Anda di halaman 1dari 7

TUGAS

ETIKA PROFESI

Disusun Oleh:

Firman M., S. Farm (1308062275)

Gunawan Wahyudi U., S. Farm (1308062276)

Rasalina Nailatul M., S. Farm (1308062284)

Angger Diah Ayu P.P., S. Farm (1308062288)

Eva Novitasari, S. Farm (1308062290)

Imam Arief C. (1308062 )

Nina Nurwila (1308062 )

Ardy Putra Utama (1308062 )

Ferry Arief (1308062 )

Agus Prasetyo (1308062 )

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2014
ETIKA PROFESI

Apoteker atau ada yang menyebutnya dengan farmasis merupakan salah satu dari profesi
kesehatan. Untuk menjadi seorang apoteker, maka setelah menamatkan sekolah
menengahnya, seseorang harus melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi dengan memilih
jurusan FARMASI. Jurusan ini berlangsung selama 4 tahun atau 8 semester. Setelah studi ini
diselesaikan dan mendapatkan gelar Sarjana, maka langkah selanjutnya adalah mengambil
kuliah profesi selama 1 tahun atau 2 semester. Baru setelah kuliah profesi ini diselesaikan,
seseorang berhak menyandang profesi apoteker yang sebelumnya harus mengucapkan
sumpah profesi di hadapan pemuka agama yang didatangkan dari instansi berwenang.

Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang
memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari
manusia, di dalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan ketrampilan dan keahlian
tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang
lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya;
serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang
menyandang profesi tersebut. Secara garis besar, suatu profesi mengandung :

1. Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis: Profesional diasumsikan


mempunyai pengetahuan teoretis yang ekstensif dan memiliki keterampilan yang
berdasar pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam praktek.
2. Asosiasi profesional: Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh para
anggotanya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para anggotanya.
Organisasi profesi tersebut biasanya memiliki persyaratan khusus untuk menjadi
anggotanya.
3. Pendidikan yang ekstensif: Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan
yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi.
4. Ujian kompetensi: Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada
persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoretis.
5. Pelatihan institutional: Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti
pelatihan institusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis
sebelum menjadi anggota penuh organisasi. Peningkatan keterampilan melalui
pengembangan profesional juga dipersyaratkan.
6. Lisensi: Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya
mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya.
7. Otonomi kerja: Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis
mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar.
8. Kode etik: Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan
prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan.
9. Mengatur diri: Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa
campur tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih senior, praktisi
yang dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling tinggi.
10. Layanan publik dan altruisme: Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat
dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter
berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat.
11. Status dan imbalan yang tinggi: Profesi yang paling sukses akan meraih status yang
tinggi, prestise, dan imbalan yang layak bagi para anggotanya. Hal tersebut bisa
dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan bagi masyarakat

Contoh kasus pelanggaran etika profesi apoteker :

Apotek mewah, berada di sebuah daerah di pinggir kota wisata, buka hanya sore hari jam
16.00 sd 21.00, tetapi pasiennya sangat ramai, jumlah resep yang di layani rata-rata perhari
65 lembar, apotek tsb memiliki 1 apoteker, 2 AA dan 2 pekarya.

Penyerahan obat tidak disertai dengan KIE yang cukup, karena banyaknya pasien yg di
layani, apotekernya datang tiap hari pada jam 18.30, karena bekerja sebagai PNS di dinas
kesehatan setempat.

Bagai mana kajian saudara terhadap kasus tersebut diatas, di tinjau dari sisi sumpah profesi,
etika farmasi dan peraturan dan perundang undangan yang berlaku?

A. SUMPAH APOTEKER

1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan, terutama dalam
bidang kesehatan

4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan martabat dan
tradisi luhur jabatan kefarmasian
Pembahasan :

Pada kasus tersebut Apoteker melanggar Sumpah Profesi terutama pada point 1 dan 4, karena
Apoteker tersebut tidak menjalanakan tugas dengan sebaik-baiknya, Apoteker datang
terlambat dan tidak memberikan informasi kepada pasien sehingga penggunaan obat oleh
pasien tidak dilakukan dengan baik, hak pasien juga tidak dipenuhi, akibatnya MESO tidak
terlaksana, sehingga memungkinkan terjadinya pelanggaran pada kepentingan
perikemanusiaan.

B. KODE ETIK APOTEKER

Pasal 1
Sumpah/janji apoteker,setiap apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan sumpah apoteker

Pembahasan :
Apoteker dalam kasus diatas telah melanggar kode etik apoteker pasal 1 yang menyatakan
bahwa apoteker harus menjunjung tinggi,menghayati dan mengamalkan sumpah apoteker,
sedangkan pada pembahasan sebelumnya apoteker tersebut telah melanggar sumpah apoteker
yaitu tidak menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya,apoteker datang terlambat dan tidak
memberikan asuhan kefarmasian kepada pasien. 

Pasal 3
Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker
Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam
melaksanakan kewajibannya

Pembahasan:
Dari kasus diatas, apoteker tidak menjalankan profesinya sesuai kompetensi apoteker
indonesia karena apoteker tersebut tidak memberikan informasi obat dan konseling kepada
pasien, dimana apoteker berkewajiban untuk memberikan informasi obat dan konseling
kepada pasien.

Pasal 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya

Pembahasan :
Dari kasus di atas Apoteker tidak memberikan informasi kepada pasien, sehingga Apoteker
secara jelas melanggar Pasal 7 Kode Etik Apoteker. 
Pelanggaran yang dilakukan oleh Apoteker jelas menunjukkan bahwa Apoteker tidak
mengutamakan dan tidak berpegang teguh pada Prinsip Kemanusiaan.
Dampak dari kurangnya informasi penggunaan obat dapat menyebabkan efek yang
merugikan bagi pasien.

Pasal 9
Seorang apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan
kepentingan masyarakat dan menghormati hak asasi penderita dan melindungi makhluk
hidup insani

Pembahasan :
Pada kasus tersebut, seorang apoteker tidak menjalankan kode etik pasal 7 dengan baik.
Menurut pasal 7, seorang apoteker harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan
menghormati hak asasi penderita dan melindungi makhluk hidup insani, namun apoteker
tersebut tidak memberikan informasi yang cukup kepada pasien. Sehingga dapat merugikan
pasien.

Pasal 15
Setiap apoteker bersungguh –sungguh menghayati dan mengamalkan kode etik apoteker
indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari. Jika seorang apoteker baik
dengan sengaj maupun tidak sengaja melanggar atau tidak mematuhi kode etik apoteker
indonesia, maka dia wajib mengakui dan menerima sangsi dari pemerintah,
ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya (IAI) dan mempertanggung
jawabkannya kepada Tuhan YME

Pembahasan :

Disini jelas sekali apoteker melanggar kode etik profesi apoteker, dan menurut pasal 15 kode
etik apoteker jika seorang apoteker melanggar kode etik apoteker maka wajib menerima
sanksi dari IAI dan Tuhan YME.

C. PP 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN

Pasal 3
Pekerjaan Kefarmasian dilakukan berdasarkan pada nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan,
keseimbangan, dan perlindungan serta keselamatan pasien atau masyarakat yang berkaitan
dengan Sediaan Farmasi yang memenuhi standar dan persyaratan keamanan, mutu, dan
kemanfaatan

Pasal 21
(2) Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker

Pembahasan :
Pada kasus tersebut Apoteker datang pada jam 18.30, sedangkan apotek dibuka pada jam
16.00, yang memungkinkan pelayanan resep dari jam 16.00 sampai jam 18.30 tidak
dilakukan oleh apoteker. Hal tersebut jelas bertentangan dengan Pasal 21 PP 51 tersebut
diatas. Tidak disampaikannya informasi obat kepada pasien menyebabkan berbagai efek yang
merugikan bagi pasien seperti tidak membaiknya kondisi pasien, penyakit bertambah parah,
timbul efek samping yang dapat membahayakan keselamatan pasien.
D. SANKSI

Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi, baik
sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif yang diberikan menurut
keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/ MENKES/ SK/ X/ 2002 dan Permenkes No. 922/
MENKES/ PER/ X/ 1993 adalah :

a. Peringatan secara tertulis kepada APA secara tiga kali berturut-turut dengan tenggang
waktu masing – masing dua bulan.
b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama – lamanya enam bulan sejak
dikeluarkannya penetapan pembekuan izin apotek. Keputusan pencabutan SIA
disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Menteri Kesehatan RI di
Jakarta.
c. Pembekuan izin apotek tersebut dapat dicairkan kembali apabila apotek tersebut dapat
membuktikan bahwa seluruh persyaratan yang ditentukan dalam keputusan Menteri
Kesehatan RI dan Permenkes tersebut telah dipenuhi.

E. SARAN

1. Seharusnya apotek/apoteker tersebut menunjuk apoteker pendamping yang dapat


menggantikan tugasnya dalam pemberian layanan kepada pasien pada jam – jam dimana
apoteker tersebut tidak dapat melalukan tugasnya sebagai apoteker. Seperti yang di sebutkan
dalam permenkes pada pasal 19 ayat 1 : Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan
melakukan tugasnya pada jam buka Potek, Apoteker pengelola Potek harus menunjuk
Apoteker pendamping. Dan penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
setempat.

2. Pemberian pelatihan kepada Asisten Apoteker sehingga para Asisten Apoteker juga
memberikan pelayanan KIE dengan baik kepada pasien.

Anda mungkin juga menyukai