.Ilmu empiris menjabarkan bahwa gejala
alam dapat diterangkan sebab-musabab alam. Dengan perkiraan kasar dan tidak
sistematis, serta berlangsung sangat lambat. Didalam ilmu empiris terdapat aspek
pengalaman, kualifikasi, kuantifikasi dan aspek penemuan hubungan-hubungan.
Sedangkan ilmu teoritis merupakan hubungan dan gejala yang ditemukan dalam ilmu
empiris diterangkan dengan dasar suatu kerangka pemikiran tentang sebab-musabab
sebagai langkah untuk meramalkan dan menemukan cara untuk mengontrol kegiatan
agar hasil yang diharapkan dapat tercapai.

Antar ilmu empiris dan ilmu teoritis saling berkaitan karena ilmu teoritis
berawal dari ilmu empiris maupun sebaliknya. Jika dikaitkan dengan ilmu, hampir
dari keseluruhan pendidikan merupakan ilmu empiris. Ilmu merupakan kumpulan
dari pengetahuan yang memaparkan hubungan sebab akibat dari suatu objek secara
sistematis berdasarkan metode tertentu. Ilmu selalu dikaitkan dengan pendidikan,
pendidikan merupakan upaya mendewasakan manusia melalui pengajaran. Kaitan
antara ilmu dengan pendidikan dapat dilihat melalui berbagai aspek yaitu kaitan
secara objektif, metodis, sistematis, dan kaitan secara universal.

14
DAFTAR PUSTAKA

Firman, F. (2018). Ilmu Pengetahuan, Teori Dan Penelitian. 1, 1–15.


https://doi.org/10.31227/osf.io/8jtqr

Karim, A. (2014). Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan. Fikrah, 2(1), 273–289.


https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/fikrah/article/view/563

Karim, A. (2014). SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.


FIKRAH, 2(2), Article 2. https://doi.org/10.21043/fikrah.v2i2.563

Firman, F. (2018). Ilmu Pengetahuan, Teori Dan Penelitian. 1, 1–15.


https://doi.org/10.31227/osf.io/8jtqr

Suriasumantri, J. S. (1994). Ilmu dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan


Tentang Hakikat Ilmu. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Wasitohadi, W. (2014). HAKEKAT PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF JOHN


DEWEY Tinjauan Teoritis. Satya Widya, 30(1), 49.
https://doi.org/10.24246/j.sw.2014.v30.i1.p49-61

15

Anda mungkin juga menyukai