S
U
S
U
N
OLEH: REVALDI
X IPS 2
Dr. Ir. H. SOEKARNO lahir dari keturunan bangsawan Jawa, waktu kecil bernama
Kusno yang kemudian akrab dengan panggilan Bung Karno saja. la hanya beberapa tahun
hidup bahagia bersama orang tuanya di Blitar. Tamat SD tinggal di Surabaya, indekost di
rumah H.O.S. Cokroaminoto, politisi kawakan tokoh Syarikat Islam. Sambil belajar,
Soekarno menggembleng jiwa nasionalismenya.
Lulus SLTA, Soekarno melanjutkan sekolahnya ke ITB di Bandung. Setelah meraih
title Ir. pada tahun 1926, H.O.S. Cokroaminoto mengambilnya sebagai menantu. Soekarno
kemudian mendirikan PNI (Partai Nasional Indonesia, 1927) dan berhasil merumuskan ajaran
Marhaen. Karena merasa khawatir, penjajah Belanda kemudian menjebloskan Soekarno ke
penjara Sukamiskin, Bandung (29 Desember 1929). Delapan bulan kemudian baru
disidangkan di pengadilan dengan tuduhan mengambil bagian dalam suatu organisasi yang
bertujuan melakukan kejahatan di samping usaha menggulingkan kekuasaan Hindia-Belanda.
Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, dengan gagah berani Bung Karno
menelanjangi kemurtadan bangsa yang mengaku lebih maju itu. Pada tahun 1933, Belanda
membuang Bung Karno ke Endeh, Flores, kemudian memindahkannya ke Bengkulu.
Pada zaman Jepang Bung Karno mensiasati saudara tua yang rakus itu. Pura-pura
bekerja sama tetapi memanfaatkannya untuk kepentingan Indonesia. Bung Karno dan Bung
Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Rl pada 17 Agustus 1945, setelah Jepang bertekuk
lutut pada Sekutu.
Pada sidang pleno PPKI ditetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi RI dan memilih
Soekarno dan Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI pertama. Dengan proklamasi
Kemerdekaan RI, Pancasila dan UUD 1945 ribuan suku bangsa yang berbeda adat istiadat
dan agamanya di 17.000 pulau dari Sabang sampai Merauke berhasil disatukan menjadi
bangsa yang berdaulat.
Setelah berhasil mempersatukan Nusantara, Soekarno berusaha menghimpun
bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin yang ketika itu umumnya terjajah, menjadi
satu kekuatan baru yang adil, makmur, dan damai. Bersama negarawan lain, Soekarno
menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung (1955). Kini berkembang menjadi
Gerakan Non-Blok beranggotakan ratusan Negara.
Ketika di dalam negeri berlarut-larut terjadi perpecahan akibat sejumlah politisi
memaksakan pelaksanaan demokrasi parlementer yang liberal, pada 5 Juli 1959 Presiden
Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden kembali ke UUD 1945. Persatuan dan kesatuan
bangsa utuh kembali.
Tetapi kemudian Bung Karno menerapkan sistim politik Nasakom (Nasionalis,
Agama, Komunis). Para penentang politik ini berulang kali mengingatkan Bung Karno untuk
tidak memberi peluang berkembangnya komunisme, karena akan berkhianat seperti pernah
dilakukannya pada tahun 1926 dan 1948. Kekhawatiran itu terbukti lagi, PKI melancarkan
kudeta (30 September 1965). Namun meskipun didesak. Presiden Soekarno enggan
membubarkan PKI. Setelah keadaan parah, pada 11 Maret 1966 barulah ia mengeluarkan
Surat Perintah kepada Jenderal Soeharto, yang lebih dikenal dengan Supersemar, agar
mengambil tindakan, yang kemudian membubarkan PKI sampai ke akar-akarnya.
Menjelang akhir masa bhaktinya, proklamator itu pernah berkata, ‘Selangkah saja
saya maju, negara ini akan hancur”. Ia memang tak bergeming sedikit pun. Lebih baik dirinya
lebur dari pada bangsa dan negara ini hancur.
Meskipun kini sudah lama ia tiada, tetapi nama besarnya tak pernah pudar, kekal di
hati rakyat Indonesia. Itu berkat jasanya kepada bangsa dan negara yang tak terhingga.
SOEHARTO, terlahir dari pasangan suami istri Sukirah dan Kertoredjo. Dulu
orang tua itu cuma berharap anak tunggalnya asal bisa membantu di sawah saja.
Syukur kalau dapat melanjutkan jabatan menjadi ulu-ulu di kampung mereka,
Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta.
Pak Harto harus bersusah payah untuk bisa sekolah, SD dan SMPnya
diselesaikan sampai beberapa kali pindah dari Twir, Yogyakarta, Wuryantoro, Solo,
Wonogiri dan Yogyakarta. Disamping itu ia masih menyempatkan sekolah Agama,
agar mendapat ilmu dan keteladanan untuk beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kemudian karena terpanggil untuk membela tanah air, Soeharto, si anak desa itu
melanjutkan Sekolah Bintara di Gombong.
Setelah terpilih menjadi prajurit teladan, pangkat bintara itu tak lama
kemudian menjadi Sersan. Di jaman Jepang Pak Harto masuk polisi, lalu pindah ke
Peta sampai berpangkat Komandan Pelopor. Ia resmi menjadi anggota TNI pada 5
Oktober 1945 ketika berusia 24 tahun. Sampai terakhir berpangkat Jenderal.
Tugas yang pernah diemban oleh Pak Harto, antara lain: Pengawal Panglima
Besar Sudirman, Memimpin Serangan Umum merebut Ibukota RI Yogyakarta (1
Maret 1949), Panglima Mandala / Pembebasan Irian Barat (1962-1963), dan
menghancurkan Gerakan 30 September 1965 / PKI. Tugas yang terakhir itu ia
lakukan berdasarkan Surat Perintah Sebelas Maret (Super Semar). Atas sukses itu,
kemudian MPRS mengangkat Jendral Soeharto menjadi Presiden Rl kedua
menggantikan Soekarno.
Sebagai negarawan, Pak Harto lama-lama menjadi panutan kalangan
pemerintahan negara-negara Asia Tenggara (ASEAN). Salah satu keberhasilannya
ialah mengendalikan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia
yang berpenduduk sangat majemuk dan amat beragam adat istiadatnya. Selama 20
tahun tanpa konflik yang berarti, sedang sebelumnya selalu ribut.
Sukses itu membuka kesempatan untuk membangun secara rencana dan
berkesinambungan. Dalam percaturan Internasional, Indonesia semakin mendapat
kepercayaan, dengan makin banyaknya kerja sama dengan negara-negara
berkembang. Dengan semangat giat belajar, tekun beribadah serta senantiasa
membaktikan diri kepada bangsa dan negara, ternyata Soeharto anak petani yang
sangat bersahaya dari desa berhasil menjadi negarawan yang baik.
3. B.J. HABIBI : Presiden R.I ke 3 ( 1998-1999 )
Lahir : Pare-pare, Sulawesi Selatan, 25 Juni
Pendidikan : SD, SMP, SMA, Bandung (1954), mendapat gelar Diploma Ingenieur
jurusan Kontruksi Pesawat Terbang Rheinisc-Westflaelische Tegnische,
Aachen, Jerman Barat.
Pengalaman : Asisten Riset Ilmu Pengetahuan Institut Kontruksi Ringan Rheinisc
Technische, Aachen, Jerman Barat (1960-1965), Menteri Negara Riset
dan Teknologi (1978), Dirut PT Pal, Surabaya (1978), Ketua BPPT,
Ketua ICMI.