Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

VENTILATOR
DOSEN PEMBIMBING : Ns. Hafidz Ma’aruf, S.Kep, M.Kep

Disusun Oleh:
TRI RAHAYU NINGSIH
19064

AKADEMI KEPERAWATAN YASPEN JAKARTA

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN

2022/2023
VENTILATOR
A. Pengertian
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh
proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. (Carpenito, Lynda Juall 2009)
Ventilator adalah suatu sistem alat bantuan hidup yang dirancang untuk menggantikan
atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Tujuan utama pemberian dukungan
ventilator mekanik adalah untuk mengembalikan fungsi normal pertukaran udara dan
memperbaiki fungsi pernapasan kembali ke keadaan normal. (Bambang Setiyohadi, 2011)
Ventilator mekanik merupakan alat bantu pernapasan bertekanan positif atau negative
yang menghasilkan aliran udara terkontrol pada jalan napas pasien sehingga mampu
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam jangka waktu lama. Tujuan
pemasangan ventilator mekanik adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolar secara
optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan metabolik pasien, memperbaiki hipoksemia,
dan memaksimalkan transport oksigen. ( Iwan Purnawan, 2010).

B. Fisiologi Pernapasan Ventilasi


Pada pernafasan spontan inspirasi terjadi karena diafragma dan otot
intercostalisberkontrkasi, rongga dada mengembang dan terjadi tekanan negatif sehingga
aliran udaramasuk ke paru, sedangkan fase ekspirasi berjalan secara pasif.Pada
pernafasan dengan ventilasi mekanik, ventilator mengirimkan udara dengan
memompakan ke paru pasien, sehingga tekanan selama inspirasi adalah positif
danmenyebabkan tekanan intra thorakal meningkat. Pada akhir inspirasi tekanan dalam
ronggathorax paling positif.
a. Napas Spontan
diafragma dan otot intercostalis berkontraksi sehingga rongga dada mengembang
terjadi tekanan.aliran udara masuk ke paru dan berhenti pada akhir inspirasifase
ekspirasi berjalan secara pasif.
b. Pernapasan dengan ventilasi mekanik
udara masuk ke dalam paru karena ditiup, sehingga tekanan rongga thorax (+)pada
akhir inspirasi tekanan dalam rongga thorax paling positif ekspirasi berjalan pasif.

C. Efek Ventilasi
Akibat dari tekanan positif pada rongga thorax, darah yang kembali ke jantung
terhambat,venous return menurun, maka cardiac output juga menurun. Bila kondisi
penurunan responsimpatis (misalnya karena hipovolemia, obat dan usia lanjut), maka bisa
mengakibatkanhipotensi. Darah yang lewat paru juga berkurang karena ada kompresi
microvaskuler akibattekanan positif sehingga darah yang menuju atrium kiri berkurang,
akibatnya cardiacoutput juga berkurang. Bila tekanan terlalu tinggi bisa terjadi gangguan
oksigenasi. Selainitu bila volume tidal terlalu tinggi yaitu lebih dari 10‐12 ml/kg BB dan
tekanan lebih besardari 40 CmH2O, tidak hanya mempengaruhi cardiac output (curah
jantung) tetapi jugaresiko terjadinya pneumothorax.Efek pada organ lain:Akibat
cardiac output menurun; perfusi ke organ‐organ lainpun menurun seperti hepar,ginjal
dengan segala akibatnya. Akibat tekanan positif di rongga thorax darah yang kembalidari
otak terhambat sehingga tekanan intrakranial meningkat.
a. Pada Kardiovaskuler
Akibat dari tekanan posistif pada rongga thorax darah yang kembali ke jantung
terhambat venous return menurun maka cardiac out put menurun.Darah yang lewat
paru juga berkurang karena ada kompresi microvaskuler akibat tekanan(+) sehingga
darah berkurangdan cardiac out put menurun.
b. Pada organ Lain
Akibat cardiac out put menurun perfusi ke organ lainpun akan menurun seperti,
hepar,ginjal, otak dan segala akibatnya.Akibat tekanan (+) di rongga thorax darah
yang kembali dari otak terhambat dan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.

D. Klasifikasi
Ventilasi mekanik diklasifikasikan berdasarkan cara alat tersebut mendukung
ventilasi, dua kategori umum yaitu :
1. Ventilator Tekanan Negatif
Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada eksternal.
Dengan mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi memungkinkan udara
mengalir ke dalam paru-paru sehingga memenuhi volumenya. Ventilator jenis ini
digunakan terutama pada gagal nafas kronik yang berhubungn dengan kondisi
neurovaskular seperti poliomyelitis, distrofi muscular, sklerosisi lateral amiotrifik
dan miastenia gravis. Penggunaan tidak sesuai untuk pasien yang tidak stabil atau
pasien yang kondisinya membutuhkan perubahan ventilasi sering.
2. Ventilator Tekanan Positif
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan tekanan
positif pada jalan nafas dengan demikian mendorong alveoli untuk mengembang
selama inspirasi. Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi endotrakeal atau
trakeostomi. Ventilator ini secara luas digunakan pada klien dengan penyakit paru
primer. Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif yaitu tekanan bersiklus, waktu
bersiklus dan volume bersiklus.

Gambar 1.1 Prinsip-prinsip ventilasi (a) ventilator tekanan negatif dan


(b)ventilator tekanan positif
Ventilator tekanan bersiklus adalah ventilator tekanan positif yang mengakhiri
inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai. Dengan kata lain siklus ventilator hidup
mengantarkan aliran udara sampai tekanan tertentu yang telah ditetapkan seluruhnya
tercapai, dan kemudian siklus mati. Ventilator tekanan bersiklus dimaksudkan hanya
untuk jangka waktu pendek di ruang pemulihan. Ventilator waktu bersiklus adalah
ventilator mengakhiri atau mengendalikan inspirasi setelah waktu ditentukan. Volume
udara yang diterima klien diatur oleh kepanjangan inspirasi dan frekuensi aliran udara
. Ventilator ini digunakan pada neonatus dan bayi. Ventilator volume bersiklus yaitu
ventilator yang mengalirkan volume udara pada setiap inspirasi yang telah ditentukan.
Jika volume preset telah dikirimkan pada klien , siklus ventilator mati dan ekshalasi
terjadi secara pasif. Ventilator volume bersiklus sejauh ini adalah ventilator tekanan
positif yang paling banyak digunakan. Gambaran ventilasi mekanik yang ideal
adalah :
a. Sederhana, mudah dan murah
b. Dapat memberikan volume tidak kurang 1500cc dengan frekuensi nafas hingga
60X/menit dan dapat diatur ratio I/E.
c. Dapat digunakan dan cocok digunakan dengan berbagai alat penunjang pernafasan
yang lain.
d. Dapat dirangkai dengan PEEP
e. Dapat memonitor tekanan , volume inhalasi, volume ekshalasi, volume tidal,
frekuensi nafas, dan konsentrasi oksigen inhalasi
f. Mempunyai fasilitas untuk humidifikasi serta penambahan obat didalamnya
g. Mempunyai fasilitas untuk SIMV, CPAP, Pressure Support
h. Mudah membersihkan dan mensterilkannya.
Berdasarkan mekanisme kerjanya ventilator mekanik tekanan positif dapat dibagi
menjadi tiga jenis yaitu :
a. Volume Cycled Ventilator.
Volume cycled merupakan jenis ventilator yang paling sering digunakan di
ruangan unit perawatan kritis. Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya
berdasarkan volume. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah
mencapai volume yang ditentukan. Keuntungan volume cycled ventilator adalah
perubahan pada komplain paru pasien tetap memberikan volume tidal yang
konsisten. Jenis ventilator ini banyak digunakan bagi pasien dewasa dengan
gangguan paru secara umum. Akan tetapi jenis ini tidak dianjurkan bagi pasien
dengan gangguan pernapasan yang diakibatkan penyempitan lapang paru
(atelektasis, edema paru). Hal ini dikarenakan pada volume cycled pemberian
tekanan pada paru-paru tidak terkontrol, sehingga dikhawatirkan jika tekanannya
berlebih maka akan terjadi volutrauma. Sedangkan penggunaan pada bayi tidak
dianjurkan, karena alveoli bayi masih sangat rentan terhadap tekanan, sehingga
memiliki resiko tinggi untuk terjadinya volutrauma.
b. Pressure Cycled Ventilator
Perinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan. Mesin
berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah
ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi terjadi
dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain paru, maka
volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang setatus
parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan, sedangkan
pada pasien anak-anak atau dewasa mengalami gangguan pada luas lapang paru
(atelektasis, edema paru) jenis ini sangat dianjurkan.
c. Time Cycled Ventilator
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan waktu ekspirasi
atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan oleh waktu
dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit). Normal ratio I : E (inspirasi :
ekspirasi ).

E. Indikasi ventilasi mekanik


1. Gagal Napas
Pasien dengan distres pernapasan gagal napas (apnea) maupun hipoksemia yang tidak
teratasi dengan pemberian oksigen merupakan indikasi ventilator mekanik. Idealnya
pasien telah mendapat intubasi dan pemasangan ventilator mekanik sebelum terjadi
gagal napas yang sebenarnya. Distress pernapasan disebabkan ketidakadekuatan
ventilasi dan atau oksigenisasi. Prosesnya dapat berupa kerusakan (seperti pada
pneumonia) maupun karena kelemahan otot pernapasan dada (kegagalan memompa
udara karena distrofi otot).
2. Insufisiensi Jantung
Tidak semua pasien dengan ventilator mekanik memiliki kelainan pernapasan primer.
Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan aliran darah
pada system pernapasan (system pernapasan sebagai akibat peningkatana kerja napas
dan konsumsi oksigen) dapat mengakibatkan kolaps. Pemberian ventilator untuk
mengurangi beban kerja system pernapasan sehingga beban kerja jantung juga
berkurang.
3. Disfungsi Neurologis
Pasien dengan GCS 8 atau kurang, beresiko mengalami apnoe berulang juga
mendapatkan ventilator mekanik. Selain itu ventilator mekanik berfungsi untuk
menjaga jalan napas pasien. Ventilator mekanik juga memungkinkan pemberian
hiperventilasi pada klien dengan peningkatan tekanan intra cranial.
4. Tindakan operasi
Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi dan sedative sangat
terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya gagal napas selama operasi
akibat pengaruh obat sedative sudah bisa tertangani dengan keberadaan ventilator
mekanik.
5. Kegagalan Ventilasi
a. Neuromuscular Disease
b. Central Nervous System disease
c. Depresi system saraf pusat
d. Musculosceletal disease
e. Ketidakmampuan thoraks untuk ventilasi
6. Kegagalan pertukaran gas
a. Gagal nafas akut
b. Gagal nafas kronik
c. Gagal jantung kiri
d. Penyakit paru-gangguan difusi
e. Penyakit paru-ventilasi / perfusi mismatch

F. Patofisiologi
Penggunaan ventilator mekanik biasanya disebabkan karena gagal nafas. Pemahaman
mengenai patofisiologi gagal nafas akut merupakan hal yang sangat penting di dalam hal
penatalaksanaannya. Secara umum terdapat empat dasar mekanisme gangguan pertukaran gas
pada sistem pernafasan yaitu hipoventilasi, ketidakseimbangan ventilasi atau perfusi, pintasan
darah kanan ke kiri, gangguan difusi. Kelainan ektrapulmonel menyebabkan hipoventilasi
sedangkan kelainan intrapulmonel dapat meliputi seluruh mekanisme tersebut.

Sesuai dengan patofisiologinya gagal nafas akut dapat dibedakan kedalam 2 bentuk
yaitu: hiperkapnia atau kegagalan ventilasi dan hipoksemia atau kegagalan oksigenasi. Gagal
nafas pada umumnya disebabkan oleh kegagalan ventilasi yang ditandai dengan retensi CO2,
disertai dengan penurunan pH yang abnormal, penurunan PaO2, dengan nilai perbedaan
tekanan O2 di alveoli-arteri (A-a)DO2 meningkat atau normal.

Kegagalan ventilasi dapat disebabkan oleh hipoventilasi karena kelainan


ektrapulmoner dan ketidakseimbangan V/Q yang berat pada kelainan intrapulmoner atau
terjadi kedua-duanya secara bersamaan. Hiperkapnia yang terjadi karena kelainan
ektrapulmoner disebabkan karena terjadinya penurunan aliran udara antara atmosfer dengan
paru tanpa kelainan pertukaran gas di parenkim paru. Dengan demikian akan didapatkan
peningkatan PaCO2, penurunan PaO2, dan nilai (A-a) DO2 normal. Kegagalan ventilasi pada
penderita penyakit paru terjadi sebagai berikut : sebagian alve5oli mengalami penurunan
ventilasi relatif terhadap perfusi, sedangkan sebagian lagi terjadi peningkatan ventilasi
relative terhadap perfusi. Awalnya daerah dengan ventilasi rendah dapat dikompesasi dengan
daerah terventilai tinggi sehingga tidak terjadi peningkatan PaCO2. Tetapi apabila
ketidakseimbangan ventilasi ini sudah semakin beratnya maka mekanisme kompensasi
tersebut gagal sehingga terjadi kegagalan ventilasi yang ditandai oleh peningkatan PaCO2,
penurunan PaO2, dengan peningkatan (A-a) DO2 yang bermakna.
Pada gagal nafas tipe hipoksemia, PaCO2 adalah normal atau menurun, PaO2 adalah
menurun dan peningkatan (A-a) DO2. Gagal nafas tipe ini terjadi pada kelainan pulmoner
dan ektrapulmoner. Mekanisme terjadinya hipoksemia terjadi akibat ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi dan pintasan darah kanan-kiri, sedangkan gangguan difusi dapat merupakan
gangguan penyerta.

Indikator gagal nafas frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan
normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan
ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitas
vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).

G. Pathway

H. Modus Operasional
Untuk menentukan modus operasional ventilator terdapat empat parameter yang
diperlukan untuk pengaturan pada penggunaan volume cycle ventilator, yaitu :
1. Frekuensi pernafasan permenit
2. Tidal volume
3. Konsentrasi oksigen (FiO2)
4. Positive end respiratory pressure
Pada klien dewasa, frekuensi ventilator diatur antara 12-15 x / menit. Tidal volume
istirahat 7 ml / kg BB, dengan ventilasi mekanik tidal volume yang digunakan adalah 10-
15 ml / kg BB. Untuk mengkompensasi dead space dan untuk meminimalkan atelektase
(Way, 1994 dikutip dari LeMone and Burke, 1996). Jumlah oksigen ditentukan
berdasarkan perubahan persentasi oksigen dalam gas. Karena resiko keracunan oksigen
dan fibrosis pulmonal maka FiO2 diatur dengan level rendah. PO2 dan saturasi oksigen
arteri digunakan untuk menentukan konsentrasi oksigen. PEEP digunakan untuk
mencegah kolaps alveoli dan untuk meningkatkan difusi alveoli-kapiler. Modus
operasional ventilasi mekanik terdiri dari :
1. Controlled Ventilation
Ventilator mengontrol volume dan frekuensi pernafasan. Indikasi untuk pemakaian
ventilator meliputi pasien dengan apnoe. Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan
bertekanan negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian
oksigen dalam waktu yang lama.Ventilator tipe ini meningkatkan kerja pernafasan
klien.
2. Assist/Control
Ventilator jenis ini dapat mengontrol ventilasi, volume tidal dan kecepatan. Bila klien
gagal untuk ventilasi, maka ventilator secara otomatis. Ventilator ini diatur
berdasarkan atas frekuensi pernafasan yang spontan dari klien, biasanya digunakan
pada tahap pertama pemakaian ventilator.
3. Intermitten Mandatory Ventilation
Model ini digunakan pada pernafasan asinkron dalam penggunaan model kontrol,
klien dengan hiperventilasi. Klien yang bernafas spontan dilengkapi dengan mesin
dan sewaktu-waktu diambil alih oleh ventilator.
4. Synchronized Intermitten Mandatory Ventilation (SIMV)
SIMV dapat digunakan untuk ventilasi dengan tekanan udara rendah, otot tidak begitu
lelah dan efek barotrauma minimal. Pemberian gas melalui nafas spontan biasanya
tergantung pada aktivasi klien. Indikasi pada pernafasan spontan tapi tidal volume
dan/atau frekuensi nafas kurang adekuat.
5. Positive End-Expiratory pressure
Modus yang digunakan dengan menahan tekanan akhir ekspirasi positif dengan tujuan
untuk mencegah Atelektasis. Dengan terbukanya jalan nafas oleh karena tekanan yang
tinggi, atelektasis akan dapat dihindari. Indikasi pada klien yang menederita ARDS
dan gagal jantung kongestif yang massif dan pneumonia difus. Efek samping dapat
menyebabkan venous return menurun, barotrauma dan penurunman curah jantung.
6. Continious Positive Airway Pressure. (CPAP)
Ventilator ini berkemampuan untuk meningkatakan FRC. Biasanya digunakan untuk
penyapihan ventilator.
7. PEEP digunakan bersama-sama dengan salah satu mode ventilator untuk membantu
menstabilkan volume alveolar paru dan memperbaiki oksigenasi. Pemberian tekanan
positif pada jalan napas saat ekspirasi akan menjaga alveoli tetap terbuka dan
mencegah penutupan alveoli yang terlalu cepat saat ekshalasi. Compliance paru dan
kesesuaian ventilasi-perfusi akan membaik apabila penutupan alveolar yang terlalu
cepat dapat dicegah. Apabila tidak diperlukan “recruitment” alveoli dan digunakan
PEEP/CPAP yang berlebihan maka akan mengakibatkan gangguan hemodinamika
atau respiratory compromise.PEEP/CPAP diindikasikan untuk hipoksemia yang
disebabkan oleh cedera paru skunder (Misalnya ARDS, pneumonitis interstisial).
PEEP/CPAP dengan level 5 cm Hg atau kurang sering digunakan untuk memberikan
“PEEP fisiologis”. Adanya artificial airway memungkinkan tekanan intratorakal turun
menjadi nol di bawah level tekanan intratorakal pada akhir ekspirasi (+2 atau +3 cm
H2O).Penggunaan PEEP dapat meningkatkan resiko barotrauma karena tekanan rata-
rata dan tekanan puncak jalan napas tinggi selama ventilasi terutama apabila puncak
tekanan lebih besar dari 40 cm H2O. Aliran balik vena dan curah jantung (CO) juga
dapat dipengaruhi oleh tekanan yang tinggi tersebut. Apabila curah jantung
(CO=cardiac output) menurun ketika digunakan PEEP/CPAP dan oksigenasi
membaik, maka dapat diberikan bolus cairan untuk mengoreksi hipovolemia.
Komplikasi lainnya yang dapat ditimbulkan oleh PEEP/CPAP adalah peningkatan
tekanan intrakranial, penurunan perfusi ginjal, kongesti hepar, dan intracardiac shunt
akan semakin memburuk.

I. Kriteria Pemberhentian Ventilasi Mekanik


1. Tes pemberhentian
a. Kapasitas vital 10-15 cc / kg
b. Volume tidal 4-5 cc / kg
c. Ventilasi menit 6-10 l
d. Frekuensi permenit < 20 permenit
2. Pengaturan ventilator
a. FiO2 < 50%
b. Tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP) : 0
3. Gas darah arteri
a. PaCO2 normal
b. PaO2 60-70 mmHg
c. PH normal dengan semua keseimbangan elektrolit diperbaiki
4. Selang Endotrakeal
a. Posisi diatas karina pada foto Rontgen
b. Ukuran : diameter 8.5 mm
5. Nutrisi
a. Kalori perhari 2000-2500 kal
b. Waktu : 1 jam sebelum makan
6. Jalan nafas
a. Sekresi : antibiotik bila terjadi perubahan warna, penghisapan (suctioning)
b. Bronkospasme : kontrol dengan Beta Adrenergik, Tiofilin atau Steroid
c. Posisi : duduk, semi fowler
7. Obat-obatan
a. Agen sedative : dihentikan lebih dari 24 jam
b. Agen paralise : dihentikan lebih dari 24 jam
8. Emosi, Persiapan psikologis terhadap pemberhentian
9. Fisik stabil, istirahat terpenuhi.

J. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul dari penggunaan ventilasi mekanik, yaitu :
1. Obstruksi jalan nafas
2. Hipertensi
3. Tension pneumotoraks
4. Atelektase
5. Infeksi pulmonal
6. Kelainan fungsi gastrointestinal ; dilatasi lambung, perdarahan
7. gastrointestinal.
8. Kelainan fungsi ginjal
9. Kelainan fungsi susunan saraf pusat
10. Penyapihan dari ventilasi mekanik

K. Asuhan Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
keperawatan
Ketidakefektifan Ketidakefektifan Pola Nafas, [6140 – Hal 190] Manajemen
pola napas. NOC – Hal 657 Kode (NIC, 2016).
(NANDA – 2018. [0415 – Hal 556] Status 1. Evaluasi respon pasien
Domain 4 Kelas 4 Pernafasan untuk dapat menentukan
Hal. 228) 1. Frekuensi pernafasan tindakan yang tepat.
2. Irama Pernafasan 2. Jamin jalan nafas pasien
3. Kedalaman Inspirasi tetap terbuka.
4. Suara auskultasi nafas 3. Pastikan bahwa seseorang
5. Kepatenan jalan nafas mengelola oksigenasi
6. Saturasi Oksigen pasien dan membantu
7. Restraksi dinding dada dengan intubasi, sesuai
8. Sianosis indikasi.
9. Mengantuk
10. Suara nafas tambahan [6200 – Hal 357] Perawatan
Gawat Darurat (NIC, 2016).
[0410 – Hal 558] Status 1. Aktifkan sistem medis
Pernafasan: Kepatenan jalan darurat.
napas 2. Buat atau
1. Suara nafas tambahan mempertahankan jalan
2. Pernafasan cuping napas terbuka.
hidung 3. Pantau tingkat kesadaran
3. Dispnea saat istirahat [pasien]
4. Penggunaan otot bantu 4. Berikan obat sesuai
nafas kebutuhan (misalnya,
nitrogliserin,
[0704 – Hal 284] Manajemen bronkodilator, activated
Diri: Asma charcoal, insulin,
1. Mengikuti perencanaan epinefrin, dan antivenom)
kegawatan untuk
serangan akut [3320 – Hal 144] Terapi Oksigen
2. Tidur nyenyak sepanjang (NIC, 2016).
malam tanpa batuk atau 1. Pertahankan kepatenan
wheezing jalan nafas.
3. Memantau efek samping 2. Siapkan peralatan oksigen
pengobatan dan berikan melalui
4. Mengelola perburukan sistem hemudifier.
[gejala] sendiri. 3. Monitor aliran oksigen
4. Monitor posisi perangkat
[alat] pemberian oksigen
5. Monitor efektifitas terapi
oksigen (misalnya,
tekanan oksimetri, ABGs)
dengan tepat.
6. Monitor peralatan
oksigen untuk
memastikan bahwa alat
tersebut tidak
mengganggu upaya
pasien untuk bernapas.

[3350 – Hal 236] Monitor


pernapasan (NIC,2016).
1. Monitor kecepatan,
irama, kedalaman dan
kesulitan bernafas.
2. Catat pergerakan dada,
catat ketidaksimetrisan,
penggunaan otot-otot
bantu nafas, dan retraksi
pada otot supraclaviculas
dan interkosta.
3. Monitor suara nafas
tambahan seperti ngorok
atau mengi.
4. Monitor pola napas
(misalnya., bradipneu,
takipneu, hiperventilasi,
pernafasan kusmaul,
pernafasan 1:1, apneustik,
respirasi biot, dan pola
ataxic)
5. Monitor saturasi oksigen
pada pasien yang
tersedasi (seperti, SaO2,
SvO2, SpO2,) sesuai
protocol yang ada.
6. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru.
7. Auskultasi suara nafas,
catat area dimana terjadi
penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan
keberadaan suara nafas
tambahan.

Anda mungkin juga menyukai