Anda di halaman 1dari 8

KONSEP ETIKA KRISTEN; Refleksi Khotbah di bukit Matius 5:3-12

Oleh

Bayu Rikno Pamungkas

Pendahuluan

Sebagai orang Kristen yang telah menerima anugerah keselamatan


dari Yesus Kristus, seharusnya mengucap syukur dengan hidup melakukan
perbuatan baik. Namun. pada dewasa ini banyak ditemukan bahwa orang
Kristen yang menjalani kehidupannya sehari-hari tidak lagi menggunakan
etika. Dan tidak jarang juga banyak ditemui orang Kristen masih lengket
dengan dosa. Kompasiana mengatakan bahwa:

“Akan tetapi yang kita temui saat ini adalah banyak orang Kristen yang tidak
lagi menggunakan etika dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan bahkan
masih lengket dengan dosa: pesta miras, irih hati, penyembahan berhala, sex
bebas, kepentingan diri sendiri, roh pemecah  dan lain sebagainya. Ketika
Etika Kristen sudah tidak diterapkan maka dunia juga akan semakin hari
semakin jahat.”1

Berdasarkan fenomena yang terjadi diatas, maka akan muncul


berbagai permasalahan terhadap cara pandang orang lain kepada orang
Kristen. Sehingga, tidak heran jika ada kata-kata yang mengatakan, “Kok
orang Kristen seperti itu?”. Perkataan ini tentu saja sudah tidak asing lagi
bagi sebagian dari orang Kristen karena apa yang dilakukan sebagian orang
Kristen tersebut tidak hanya melanggar norma yang ada di dunia ini,
melainkan juga bertentangan dengan apa yang diajarkan Yesus.

Secara etimologi etika berasal dari bahasa Yunani, Ethos dan ethikos.
Ethos yang berarti sifat, watak, kebiasaan, dan tempat tinggal. Sedangkan
ethikos berarti susila, kelakuan, dan perbuatan baik.2 Franz Magnis-Suseno

1
https://www.kompasiana.com/mamahani/5d1237d9097f3651ff639102/etika-kristen-dalam-kehidupan-sehari-
hari
2
Lorens bagus, kamus filsafat,(Jakarta: PT Gramedia pustaka, 2000), h.217
menjelaskan etika adalah usaha manusia untuk memakai akal budi, daya
pikir untuk memecahkan masalah bagaimana manusia harus hidup kalau
akan jadi baik.3 Sehingga, etika merupakan usaha manusia untuk melakukan
perbuatan baik.

Oleh sebab itu, penulis akan menjelaskan etika menurut Injil synoptik
yang berdasarkan khotbah Yesus di bukit yang tercatat dalam Matius 5:3-12.
Dalam khotbah di bukit, Yesus mempermasalahkan etika orang farisi yang
sangat berpegang teguh kepada pelaksanaan hukum taurat tetapi tidak
mengarah kepada kegenapan hukum taurat (Matius 5:20). Berdasarkan
kajian terhadap teks ini penulis berharap agar orang Kristen semakin
memahami etika yang seharusnya orang Kristen lakukan dan kerjakan.

Hermeneutika Etika berdasarkan Injil Matius 5:3-12

Menurut Ladd, etika yang diajarkan Yesus dalam khotbah di bukti


memberikan suatu tekanan yang baru kepada kebenaran hati. Di dalam
Matius 5:20, untuk masuk dalam kerajaan Allah, maka diperlukan kebenaran
yang melebihi kebenaran ahli taurat dan orang farisi.4 Oleh sebab itu Yesus
memberikan ajaran dalam khotbahnya di bukti tentang etika yang tercatat
dalam Matius 5:3-12. Penulis akan mencoba membahasnya satu persatu.

a. Berbahagialah orang yang miskin (ayat 3)


Kata “miskin dihadapan Allah” dalam bahasa Yunani ptōchoi tō
pneumatic, yang merupakan kata sifat yang berarti miskin dalam Roh
(NRSV).5 Sehingga, ketika Yesus menyebut “orang miskin” bukan arti orang
miskin yang miskin secara ekonomi, tetapi juga orang yang miskin secara
religius.6 Maka untuk menjadi “orang miskin dihadapan Allah” manusia harus
mengakui kemiskinan secara spiritualnya. Dan hal ini merupakan syarat

3
Franz Magnis-Suseno, Etika Dasar masalah-masalah Pokok Filsafat Moral, cet. Ke-3 (Yogyakarta: Kanisius, 1989),
17
4
Ladd, Teologi Perjanjian Bari jilid 1, 169-170.
5
Jonathan Kristen Mickelson, Mickelson’s Enhanced Strong’s Greek and Hebrew Dictionaries (The Word, 2008), s.v
ptōchoi tō pneumatic
6
J.L. Ch. Abineno, Khotbah di Bukit (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990), 14
utama untuk masuk dalam kerajaan Allah. Sehingga dapat dipahami bahwa
karakter yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya adalah memiliki
persekutuan atau hubungan dengan Allah sebagai wujud merendahkan hati
dihadapan Allah dan untuk memahami kehendak Allah dalam setiap
kehidupan manusia dan bertindak secara benar dalam mengambil setiap
keputusan.
b. Berbahagialah orang yang berdukacita (Ayat 4)

Kata dukacita dalam bahasa Yunani adalah pentheō yang merupakan


kata kerja aktif yang berarti berdukacita secara perasaan maupun
perbuatan.7 Dapat diartikan juga bahwa kata ini berarti duka kesedihan
karena kehilangan seseorang yang dicintai. Namun, kata ini juga dapat
diartikan “pertobatan”. Orang berdosa berdukacita karena dosa-dosanya dan
ingin mengakhir melayani Tuhan.

Berdukacitaan yang dimaksudkan Yesus dalam ayat ini adalah


keberdukacitaan manusia terhadap dosa-dosanya, sebagai wujud
penyesalan karena telah mengecewakan Allah. Menurut Sinclair, perasaan
takut akan Allah yang timbul karena perasaan miskin secara rohani itulah
yang membuat berdukacita.8 Orang-orang yang bersedih karena dosa-
dosanya inilah yang akan dihiburkan oleh hiburan yang melepaskan dari
segala sengsara, yaitu hiburan pengampunan Allah yang tidak menuntut
balas dan diterima dengan secara cuma-cuma. Sehingga dapat diartikan
bahwa setiap orang percaya yang berduka karena dosa-dosanya dan
mengakui dihadapan Allah, maka Allah sendiri akan menghiburnya.

c. Berbahagialah orang yang lemah lembut (Ayat 5)

Kata Praus dalam bahasa Yunani yang berarti lemah lembut, rendah
hati, baik budi, sopan dan di dalamnya mengandung arti penguasaan diri
karena jika tanpa itu hal-hal yang lain itu tidak ada artinya.9 Menurut
7
James Strong, Strong’s Greek and Hebrew Dictionaries (Franklin, TN: e-Sword, 2008), s.v pentheō
8
Sinclair B. Ferguson, Khotbah di Bukit. Cet. Ke-4 (Surabaya: Momentum,2009), 21.
9
John Stott, Khotbah di Bukit, 56.
Guthrie, kata lemah lembut merupakan kunci utama bagi pekerjaan Allah
dalam kehidupan manusia, akan tetapi yang menjadi permasalahannya
adalah manusia jarang menyadarinya.10
Sedangkan Glen. H. Stassen dan David. P. Gushee, berkata
“berbahagialah orang menundukkan diri kepada Allah, yang adalah Allah
damai sejahtera”.11 Sehingga dapat diartikan bahwa orang Kristen yang
lemah lembut memiliki sikap penundukan diri kepada Allah dan dengan
rendah hati menerima didikan dan teguran terhadap sesama manusia yang
ditunjukkan dengan kesabaran dan mengalah untuk mewujudkan
kedamaian.

d. Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran


(Ayat 6)

Yesus memberikan ungkapan kepada setiap orang percaya dengan


ungkapan “lapar dan haus”, ungkapan ini menggambarkan betapa
mendesaknya kebutuhan orang Kristen akan kebenaran Allah. Ungkapan ini
juga memiliki beberapa pengertian, salah satunya adalah suatu kerinduan
akan hubungan yang baik dengan Allah, yaitu rindu untuk hidup benar
dihadapan-Nya, kerinduan untuk dapat berkenan kepada-Nya dan kerinduan
untuk melihat hubungan manusia dengan Allah dapat dipulihkan.12 Sehingga
penulis,berpendapat kelaparan dan kehausan secara spiritual inilah
merupakan ciri khas dari anak Allah.

e. Berbahagialah orang yang murah hati (Ayat 7)


Menurut Stott, kemurahan hati memiliki dua sikap yang berbeda yaitu
dalam mengasihi dan mengampuni. Tidak hanya mengasihi orang yang kita
lihat kesakitan, menderita, sengsara, atau berdukacita tetapi juga harus
mengampuni orang-orang yang berbuat salah.13 Seperti perumpamaan orang
10
Guthrei, Teologi Perjanjian Baru 3, 259
11
Stassen, Glen H. dan David P. Gushee, Etika Kerajaan Mengikut Yesus dalam
Konteks Masa Kini,32.
12
Sinclair B. Ferguson, Khotbah di Bukit, 31-32.
13
Stott, Khotbah di Bukit, 62.
Samaria yang baik hati (Lukas 10:30-37) terdapat hal yang harus kita catat
dan perhatikan, yaitu kemurahan hati orang samaria tidak tersembunyi di
belakanag larangan-larangan Alkitab untuk melindungi diri sendiri dari
pelayanan yang menuntut pengorbanan.14

f. Berbahagialah orang yang suci hatinya (Ayat 8)

Makna dari kata orang yang suci hatinya, adalah orang yang suci secara
batiniah,yaitu kualitas orang yang telah disucikan hatinya dari kotoran-
kotoran moral, selaku kebalikan dari kesucian secara ritual. Menurut Stott,
orang yang suci hatinya adalah orang yang “amat sungguh-sungguh”.
Artinya, seluruh hidup mereka, baik yang pribadi maupun yang terbuka bagi
orang lain, adalah transparan di hadapan Allah dan sesame manusia. Hati
mereka termasuk pikiran dan motivasi mereka adalah murni, tidak
tercampur dengan sesuatu yang cemar jelek, atau tersembunyi.
Kemunafikan dan tipu daya adalah hal yang tabu bagi mereka, tidak ada
akal bulus pada mereka.15 Dalam ucapan bahagia ini Yesus kembali
menekankan bahwa hasrat batiniah lebih penting dari pada perbuatan
lahiriah. Sehingga, dapat diartikan bahwa kesucian hati mencakup kesucian
pikiran, dan hal ini menandakan suatu perubahan mutlak dalam pikiran
seseorang. Namun, bukan berarti orang yang suci hatinya adalah orang yang
sempurna tanpa dosa melainkan orang yang pikiran serta keinginannya
dikuasi kesucian bukan kekejian.16

Oleh sebab itu, etika yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya adalah
hati yang suci, bukan hati yang menginginkan hawa nafsu dunia.

g. Berbahagialah orang yang membawa damai (Ayat 9)


Dalam ayat ini sangat jelas dikatakan bahwa sebagai orang Kristen harus
menjadi pembawa damai dimana pun berada, di dalam hubungan
masyarakat maupun gereja. Dalam setiap ajaran Yesus juga dijelaskan
14
Ferguson, Khotbah di Bukit, 35-36.
15
Stott, Khotbah di Bukit, 64-66.
16
Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3, 259-260.
bahwa jangan sekali-kali orang percaya mencari gara-gara untuk memicunya
konflik. Melainkan, sebaliknya kita terpanggil untuk menjadi pembawa
damai. Inilah etika yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya.

h. Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran


(Ayat 10)
Setiap orang percaya yang merindukan kebenaran maka mereka akan
menderita bagi kebenaran yang mereka rindukan. Menurut Stott,
penderitaan adalah suatu sukacita dan pertanda anugerah-Nya.17 Kemuridan
adalah kesetiaan kepada Kristus yang menderita, sehingga tidak
mengherankan bahwa suatu ketika orang Kristen dipanggil untuk menderita.

Kesimpulan
Khotbah Yesus di bukit ini melukiskan potret kehidupan dari murid Yesus
seutuhnya. Yang dimana ucapan bahagia Yesus dalam Injil Matius 5:3-12
mengajarkan setiap orang percaya tentang kebenaran dalam batin dan
bukan yang tampak secara lahiriah. Dan hal inilah yang membedakan etika
Kristen sebagai etika kerajaan Allah dengan etika yang ada di dunia. Ucapan
bahagia ini juga merupakan ajaran dari Yesus tentang etika kerajaan Allah
dan bagaimana setiap murid Kristus untuk hidup berkenan dihadapan-Nya.
Ucapan bahagia merupakan perenungan bagi gereja Kristus maupun
orang percaya. Pertama, apakah setiap kita memiliki kerendahan hati untuk
datang di hadapan Allah mengakui kemiskinan, ketidakberdayaan melalui
persekutuan Roh kudus-Nya ataukah kita hanya menjalankan rutinitas
agama semata?. Kedua, apakah kita memiliki keterbukaan hati untuk di didik
dalam ajaran Tuhan dan memiliki karakter Kristus sebagai bukti bahwa kita
adalah pewaris kerajaan-Nya?.

17
Stott, Khotbah di Bukit, 71-72.
Daftar Pustaka

https://www.kompasiana.com/mamahani/5d1237d9097f3651ff639102/etika-
kristen-dalam-kehidupan-sehari-hari

Ferguson, Khotbah di Bukit

Franz Magnis-Suseno, Etika Dasar masalah-masalah Pokok Filsafat Moral,


cet. Ke-3 (Yogyakarta: Kanisius, 1989)

Guthrei, Teologi Perjanjian Baru 3, 259

J.L. Ch. Abineno, Khotbah di Bukit (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990), 14

James Strong, Strong’s Greek and Hebrew Dictionaries (Franklin, TN: e-


Sword, 2008), s.v pentheō

John Stott, Khotbah di Bukit, 56.

Jonathan Kristen Mickelson, Mickelson’s Enhanced Strong’s Greek and


Hebrew Dictionaries (The Word, 2008), s.v ptōchoi tō pneumatic Konteks
Masa Kini.
Ladd, Teologi Perjanjian Baru jilid 1, 169-170.

Lorens bagus, kamus filsafat,(Jakarta: PT Gramedia pustaka, 2000)

Sinclair B. Ferguson, Khotbah di Bukit. Cet. Ke-4 (Surabaya:


Momentum,2009), 21.

Stassen, Glen H. dan David P. Gushee, Etika Kerajaan Mengikut Yesus dalam

Anda mungkin juga menyukai