Laporan triwulan I tahun 2014 ini memberikan gambaran dan analisa mengenai
perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia hingga triwulan I tahun 2014. Dari sisi
perekonomian dunia, laporan ini memuat perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan
negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi ekonomi regional Asia, khususnya
Tiongkok, Jepang dan Singapura. Dari sisi perekonomian nasional, laporan ini
membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I tahun 2014 dan perkembangan
ekonomi Indonesia dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, perkembangan
investasi dan kerja sama internasional, serta industri dalam negeri.
Sangat disadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan banyak
perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, masukan dan saran yang membangun
dari pembaca tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan dan penerbitan
laporan ini dapat tercapai.
Pada bulan April tahun 2014, IMF mengkoreksi turun proyeksi perekonomian dunia
tahun 2014 dan 2015 sebesar 0,1 persen, di mana pertumbuhan ekonomi dunia akan
meningkat sebesar 3,6 persen pada tahun 2014
PDB Amerika Serikat pada triwulan I tahun 2014 tumbuh 0,1 persen (YoY).
Perekonomian 28 negara Uni Eropa (EU27+Bulgaria) tumbuh 1,4 persen (YoY) pada
triwulan I tahun 2014
Sepanjang triwulan I tahun 2014, pertumbuhan ekonomi Tiongkok sebesar 7,4 persen
(QtQ)
Realisasi Perkiraan
Kelompok Negara 2013 2014 2015
Dunia 3,0 3,6 3,7
Negara Maju 1,3 2,2 2,3
Negara Berkembang 4,7 4,9 5,3
Euro Area -0,4 1,1 1,5
Negara Berkembang
6,5 6,7 6,8
Asia
ASEAN-5 5,0 4,9 5,4
Amerika Latin dan
2,6 2,6 3,0
Karibia
Sub Sahara Afrika 5,1 5,4 5,5
Sumber: World Economic Outlook, April 2014
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi di kawasan Eropa pada tahun 2014
diperkirakan akan tetap lemah dan rentan akibat masih tingginya tingkat utang
dan fragmentasi keuangan yang menahan laju permintaan domestik.
Kekhawatiran utama akan perekonomian Eropa ialah risiko negatif dari
13
-2
I II III IV I II III IV I
-7
I II III IV I II III IV I
Pertumbuhan Ekonomi 3,7 1,2 2,8 0,1 1,1 2,5 4,1 2,6 0,1
Konsumsi 2,9 1,9 1,7 1,7 2,3 1,8 2 3,3 3
Barang 4,6 2,2 3,7 3,7 3,7 3,1 4,5 2,9 0,4
Jasa 2,1 1,7 0,7 0,6 1,5 1,2 0,7 3,5 4,4
Investasi 10,5 -1,6 6,5 -2,4 4,7 9,2 17,2 2,5 -6,1
Ekspor 4,2 3,8 0,4 1,1 -1,3 8 3,9 9,5 -7,6
Impor 0,7 2,5 0,5 -3,1 0,6 6,9 2,4 1,5 -1,4
Belanja Pemerintah -1,4 0,3 3,5 -6,5 -4,2 -0,4 0,4 -5,2 -0,5
Belanja Pemerintah Pusat -2,5 -0,2 8,9 -13,9 -8,4 -1,6 -1,5 -12,8 0,7
Belanja Pertahanan -6,7 -1 12,5 -21,6 -11,2 -0,6 -0,5 -14,4 -2,4
Belanja Non-Pertahanan 5,4 1,2 2,8 1 -3,6 -3,1 -3,1 -10 5,9
-1,3
Belanja Pemerintah Daerah -0,6 0,6 -0,2 -1 -1,3 0,4 1,7 0
Sumber: Bureau of Economic Analysis, 2014
Belanja pemerintah Amerika Serikat pada triwulan I tahun 2014 sebesar -0,5
persen. Berdasarkan laporan Congressional Budget Office, defisit anggaran
Amerika tahun ini menurun menjadi sebesar USD 492 miliar Amerika
dibandingkan tahun lalu yang mencapai USD 690 miliar Amerika. Defisit pada
tahun ini berada di kisaran 2,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) turun
dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 4,1 persen. Defisit 2,8 persen dari PDB
merupakan yang terendah dalam 40 tahun terakhir. Hal ini merupakan hasil
kebijakan pemerintah untuk menekan biaya pertumbuhan kesehatan dan
meningkatkan laporan fiskal. Sedangkan, defisit anggaran Amerika Serikat tahun
2015 diperkirakan menjadi USD 469 dolar.
Berdasarkan Bureau of Labor Statistics, tingkat pengangguran mengalami
penurunan pada bulan April tahun 2014 menjadi 6,3 persen (MtM) dibandingkan
Januari 2014 sebesar 6,7 persen (MtM). Oleh karena itu, jumlah pengangguran
turun sebesar 733.000 orang menjadi 9,8 juta orang. Bureau of Labor Statistics
juga mengumumkan penambahan lapangan kerja baru pada bulan April tahun
2014 yakni sebesar 288.000 pekerjaan. Dengan demikian, hingga April tahun 2014
perekonomian Amerika Serikat berhasil menciptakan 713.000 lapangan kerja
baru. Kenaikan jumlah lapangan kerja baru tersebar luas di berbagai sektor,
diantaranya pada bisnis jasa, perdagangan ritel, jasa tempat makan dan minum,
serta konstruksi. Penurunan tingkat pengangguran AS tersebut semakin
mengindikasikan perekonomian dalam negeri terus memulih. Penurunan tersebut
diharapkan akan berimbas pada penguatan daya beli masyarakat sehingga
mendorong konsumsi domestik.
BOX 1
Krisis Krimea dan Dampaknya bagi Perekonomian Global
Krisis Krimea dipicu oleh tindakan presiden Viktor Yanukovych yang
membatalkan kesepakatan dagang antara Ukraina dengan Uni Eropa. Presiden
Victor Yanukovych bahkan memutuskan untuk menerima utang dari Rusia
sebagai bentuk “kompensasi” karena pembatalan tersebut. Rusia melakukan
pendekatan kepada Ukraina karena hendak membentuk pakta ekonomi pesaing
Uni Eropa. Peristiwa tersebut membuat masyarakat wilayah barat yang
menginginkan agar Ukraina mendekatkan diri dengan Eropa Barat dan kaum
nasionalis, kemudian menggelar demonstrasi. Pada Februari 2014, Ukraina
melaksanakan revolusi dan melakukan pemakzulan terhadap presiden Viktor
Yanukovych. Kemudian, Ukraina membentuk pemeritahan sementara dibawah
pimpinan Yatsenyuk. Namun, Rusia menuduh adanya pendanaan dari Amerika
Serikat dan Uni Eropa yang mendukung revolusi, dan pemerintahan Yatsenyuk
tidak sah.
Konflik terus berlanjut pada semenanjung Krimea yang merupakan republik
otonom negara Ukraina. Dimana di dalam wilayah ini dihuni oleh mayoritas etnis
Rusia, dan minoritas Ukraina serta Tartar Krimea. Krisis semakin memanas
akibat eskalasi militer dari kelompok pro rusia yang mengambil alih jalannya
pemerintahan Krimea, dimana kelompok tersebut diduga merupakan militer
Rusia yang berpakaian sipil. Puncak dari konfik tersebut ialah keputusan
pemerintahan Krimea melaksanakan referendum, serta bergabung dengan
federasi Rusia. Selanjutnya, aksi Rusia ini menimbulkan kecaman keras dari
negara-negara barat seperti yang ditunjukkan oleh Amerika Serikat, dan Uni
Eropa. kekuatan politik dan ekonominya di tataran global.
Perekonomian Tiongkok
Kondisi perekonomian Tiongkok pada awal tahun 2014 kembali mengalami
perlambatan. Sepanjang triwulan I tahun 2014, pertumbuhan ekonomi Tiongkok
sebesar 7,4 persen (QtQ) yang merupakan laju pertumbuhan paling lambat dalam
18 bulan terakhir. Kondisi ini menurun dibandingkan periode sebelumnya yang
tumbuh sebesar 7,7 persen (QtQ). Kondisi perekonomian yang terus melambat
berdampak pada tingkat pertumbuhan ekonomi Tiongkok diperkirakan hanya
tumbuh 7,3 persen, atau paling lambat dalam 24 tahun terakhir. Perlambatan ini
merupakan dampak dari reformasi struktural yang telah dijalankan oleh
pemerintah Tiongkok dan upaya mengurangi risiko keuangan untuk mengatasi
ketidakseimbangan, sebagai akibat model pertumbuhan yang didorong investasi
dan kredit. Presiden Xi Jinping mengatakan dalam jangka pendek, Tiongkok akan
mengorbankan pertumbuhan ekonominya. Menurutnya, Tiongkok sedang
memprioritaskan kestabilan ekonomi dibandingkan pertumbuhan yang cepat.
Tiongkok akan mengurangi ketergantungan pertumbuhan pada kinerja ekspor
dan investasi, serta lebih fokus pada target belanja konsumen dalam negeri.
Perubahan fundamental ekonomi Tiongkok perlu ditopang oleh transformasi
birokrasi, pengurangan polusi khususnya di sektor industri, dan mendorong
market driven economy. Setelah enam bulan melaksanakan reformasi, upaya
transformasi birokrasi yang telah dilaksanakan diantaranya adalah pengurangan
monopoli negara dalam perekonomian dan pencabutan jaminan pemerintah bagi
BUMN yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing, termasuk dengan
perusahaan swasta asing. Upaya pembaharuan seperti peninjauan kembali
wewenang administrasi pemerintah pusat dan penyederhanaan tata cara
pendaftaran badan usaha ikut mendorong peran sektor swasta. Pemerintah
Tiongkok juga telah membebaskan suku bunga perbankan, dan mencabut larangan
investasi asing di saham Tiongkok, hal ini memungkinkan investasi swasta dalam
perbankan dan saham lintas-perbatasan antara Tiongkok dan Hong Kong, serta
memudahkan persetujuan untuk akuisisi baik di luar negeri maupun dalam negeri,
merger dan pengambilalihan. Selain itu, upaya perlindungan hak milik pribadi
seperti sistem registrasi tempat tinggal, dan hak kepemilikan atas tanah semakin
mendorong reformasi besar di Tiongkok.
Pemerintah Tiongkok juga memangkas pertumbuhan ekonomi demi mengatasi
polusi dari sektor industri. Tiongkok masih menjadi negara penghasil emisi gas
Perekonomian Jepang
Perekonomian Jepang mengalami stagnasi sejak tahun 1992. Sementara, periode
waktu tahun 1993 hingga 2012, pertumbuhan riil Jepang rata-rata hanya 0,8
persen (YoY). Perekonomian Jepang yang terus stagnan mendorong pemerintah di
bawah Perdana Menteri (PM) Jepang, Shinzo Abe telah mencanangkan kebijakan
baru yang dikenal sebagai Abenomics. Sejak awal tahun 2013, Jepang
memberlakukan perubahan rezim moneter, yaitu bank sentral Jepang menetapkan
target inflasi sebesar dua persen. Pemerintah Shinzo Abe mendukung perubahan
ini dengan kebijakan fiskal dan reformasi struktural. Kebijakan fiskal yang
dilaksanakan pemerintah Jepang yaitu menaikkan pajak penjualan menjadi
delapan persen pada bulan April 2014. Sedangkan, kebijakan reformasi struktural
yang dilakukan pemerintah Jepang salah satunya, merelaksasi kekakuan pasar
tenaga kerja. Selama tahun 2013, kebijakan Abenomics memiliki dampak pada
pertumbuhan ekonomi Jepang, berakhirnya deflasi dan meningkatnya ekspektasi
inflasi jangka panjang. Untuk pertama kali dalam enam tahun, pemerintah Jepang
secara jelas menyatakan bahwa perekonomian nasional negara tersebut “mulai
pulih.” Pertumbuhan ekonomi Jepang pada tahun 2013 sebesar 1,7 persen,
meningkat dari tahun 2012 yang sebesar 1,4 persen.
Pada triwulan I tahun 2014, Jepang mencatat pertumbuhan ekonomi terkuat sejak
tahun 2011, dan mengkukuhkan momentum negara ini bangkit dari dampak
bencana tsunami. Penjualan barang melonjak menjelang berlakunya kenaikan
pajak penjualan pada 1 April 2014. Hal ini mendorong jutaan konsumen membeli
segala hal, diantaranya mobil, elektronik seperti kulkas dan televisi, hingga
minuman beralkohol. Sejalan dengan lonjakan pengeluaran konsumen,
kepercayaan investor akan prospek pertumbuhan bisnis di masa depan semakin
menguat dengan peningkatan capital expenditure perusahaan non manufaktur.
Sentimen positif ini menyebabkan ekspansi ekonomi pada bulan Januari hingga
Maret 2014, dan kenaikan pertumbuhan yang cukup signifikan sebesar 1,5 persen
(QtQ). Selain melebihi ekspektasi pasar, pertumbuhan PDB jauh lebih tinggi
dibandingkan 0,1 persen pada triwulan akhir tahun 2013. Sehingga, PDB Jepang
tumbuh sebesar 5,9 persen (YoY), dan menjadi negara terbesar ketiga di dunia
Perekonomian Singapura
Sebagai negara dengan Penanaman Modal Asing (PMA) terbesar ketiga ke
Indonesia, perekonomian Singapura memberi dampak signifikan terhadap
perekonomian Indonesia. Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Singapura
merilis pertumbuhan ekonomi negara tersebut secara tahunan pada triwulan I
tahun 2014 tetap sebesar 4,9 persen (YoY), tidak berubah dibandingkan
pertumbuhan triwulan IV tahun 2013. Pertumbuhan ekonomi Singapura pada
triwulan I 2014 sebesar 2,3 persen (QtQ), menurun drastis dibandingkan pada
triwulan IV tahun 2013 yaitu sebesar 6,9 persen (QtQ). Pertumbuhan ekonomi
Singapura yang meningkat disebabkan oleh kenaikan pada sektor manufaktur,
sektor perdagangan ritel dan grosir, sektor asuransi dan keuangan, serta sektor
bisnis jasa. Kenaikan dari sektor–sektor ini secara keseluruhan berkontribusi
hingga 80,0 persen bagi pertumbuhan PDB. Berdasarkan kontribusi industri
Indonesian Crude Price Oil 106,4 106,1 106,5 105,8 106,8 106,9
Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM
Pada triwulan I tahun 2014, pergerakan harga minyak mentah dunia secara umum
cenderung berfluktuatif. Harga minyak mentah Brent pada Januari tahun 2014
mengalami penurunan sebesar USD 3,3 per barel menjadi sebesar USD 107,4 per
barel. Pada Februari tahun 2014, harga minyak mentah Brent justru meningkat
sebesar USD 1,2 per barel, namun bulan Maret tahun 2014 kembali mengalami
penurunan. Sedangkan harga minyak mentah Dubai pada Januari tahun 2014
mengalami penurunan USD 3,9 per barel menjadi sebesar USD 104 per barel. Pada
Februari tahun 2014, harga minyak mentah Dubai naik tipis sebesar USD 0,9 per
barel, meskipun pada bulan maret tahun 2014 kembali mengalami penurunan.
Demikian pula harga minyak mentah WTI pada bulan Januari tahun 2014 yang
mengalami penurunan sebesar USD 3 per barel menjadi sebesar USD 94,9 per
barel. Pada Februari tahun 2014, harga minyak mentah WTI mengalami kenaikan
yang cukup signifikan yaitu sebesar USD 5,8 per barel dan selanjutnya pada bulan
maret tahun 2014 kembali mengalami naik tipis sebesar USD 0,1 per barel.
Fluktuasi harga minyak mentah dunia pada tahun 2014 disebabkan oleh
penurunan pasokan minyak dari negara-negara OPEC. Pada Maret tahun 2014,
pasokan minyak mentah dunia mengalami penurunan sebesar 1,2 juta barel per
hari menjadi 91,78 juta per hari. Proyeksi permintaan minyak mentah tahun 2014
2013 2014
Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 4,6 4,2 5,6 2,1 3,7 3,3 3,3 3,8 3,3
Pertambangan dan Penggalian 2,5 3,2 0,0 0,6 0,1 -0,6 2,0 3,9 -0,4
Industri Pengolahan 5,5 5,2 5,9 6,3 6,0 6,0 5,0 5,3 5,2
Listrik, Gas, dan Air Bersih 5,5 6,4 6,0 7,1 7,9 4,0 3,8 6,6 6,5
Konstruksi 7,1 6,7 7,6 8,2 6,8 6,6 6,2 6,7 6,5
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 8,8 8,8 7,2 7,8 6,5 6,4 6,1 4,8 4,6
Pengangkutan dan Komunikasi 10,0 9,9 10,4 9,6 9,6 10,9 9,9 10,3 10,2
Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan 6,4 7,1 7,5 7,7 8,2 7,7 7,6 6,8 6,2
Jasa-Jasa 5,5 5,8 4,5 5,3 6,5 4,5 5,6 5,3 5,8
Pertumbuhan PDB 6,3 6,3 6,2 6,2 6,0 5,8 5,6 5,7 5,2
Sumber: Badan Pusat Statistik
Pertumbuhan yang tinggi juga dicapai oleh sektor listrik, gas, dan air bersih
tumbuh 6,5 persen (YoY) meskipun melambat dibandingkan triwulan I tahun
2013 yang tumbuh 7,9 persen (YoY) yang didorong oleh konsumsi listrik pada
usaha dan rumah tangga menjelang pemilihan umum serta hasil kerja PAM
Lyonnaise Jaya (PALYJA) yang berhasil menekan tingkat kebocoran air yang
disalurkan ke pelanggan hingga 40 persen. Sektor konstruksi tumbuh sebesar 6,5
persen (YoY) pada triwulan I tahun 2014, namun melambat dibandingkan dengan
triwulan I tahun 2013 yang besarnya 6,8 persen (YoY) yang didorong oleh
percepatan perbaikan jalan akibat rusaknya beberapa badan jalan selama musim
hujan serta dampak dari adanya peraturan menteri ESDM yang mewajibkan
perusahaan pertambangan mineral membangun pabrik pengolahan bijih logam
(smeltering). Sektor keuangan, real estat, dan jasa perusahaan tumbuh 6,2 persen
(YoY) atau melambat dibandingkan dengan triwulan I tahun 2013 yang tumbuh
8,2 persen (YoY). Kinerja Sektor Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan
didorong oleh pertumbuhan yang cukup tinggi pada Subsektor Jasa Perusahaan
dan Subsektor Lembaga Keuangan Bukan Bank serta peningkatan pendapatan
premi asuransi dan pemanfaatan jasa konsultan, jasa periklanan pada kegiatan
kampanye Pemilu tahun 2014.
15,0
10,0
5,0
0,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
-5,0
2012 2013 2014
Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air Bersih
Konstruksi
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sektor pertambangan dan penggalian yang tumbuh -0,4 persen (YoY) pada
triwulan I tahun 2014 menurun dibandingkan dengan triwulan I tahun 2013 yang
hanya mampu tumbuh 0,1 persen (YoY) akibat diberlakukannya PP No. 1 Tahun
2014. Pertumbuhan pertambangan minyak dan gas bumi sebesar -2,1 persen
(YoY) serta pertumbuhan pertambangan bukan minyak sebesar -0,7 persen (YoY)
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada triwulan I tahun 2014 tumbuh
yang besarnya 5,1 persen (YoY) sedikit melambat dibandingkan dengan
pertumbuhan PMTB pada triwulan I tahun 2013 yang besarnya mencapai 5,5
persen (YoY). Perlambatan ini terjadi akibat perilaku investor yang masih menanti
kepastian ekonomi pada tahun politik. Perlambatan PMTB dipengaruhi oleh
kontraksi pertumbuhan pada PMTB jenis alat angkutan yang berasal dari luar
negeri (impor) akibat penurunan nilai impor pesawat terbang, kapal laut dan
kendaraan darat. Sementara itu, ekspor barang dan jasa menekan pertumbuhan
ekonomi Indonesia dengan hanya tumbuh sebesar -0,8 persen (YoY), tumbuh jauh
14,0
12,0
10,0
8,0
6,0
4,0
2,0
0,0
-2,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
-4,0
-6,0 2012 2013 2014
Pendapatan rumah tangga 107,4 108,5 111,1 106,4 106,0 109,3 112,1 110,8 108,8
Pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari 111,6 113,1 114,5 118,4 105,4 108,0 109,7 108,3 110,4
Indeks Tendensi Konsumen 106,5 108,8 111,1 108,6 104,7 108,0 112,0 109,6 110,0
Sumber: Badan Pusat Statistik
Gambar 5. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2012- Triwulan I Tahun 2014
114,0 6,0
5,0
112,0
4,0
110,0
3,0
108,0 2,0
106,0 1,0
0,0
104,0
-1,0
102,0
-2,0
100,0 -3,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2012 2013 2014
Indeks Tendensi
Konsumen 106,5 108,8 111,1 108,6 104,7 108,0 112,0 109,6 110,0
Kenaikan YoY (Persen) 4,0 2,3 0,8 0,2 -1,7 -0,7 0,8 0,9 5,1
Di samping itu, Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) juga mengalami
peningkatan pada bulan Maret 2014, yaitu besarnya 112,5, lebih tinggi
dibandingkan dengan IKE pada bulan Februari 2014 yang besarnya 111,7. Pada
bulan Maret 2014, meningkatnya penghasilan saat ini menjadi 129,6 dari 128,6
pada bulan Februari 2014 serta ketersediaan lapangan kerja yang meningkat
menjadi 97,6 dari 95,3 pada bulan Februari 2014 berkontribusi terhadap
peningkatan IKE pada bulan Maret 2014. Namun, ketepatan waktu pembelian
barang tahan lama menurun menjadi 110,2 dari 111,1 pada bulan Februari 2014.
Tabel 7. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Juli 2013 – Maret 2014
2013 2014
KETERANGAN
Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 108,6 107,8 107,1 109,5 114,3 116,5 116,7 116,2 118,2
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) 105,8 104,8 105,7 105,3 107,2 111,6 110,9 111,7 112,5
Penghasilan saat ini 121,8 125,1 127,9 126,1 125,9 127,7 128,9 128,6 129,6
Ketersediaan lapangan kerja 89,0 83,8 84,5 86,8 90,2 98,5 93,8 95,3 97,6
Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama 106,5 105,6 104,9 103,0 105,6 108,7 110,1 111,1 110,2
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 111,4 110,8 108,6 113,7 121,4 121,3 122,4 120,7 123,9
Ekspektasi Penghasilan 133,9 133,1 133,0 137,6 139,9 137,5 138,9 137,5 138,4
Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja 94,2 91,6 91,0 96,0 101,2 104,7 106,8 105,6 110,4
Ekspektasi Kegiatan Usaha 106,1 107,7 101,6 107,6 123,1 121,6 121,5 118,9 122,8
Trend kenaikan IKK terjadi pada bulan Januari-Maret 2014. Pada bulan Januari
2014, IKK meningkat sebesar 0,4 persen (YoY). IKK pada bulan Februari 2014
2013 2014
IKK 116,2 116,8 116,8 113,7 111,7 117,1 108,6 107,8 107,1 109,5 114,3 116,5 116,7 116,2 118,2
Kenaikan YoY (Persen) -2,5 4,6 8,9 10,9 2,5 2,4 -4,3 -6,8 -9,0 -8,4 -4,8 0,1 0,4 -0,5 1,2
120,0 25,0
100,0
20,0
80,0
15,0
60,0
10,0
40,0
20,0 5,0
0,0 0,0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb
2013 2014
Konsumsi Mobil (Ribu Unit) 96,7 103,3 96,0 102,3 99,7 104,3 112,2 78,0 116,0 112,0 111,8 97,7 103,5 111,8
Pertumbuhan YoY (Persen) 26,5 19,4 9,2 17,3 4,3 2,5 9,4 2,0 13,6 5,0 7,8 9,2 7,0 8,2
Penjualan low cost green car yang meningkat mendorong kenaikan konsumsi
mobil pada triwulan I tahun 2014. Meskipun demikian, konsumsi mobil di tahun
2014 diperkirakan akan melambat karena pemerintah menaikkan pajak barang
5000 15,0
4000 10,0
3000 5,0
2000 0,0
1000 -5,0
0 -10,0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar
2013 2014
Konsumsi Semen (Ribu Ton) 4650 4405 4533 4541 4822 4900 5023 3393 5329 5611 5593 5294 4639, 4523 4914
Pertumbuhan YoY (%) 14,5 8,4 3,5 8,6 2,2 9,2 4,4 -5,8 3,2 8,0 6,6 3,3 -0,2 2,7 8,4
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1-Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1-Q4 Q1
I. Transaksi Berjalan -3,2 -8,2 -5,3 -7,8 -24,4 -6,0 -10,1 -8,6 -4,3 -29,1 -4,2
A. Barang 3,2 0,8 3,2 0,8 8,6 1,6 -0,5 0,1 4,8 6,2 3,5
- Ekspor 48,4 47,5 45,5 47,1 188,5 45,2 45,6 44,1 48,4 183,3 44,4
- Impor -44,5 -46,7 -42,4 -46,3 -179,9 -43,6 -46,1 -44,0 -43,7 -177,3 -40,9
1. Nonmigas 4,7 2,0 4,0 3,2 13,9 4,5 1,6 2,8 6,9 15,7 6,2
a. Ekspor 38,6 38,4 37,4 38,5 152,9 36,8 37,6 35,6 39,7 149,8 36,7
b. Impor -33,9 -36,5 -33,5 -35,3 -139,1 -32,3 -36,1 -32,8 -32,9 -134,0 -30,5
2. Minyak -5,3 -5,3 -4,2 -5,6 -20,4 -6,4 -5,1 -5,7 -5,4 -22,5 -5,9
a. Ekspor 4,6 4,3 4,2 4,7 17,9 4,3 4,2 4,8 4,5 17,9 3,6
b. Impor -9,9 -9,7 -8,4 -10,3 -38,3 -10,7 -9,3 -10,5 -9,9 -40,4 -9,6
3. Gas 4,4 4,2 3,4 3,2 15,2 3,5 3,0 3,0 3,2 12,8 3,3
a. Ekspor 5,2 4,8 3,9 3,8 17,7 4,2 3,7 3,7 4,1 15,7 4,1
b. Impor -0,8 -0,6 -0,5 -0,6 -2,5 -0,7 -0,7 -0,7 -0,9 -2,9 -0,8
B. Jasa - jasa -2,0 -2,8 -2,4 -3,2 -10,3 -2,6 -3,5 -2,9 -3,1 -12,1 -2,2
II. Transaksi Modal dan Finansial 2,1 5,1 5,9 12,1 25,1 -0,5 8,6 5,5 8,8 22,4 7,8
A. Transaksi modal 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
B. Transaksi finansial 2,1 5,1 5,9 12,1 25,1 -0,6 8,6 5,5 8,8 22,4 7,8
1. Investasi langsung 1,6 3,7 4,5 4,1 14,0 3,6 3,7 5,8 0,5 13,7 3,0
2. Investasi portofolio 2,6 3,9 2,5 0,2 9,2 2,8 3,4 1,9 1,8 9,8 9,0
3. Investasi lainnya -2,1 -2,5 -1,2 7,7 1,9 -6,9 1,6 -2,3 6,5 -1,1 -4,1
III. Total ( I + II ) -1,1 -3,1 0,6 4,3 0,7 -6,6 -1,5 -3,2 4,5 -6,7 3,6
IV. Selisih Perhitungan Bersih 0,0 0,3 0,2 -1,0 -0,5 -0,1 -1,0 0,5 -0,1 -0,6 -1,6
V. Neraca Keseluruhan (III+IV) -1,0 -2,8 0,8 3,2 0,2 -6,6 -2,5 -2,6 4,4 -7,3 -2,1
- Posisi Cadangan Devisa 110,5 106,5 110,2 112,8 112,8 104,8 98,1 95,7 99,4 99,4 102,6
Dalam Bulan Impor 6,2 5,8 6,1 6,1 6,1 5,7 5,4 5,2 5,5 5,5 5,7
Transaksi Berjalan (%PDB) -1,5 -3,7 -2,4 -3,6 -2,8 -2,7 -4,4 -3,9 -2,1 -3,3 -2,1
Sampai dengan triwulan I tahun 2014, realisasi pembiayaan utang melalui SBN (bruto)
memiliki porsi terbesar, yakni sebesar Rp 177,01 triliun atau mencapai 49,4 persen dari
nilai yang ditetapkan dalam APBN 2014.
Total utang pemerintah pusat mencapai Rp 2.422,87 triliun.
Penerbitan SBN mengalami peningkatan yang cukup siginifikan dari Rp 987,0 triliun pada
akhir tahun 2009 menjadi Rp 1.750,7 triliun pada triwulan I tahun 2014.
Realisasi pembiayaan utang melalui pinjaman pada tahun 2009 sampai triwulan I tahun
2014. Sampai dengan Triwulan I tahun 2014, realisasi pinjaman luar negeri mencapai Rp
6,77 triliun atau 17,1 persen dari target yang ditetapkan di dalam APBN 2014.
Real sd
APBN
INSTRUMEN Real 2013 Triwulan I %
2014
2014
Catatan:
*Termasuk semi commercial
**Beberapa termasuk semi concessional
***Seluruhnya termasuk commercial
Sumber : Kementerian Keuangan
Dari tabel 12 dapat dilihat persentase pinjaman dan SBN terhadap total utang
pemerintah selama 2009 sampai triwulan I tahun 2014. Dalam kurun waktu
tersebut, porsi pinjaman dalam struktur utang pemerintah terus mengalami
penurunan dari 38,4 persen pada tahun 2009 menjadi 27,7 persen pada triwulan I
tahun 2014.
Tabel 12. Persentase Pinjaman Dan SBN Terhadap Total Utang Pemerintah 2009 – Triwulan I Tahun 2014
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Maret
Total Utang Pemerintah Pusat (dalam triliun IDR) 1.590,64 1.681,66 1.808,95 1.975,43 2.371,39 2.422,87
a Pinjaman (dalam triliun IDR) 611,18 617,26 621,29 614,33 710,34 672,17
b SBN (dalam triliun IDR) 979,46 1.064,40 1.187,66 1.361,10 1.661,05 1.750,70
Denominasi Valas 143,15 161,97 195,63 264,91 399,40 408,92
Denominasi Rupiah 836,31 902,43 992,03 1.096,19 1.261,65 1341,78
Prosentase Pinjaman Terhadap Total Utang 38,4% 36,7% 34,3% 31,1% 30,0% 27,7%
Prosentase SBN Valas Terhadap Total Utang 9,0% 9,6% 10,8% 13,4% 16,8% 16,9%
Prosentase SBN Domestik Terhadap Total Utang 52,6% 53,7% 54,8% 55,5% 53,2% 55,4%
Sumber: Kementerian Keuangan
Tabel 13. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2009 – Triwulan I Tahun 2014 (Triliun Rupiah)
JENIS SBN 31 Des 2009 31 Des 2010 31-Des-11 31-Des-12 31-Des-13 28-Mar-14
I. SBN Rupiah
Fixed Rate 353.394 399.724 485.515 576.240 707.391 769.040
ORI 40.149 40.672 31.627 34.153 43.882 43.882
Variable Rate 143.286 142.795 135.063 122.755 122.755 122.755
Zero Coupon 8.686 2.512 2.512 1.263 - -
SPN 24.700 29.795 29.900 22.820 34.050 40.300
SBSN 11.869 25.717 38.988 63.035 87.174 96.764
SUP 251.875 248.432 244.636 240.144 234.870 233.505
SDHI 2.350 12.783 23.783 35.783 31.533 35.533
Total SBN Rupiah 836.309 902.430 992.025 1.096.193 1.261.655 1.341.779
II. SBN Valas
INDO 141.032 145.654 169.572 221.927 330.809 344.288
SBSN Valas 6.110 5.844 14.962 25.626 50.584 47.327
RIJPY 3.570 10.478 11.096 17.355 18.006 17.306
Total SBN Valas 150.712 161.976 195.630 264.907 399.400 408.920
GRAND TOTAL SBN (I+II) 987.021 1.064.406 1.187.655 1.361.100 1.661.055 1.750.699
Asumsi Nilai Tukar (IDR/USD)
Komposisi
SBN Rupiah (dalam %) 0,85 0,85 0,84 0,81 0,76 0,77
SBN Valas (dalam %) 0,15 0,15 0,16 0,19 0,24 0,23
Sumber: Kementerian Keuangan
Sama halnya dengan SBN domestik, penerbitan SBN valas di pasar internasional juga
mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dalam kurun waktu tahun 2009
sampai triwulan I tahun 2014, penerbitan SBN valas meningkat rata-rata sebesar
23,4 persen. Outstanding SBN valas meningkat dari Rp 150,7 triliun pada tahun 2009
menjadi Rp 408,9 triliun pada triwulan I tahun 2014. Dalam mata uang asing, pada
triwulan I tahun 2014 outstanding SBN valas dalam mata uang USD adalah sebesar
USD 34,34 miliar dan mata uang Yen Jepang sebesar JPY 155,00 miliar. Adapun
Tabel 14. Realisasi Penerbitan Surat Berharga Negara sd Triwulan I Tahun 2014 (Neto) (Juta Rupiah)
Target Nominal Realisasi % Realisasi
Uraian
sd 28 Maret 2014
SBN Netto (APBN-P 2013) 205.068.831 117.694.647 57,39%
SBN Jatuh Tempo 2013 164.821.745 59.318.148 35,99%
Rencana Buyback 3.000.000 970.968 32,37%
Kebutuhan Penerbitan 2013 (Gross)* 369.890.576 177.012.795 47,86%
SUN 142.103.450
SUN Domestik 89.650.000
- ON 63.000.000
- SPN 14.250.000
- SPNNT 20140303 12.400.000
- ORI -
SUN Valas 52.453.450
SBSN 34.909.345
SBSN Domestik 34.909.345
SBSN Valas -
* Meneyesuaikan Realisasi Cash Management dan Debt Switch
Sumber : Kementerian Keuangan
Posisi kepemilikan SBN domestik sampai dengan triwulan I tahun 2014 dapat dilihat
pada Tabel 15 di bawah ini. Dari sisi kepemilikan SBN domestik, sampai dengan
triwulan I tahun 2014, realisasi penerbitan SBN domestik lebih banyak diserap oleh
investor nonbank; terutama oleh investor asing, asuransi, reksadana, dan investor
lainnya termasuk investor individu. Nilai total SBN domestik yang diserap oleh
investor nonbank mencapai Rp 682,30 triliun atau 63,60 persen dari total SBN
domestik. Investor perbankan menyerap Rp 359,99 triliun atau 33,56 persen dari
total SBN domestik. Sedangkan sisanya sebesar 2,84 persen dimiliki oleh Institusi
Pemerintah.
Tabel 15. Posisi Kepemilikan SBN Domestik Per 31 Triwulan I Tahun 2014 (Triliun Rupiah)
Persentase
2009 2010 2011 2012 2013 Maret 2013 Rata-Rata
Kepemilikan
Bank 254,36 217,27 265,03 299,66 335,43 359,99 7,2 33,56%
Bank BUMN Rekap 144,19 131,72 148,64 147,52
Bank Swasta Rekap 59,98 54,93 67,33 81,58
Bank Non Rekap 42,40 26,26 42,84 62,07
BPD Rekap 6,02 1,41 4,32 3,67
Bank Syariah 1,77 2,95 1,90 4,83
Institusi Pemerintah 22,50 17,42 7,84 3,07 44,44 30,44 6,2 2,84%
Non Banks 304,89 406,52 450,75 517,53 615,38 682,30 17,5 63,60%
Reksadana 45,22 51,16 47,22 43,19 42,50 44,15 -0,5 4,12%
Asuransi 72,58 79,30 93,09 83,42 129,55 141,28 14,2 13,17%
Asing 108,00 195,76 222,86 270,52 323,83 360,91 27,3 33,64%
Dana Pensiun 37,50 36,75 34,39 56,46 39,47 39,66 1,1 3,70%
Sekuritas 0,46 0,13 0,14 0,30 0,88 0,83 12,5 0,08%
Individu 32,48 45,75 4,26%
Lain lain 41,12 43,43 53,05 64,64 46,68 49,72 3,9 4,63%
Kenaikan kepemilikan SBN domestik oleh investor nonbank tersebut paling banyak
disumbang oleh kepemilikan investor asing yang meningkat rata-rata sebesar 27,3
persen dalam kurun waktu tahun 2009 sampai triwulan I tahun 2014. Besarnya
kepemilikan asing mengindikasikan bahwa investor asing memiliki kepercayaan
terhadap kondisi fundamental perekonomian di dalam negeri. Namun demikian,
besarnya kepemilikan asing terhadap SBN tersebut perlu diwaspadai karena sangat
rentan terhadap risiko terjadinya pembalikan mendadak (sudden reversal) dari arus
modal ke luar negeri (capital outflow) yang dapat berdampak sistemik terhadap
perekonomian secara nasional. Untuk mengantisipasi terjadinya resiko tersebut,
berbagai kebijakan dilakukan pemerintah, antara lain dengan melakukan
penyempurnaan terhadap protokol manajemen krisis (crisis management
protocol/CMP) di pasar SBN, mempersiapkan skema mekanisme stabilisasi pasar
SBN melalui Bond Stabilisation Framework (BSF), serta pendalaman sektor
keuangan dalam negeri (financial deepening) yang dibarengi dengan upaya
peningkatan ketercakupan keuangan (financial inclusion).
Tabel 16. Realisasi Pembiayaan Utang Melalui Pinjaman 2009 Sampai Triwulan I Tahun 2014 (Trilun
Rupiah)
Real Maret
JENIS PEMBIAYAAN UTANG Real 2009 Real 2010 Real 2011 Real 2012 Real2013 APBN %
2014
2014
PINJAMAN 58,66 55,19 34,37 31,95 49,91 39,63 6,77 17,1%
Pinjaman Luar Negeri 58,66 54,79 33,75 31,02 49,51 39,13 6,77 17,3%
- Pinjaman Program 28,94 28,97 15,27 14,98 18,39 3,90 1,64 41,9%
- Pinjaman Proyek 29,72 25,82 18,48 16,05 31,12 35,23 5,13 14,6%
Pinjaman Dalam Negeri 0,00 0,40 0,62 0,93 0,40 0,50 0,01 1,2%
Sumber: Kementerian Keuangan
Nilai total ekspor Indonesia pada triwulan I tahun 2014 adalah sebesar USD
44.318 juta atau mengalami pertumbuhan negatif sebesar -2,4 persen (YoY).
Pada triwulan I tahun 2014, impor Indonesia tumbuh negatif sebesar -5,3
persen yang terutama sumber pertumbuhannya dikontribusikan oleh
penurunan impor bahan baku sebesar -4,4 persen.
Neraca perdagangan Indonesia pada triwulan I tahun 2014 mengalami
surplus sebesar USD 1.072,8 juta.
Bukan Proteksionis
Dalam UU tersebut juga terdapat upaya perlindungan pengamanan antara lain berupa
pembelaan atas tuduhan "dumping" dan atau subsidi terhadap ekspor barang nasional,
pembelaan terhadap ekspor barang nasional yang dirugikan akibat penerapan
kebijakan dan atau regulasi negara lain, dan pengenaan tindakan pengamanan
perdagangan untuk mengatasi lonjakan impor.
Sebelumnya memang sudah ada ketentuan tersebut, namun saat ini diperkuat dengan
adanya UU Perdagangan itu yang mengedepankan kepentingan nasional, termasuk
kepentingan ekspor dan memastikan neraca perdagangan Indonesia tidak tertekan,
demikian disampaikan oleh wakil menteri Perdagangan.
Menurut dia, langkah tersebut bukan merupakan indikasi bahwa Indonesia makin
proteksionis karena konteks perlindungan dan pengamanan tersebut juga
dilaksanakan oleh negara-negara lain dan tidak akan digugat oleh Organisasai
Perdagangan Dunia WTO).
UU Perdagangan tersebut, jelas Bayu, sangat menggarisbawahi kepentingan nasional
termasuk dalam sektor jasa, dimana sektor tersebut menjadi penentu daya saing dari
ekspor Indonesia untuk kedepannya. UU itu mengatur sejumlah bidang jasa antara lain
jasa bisnis, distribusi, komunikasi, pendidikan, lingkungan hidup, keuangan, konstruksi
dan teknik terkait, kesehatan dan sosial, rekreasi, budaya dan olahraga, pariwisata, dan
transportasi. "Yang paling diatur adalah bahwa penyedia jasa wajib dudukung dengan
tenaga ahli yang kompeten dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
ada, dan pengaturan lebih lanjut akan dituangkan dalam peraturan lainnya," katanya.
Berkaitan dengan penerapan UU Perdagangan yang baru itu sehubungan di tengah
pembahasannya di DPR terjadi pergantian Menteri Perdagangan dari Gita Wirjawan
oleh Muhammad Lutfi, berbagai kalangan mewanti-wanti agar menteri baru itu segera
menerbitkan peraturan turunannya.
"Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi untuk segera mengimplementasikan UU
Perdagangan yang baru disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI," kata Ketua Komisi VI
DPR Airlangga Hartarto.
Perpres No. 39 Tahun 2014 terdiri dari 12 pasal dan 104 halaman lampiran penjelasan.
Sumber: BKPM
18000 80000
15000
60000
12000
9000 40000
6000
20000
3000
0 0
Jul-13
Okt-13
Apr-13
Jan-14
Mar-13
Agust-13
Feb-14
Mar-14
Nop-13
Des-13
Mei-13
Jun-13
Sep-13
Volume Nilai
Sumber: BPS, diolah
Nilai total ekspor Indonesia pada triwulan I tahun 2014 adalah sebesar USD 44.318 juta
atau mengalami pertumbuhan negatif sebesar -2,4 persen (YoY). Adapun sumber
penurunan pertumbuhan ekspor terutama dikontribusikan oleh sektor nonmigas
sebesar -1,8 persen. Untuk migas sebesar -0,6 persen. Komoditas minyak mentah
dalam sektor migas menyumbang penurunan terbesar yaitu -0,4 persen. Komoditas
pertambangan dalam sektor nonmigas menyumbang penurunan terbesar, yaitu-3,2
persen.
Tabel 17. Perkembangan Ekspor Triwulan I Tahun 2014
Komoditas 2010 2011 2012 2013 Mar-14 Q1-2014
Nilai Ekspor (USD Juta) 157.779,1 203.496,6 190.031,8 182.567,6 15.206,2 44.318,0
Migas 28.039,6 41.477,0 36.977,2 32.633,0 2.640,7 7.871,6
Minyak Mentah 10.402,9 13.828,7 12.293,4 10.204,7 872,5 2.209,8
Hasil Minyak 3.967,3 4.776,8 4.163,3 4.299,1 340,4 914,0
Gas 13.669,4 22.871,5 20.520,5 18.129,2 1.427,8 4.747,8
Non Migas 129.739,5 162.019,6 153.054,6 149.934,6 12.565,5 36.446,4
Pertanian 5.001,9 5.165,8 5.569,2 5.728,3 438,6 1.275,9
Industri 98.015,1 122.188,7 116.136,7 113.030,1 10.075,2 29.272,4
Pertambangan 26.722,5 34.665,1 31.348,7 31.176,2 2.051,7 5.898,1
Pertumbuhan Ekspor* (%) 35,4% 29,00% -6,6% -3.9% 4,0% -2,4%
Migas 47,4% 47,9% -10,8% -11.8% -3,2% -3,4%
Minyak Mentah 33,0% 32,9% -11,1% -17.0% 7,2% -9,0%
Total nilai ekspor non migas Indonesia pada triwulan I tahun 2014adalah sebesar USD
36.446,4juta atau tumbuh negatif sebesar -2,2 persen dibandingkan pada triwulan I
tahun 2013. Komoditas biji, kerak dan abu logam (HS-26) menjadi komoditas dengan
pertumbuhan negatif paling besar, yaitu sebesar -77,3 persen (YoY). Selanjutnya
komoditas karet dan barang dari karet (HS-40) dengan pertumbuhan -16 persen.
Komoditas bahan bakar mineral (HS-27) meskipun proporsinya paling besar untuk
tahun 2013, tetapi pertumbuhannya negatif -13,3 persen. Adapun kendaraan dan
bagiannya paling besar yaitu 10,8 persen.
Berdasarkan volumenya,total ekspor non migas Indonesia pada triwulan I tahun 2014
mengalami pertumbuhan sebesar -17 persen (YoY). Sumber penurunan terbesar
berasal dari komoditas biji, kerak dan abu logam (HS-26) yang pertumbuhannya
sebesar -75,4 persen dan memiliki proporsi 5,8 persen dari total nilai ekspor non
migas. Untuk komoditas bahan bakar mineral (HS-27), secara volume tumbuh -3,9
persen dan proporsinya merupakan proporsi terbesar, yaitu 78,8 persen. Komoditas
pakaian jadi bukan rajutan (HS-62) mempunyai pertumbuhan terbesar, yaitu sebesar
20,2 persen.
Tabel 21. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Berdasarkan Komoditas Terpilih Triwulan I Tahun 2014
Vol. Ekspor (Juta Kg) Pertumbuhan Proporsi
HS Komoditas 2013 Q1 2014
2013 Q1 2014 2013 Q1-2014
(YoY) (YoY)
27 Bahan Bakar Mineral 425.283,6 103.637,48 10.3 -3,9% 64,8% 78,8%
Lemak dan Minyak
15 24.953,8 6.272,21 11.1 -3,0% 3,8% 4,8%
Hewan/Nabati
85 Mesin/Peralatan Listrik 572,5 130,34 -7.4 -7,5% 0,1% 0,1%
40 Karet dan Barang dari Karet 3.371,5 854,78 9.5 8,6% 0,5% 0,6%
26 Biji, Kerak dan Abu Logam 146.007,8 7.599,71 60.0 -75,4% 22,3% 5,8%
84 Mesin-Mesin/Pesawat Mekanik 661,5 175,19 2.7 8,7% 0,1% 0,1%
87 Kendaraan dan Bagiannya 524,1 147,47 -1.1 16,7% 0,1% 0,1%
62 Pakaian Jadi Bukan Rajutan 198,1 60,72 1.4 20,2% 0,0% 0,0%
64 Alas Kaki 212,9 50,30 6.9 -0,1% 0,0% 0,0%
39 Plastik dan Barang dari Plastik 1.328,7 356,24 4.6 11,9% 0,2% 0,3%
Total Nilai Ekspor Non-Migas 655.963,2 131.589,27 19,27 -17,0% 100,0% 100,0%
Sumber: BPS, diolah
Perkembangan Impor
Pada triwulan I tahun 2014, impor Indonesia tumbuh negatif sebesar -5,3 persen yang
terutama sumber pertumbuhannya dikontribusikan oleh penurunan impor bahan baku
Pertumbuhan negatif di sektor non migas pada triwulan I tahun 2014, sebesar -5,58
persen dibanding triwulan I tahun 2013, dikontribusikan terbesar oleh penurunan nilai
impor komoditas sisa industri makanan (HS-23) yang turun sebesar -24,9 persen dan
memiliki proporsi sebesar 1,7 persen terhadap total impor non migas Indonesia.
Komoditas mesin/peralatan mekanik (HS-84) merupakan komoditas dengan proporsi
19,4 persen, terbesar diantara komoditas terpilih, tetapi pertumbuhannya negatif -3.8
persen. Untuk komoditas dengan pertumbuhan positif terjadi pada komoditas plastik
dan barang dari plastik (HS-39) yang tumbuh 1,9 persen dengan proporsi 5,7 persen
kemudian komoditas bahan kimia organik (HS-29) dengan pertumbuhan 3,3 persen
dengan proporsinya 5,6 persen, serta komoditaskapas (HS-52) dengan pertumbuhan
2,6 persen dengan proporsinya 1,9 persen.
Tabel 21. Perkembangan Impor Non Migas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan I Tahun 2014
Nilai Impor (Juta USD) Pertumbuhan Proporsi
HS Komoditas 2013 Q1-2014
2013 Q1-2014 2013 Q1-2014
(YoY) (YoY)
84 Mesin/peralatan mekanik 27.292,00 6.240,38 -4.0 -3,8% 19,3% 19,4%
85 Mesin dan Peralatan Listrik 18.202,00 4.434,35 -3.7 -5,3% 12,9% 13,8%
72 Besi dan Baja 7.914,60 2.077,41 -5.7 -19,2% 5,6% 6,4%
Kendaraan Motor dan
87 7.914,60 1.623,55 -18.8 -24,5% 5,6% 5,0%
Bagiannya
39 Plastik dan Barang dari plastik 7.642,70 1.830,19 9.3 1,9% 5,4% 5,7%
29 Bahan Kimia Organik 7.011,50 1.809,61 1.8 3,3% 5,0% 5,6%
73 Barang dari Besi dan baja 4.747,70 1.044,38 -2.9 -19,7% 3,4% 3,2%
10 Serealia 3.621,40 685,64 -2.5 -13,8% 2,6% 2,1%
23 Sisa Industri Makanan 3.042,10 541,87 8.7 -24,9% 2,2% 1,7%
52 Kapas 2.554,90 612,26 1.6 2,6% 1,8% 1,9%
Total Nilai Impor Non-Migas 141.364,50 32.232,89 -5,20% -5,58% 100,0% 100,0%
Berdasarkan negara utama asal impor untuk triwulan I tahun 2014, nilai impor dari 6
(enam) negara utama juga mengalami penurunan sebesar -3,6 persen (YoY) dengan
sumber penurunan utama adalah nilai impor dari Korea Selatan dan Uni Eropa yang
turun sebesar -19,5 persen dan -11,2 persen dengan proporsi nilai impor sebesar 5,5
persen dan 9,2 persen. Negara Tiongkok dengan proporsi 20,8 persen, tetapi
pertumbuhannya positif sebesar 9,7 persen.
Gambar 11. Indeks Tendensi Bisnis sampai dengan Triwulan I Tahun 2014
110
107,86
108
106,92 107,43
106,12 105,98
106 105,75
104,22 104,83 104,72
Indeks
104 103,88
103,89 101,95
102 102,16 102,34
100
98
Triwulan
HARGA Minyak Goreng Kemasan (Rp/620 ml) 13.926 14.111 15.188 14.344 14.481
Minyak Goreng Curah (Rp/Kg) 11.167 11427 11.716 11.722 11.722
Pada sisi penggunaan, triwulan I tahun 2014 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
tumbuh 5,1 persen (YoY).
Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Triwulan I 2014
sebesar Rp 34.621,1
Neraca perdagangan ASEAN-5 dengan Cina selama triwulan I tahun 2013 mengalami
surplus sebesar 3.352,9 juta USD.
c. Mesin dan Perlengkapan Luar Negeri -0,38 1,4 -0,4 -6,66 5,11
d. Alat Angkutan Dalam Negeri 12,96 7 13,7 5,66 8,73
e. Alat Angkutan Luar Negeri -10,13 -10,7 -18,7 -14,15 -15,76
f. Lainnya Dalam Negeri 16,02 9,3 14,9 -5,82 6,30
g. Lainnya Luar Negeri 4,96 -7,3 9 -11,58 2,46
Share (%, atas dasar Harga Berlaku)
Dilihat per sektor/bidang usaha, pada Triwulan I 2014 realisasi PMA pada lima (5)
besar sektor/bidang dan persentasenya terhadap total realisasi berturut turut adalah
sektor Pertambangan dengan persentase 24,0 persen, Industri Makanan 11,3 persen,
Industri Alat Angkutan dan Transportasi Lainnya 8,8 persen, Tanaman Pangan dan
Perkebunan 8,4 persen, Industri kertas, barang dari kertas dan percetakan 7,5 persen.
Untuk PMDN, terbesar secara berurut turut adalah Listrik, Gas Air 32,8 persen, Industri
Makanan 14,0 persen, Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran 13,2 persen,
Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi 8,9 persen dan Konstruksi 6,6 persen.
Tabel 34. 5 Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan I 2014
Tabel 35. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan I 2014
Berdasarkan Lokasi (Rp Miliar)
TAHUN LOKASI TOTAL
Bali &
Sumatera Jawa Nusa Kalimantan Sulawesi Maluku Papua
Tenggara
2007 10.754,5 18.668,9 15,7 1.558,0 3.881,6 0,0 0,0 34.878,7
2014 Trw-I 3.483,0 27.881,4 33,9 2.437,8 690,0 61,7 33,4 34.621,1
PertumbuhanTrw I 2014/Trw IV
-43,7% 92,5% -96,7% -78,4% 11,5% -50,4% -88,6% 1,7%
2013
PertumbuhanTrw I 2014/Trw I
-13,7% 106,4% -32,3% -73,3% 10,9% -25,1% -41,4% 25,9%
2013
Share 2014 Trw I 10,1% 80,5% 0,1% 7,0% 2,0% 0,2% 0,1% 100,0%
Tabel 36. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan I 2014
Berdasarkan Lokasi (USD Juta)
LOKASI
TAHUN Bali & TOTAL
Sumatera Jawa Nusa Kalimantan Sulawesi Maluku Papua
Tenggara
2007 1.398,5 8.503,5 56,7 300,6 79,6 0,0 2,5 10.341,4
Berdasar lokasi menurut provinsi, pada triwulan I 2014 untuk PMDN, empat (4) lokasi
yang diminati berada di pulau Jawa, dan satu lokasi di provinsi Kalimantan Barat dengan
DKI Jakarta yang memiliki share realisasi PMDN terbesar yaitu 23,9%.
Tabel 37. 5 Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan I 2014
PMA PMDN
Lokasi (Propinsi) US$ Juta % Thd Total Lokasi (Propinsi) Rp. Miliar % Thd Total
Jawa Barat
1.767,4 25,8% DKI Jakarta 8.271,7 23,9%
Untuk PMA, lima (5) lokasi dengan realisasi paling besar berturu-turut adalah Jawa
Barat, Kalimantan Timur, Riau, Banten, dan DKI Jakarta. masih tetap pulau Jawa yaitu
Jawa Barat dan Banten, Jawa Timur serta DKI Jakarta, adapun yang diluar Jawa adalah
Papua.
Base Metals and Articles 13.354,7 981,5 3.892,7 -2,9% -7,1% 0,2%
Machiney, Electrical Equipment 11.477,1 3.270,4 12.447,0 5,9% 8,5% 0,5%
Textiles and Textile Articles 17.857,5 1.307,2 5.315,8 -14,6% -7,0% 0,3%
Base Metals and Articles 16.800,1 1.294,5 5.342,8 28,5% -6,8% 0,3%
Machiney, Electrical Equipment 46.263,0 3.725,4 14.084,4 11,3% -7,0% 0,6%
Optical, Photographic, Muscial Instruments 8.190,1 730,7 2.487,2 35,3% -7,0% 0,1%
Base Metals and Articles 13.824,1 1.074,1 4.090,9 14,4% -7,0% 0,2%
Machiney, Electrical Equipment 62.614,7 4.926,7 18.580,0 9,8% -7,0% 0,8%
Vehicles, Aircraft, Vessels & Transport 21.520,8 1.868,7 5.862,8 -26,6% -7,3% 0,3%
Products of Chemcial or Allied Industries 9.882,4 693,6 2.868,2 9,7% -7,1% 0,1%
Textiles and Textile Articles 7.861,3 605,2 2.332,7 4,0% -7,0% 0,1%
Base Metals and Articles 14.223,9 1.042,4 4.044,9 -5,7% -7,2% 0,2%
Machiney, Electrical Equipment 44.017,6 3.109,9 12.407,6 -7,9% -7,2% 0,6%
Inflasi
Inflasi Global
Pada triwulan I tahun 2014, pergerakan inflasi global cukup variatif (Lampiran 1).
Inflasi di Brazil, Rusia, Malaysia, Thailand, dan Jepang cenderung meningkat selama
periode Januari-Maret 2014. Sedangkan Indonesia dan kawasan Euro memiliki
kecenderungan penurunan inflasi pada periode yang sama.
Sementara itu, jika dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2013, India mengalami
penurunan inflasi cukup besar. Jika triwulan sebelumnya inflasi menembus 11
Selanjutnya, posisi India digantikan oleh Indonesia dengan tingkat inflasi tertinggi
dibanding negara-negara lain selama periode Januari-Maret 2014, yakni sebesar
8,22 persen, 7,75 persen, dan 7,32 persen. Sedangkan Inggris merupakan satu-
satunya negara yang mengalami deflasi, yakni sebesar 1,47 persen, 1,15 persen, dan
1,30 persen pada bulan Januari-Maret 2014. Prestasi Inggris yang cukup baik
tersebut didorong oleh perkembangan ketenagakerjaan, pendapatan, dan investasi
bisnis yang menggembirakan selama triwulan I tahun 2014.
Inflasi Domestik
Inflasi tahunan (YoY) Indonesia pada bulan Januari-Maret 2014 masing-masing
sebesar 8,22 persen, 7,75 persen, dan 7,32 persen (Lampiran 2). Pada periode yang
sama inflasi bulanan (MtM) Indonesia masing-masing sebesar 1,07 persen, 0,26
persen, dan 0,08 persen. Sedangkan inflasi tahun kalender Indonesia pada triwulan I
2014 sebesar 1,07 persen, 1,33 persen, dan 1,41 persen.
Pada bulan Maret 2014 terjadi inflasi sebesar 0,08 persen. Inflasi yang terjadi pada
bulan Maret 2013 terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh
kenaikan indeks seluruh kelompok pengeluaran. Kenaikan harga yang ditunjukkan
oleh kenaikan indeks beberapa kelompok pengeluaran, yaitu kelompok makanan
jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,43 persen, kelompok perumahan, air,
listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,16 persen, kelompok sandang sebesar 0,08
persen, kelompok kesehatan sebesar 0,41 persen, kelompok pendidikan, rekreasi,
dan olahraga sebesar 0,14 persen, dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa
keuangan sebesar 0,24 persen. Sedangkan deflasi terjadi pada kelompok bahan
makanan sebesar 0,44 persen.
Secara bulanan pada bulan Maret 2014 terjadi inflasi inti sebesar 0,21 persen, lebih
rendah dibandingkan dengan inflasi inti pada bulan Januari dan Februari 2014
sebesar 0,56 persen dan 0,37 persen. Sementara itu, terjadi deflasi komponen
pangan yang harganya mudah bergejolak pada bulan Maret 2014 sebesar 0,55
persen dan inflasi barang/jasa yang harganya diatur pemerintah sebesar 0,31
persen.
Secara umum pada bulan Januari-Maret 2014 inflasi tahunan 66 kota di Indonesia
cukup bervariasi. Sementara itu inflasi bulanan 66 kota di Indonesia pada bulan
Maret 2014 cenderung lebih rendah dibanding inflasi bulanan pada bulan Januari
dan Februari 2014. Pada bulan Maret 2014, terjadi inflasi sebesar 0,08 persen
dengan IHK sebesar 111,37, dimana 39 kota mengalami inflasi dan 27 kota
mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Tarakan sebesar 0,99 persen dengan
IHK 115,44. Inflasi terendah terjadi di Kediri dan Makassar sebesar 0,02 persen
dengan IHK masing-masing 112,17 dan 108,94. Sedangkan deflasi tertinggi terjadi di
Pangkal Pinang dan Pontianak masing-masing sebesar 1,76 persen dan 0,78 persen
dengan IHK masing-masing 110,52 dan 113,94.
Pada bulan Maret 2014, secara bulanan nilai tukar Yen Jepang dan Yuan Tiongkok
mengalami pelemahan terbesar terhadap US dollar dibanding mata uang lainnya,
yakni sebesar 1,40 persen dan 1,17 persen. Sedangkan nilai tukar Real Brazil dan
Rupee India secara bulanan mengalami penguatan terbesar terhadap US dollar yakni
sebesar 3,09 persen dan 3,02 persen.
Secara tahunan, pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap US dollar pada akhir Maret
2014 merupakan yang terbesar dibanding mata uang lainnya, yakni sebesar 16,70
persen, diikuti Rubel Rusia dan Real Brazil sebesar 13,26 persen dan 12,38 persen.
Sedangkan nilai tukar Poundsterling dan Euro secara tahunan mengalami penguatan
terhadap US Dollar di tengah pelemahan nilai tukar mata uang lain, yakni sebesar
8,80 persen dan 6,91 persen. Penguatan Euro menunjukkan bahwa perbaikan
ekonomi Kawasan Euro terus berlanjut. Adapun penguatan nilai tukar Poundsterling
terkait dengan laporan dari Office for National Statistics yang menyampaikan bahwa
terjadi peningkatan kinerja penjualan retail yang berkontribusi terhadap
perekonomian Inggris.
Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap US dollar pada triwulan I tahun 2014 sebesar
Rp 11.728,00 per US Dollar, melemah sebesar 5,87 persen dibandingkan rata-rata
nilai tukar Rupiah terhadap US dollar pada triwulan IV tahun 2013 (QtQ). Nilai tukar
Rupiah terhadap US dollar pada akhir bulan Maret 2014 mencapai Rp 11.361,00 per
US Dollar. Secara bulanan (MtM) dan dibandingkan dengan nilainya pada awal tahun
2014 (YtD), nilai tukar Rupiah pada akhir Maret 2014 menguat sebesar 2,14 persen
dan 6,66 persen.
Dibandingkan dengan posisinya pada awal tahun 2014 (YtD), negara yang bursa
sahamnya mengalami tren penguatan adalah negara Indonesia. Negara yang
mengalami tren pelemahan antara lain Brazil, Rusia, Tiongkok, Malaysia, AS, Jepang,
dan Hongkong sedangkan bursa saham negara-negara lain bergerak variatif selama
bulan Januari-Maret 2014.
Jika pasar saham Eropa dan Jepang mengalami tren positif dengan peningkatan
terbesar selama triwulan I tahun 2014, maka secara tahunan (YoY), Brazil menjadi
negara yang bursa sahamnya mengalami tren negatif dengan pelemahan terbesar
selama triwulan I tahun 2014.
Pada tanggal 31 Maret 2014, Indeks DJIA dan S&P 500 ditutup pada level 16.457,66
dan 1.872,34. Jika dibandingkan secara tahunan (YoY), terlihat bahwa bursa saham
Wall Street memiliki tren positif selama triwulan I tahun 2014. Penguatan bursa
saham Wall Street tersebut dipicu oleh meredanya kekhawatiran situasi di Krimea
dan data ekonomi AS yang membaik.
Rata-rata IHSG pada triwulan I tahun 2014 sebesar 4.602,42. Nilai rata-rata IHSG
tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan IV tahun 2013. Jika dibandingkan
dengan awal tahun 2014 (YtD), indeks saham Indonesia mengalami penguatan
selama bulan Januari-Maret 2014. Namun, hal berbeda terjadi ketika dibandingkan
secara tahunan (YoY) dimana IHSG mengalami pelemahan selama triwulan I tahun
2014. Jika dilihat secara bulanan (MtM), indeks saham Indonesia menguat pada
akhir Maret 2014 dengan level 4.768,277. Penguatan IHSG pada akhir triwulan I
tahun 2014 dipengaruhi karena penguatan indeks di bursa regional serta masuknya
dana asing kedalam negeri sehingga mendorong aksi beli di pasar modal.
Secara tahunan (YoY), selama triwulan I tahun 2014 harga bahan pokok nasional
yang memiliki tren negatif adalah gula pasir dan kacang tanah. Sedangkan harga
bahan pokok nasional lainnya memiliki tren positif.
Pada bulan Januari-Maret 2014, secara umum harga bahan pokok nasional
mengalami peningkatan secara bulanan. Pada bulan Maret 2014, jika dilihat secara
bulanan, peningkatan harga minyak goreng kemasan merupakan yang terbesar
dibanding komoditas lainnya. Sedangkan telur ayam ras dan cabai merah keriting
merupakan kebutuhan pokok nasional yang mengalami pelemahan terbesar secara
bulanan sebesar -8,99 persen dan -8,14 persen.
Secara tahunan, pada akhir Maret 2014 harga kacang hijau, minyak goreng curah,
dan kedelai impor mengalami peningkatan yang terbesar dibanding harga
komoditas lainnya, yakni sebesar 35,18 persen, 17,68 persen, dan 15,77 persen.
Peningkatan harga minyak curah di pasar diakibatkan oleh berkurangnya pasokan
karena telah memasuki musim penghujan. Sedangkan bawang merah merupakan
kebutuhan pokok nasional yang mengalami penurunan harga secara tahunan
sebesar -42,02 persen.
Komponen
Jan-14 Feb-14 Mar-14
UMUM (headline) 1.07 0.26 0.08
Inti 0.34 0.22 0.17
Bergejolak 0.53 0.03 -0.13
Diatur Pemerintah 0.2 0.01 0.04
Sumber: BPS, diolah kembali
Sumber: Bloomberg, diolah kembali Sumber: Bloomberg, diolah kembali Sumber: Bloomberg, diolah kembali
INDEKS SAHAM BRIC & INDONESIA INDEKS SAHAM ASEAN-4 INDEKS SAHAM NEGARA MAJU
Sumber: Bloomberg, diolah kembali Sumber: Bloomberg, diolah kembali Sumber: Bloomberg, diolah kembali
Pertumbuhan kredit kepada sektor swasta melambat dari 21,4 persen (YoY) pada
triwulan IV 2013 menjadi 19,9 persen (YoY) pada triwulan I 2014, sejalan dengan
moderasi permintaan domestik. Pertumbuhan ini melambat dibandingkan
pertumbuhan akhir triwulan IV 2013 yang sebesar 24,7 persen (YoY). Berdasarkan
jenis penggunaannya, Kredit Modal Kerja (KMK) turun dari 20,6 persen menjadi
17,09 persen sedangkan Kredit Investasi (KI) dan Kredit Konsumsi (KK) masing-
masing naik menjadi 34,3 persen dan 14,02 persen.
Pada triwulan pertama tahun 2014, sektor industri pengolahan tumbuh 5,16 persen dengan
perincian industri minyak dan gas bumi mengalami kontraksi sebesar 0,65 persen dan industri
non-migas tumbuh 5,56 persen.
Pada Januari-Maret 2014, jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi Indonesia
mencapai 2,2 juta orang atau naik 10,07 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2013.
7,51
6,74
6,266,42 6,10
6,38 5,86 6,20 6,51
6,35 5,78 5,56
5,27 5,15 6,01 6,14 5,74
5,69 5,50 4,63 5,09 5,56 5,21
4,67 5,16
5,03 4,60 4,59 4,05
4,48
3,66 2,56
2,16
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Q-1
Gambar 22. Komposisi Sektor Industri Non-Migas Dalam PDB Indonesia (Persen)
24,0
22,4 22,4 22,4 23,0 22,6
21,5 20,9 20,9 20,8 20,6
Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,1 persen (QtQ),
Industri non-migas pada triwulan I tahun 2014 mengalami perlambatan sebesar
2,31 persen dibandingkan triwulan IV tahun 2013 (Lihat Tabel 1). Terbatasnya
pertumbuhan industri pada triwulan I tahun 2014 ini disebabkan oleh beberapa
faktor diantaranya adalah dampak dari kenaikan tarif tenaga listrik (TTL),
penerapan penyesuaian upah minimum provinsi (UMP), serta terbatasnya langkah
investor dalam melakukan investasi seiring dengan menunggu hasil pemilihan
umum.
Walaupun mayoritas subsektor mengalami perlambatan pertumbuhan, subsektor
kertas dan barang cetakan justru mencatatkan pertumbuhan yang tinggi sebesar
6,66 persen, kemungkinan didorong dari adanya penyelenggaraan pemilihan umum.
Subsektor barang kayu dan hasil hutan lainnya turut tumbuh 2,62 persen
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, seiring dengan membaiknya kinerja
ekspor kayu Indonesia sebagai dampak diberlakukannya Surat Verifikasi Legalitas
Kayu (SVLK).
100000
90000
80000
70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000
0
Produksi mobil nasional pada triwulan I tahun 2014 yaitu sebesar 75.400 unit.
Berdasarkan data BKPM, dari investasi perusahaan asing (PMA) di sektor
manufaktur pada triwulan I tahun 2014 mencapai Rp 40 T, investasi di sektor
otomotif mencapai Rp 6 T. Sedangkan dari investasi manufaktur perusahaan lokal
(PMDN) pada triwulan I tahun 2014 mencapai Rp 11 triliun, sebanyak Rp 178 miliar
masuk sektor otomotif.
20000
18000
16000
14000
12000
10000
8000 Ekspor
6000 Impor
4000
2000
0
Nop-13
Jan-13
Mar-13
Jun-13
Jan-14
Mar-14
Apr-13
Okt-13
Des-13
Feb-13
Mei-13
Jul-13
Agust-13
Sep-13
Feb-14
Sumber: GAIKINDO, 2014
Total ekspor CBU mengalami peningkatan yang cukup tinggi pada bulan Maret yaitu
sebesar 5.007 unit sehingga ekspor CBU pada bulan Maret menjadi 17.158 unit.
Total impor CBU tertinggi pada Q1 tahun 2014 yaitu pada bulan Februari sebesar
11.381 unit. Total ekspor CBU pada tahun 2014 mengalami peningkatan jika
dibandingkan dengan total ekspor CBU pada periode yang sama tahun 2013. Namun
sebaliknya, total impor CBU mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya pada periode yang sama.
70000,00
60000,00
50000,00
40000,00
30000,00
20000,00
10000,00
0,00
Q1:2013 Q2:2013 Q3:2013 Q4:2013 Q1:2014
Iklim investasi nasional khususnya pada sektor industri pada triwulan I tahun 2014
mencapai Rp 40 T untuk Penanaman Modal Asing (PMA). Untuk Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN) pada triwulan I tahun 2014 mencapai Rp 11 T. Jika
1000000
900000
800000
700000
600000
500000
400000
300000
200000
100000
0
Apr-13
Okt-13
Feb-13
Jul-13
Agust-13
Sep-13
Nop-13
Feb-14
Mei-13
Jan-13
Mar-13
Jun-13
Jan-14
Mar-14
Des-13
Pariwisata
Jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi Indonesia sepanjang tahun 2013
mengalami fluktuasi di setiap periode triwulanan. Meskipun demikian dapat dilihat
secara teliti bahwa terjadi peningkatan pada akhir periode triwulanan. Pada Januari-
Maret 2014, jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi Indonesia mencapai
2,2 juta orang atau naik 10,07 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2013.
Periode triwulanan I tahun 2014, jumlah wisatawan sempat mengalami penurunan
yang cukup signifikan pada bulan Februari, namun pada bulan Maret terjadi
peningkatan kembali dengan sangat signifikan. Rata-rata kunjungan wisatawan
mancanegara (wisman) per bulan selama triwulan pertama tahun ini sekitar
740.000 orang.
prasetijo@bappenas.go.id
leonard@bappenas.go.id
sidqy@bappenas.go.id
psumadi@bappenas.go.id
winny@bappenas.go.id
mesdin@bappenas.go.id
lapbul.ekon@gmail.com