Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

“LIMFOMA HODGKIN”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Anak di
Ruang 7 B RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh :

Vitara Daru Rahmi

190070300111026

PROGRAM PROFESI NERS

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2019
HALAMAN PENGESAHAN

LIMFOMA HODGKIN

DI RUANG 7 B RSUD dr SAIFUL ANWAR MALANG

Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Anak Ruang 7B RSSA Malang

Oleh :

Vitara Daru Rahmi

NIM. 190070300111026

Telah diperiksa dan disetujui pada :

Hari :

Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

( ) ( )
LIMFOMA MALIGNA

Limfoma merupakan penyakit keganasan yang berasal dari jaringan limfoid


mencakup sistem limfatik dan imunitas tubuh (Swerdlow, 2016). Limfoma terjadi akibat dari
adanya pertumbuhan yang abnormal dan tidak terkontrol dari sel sistem imun yaitu limfosit.
Sel limfosit yang bersifat ganas ini dapat menuju ke berbagai bagian dalam tubuh seperti
limfonodi, limfa, sumsum tulang belakang, darah atau berbagai organ lainnya yang
kemudian dapat membentuk suatu massa yang disebut sebagai tumor. Tubuh memiliki 2
jenis limfosit utama yang dapat berkembang menjadi limfoma yaitu sel-B limfosit dan sel-T
limfosit.

Secara umum, limfoma dapat dibedakan menjadi limfoma Hodgkin (LH) dan limfoma
non-Hodgkin (LNH). Klasifikasi ini dibuat berdasarkan perbedaan histopatologik dari kedua
penyakit di atas yang mana pada LH terdapat gambaran histopatologik yang khas ditandai
dengan adanya sel Reed-Sternberg. Kasus LH terjadi lebih jarang daripada LNH dengan
sekitar 9.000 kasus baru dapat terjadi di setiap tahunnya serta dapat terjadi baik pada
dewasa maupun anak-anak dan biasanya terdiagnosis pada dewasa muda sekitar usia 20
dan 34 tahun.

Tanda dan gejala umum dari LH dapat berupa pembengkakan limfonodi yang sering
kali dirasakan tidak nyeri, demam, berkeringat di malam hari, penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan dan merasa kekurangan energi. Tanda dan gejala tersebut bisa
dikatakan tidak khas oleh karena sering kali juga ditemukan pada penyakit lain yang bukan
LH.

Sebagian besar LH ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan salah satu
penyulit dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal merupakan faktor
penting dalam terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis terapi, baik kemoterapi
ataupun radioterapi. Akhir-akhir ini, angka harapan hidup penderita LH semakin meningkat
bahkan sembuh berkat manajemen penyakit yang tepat.
HODGKIN
1. Definisi dan Epidemiologi
Limfoma maligna adalah penyakit keganasan primer dari jaringan limfoid yang
bersifat padat/ solid meskipun kadang-kadang dapat menyebar secara sistemik. Secara
garis besar, limfoma maligna dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: (1) limfoma
Hodgkin (LH) dan (2) limfoma non-Hodgkin (LNH) (Bakta, 2006). LH merupakan penyakit
keganasan yang mengenai sel-B limfosit dan khas ditandai oleh adanya sel Reed
Sternberg dengan latar belakang sel radang pleomorf (limfosit, eosinofil, neutrophil, sel
plasma dan histiosit) (Kumar, 2013). Sel Reed Sternberg adalah sebuah sel yang sangat
besar dengan ukuran diameter sekitar 15 sampai dengan 45 mikrometer, berinti besar
multilobuler dengan banyak anak inti yang menonjol dan sitoplasma yang sedikit
eusinofilik. Karakteristik utama dari sel Reed Sternberg adalah adanya dua buah inti yang
saling bersisian yang di dalamnya masing-masing berisi sebuah anak inti asidofilik yang
besar dan mirip dengan inklusi yang dikelilingi oleh daerah sel yang jernih. Gambaran
morfologi tersebut membuat sel Reed Sternberg tampak seperti mata burung hantu (owl-
eye).

Sel Reed Sternberg


40% limfoma pada orang dewasa dilaporkan sebagai LH. Insiden LH tergolong
stabil dengan sekitar 8.490 kasus baru pernah dilaporkan di Amerika Serikat pada tahun
2010 (Longo, 2012). LH lebih sering terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita
(1,2:1) dan lebih sering terjadi pada orang berkulit putih dibandingkan dengan orang
berkulit hitam. Distribusi usia pada LH tergolong bimodal dengan usia puncak pertama
yaitu sekitar 15 sampai dengan 34 tahun dan usia puncak kedua yaitu sekitar lebih dari
atau sama dengan 50 tahun.

2. Etiologi dan Patogenesis


3. Klasifikasi
 Klasifikasi stadium
Penetapan stadium penyakit harus dilakukan sebelum pengobatan dan setiap lokasi
jangkitan harus didata dengan cermat baik jumlah dan ukurannya serta digambar
secara skematis. Hal ini penting dalam menilai hasil pengobatan. Disepakati
menggunakan sistem staging menurut Ann-Arborr, yaitu sebagai berikut :

 Klasifikasi histologik
Penggolongan histologik Limfoma Non Hodgkin merupakan masalah yang rumit.
Perkembangan terkhir klasifikasi yang banyak digunakan dan diterima oleh pusat-
pusat kesehatan adalah berdasarkan Formulasi praktis IWF dan REAL/WHO.
B Cell Neoplasm
I. Precursor B-cell neoplasm : Precursor B-Acute Lymphoblastic
Leukemia/lymphoblastic lymphoma.
II. Peripheral B-cell neoplasms
a. B-cell chronic lymphocytic leukemia/small lymphocytic lymphoma.
b. B-cell prolymphocytic leukemia.
c. Lymphoplasmacytic lymphoma.
d. Mantle cell lymphoma.
e. Follicular lymphoma.
f. Extranodal marginal zone B-cell lymphoma or MALT type.
g. Nodal marginal zone B-cell lymphoma.
h. Splenic marginal zone lymphoma.
i. Hairy cell leukemia.
j. Plasmacytoma/ plasma cell myeloma.
k. Diffuse large B-cell lymphoma.
l. Burkitt’s lymphoma.

T Cell and putative NK Cell Neoplasm


I. Precursor T-cell neoplasms: Precursor T Acute Lymphoblastic
Leukemia/Lymphoblastic Lymphoma.
II. Peripheral T Cell and NK Cell Neoplasm
a. T Cell chronic lymphocytic leukemia/prolymphocytic leukemia.
b. T-cell granular lymphocytic leukemia.
c. Mycosis fungoides / Sézary syndrome.
d. Peripheral T-cell lymphoma, not otherwise characterized.
e. Hepatosplenic gamma/delta lymphoma.
f. Subcutaneous panniculitis-like T-cell lymphoma.
g. Angioimmunoblastic T-cell lymphoma.
h. Extranodal NK/T cell lymphoma, nasal type.
i. Enteropathy-type intestinal T-cell lymphoma.
j. Adult T-cell leukaemia/lymphoma.
k. Anaplastic large-cell lymphoma primary systemic type.
l. Anaplastic large-cell lymphoma primary cutaneus type.
m. Aggressive NK cell leukemia.
(Kemenkes RI, 2015)

4. Etiologi dan Faktor Risiko


Pada umumnya, sulit untuk menentukan penyebab pasti untuk pasien Limfoma Non-
Hodgkin. Akan tetapi beberapa faktor yang diketahui terkait dengan perkembangan
Limfoma. Faktor-faktor tersebut meliputi virus seperti HIV (Human Immunodeficiency
Virus), Virus Epstein Barr (EBV), HTLV-1 dan HHV-8. Faktor lainnya yang menjadi faktor
penyebab adalah karsinogen yang ada di lingkungan sekitar serta kelainan genetik tertentu
seperti Wiskott-Aldrich Syndrome (Parkway Cancer Centre, 2015).
Para peneliti telah menemukan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesempatan
seseorang mendapatkan limfoma non-Hodgkin, yaitu sebagai berikut :
a. Usia
Semakin tua merupakan faktor risiko yang kuat untuk limfoma, dengan sebagian besar
kasus terjadi pada orang berusia 60-an atau lebih tua. Tetapi beberapa jenis limfoma
lebih sering terjadi pada orang yang lebih muda.
b. Jenis kelamin
Secara keseluruhan, risiko limfoma non-Hodgkin lebih tinggi pada pria dibandingkan
pada wanita, tetapi ada beberapa jenis limfoma non-Hodgkin yang lebih sering terjadi
pada wanita. Alasan untuk ini tidak diketahui.
c. Ras, etnis, dan geografi
Di Amerika Serikat, ras putih lebih mungkin dibandingkan Afrika Amerika dan Asia
Amerika untuk mengembangkan limfoma non-Hodgkin. Di seluruh dunia, limfoma non-
Hodgkin lebih umum di negara-negara berkembang, dengan Amerika Serikat dan
Eropa memiliki tingkat tertinggi. Beberapa jenis limfoma yang telah dikaitkan dengan
infeksi tertentu (dijelaskan lebih lanjut pada) lebih sering terjadi pada bagian-bagian
tertentu dari dunia.
d. Paparan bahan kimia tertentu
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa bahan kimia seperti benzena dan herbisida
dan insektisida tertentu dapat dihubungkan dengan peningkatan risiko limfoma non-
Hodgkin. Penelitian untuk memperjelas ini mungkin masih dalam proses.
Beberapa obat kemoterapi yang digunakan untuk mengobati kanker lainnya dapat
meningkatkan risiko pengembangan limfoma non-Hodgkin bertahun-tahun kemudian.
Misalnya, pasien yang telah dirawat untuk penyakit Hodgkin memiliki peningkatan risiko
mengembangkan kemudian limfoma non-Hodgkin. Tapi itu tidak benar-benar jelas
apakah ini berkaitan dengan penyakit itu sendiri atau jika itu adalah efek dari
pengobatan.
e. Paparan radiasi
Studi pada korban yang selamat dari bom atom dan kecelakaan reaktor nuklir telah
menunjukkan mereka memiliki peningkatan risiko mengembangkan beberapa jenis
kanker, termasuk leukemia, kanker tiroid, dan limfoma non-Hodgkin.
Pasien yang diobati dengan terapi radiasi untuk beberapa jenis kanker lainnya, seperti
penyakit Hodgkin, memiliki risiko sedikit meningkat untuk limfoma non-Hodgkin di
kemudian hari. Risiko ini lebih besar untuk pasien yang diobati dengan kedua terapi
radiasi dan kemoterapi.
f. Defisiensi sistem kekebalan tubuh
Orang dengan sistem kekebalan yang lemah memiliki peningkatan risiko untuk
limfoma non-Hodgkin. Misalnya, orang yang menerima transplantasi organ (ginjal,
jantung, hati) diobati dengan obat yang menekan sistem kekebalan tubuh mereka untuk
mencegah dari menyerang organ baru. Orang-orang ini memiliki risiko lebih tinggi
terkena limfoma non-Hodgkin.
The human immunodeficiency virus (HIV) juga dapat melemahkan sistem
kekebalan tubuh, dan orang-orang yang terinfeksi HIV berada pada peningkatan risiko
limfoma non-Hodgkin.
Beberapa genetik (diwariskan) sindrom dapat menyebabkan anak-anak yang
lahir dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang. Seiring dengan peningkatan risiko
infeksi serius, anak-anak ini juga memiliki risiko lebih tinggi terkena limfoma non-
Hodgkin.
g. Penyakit autoimun
Beberapa penyakit autoimun seperti rheumatoid arthritis, lupus eritematosus sistemik
(SLE atau lupus), penyakit Sjogren (Sjögren), celiac sprue (gluten-sensitif enteropati),
dan lain-lain telah dikaitkan dengan peningkatan laju limfoma non-Hodgkin.
Dalam penyakit autoimun, sistem kekebalan tubuh melihat jaringan tubuh sendiri
sebagai benda asing dan menyerang mereka, karena kuman. Limfosit (sel-sel yang
mulai limfoma) adalah bagian dari sistem kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh
yang terlalu aktif pada penyakit autoimun dapat membuat limfosit tumbuh dan
membelah lebih sering dari biasanya. Ini mungkin meningkatkan risiko mereka
berkembang menjadi sel-sel limfoma.
h. Infeksi tertentu
Beberapa jenis infeksi dapat meningkatkan risiko limfoma non-Hodgkin dengan cara
yang berbeda.
Infeksi yang secara langsung mengubah limfosit
Beberapa virus dapat secara langsung mempengaruhi DNA limfosit, membantu
untuk mengubah mereka menjadi sel kanker. Leukemia sel T/ virus limfoma (HTLV-1)
dan virus Epstein-Barr (EBV) tampaknya bekerja dengan cara ini.
Infeksi HTLV-1 meningkatkan risiko seseorang mengembangkan beberapa
jenis limfoma sel-T. Virus ini paling sering terjadi pada beberapa bagian Jepang dan di
kawasan Karibia, tetapi ditemukan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, hal itu
menyebabkan kurang dari 1% dari limfoma. HTLV-1 menyebar melalui seks dan darah
yang terkontaminasi dan dapat ditularkan kepada anak-anak melalui ASI dari ibu yang
terinfeksi.
Infeksi virus Epstein-Barr (EBV) merupakan faktor risiko penting untuk limfoma
Burkitt di daerah Afrika di mana jenis limfoma adalah umum. Di negara maju seperti
Amerika Serikat, EBV lebih sering dikaitkan dengan limfoma pada pasien juga terinfeksi
HIV, virus yang menyebabkan AIDS. Hal ini juga dikaitkan dengan mengembangkan
jenis limfoma pembunuh alami ekstranodal sel-T, granulomatosis lymphomatoid
(bentuk limfoma sel-B), dan gangguan limfoproliferatif pasca transplantasi.
Human Herpes Virus 8 (HHV8) juga dapat menginfeksi limfosit, yang mengarah
ke tipe yang jarang dari limfoma disebut limfoma efusi primer. Limfoma ini paling sering
terlihat pada pasien yang terinfeksi HIV. Infeksi HHV8 juga terkait dengan kanker lain,
sarkoma Kaposi. Untuk alasan ini, nama lain untuk virus ini adalah sarkoma Kaposi
terkait virus herpes (KSHV).

Infeksi yang melemahkan sistem kekebalan tubuh


Infeksi human immunodeficiency virus (HIV), juga dikenal sebagai virus AIDS,
umumnya menyebabkan defisiensi sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV merupakan
faktor risiko untuk mengembangkan beberapa jenis limfoma non-Hodgkin, seperti
limfoma Burkitt dan menyebar limfoma sel-B besar.

Infeksi yang menyebabkan stimulasi kekebalan kronis


Beberapa infeksi jangka panjang dapat meningkatkan risiko seseorang dari
limfoma dengan memaksa sistem kekebalan tubuh mereka terus-menerus diaktifkan.
Karena lebih banyak limfosit yang dibuat untuk melawan infeksi, ada kesempatan yang
lebih besar untuk terjadi kesalahan genetik, yang akhirnya dapat menyebabkan
limfoma.
Helicobacter pylori, sejenis bakteri yang diketahui menyebabkan radang perut,
juga telah dikaitkan dengan mukosa terkait jaringan limfoid (MALT) limfoma lambung.
Reaksi kekebalan tubuh terhadap infeksi ini meningkatkan risiko limfoma. Hal ini
penting karena antibiotik dapat membantu mengobati beberapa pasien yang memiliki
limfoma MALT perut yang menguji positif untuk H. pylori.
Chlamydophila psittaci (sebelumnya dikenal sebagai Chlamydia psittaci) adalah
bakteri yang dapat menginfeksi manusia dan hewan. Pada manusia, hal ini dapat
menyebabkan infeksi paru-paru yang disebut psittacosis. DNA dari bakteri ini telah
ditemukan di biopsi dari limfoma MALT di jaringan di sekitar mata (disebut adneksa
okular limfoma zona marginal). Ini adalah tanda infeksi. Sebuah studi terbaru
menunjukkan bahwa mengobati infeksi dengan antibiotik (doksisiklin) dapat membuat
limfoma ini menjadi lebih baik dan bahkan pergi.
Infeksi bakteri Campylobacter jejuni telah dikaitkan dengan jenis limfoma MALT
disebut penyakit usus kecil immunoproliferative. Jenis limfoma, yang juga kadang-
kadang disebut limfoma perut Mediterania, biasanya terjadi pada orang dewasa muda
di negara-negara Mediterania timur. Antibiotik dapat membantu dalam mengobati
limfoma ini, terutama pada tahap awal.
Hepatitis C virus (HCV) juga dapat menyebabkan infeksi jangka panjang. Infeksi
HCV tampaknya menjadi faktor risiko untuk beberapa jenis limfoma. Dalam limfoma
zona marginal limpa, jika infeksi HCV diperlakukan berhasil, limfoma mungkin akan
lebih baik dan bahkan pergi.
i. Berat badan dan diet
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa kelebihan berat badan atau obesitas dapat
meningkatkan risiko limfoma non-Hodgkin. Penelitian lain telah menunjukkan bahwa
diet tinggi lemak dan daging dapat meningkatkan risiko. Penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk mengkonfirmasi temuan ini.
j. Payudara implan
Meskipun jarang, beberapa wanita mengalami limfoma anaplastik sel besar dalam
jaringan parut di sekitar implan payudara mereka.
(American Cancer Society, 2014)

5. Patofisiologi
Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat terjadinya mutasi
gen pada salah satu gen pada salah satu sel dari sekelompok sel limfosit tua yang tengah
berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat adanya rangsangan
imunogen). Beberapa perubahan yang terjadi pada limfosit tua antara lain:
1) Ukurannya semakin besar
2) Kromatin inti menjadi lebih halus
3) Nukleolinya terlihat
4) Protein permukaan sel mengalami perubahan.
Beberapa faktor resiko yang diperkirakan dapat menyebabkan terjadinya limfoma
Hodgkin dan non-Hodgkin seperti infeksi virus-virus seperti virus Epstein-Berg,
Sitomegalovirus, HIV, HHV-6, defisiensi imun, bahan kimia, mutasi spontan, radiasi
awalnya menyerang sel limfosit yang ada di kelenjar getah bening sehingga sel-sel limfosit
tersebut membelah secara abnormal atau terlalu cepat dan membentuk tumor/benjolan.
Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening
(ekstra nodal). Proliferasi abnormal tumor tersebut dapat memberi kerusakan penekanan
atau penyumbatan organ tubuh yang diserang. Apabila sel tersebut menyerang Kelenjar
limfe maka akan terjadi Limphadenophaty.
Dampak dari proliferasi sel darah putih yang tidak terkendali, sel darah merah akan
terdesak, jumlah sel eritrosit menurun dibawah normal yang disebut anemia. Selain itu
populasi limfoblast yang sangat tinggi juga akan menekan jumlah sel trombosit dibawah
normal yang disebut trombositopenia. Bila kedua keadaan terjadi bersamaan, hal itu akan
disebut bisitopenia yang menjadi salah satu tanda kanker darah.
Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di suatu
tempat (misalnya leher atau selangkangan)atau di seluruh tubuh. Kelenjar membesar
secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Kadang pembesaran kelenjar
getah bening di tonsil (amandel) menyebabkan gangguan menelan.
Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam dada atau perut bisa menekan berbagai
organ dan menyebabkan: gangguan pernafasan, berkurangnya nafsu makan, sembelit
berat, nyeri perut, pembengkakan tungkai.
Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukimia. Limfoma non hodgkin
lebih mungkin menyebar ke sumsum tulang, saluran pencernaan dan kulit. Pada anak –
anak, gejala awalnya adalah masuknya sel – sel limfoma ke dalam sumsum tulang, darah,
kulit, usus, otak, dan tulang belekang; bukan pembesaran kelenjar getah bening.
Masuknya sel limfoma ini menyebabkan anemia, ruam kulit dan gejala neurologis
(misalnya delirium, penurunan kesadaran).
Secara kasat mata penderita tampak pucat, badan seringkali hangat dan merasa
lemah tidak berdaya, selera makan hilang, berat badan menurun disertai pembengkakan
seluruh kelenjar getah bening : leher, ketiak, lipat paha, dll.
(Pathway Terlampir)

6. Manifestasi Klinis
Gejala yang sering ditemukan pada penderita limfoma pada umumnya non-spesifik,
diantaranya:
 Penurunan berat badan >10% dalam 6 bulan.
 Demam 38oC >1 minggu tanpa sebab yang jelas.
 Keringat malam banyak.
 Cepat lelah.
 Penurunan nafsu makan.
 Pembesaran kelenjar getah bening yang terlibat.
 Dapat pula ditemukan adanya benjolan yang tidak nyeri di leher, ketiak atau pangkal
paha (terutama bila berukuran di atas 2 cm); atau sesak napas akibat pembesaran
kelenjar getah bening mediastinum maupun splenomegali.
Tiga gejala pertama harus diwaspadai karena terkait dengan prognosis yang kurang baik,
begitu pula bila terdapatnya Bulky Disease (KGB berukuran > 6-10 cm atau mediastinum
>33% rongga toraks).
Menurut Lymphoma International Prognostic Index, temuan klinis yang mempengaruhi
prognosis penderita LNH adalah usia >60 tahun, keterlibatan kedua sisi diafragma atau
organ ekstra nodal (Ann Arbor III/IV) dan multifokalitas (>4 lokasi).
(Kemenkes RI, 2015)

7. Pemeriksaan Diagnostik
Ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
1) Anamnesis Umum :
 Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) atau organ.
 Malaise umum.
 Berat badan menurun 10% dalam waktu 3 bulan.
 Demam tinggi 38°C selama 1 minggu tanpa sebab.
 Keringat malam.
 Keluhan anemia (lemas, pusing, jantung berdebar).
 Penggunaan obat-obatan tertentu.
Khusus :
 Penyakit autoimun (SLE, Sjorgen, Rheuma).
 Kelainan Darah.
 Penyakit Infeksi (Toxoplasma, Mononukleosis, Tuberkulosis, Lues, dsb).

2) Pemeriksaan Fisik
 Pembesaran kelenjar getah bening.
 Kelainan/pembesaran organ.
 Performance status: ECOG atau WHO/karnofsky.

3) Pemeriksaan Diagnostik
a. Biopsi :
1. Biopsi kelenjar getah bening dilakukan cukup pada 1 kelenjar yang paling
representatif, superfisial, dan perifer. Jika terdapat kelenjar superfisial/perifer
yang paling representatif, maka tidak perlu biopsi intraabdominal atau
intratorakal. Spesimen kelenjar diperiksa:
a) Rutin
Histopatologi : sesuai kriteria REAL-WHO.
b) Khusus : Imunohistokimia
2. Diagnosis harus ditegakkan berdasarkan histopatologi dan tidak cukup hanya
dengan sitologi. Pada kondisi tertentu dimana kelenjar getah bening sulit
dibiopsi, maka kombinasi core biopsy FNAB bersama-sama dengan teknik lain
(IHK, Flowcytometri dan lain-lain) mungkin mencukupi untuk diagnosis.
3. Tidak diperlukan penentuan stadium dengan laparotomi.
b. Laboratorium :
1. Rutin
Hematologi :
 Darah Perifer Lengkap (DPL) : Hb, Ht, leukosit, trombosit, LED, hitung
jenis.
 Gambaran Darah Tepi (GDT) : morfologi sel darah.
Analisis urin : urin lengkap.
Kimia klinik :
 SGOT, SGPT, Bilirubin (total/direk/indirek), LDH, protein total, albumin-
globulin.
 Alkali fosfatase, asam urat, ureum, kreatinin.
 Gula Darah Sewaktu.
 Elektrolit: Na, K, Cl, Ca, P.
 HIV, TBC, Hepatitis C (anti HCV, HBsAg).
2. Khusus
 Gamma GT.
 Serum Protein Elektroforesis (SPE).
 Imunoelektroforesa (IEP).
 Tes Coomb.
 B2 mikroglobulin
c. Aspirasi Sumsum Tulang (BMP) dan biopsi sumsum tulang dari 2 sisi spina illiaca
dengan hasil spesimen 1 - 2 cm.

d. Radiologi
Untuk pemeriksaan rutin/standard dilakukan pemeriksaan CT Scan
thorak/abdomen. Bila hal ini tidak memungkinkan, evaluasi sekurang-kurangnya
dapat dilakukan dengan : Toraks foto PA dan Lateral dan USG seluruh abdomen.
e. Konsultasi THT
Bila Cincin Waldeyer terkena dilakukan laringoskopi.
f. Cairan tubuh lain (Cairan pleura, cairan asites, cairan liquor serebrospinal)
Jika dilakukan pungsi/aspirasi diperiksa sitologi dengan cara cytospin, disamping
pemeriksaan rutin lainnya.
g. Imunofenotyping
Minimal dilakukan pemeriksaan imunohitstokimia (IHK) untuk CD20 dan akan lebih
ideal bila ditambahkan dengan pemeriksaan CD45, CD3 dan CD56 dengan format
pelaporan sesuai dengan kriteria WHO (kuantitatif).
h. Konsultasi jantung
Menggunakan echogardiogram untuk melihat fungsi jantung
(Kemenkes RI, 2015)

8. Penatalaksanaan Medis
Terapi yang dilakukan biasanya melalui pendekatan multidisiplin. Terapi yang dapat
dilakukan adalah:
1. Derajat Keganasan Rendah (DKR)/indolen:
Pada prinsipnya simtomatik
 Kemoterapi: obat tunggal atau ganda (per oral), jika dianggap perlu: COP
(Cyclophosphamide,Oncovin, dan Prednisone)
 Radioterapi: LNH sangat radiosensitif. Radioterapi ini dapat dilakukan untuk lokal
dan paliatif. Radioterapi: Low Dose TOI + Involved Field Radiotherapy’
2. Derajat Keganasan Mengah (DKM)/agresif limfoma
 Stadium I: Kemoterapi (CHOP/CHVMP/BU)+radioterapi
 CHOP (Cyclophosphamide, Hydroxydouhomycin,Oncovin, Prednisone)
 Stadium II - IV: kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi berperan untuk tujuan
paliasi.
3. Derajat Keganasan Tinggi (DKT)
DKT Limfoblastik (LNH-Limfoblastik)
 Selalu diberikan pengobatan seperti Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
 Re-evaluasi hasil pengobatan dilakukan pada:
o setelah siklus kemoterapi ke-empat
o setelah siklus pengobatan lengkap

Pengobatan juga dapat melibatkan modalitas berikut :


a. Kemoterapi
Pengobatan Kemoterapi menggunakan obat yang disebut cytotoxics. Obat ini
membunuh sel kanker, namun juga dapat membunuh sel-sel normal seperti sel darah.
Dengan demikian komplikasi seperti anemia dan rentan terhadap infeksi mungkin
terjadi. Karena itu, infeksi mendadak dan infeksi yang mengancam keselamatan jiwa
saat tingkat sel darah putih rendah, sangat dikhawatirkan.
b. Terapi radiasi (radioterapi)
Terapi radiasi (atau radioterapi) menggunakan sinar energi tinggi untuk membunuh sel-
sel NHL. Prosedur ini dapat membantu menyusutkan tumor dan mengendalikan rasa
sakit. Ada 2 tipe radioterapi yang digunakan untuk mengobati pasien dengan limfoma:
 Radiasi Eksternal: Mesin penyinar diarahkan pada bagian tubuh dimana terdapat
kumpulan sel limfoma terbesar/terbanyak. Terapi yang terlokalisir ini hanya
berdampak pada sel-sel yang terdapat pada area pengobatan. Umumnya pasien
datang berobat ke rumah sakit atau klinik selama 5 kali dalam seminggu dan
berjalan selama beberapa minggu.
 Radiasi Sistemik: Beberapa pasien Limfoma menerima suntikan yang berisi
materi radioaktif yang menyebar ke seluruh tubuh. Materi radioaktif tersebut diikat
pada sistem antibodi yang mengincar serta menghancurkan sel-sel limfoma.
c. Terapi biologis
Prosedur ini umumnya terdiri dari monoclonal antibodies, yang terdiri dari molekul-
molekul protein yang dirancang khusus untuk mengikat sel-sel limfoma tertentu (melalui
cell surface markers) dan membunuh mereka. Contoh dari monoclonal antibodies
adalah MabThera untuk Limfoma Sel B yang memiliki CD-20 Surface markers dan
Campath untuk Limfoma Sel T.
d. Pencangkokan sel punca
Prosedur ini dapat digunakan sebagai pengobatan limfoma, dalam konteks bila limfoma
kembali menyerang. Prosedur ini juga dikenal sebagai Kemoterapi Dosis Tinggi. Pada
prinsipnya, prosedur ini menggunakan dosis besar kemoterapi untuk
membunuh/mengatasi sel limfoma yang melakukan perlawanan. Sel punca kemudian
digunakan untuk “menyelamatkan” pasien agar efek samping dari prosedur ini dapat
diatasi dengan cepat.
Seringkali dibutuhkan kombinasi antar 2 modalitas pengobatan atau lebih. Hal ini
tergantung dengan sub-tipe limfoma yang diderita serta hasil prognosis terhadap limfoma
tersebut (Parkway Cancer Centre, 2015).

Menurut Kemenkes RI (2015), pilihan terapi bergantung pada beberapa hal, antara lain:
tipe limfoma (jenis histologi), stadium, sifat tumor (indolen/progresif), usia, dan keadaan
umum pasien.
 LNH INDOLEN (FOLIKULAR)
a) LNH INDOLEN STADIUM I DAN II
Radioterapi memperpanjang disease free survival pada beberapa pasien. Standar
pilihan terapi :
1. Iradiasi.
2. Kemoterapi + radiasi.
3. Extended (regional) iradiasi.
4. Kemoterapi (terutama pada stadium ≥2 menurut kriteria GELF).
5. Kombinasi kemoterapi dan imunoterapi.
b) LNH INDOLEN STADIUM II, III, IV
Standar pilihan terapi :
1. Tanpa terapi.
2. Rituximab dapat diberikan sebagai kombinasi terapi lini pertama yaitu R-CVP.
Pada kondisi dimana Rituximab tidak dapat diberikan maka kemoterapi
kombinasi merupakan pilihan pertama misalnya : COPP, CHOP dan FND.
3. Purine nucleoside analogs (Fludarabin) pada LNH primer.
4. Alkylating agent oral (dengan/tanpa steroid), bila kemoterapi kombinasi tidak
dapat diberikan/ditoleransi (cyclofosfamid, chlorambucil).
5. Rituximab maintenance dapat dipertimbangkan.
6. Kemoterapi intensif ± Total Body irradiation (TBI) diikuti dengan stem cell
resque dapat dipertimbangkan pada kasus tertentu.
7. Raditerapi paliatif, diberikan pada tumor yang besar (bulky) untuk mengurangi
nyeri/obstruksi.
c) LNH INDOLEN RELAPS
Standar pilihan terapi :
1. Radiasi paliatif.
2. Kemoterapi.
3. Transplantasi sumsum tulang.

 LNH AGRESIF (DIFFUSE LARGE B CELL LYMPHOMA)


a) LNH STTADIUM I DAN II
Pada kondisi tumor non bulky (diameter tumor < 10 cm) dengan kriteria : pasien
muda risiko rendah atau rendah menengah (aaIPI score ≤1) dan risiko tinggi atau
menengah tinggi (aaIPI ≥2), bila fasilitas memungkinkan, kemoterapi kombinasi R-
CHOP 6-8 siklus merupakan protokol standar saat ini serta dapat dipertimbangkan
pemberian radioterapi (untuk konsolidasi).
b) LNH STADIUM I-II (BULKY), III DAN IV
o Bila memungkinkan, pemberian kemoterpi RCHOP 6-8 siklus ± radioterapi
konsolidasi, dipertimbangkan pada stadium I dan II.
o Uji klinik pada stadium II dan IV
c) LNH REFRAKTER/RELAPS
o Pasien LNH refrakter yang gagal mencapai remisi, dapat diberikan terapi
salvage dengan radioterapi jika area yang terkena tidak ekstensif. Terapi
pilihan bila memungkinakan adalah kemoterapi salvage diikuti dengan
transplantasi sumsum tulang.
o Kemoterapi salvage seperti R-DHAP maupun R-ICE.
o High dose chemotherapy plus radioterapi diikuti dengan transplantasi
sumsum tulang.
(Kemenkes RI, 2015)

9. Komplikasi
Akibat langsung penyakitnya:
 Penekanan terhadap organ khususnya jalan napas, usus,dan saraf.
 Mudaah terjadi infeksi, bisa fatal.
Akibat efek samping pengobatan:
 Aplasia sumsum tulang
 Gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin
 Gagal ginjal oleh obat sisplatinum
 Neuritis oleh obat vinkristin

10. Pencegahan
Tidak ada cara yang diketahui untuk mencegah limfoma. Sebuah rekomendasi standar
adalah untuk menghindari faktor risiko untuk penyakit ini. Namun, beberapa faktor risiko
untuk limfoma tidak diketahui, dan karena itu tidak mungkin untuk menghindari. Infeksi
virus seperti HIV, EBV, dan hepatitis merupakan faktor risiko yang dapat dihindari dengan
sering mencuci tangan, mempraktekkan seks yang aman , dan dengan tidak berbagi
jarum, pisau cukur, sikat gigi, dan barang-barang pribadi yang serupa yang mungkin
terkontaminasi dengan darah yang terinfeksi atau cairan .

Mencermati Pencetus Kanker


Para ahli di Amerika menemukan salah satu kemungkinan penyebab kanker limfoma
adalah adanya intake tinggi lemak-lemak trans, yang sudah terbukti juga meningkatkan
risiko penyakit jantung. Dalam penelitian terhadap 88.410 perempuan, yang paling
banyak makan lemak trans (sekitar 5,7 gram/hari) mempunyai risiko 2 kali lebih tinggi
terserang limfoma dibanding mereka yang makan paling sedikit (sekitar 2,4 gram/hari).
Lemak trans itu yang bagaimana? Lemak trans banyak digunakan dalam biskuit misalnya
cracker, cake, pie, dan cookies siap beli. Untuk lebih aman, setiap kali ingin membeli
biskuit yang siap beli, lebih baik baca bahan kandungan terlebih dahulu. Hindari produk
yang didalamnya mengandung 'Partially Hydrogenated Oil' yang merupakan sumber
lemak trans.
Tidak ada pedoman untuk mencegah limfoma Non Hodgkin karena penyebabnya tidak
diketahui. Super lutein merupakan herbal antikanker no 1 yang direkomendasikan oleh
6600 dokter di dunia. Kemampuannya sebagai herbal antikanker tidak dapat dipungkiri
lagi. Kandungan lycopene, beta caroten dan alpha carotene merupakan karotenoid yang
berfungsi sebagai antioksidan yang sangat baik untuk regenerasi sel-selyang telah mati
dan menghambat radikal bebas dalam tubuh. karotenoid tersebut juga mampu
menghambat dan membunuh mutasi sel-sel kanker ini.

11. Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala :
- Kelelahan, kelemahan atau malaise umum.
- Kehilangan produktivitas dan penurunan toleransi latihan.
- Kebutuhan tidur dan latihan lebih banyak
Tanda :
Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban dan tanda lain yang menunjukkan
kelelahan

SIRKULASI
Gejala : Palpitasi, angina/ nyeri dada
Tanda : Takikardia, disritmia, sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena
karena pembesaran nodus limfa adalah kejadian yang jarang), ikterus dan
ikterik yang umum sehubungan dengan kerusakan hati dan obstruksi
duktus empedu oleh pembesaran nodus limfa (mungkin tanda lanjut), pucat
(anemia), diaforesis, keringat malam.

INTEGRITAS
Gejala :
- Faktor stress, misal sekolah, pekerjaan, keluarga.
- Takut/ ansietas sehubungan dengan diagnosis dan kemungkinan takut mati.
- Ansietas/ takut sehubungan dengan tes diagnostik dan modalitas pengobatan
(kemoterapi dan terapi radiasi).
- Masalah finansial : biaya rumah sakit, pengobatan mahal, takut kehilangan
pekerjaan sehubungan dengan kehilangan waktu kerja.
- Status hubungan : takut dan ansietas sehubungan dengan menjadi orang yang
tergantung pada keluarga.
Tanda : Berbagai perilaku; misalnya marah, menarik diri, pasif.

ELIMINASI
Gejala :
- Perubahan karakteristik urine dan/atau feses.
- Riwayat obstruksi usus, contoh intususepsi atau sindrom malabsorbsi (infiltrasi dan
nodus limfa retroperitoneal)
Tanda :
- Nyeri tekan pada kuadran kanan dan pembesaran pada palpasi (hepatomegali).
- Nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan pembesaran pada palpasi (splenomegali).
- Penurunan pengeluaran urine gelap/ pekat, anuria (obstruksi uretral/gagal ginjal).
- Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi batang spinal terjadi lebih lanjut)

MAKANAN/CAIRAN
Gejala :
- Anoreksia/kehilangan nafsu makan.
- Disfagia (tekanan pada esophagus).
- Adanya penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan sama dengan 10 % atau
lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya diet
Tanda :
- Pembengkakan pada leher, wajah, rahang atau tangan kanan (sekunder terhadap
kompresi vena kava superior oleh pembesaran nodus limfa).
- Ekstremitas: edema ekstremitas bawah sehubungan dengan obstruksi vena kava
inferior dari pembesaran nodus limfa intra abdominal (non Hodgkin).
- Asites (obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus limfa
intraabdominal).

NEUROSENSORI
Gejala : Nyeri syaraf (neuralgia)menunjukkan kompresi akar syaraf oleh
pembesaran nodus limfa pada brakial, lumbar dan pleksus sacral.
Kelemahan otot, parestesia.
Tanda : Status mental: letargi, menarik diri, kurang minat umum terhadap sekitar
Paraplegia (kompresi batang spinal dari tubuh vertebral, keterlibatan
discus pada kompresi degenerasi atau kompresi suplai darah terhadap
bantang spinal).

NYERI/ KENYAMANAN
Gejala: Nyeri tekan /nyeri pada nodus limfa yang terkena, misal pada sekitar
mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebral); nyeri tulang
umum (keterlibatan tulang limfomatus).
Nyeri pada area yang terkena setelah minum alkhohol.
Tanda: Fokus pada diri sendiri ;perilaku berhati-hati

PERNAFASAN
Gejala : Dispnea pada kerja atau istirahat; nyeri dada
Tanda :
- Dispnea : takikardia.
- Batuk kering non produktif.
- Tanda stress pernafasan, contoh peningkatan frekuensi pernafasan dan
kedalaman, penggunaan otot bantu, stridor, sianosis.
- Parau/paralysis laryngeal (tekanan pada pembesaran nodus saraf laryngeal).

KEAMANAN
Gejala :
- Riwayat sering/ adanya infeksi (abnormalitas imunitas seluler pencetus untuk
infeksi virus herpes sistemik, TB, toksoplasmosis atau infeksi bakterial.
- Riwayat mononukleus (risiko tinggi penyakit hodgin pada pasien titer tinggi virus
Epstein-Barr). Riwayat ulkus/ perforasi perdarahan gaster.
- Pola sabit adalah peningkatan suhu malam hari barakhir sampai beberapa minggu
(demam pel-Ebstein) diikuti oleh periode demam: keringat malam tanpa menggigil.
- Kemerahan/ pruritus umum.
Tanda :
- Demam menetap tidak dapat dijelaskan dan lebih tinggi dari 38 derajat tanpa
gejala infeksi.
- Nodus limfe simetris, tak nyeri, membengkak/ membesar (nodus servikal paling
umum terkena) lebih pada sisi kiri dari pada kanan; kemudian nodus aksila dan
mediastinal).
- Nodus dapat terasa kenyal dan keras, diskret dan dapat digerakkan.
- Pembesaran tonsil.
- Pruritus umum.
- Sebagian area kehilangan pigmentasi melanin (Vitiligo).

SEKSUALITAS
Gejala : masalah tentang fertilitas/ kehamilan (sementara penyakit tidak
mempengaruhi, tetapi pengobatan mempengaruhi)
Penurunan libido

PENYULUHAN/PEMBELAJARAN
Gejala :
- Faktor risiko keluarga (lebih tinggi insiden diantara keluarga pasien Hodgin
daripada populasi umum).
- Pekerjaan terpajan pada herbisida (pekerja kayu/ kimia).
- Pertimbangan rencana pemulangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat 3,9
hari dengan intervensi bedah 10,1 hari.
- Dapat memerlukan bantuan terapi medik/ suplai, aktivitas perawatan diri dan
pekerjaan rumah atau transportasi, belanja.

Pengumpulan Data Pemeriksaan Diagnostik Tambahan


Penyakit ini diharapkan sesuai dengan penampilan mikroskopik dari nodus limfe yang
terkena dan luas serta beratnya gangguan. Pentahapan yang akurat penting pada
pembagian program pengobatan dan prognosis selanjutnya.

Pemeriksaan darah dapat bervariasi dari secara lengkap normal sampai abnormalitas.
Pada tahap I. sedikit pasien mengalami abnormalitas hasil pemeriksaan darah.

 Hitung darah lengkap


o SDP bervariasi dapat normal, menurun atau meningkat secara nyata
o Deferensiasi SDP Neutrofil, monosit, basofil dan eosinofilia mungkin
ditemukan.Limfopenia lengkap (gejala lanjut)
o SDM dan Hb/Ht menurun
 Eritrosit
o Pemeriksaan SDM dapat menunjukkan normositik ringan sampai sedang,
anemia normokromik (hiperplenisme)
o LEDmeningkat selama tahap aktif dan menunjukkan inflamasi atau penyakit
malignasi. Berguna untuk mengawasi pasien pada perbaikan dan untuk
mendeteksi bukti dini pada perulangan penyakit
o Kerapuhan eritrosit osmotic meningkat
 Trombosit menurun (mungkin menurun berat, sumsum tulang digantikan dengan
limfoma dan oleh hipersplenisme)
 Tesy Coomb reaksi positif (Anemia hemolitik) dapat terjadi; namun hasil negatif
biasanya terjadi pada peyakit lanjut
 Besi serum dan TIBC menurun
 Alkalin fosfatase serum meningkat terlihat pada eksaserbasi
 Kalsium serum mungkin meningkat bila tulang terkena
 Asam urat serum meningkat sehubungan dengan destruksi nucleoprotein dan
keterlibatan hati dan ginjal
 BUN mungkin meningkat bila ginjal terlibat. Kreatinin serum, bilirubin, ASL (SGOT),
klirens kreatinin dan sebagainya mungkin dilakukan untuk mendeteksi keterlibatan
organ.
 Hipergammaglobulinemia umum; hipogammaglobulinemia dapat terjadi pada
penyakit lanjut
 Foto dada dapat menunjukkan adenopati mediastenal atau hilus terjadi.
Menyatakan kemungkinan keterlibatan nodus limfa mediastinum
 Tomografi paru keseluruhan atau skan CT dada dilakukan bila adenopati hilus
terjadi menyatakan kemungkinan keterlibatan nodus limfa mediastinum
 Skan CT abdominal mungkin dilakukan untuk mengesampingkan penyakit nodus
pada abdomen dan pelvis dan pada organ yang tak terlihat pada pemeriksaan fisik
 Ultrasound abdominal mengevaluasi luasnya keterlibatan nodus limfa
retroperitoneal
 Skan tulang dilakukan untuk mendeteksi keterlibatan tulang
 Skintigrafi Gallium-67 berguna untuk membuktikan deteksi berulangnya penyakit
nodul, khususnya diatas diafragma
 Biopsy sumsum tulang menentukan keterlibatan sumsum tulang, invasi sumsum
tulang terlihat pada tahap luas
 Biopsy nodus limfa membuat diagnosa penyakit Hodgin berdasarkan pada adanya
sel reed-Sternberg
 Mediaatinoskopi mungkin dilakukan untuk membuktikan keterlibatan nodus
mediastinum
 Laparatomi pentahapan mungkin dilakukan untiuk mengambil specimen nodus
retoperitoneal, kedua lobus hati dan atau pengangkatan limfa.(Splenektomi adalah
controversial karena ini dapat meningkatkan risiko infeksi dan kadang-kadang tidak
biasa dilakukan kecuali pasien mengalami manifestasi klinis penyakit tahap IV,
Laparaskopi kadang-kadang dilakukan sebagai pendekatan pilihan untuk
mengambil spesimen).
(Potter & Perry, 2005)

b. Daftar Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan oedem jalan nafas
2. Ketidakefektifan pola nafas sehubungan dengan inadekuat oksigenasi
3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan
malabsorbsi
4. Gangguan menelan sehubungan dengan inflamasi tonsil
5. Intoleransi aktivitas sehubungan dengan kompresi akar syaraf dan batang spinal
oleh pembesaran nodus limfe
6. Gangguan rasa tidak nyaman :nyeri sehubungan dengan proses inflamasi
7. Risiko infeksi sehubungan dengan kerusakan sel-sel imun.

c. Rencana Intervensi
Mandiri

TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL

Kaji atau awasi frekuensi pernafasan, Perubahan (seperti takipnea, dispnea,


kedalaman, irama. Perhatikan laporan penggunaan otot aksesori) dapat
dispnea dan atau penggunaan otot bantu, meng-indikasi berlanjutnya
pernafasan cuping hidung, gangguan keterlibatan/ pe-ngaruh pernafasan
pengembangan dada yang membutuhkan upaya intervensi

Tempatkan pasien pada posisi nyaman, Memaksimalkan ekspansi paru, me-


biasanya dengan kepala tempat tidur nurunkan kerja pernafasan dan me-
tinggi atau duduk tegak kedepan (beban nurunkan kerja aspirasi
berat pada tangan) kaki digantung

Beri posisi dan bantu ubah posisi secara Meningkatkan aerasi semua segmen
periodic paru dan memobilisasikan sekresi

Anjurkan/ bantu dengan teknik nafas Membantu meningkatkan difusi gas


dalam dan atau pernafasan bibir atau dan ekspansi jalan nafas kecil,
pernafasan diafragmatik abdomen bila memberikan pasien beberapa kontrol
diindikasikan
terhadap pernafasan, membantu
menu-runkan ansietas

Berikan makanan sedikit tapi sering Menghindari rasa eneg, meningkatkan


efektifitas intake nutrisi

Berikan makanan lunak Makanan lunak lebih mudah dicerna


dan absorbsi nutrisi akan lebih optimal

Pantau tanda dan gejala obstruksi usus Pembesaran kelenar lymphe retro-
peritonial dapat menyebabkan adanya
obstruksi usus

Identifikasi/ dorong teknik penghematan Membantu menurunkan kelelahan dan


energi, misal periode istirahat sebelum menyimpan energi untuk regenerasi
dan setelah aktifitas, gunakan mandi seluler
dengan kursi, duduk sebelum perawatan

Dorong klien untuk melakukan latihan Merelaksasikan otot – otot tubuh,


rentang gerak aktif secara mandiri pada mengurangi kekakuan dan ketidak
interval reguler setiap hari nyamanan beraktivitas

Dorong aktifitas pengalihan (distraksi) Teknik distraksi dapat membantu klien


seperti mendengarkan musik, melakukan mengalihkan nyeri yang dirasakannya
hobby klien

Ciptakan lingkungan bersih dan aman Meminimalkan kontak terhadap


bagi klien mikroba patogen yang dapat
menyebabkan infeksi

Berikan informasi tentang penyakit/ Pengetahuan tentang penyakit dapat


prognosis dan kebutuhan pengobatan mengurangi kecemasan yang berlebih
pada klien

Kolaborasi

TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Bantu intubasi dan ventilasi mekanik Dapat diperlukan untuk dukungan fungsi
pernafasan sampai edema jalan nafas
teratasi

Berikan tambahan oksigen Memaksimalkan ketersediaan untuk


kebutuhan sirkulasi, membantu menu-
runkan hipoksemia

Bantu pengobatan pernafasan/ tambahan Meningkatkan aerasi maksimal pada


misal IPPB, spirometri insentif semua segmen paru mencegah
atelektasis

Atur diet seimbang (TKTP), sesuai Nutrisi yang baik akan memperbaiki
kebutuhan klien keadaan umum klien

Berikan analgesic - antipiretik sesuai Menurunkan respon fisiologis terhadap


indikasi nyeri/ ansietas

d. Intervensi
1. Mengkaji atau mengawasi frekuensi pernafasan, kedalaman, irama.
Memperhatikan dispnea dan atau penggunaan otot bantu, pernafasan cuping
hidung, gangguan pengembangan dada
2. Menempatkan pasien pada posisi nyaman, dengan kepala tempat tidur tinggi atau
duduk tegak kedepan (beban berat pada tangan) kaki digantung.
3. Memberi posisi dan membantu mengubah posisi secara periodik
4. Menganjurkan/ membantu dengan teknik nafas dalam dan atau pernafasan bibir
atau pernafasan diafragmatik abdomen bila diindikasikan
5. Memberikan makanan sedikit tapi sering
6. Memberikan makanan lunak
7. Memantau tanda dan gejala obstruksi usus
8. Mengidentifikasi/ mendorong teknik penghematan energi, misal periode istirahat
sebelum dan setelah aktifitas, menggunakan mandi dengan kursi, duduk sebelum
perawatan
9. Mendorong klien untuk melakukan latihan rentang gerak aktif secara mandiri pada
interval reguler setiap hari
10. Mendorong aktifitas pengalihan (distraksi) seperti mendengarkan musik,
melakukan hobby klien
11. Menciptakan lingkungan bersih dan aman bagi klien
12. Memberikan informasi tentang penyakit/ prognosis dan kebutuhan pengobatan
13. Membantu intubasi dan ventilasi mekanik
14. Memberikan tambahan oksigen
15. Membantu pengobatan pernafasan/ tambahan misal IPPB, spirometri insentif
16. Mengatur diet seimbang (TKTP), sesuai kebutuhan klien
17. Memberikan analgesic - antipiretik sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. 2014. What are the risk factors for non-Hodgkin lymphoma?.
http://www.cancer.org/cancer/non-hodgkinlymphoma/detailedguide/non-hodgkin-
lymphoma-risk-factors. Diakses tanggal 1 November 2015 jam 19.21 WIB.
Kemenkes RI. 2015. Panduan Nasional Penanganan Kanker : Limfoma Non-Hodgkin.
Mayo Clinic. 2015. Non-Hodgkin’s Lymphoma : Causes. http://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/non-hodgkins-lymphoma/basics/causes/con-20027792. Diakses tanggal 1
November 2015 jam 19.32 WIB.
Parkway Cancer Centre. 2015. Limfoma Non-Hodgkin.
http://www.parkwaycancercentre.com/id/informasi-kanker/jenis-kanker/limfoma-non-
hodgkin. Diakses tanggal 30 Oktober 2015 jam 18.27 WIB.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Ed. 4. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai