Anda di halaman 1dari 4

NAMA : I GEDE WAHYU SAPUTRA

NPM : 202162122023

JURUSAN : ARSITEKTUR

KELAS :B

MATA KULIAH : PENGANTAR DAN TEORI ARSITEKTUR

MEMAHAMI ARSITEKTUR

1. Apakah arsitektur Itu?


Menurut Y.B. Mangunwijaya atau yang sering dipanggil Romo Mangun arsitektur
adalah “vastavidya” atau “wastuwidya” yang berarti ilmu bangunan. “Wastawidya”
mencakup ilmu tata bumi, tata gedung, dan tata kemudian lintas (dhara, harsya, dan
kanan). Mangunwijaya juga menafsirkan arsitektur sebagai penciptaan suasana,
perkawinan guna dan citra. Menurutnya arsitektur tidak hanya dilihat dari kemewahan
bahan, teknologi, dan harganya. Sebab dari bahan-bahan sederhana pun bisa
mmeberikan cerminan refleksi keindahan yang puitis dari suatu arsitektur dan jauh lebih
bersih dari godaan ataupun kepongahan. Apabila arsitek dunia mengenal trilogi tentang
arsitektur yakni: Firmitas, Utilitas dan Venustas namun menurut Romo Mangun hanya
dwilogi: “Guna dan Citra”
2. Apa gunanya arsitektur?
Arsitektur bagi Romo Mangun bukan saja menampilkan berbagai gejala arsitektur
secara holistik. Bukan hanya tentang keterampilan teknis yang bersifat praktis, ataupun
tentang estetis serta fungsional belaka. Melainkan pula mencerminkan jiwa, mental, serta
sikap budaya si pembuat dan si pemiliknya yang murni mengangkat hakikat dan martabat
alam. berkarya untuk bangunan megah berteknologi tinggi, tetapi ber-arsitektur
(seharusnya) kembali ke alam, berkarya rancang bangun yang bersandar pada tradisi-
tradisi lokal. Pandangan Mangunwijaya bangunan biar benda mati namun bukan berarti
tak “berjiwa”, rumah yang kita bangun ialah rumah manusia. Oleh karena itu merupakan
sesuatu yang sebenarnya selalu dinafasi oleh kehidupan manusia, oleh watak dan
kecenderungan-kecenderungan, oleh nafsu-nafsu dan cita-citanya
Untuk berkarya dibutuhkan tekad yang konsisten, seperti halnya tekad Romo
Mangun untuk membangun (bukan fisik saja) kawasan kumuh di Kali Code dimana Romo
Mangun sampai terjun langsung, menempati dan bernafas bersama dengan masyarakat
Kali Code di tempat dimana dianggap sebagai titik hitam kota Yogyakarta. “Apabila
berarsitektur, berarsitekturlah secara total, ojo mung waton (jangan asalasalan)”.
Arsitektur Kali Code karya Romo Mangun bukan karya rancang bangun biasa. Apalagi
kalau dikaitkan pula dengan pemberdayaan masyarakat yang menghuninya. Suatu
totalitas dari seorang Mangunwijaya, di kawasan inilah Ia mengabdikan kerasulannya,
kemanusiaannya, kependidikannya, kearsitekturannya dan kebesarannya. Melalui
religiolitas Romo Mangun “berkarya” bukan hanya “berkata”.

Sketsa tangan Romo Mangun berupa perancangan rumah dan Balai Rukun
Tetangga Kampung Kali Code
3. Bagaimana ‘membuat’ arsitektur?
Berarsitektur yang dikonsepkan oleh Mangun-wijaya adalah dengan menggali
jiwa-jiwa kreatif manusia, dengan segala karakter bawaannya yang berfikir dan yang
berdikari [berdiri diatas kaki sendiri, mandiri]. Berarsitektur bukan saja berkarya untuk
bangunan megah berteknologi tinggi, tetapi ber-arsitektur (seharusnya) kembali ke alam,
berkarya rancang bangun yang bersandar pada tradisi-tradisi lokal. Pandangan
Mangunwijaya bangunan biar benda mati namun bukan berarti tak “berjiwa”, rumah yang
kita bangun ialah rumah manusia. Oleh karena itu merupakan sesuatu yang sebenarnya
selalu dinafasi oleh kehidupan manusia, oleh watak dan kecenderungan-kecenderungan,
oleh nafsu-nafsu dan cita-citanya.
Apabila arsitek dunia mengenal trilogi tentang arsitektur yakni: Firmitas, Utilitas
dan Venustas namun menurut Romo Mangun hanya dwilogi: “Guna dan Citra” merujuk
pada aspek keterampilan dan identitas kebudayaan setempat dalam membuat arsitektur.
Dimana dalam sudut pandang Romo Mangun, “Guna” dan “Citra” arsitektur mengandung
arti bahwa sebuah bangunan arsitektur haruslah mempunyai bentuk yang fungsional,
benar, dan wajar, sebab arsitektur bukanlah sebuah bangunan kosong tidak memiliki
makna melainkan juga menjadi bagian dari lingkungan. Dengan sudut pandang tersebut
aspek “Guna” berkaitan dengan kemampuan sebuah bangunan dalam menghadirkan
kenyamanan bagi penggunanya dan menghadirkan kegunaan atau manfaat pada setiap
detail arsitekturalnya. Sedangkan aspek “Citra” berkaitan dengan pemaknaaan dari tiap-
tiap detail arsitektural seperti pemaknaaan teritori, strata sosial, sampai pemaknaan
sebuah kekuasaan atau perbedaan status sosial, “Citra” merupakan suatu kesan
penghayatan yang pengartian bagi seseorang. Aspek “Citra” lebih bersifar spiritual, lebih
menyangkut derajat dan martabat manusia yang berumah.

Skema Merancang Arsitektur


Referensi

[1] https://iplbi.or.id/sajak-wastu-mangunwijaya/
[2] https://www.seputarpengetahuan.co.id/2017/12/pengertian-arsitektur-menurut-para-
ahli.html#16_YB_Mangunwijaya_1988348
[3] http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=1344500&val=346&title=ARSITE
KTUR%20GUNA%20DAN%20CITRA%20SANG%20ROMO%20MANGUN
[4] https://talentaconfseries.usu.ac.id/ee/article/download/856/645/

Anda mungkin juga menyukai