Toaz - Info LP Limfoma Hodgkin Vitakdocx PR
Toaz - Info LP Limfoma Hodgkin Vitakdocx PR
“LIMFOMA HODGKIN”
Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Anak di
Ruang 7 B RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
Oleh :
190070300111026
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN
LIMFOMA HODGKIN
Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Anak Ruang 7B RSSA Malang
Oleh :
NIM. 190070300111026
Hari :
Tanggal :
( ) ( )
LIMFOMA MALIGNA
Secara umum, limfoma dapat dibedakan menjadi limfoma Hodgkin (LH) dan limfoma
non-Hodgkin (LNH). Klasifikasi ini dibuat berdasarkan perbedaan histopatologik dari kedua
penyakit di atas yang mana pada LH terdapat gambaran histopatologik yang khas ditandai
dengan adanya sel Reed-Sternberg. Kasus LH terjadi lebih jarang daripada LNH dengan
sekitar 9.000 kasus baru dapat terjadi di setiap tahunnya serta dapat terjadi baik pada
dewasa maupun anak-anak dan biasanya terdiagnosis pada dewasa muda sekitar usia 20
dan 34 tahun.
Tanda dan gejala umum dari LH dapat berupa pembengkakan limfonodi yang sering
kali dirasakan tidak nyeri, demam, berkeringat di malam hari, penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan dan merasa kekurangan energi. Tanda dan gejala tersebut bisa
dikatakan tidak khas oleh karena sering kali juga ditemukan pada penyakit lain yang bukan
LH.
Sebagian besar LH ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan salah satu
penyulit dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal merupakan faktor
penting dalam terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis terapi, baik kemoterapi
ataupun radioterapi. Akhir-akhir ini, angka harapan hidup penderita LH semakin meningkat
bahkan sembuh berkat manajemen penyakit yang tepat.
HODGKIN
1. Definisi dan Epidemiologi
Limfoma maligna adalah penyakit keganasan primer dari jaringan limfoid yang
bersifat padat/ solid meskipun kadang-kadang dapat menyebar secara sistemik. Secara
garis besar, limfoma maligna dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: (1) limfoma
Hodgkin (LH) dan (2) limfoma non-Hodgkin (LNH) (Bakta, 2006). LH merupakan penyakit
keganasan yang mengenai sel-B limfosit dan khas ditandai oleh adanya sel Reed
Sternberg dengan latar belakang sel radang pleomorf (limfosit, eosinofil, neutrophil, sel
plasma dan histiosit) (Kumar, 2013). Sel Reed Sternberg adalah sebuah sel yang sangat
besar dengan ukuran diameter sekitar 15 sampai dengan 45 mikrometer, berinti besar
multilobuler dengan banyak anak inti yang menonjol dan sitoplasma yang sedikit
eusinofilik. Karakteristik utama dari sel Reed Sternberg adalah adanya dua buah inti yang
saling bersisian yang di dalamnya masing-masing berisi sebuah anak inti asidofilik yang
besar dan mirip dengan inklusi yang dikelilingi oleh daerah sel yang jernih. Gambaran
morfologi tersebut membuat sel Reed Sternberg tampak seperti mata burung hantu (owl-
eye).
Klasifikasi histologik
Penggolongan histologik Limfoma Non Hodgkin merupakan masalah yang rumit.
Perkembangan terkhir klasifikasi yang banyak digunakan dan diterima oleh pusat-
pusat kesehatan adalah berdasarkan Formulasi praktis IWF dan REAL/WHO.
B Cell Neoplasm
I. Precursor B-cell neoplasm : Precursor B-Acute Lymphoblastic
Leukemia/lymphoblastic lymphoma.
II. Peripheral B-cell neoplasms
a. B-cell chronic lymphocytic leukemia/small lymphocytic lymphoma.
b. B-cell prolymphocytic leukemia.
c. Lymphoplasmacytic lymphoma.
d. Mantle cell lymphoma.
e. Follicular lymphoma.
f. Extranodal marginal zone B-cell lymphoma or MALT type.
g. Nodal marginal zone B-cell lymphoma.
h. Splenic marginal zone lymphoma.
i. Hairy cell leukemia.
j. Plasmacytoma/ plasma cell myeloma.
k. Diffuse large B-cell lymphoma.
l. Burkitt’s lymphoma.
5. Patofisiologi
Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat terjadinya mutasi
gen pada salah satu gen pada salah satu sel dari sekelompok sel limfosit tua yang tengah
berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat adanya rangsangan
imunogen). Beberapa perubahan yang terjadi pada limfosit tua antara lain:
1) Ukurannya semakin besar
2) Kromatin inti menjadi lebih halus
3) Nukleolinya terlihat
4) Protein permukaan sel mengalami perubahan.
Beberapa faktor resiko yang diperkirakan dapat menyebabkan terjadinya limfoma
Hodgkin dan non-Hodgkin seperti infeksi virus-virus seperti virus Epstein-Berg,
Sitomegalovirus, HIV, HHV-6, defisiensi imun, bahan kimia, mutasi spontan, radiasi
awalnya menyerang sel limfosit yang ada di kelenjar getah bening sehingga sel-sel limfosit
tersebut membelah secara abnormal atau terlalu cepat dan membentuk tumor/benjolan.
Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening
(ekstra nodal). Proliferasi abnormal tumor tersebut dapat memberi kerusakan penekanan
atau penyumbatan organ tubuh yang diserang. Apabila sel tersebut menyerang Kelenjar
limfe maka akan terjadi Limphadenophaty.
Dampak dari proliferasi sel darah putih yang tidak terkendali, sel darah merah akan
terdesak, jumlah sel eritrosit menurun dibawah normal yang disebut anemia. Selain itu
populasi limfoblast yang sangat tinggi juga akan menekan jumlah sel trombosit dibawah
normal yang disebut trombositopenia. Bila kedua keadaan terjadi bersamaan, hal itu akan
disebut bisitopenia yang menjadi salah satu tanda kanker darah.
Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di suatu
tempat (misalnya leher atau selangkangan)atau di seluruh tubuh. Kelenjar membesar
secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Kadang pembesaran kelenjar
getah bening di tonsil (amandel) menyebabkan gangguan menelan.
Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam dada atau perut bisa menekan berbagai
organ dan menyebabkan: gangguan pernafasan, berkurangnya nafsu makan, sembelit
berat, nyeri perut, pembengkakan tungkai.
Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukimia. Limfoma non hodgkin
lebih mungkin menyebar ke sumsum tulang, saluran pencernaan dan kulit. Pada anak –
anak, gejala awalnya adalah masuknya sel – sel limfoma ke dalam sumsum tulang, darah,
kulit, usus, otak, dan tulang belekang; bukan pembesaran kelenjar getah bening.
Masuknya sel limfoma ini menyebabkan anemia, ruam kulit dan gejala neurologis
(misalnya delirium, penurunan kesadaran).
Secara kasat mata penderita tampak pucat, badan seringkali hangat dan merasa
lemah tidak berdaya, selera makan hilang, berat badan menurun disertai pembengkakan
seluruh kelenjar getah bening : leher, ketiak, lipat paha, dll.
(Pathway Terlampir)
6. Manifestasi Klinis
Gejala yang sering ditemukan pada penderita limfoma pada umumnya non-spesifik,
diantaranya:
Penurunan berat badan >10% dalam 6 bulan.
Demam 38oC >1 minggu tanpa sebab yang jelas.
Keringat malam banyak.
Cepat lelah.
Penurunan nafsu makan.
Pembesaran kelenjar getah bening yang terlibat.
Dapat pula ditemukan adanya benjolan yang tidak nyeri di leher, ketiak atau pangkal
paha (terutama bila berukuran di atas 2 cm); atau sesak napas akibat pembesaran
kelenjar getah bening mediastinum maupun splenomegali.
Tiga gejala pertama harus diwaspadai karena terkait dengan prognosis yang kurang baik,
begitu pula bila terdapatnya Bulky Disease (KGB berukuran > 6-10 cm atau mediastinum
>33% rongga toraks).
Menurut Lymphoma International Prognostic Index, temuan klinis yang mempengaruhi
prognosis penderita LNH adalah usia >60 tahun, keterlibatan kedua sisi diafragma atau
organ ekstra nodal (Ann Arbor III/IV) dan multifokalitas (>4 lokasi).
(Kemenkes RI, 2015)
7. Pemeriksaan Diagnostik
Ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
1) Anamnesis Umum :
Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) atau organ.
Malaise umum.
Berat badan menurun 10% dalam waktu 3 bulan.
Demam tinggi 38°C selama 1 minggu tanpa sebab.
Keringat malam.
Keluhan anemia (lemas, pusing, jantung berdebar).
Penggunaan obat-obatan tertentu.
Khusus :
Penyakit autoimun (SLE, Sjorgen, Rheuma).
Kelainan Darah.
Penyakit Infeksi (Toxoplasma, Mononukleosis, Tuberkulosis, Lues, dsb).
2) Pemeriksaan Fisik
Pembesaran kelenjar getah bening.
Kelainan/pembesaran organ.
Performance status: ECOG atau WHO/karnofsky.
3) Pemeriksaan Diagnostik
a. Biopsi :
1. Biopsi kelenjar getah bening dilakukan cukup pada 1 kelenjar yang paling
representatif, superfisial, dan perifer. Jika terdapat kelenjar superfisial/perifer
yang paling representatif, maka tidak perlu biopsi intraabdominal atau
intratorakal. Spesimen kelenjar diperiksa:
a) Rutin
Histopatologi : sesuai kriteria REAL-WHO.
b) Khusus : Imunohistokimia
2. Diagnosis harus ditegakkan berdasarkan histopatologi dan tidak cukup hanya
dengan sitologi. Pada kondisi tertentu dimana kelenjar getah bening sulit
dibiopsi, maka kombinasi core biopsy FNAB bersama-sama dengan teknik lain
(IHK, Flowcytometri dan lain-lain) mungkin mencukupi untuk diagnosis.
3. Tidak diperlukan penentuan stadium dengan laparotomi.
b. Laboratorium :
1. Rutin
Hematologi :
Darah Perifer Lengkap (DPL) : Hb, Ht, leukosit, trombosit, LED, hitung
jenis.
Gambaran Darah Tepi (GDT) : morfologi sel darah.
Analisis urin : urin lengkap.
Kimia klinik :
SGOT, SGPT, Bilirubin (total/direk/indirek), LDH, protein total, albumin-
globulin.
Alkali fosfatase, asam urat, ureum, kreatinin.
Gula Darah Sewaktu.
Elektrolit: Na, K, Cl, Ca, P.
HIV, TBC, Hepatitis C (anti HCV, HBsAg).
2. Khusus
Gamma GT.
Serum Protein Elektroforesis (SPE).
Imunoelektroforesa (IEP).
Tes Coomb.
B2 mikroglobulin
c. Aspirasi Sumsum Tulang (BMP) dan biopsi sumsum tulang dari 2 sisi spina illiaca
dengan hasil spesimen 1 - 2 cm.
d. Radiologi
Untuk pemeriksaan rutin/standard dilakukan pemeriksaan CT Scan
thorak/abdomen. Bila hal ini tidak memungkinkan, evaluasi sekurang-kurangnya
dapat dilakukan dengan : Toraks foto PA dan Lateral dan USG seluruh abdomen.
e. Konsultasi THT
Bila Cincin Waldeyer terkena dilakukan laringoskopi.
f. Cairan tubuh lain (Cairan pleura, cairan asites, cairan liquor serebrospinal)
Jika dilakukan pungsi/aspirasi diperiksa sitologi dengan cara cytospin, disamping
pemeriksaan rutin lainnya.
g. Imunofenotyping
Minimal dilakukan pemeriksaan imunohitstokimia (IHK) untuk CD20 dan akan lebih
ideal bila ditambahkan dengan pemeriksaan CD45, CD3 dan CD56 dengan format
pelaporan sesuai dengan kriteria WHO (kuantitatif).
h. Konsultasi jantung
Menggunakan echogardiogram untuk melihat fungsi jantung
(Kemenkes RI, 2015)
8. Penatalaksanaan Medis
Terapi yang dilakukan biasanya melalui pendekatan multidisiplin. Terapi yang dapat
dilakukan adalah:
1. Derajat Keganasan Rendah (DKR)/indolen:
Pada prinsipnya simtomatik
Kemoterapi: obat tunggal atau ganda (per oral), jika dianggap perlu: COP
(Cyclophosphamide,Oncovin, dan Prednisone)
Radioterapi: LNH sangat radiosensitif. Radioterapi ini dapat dilakukan untuk lokal
dan paliatif. Radioterapi: Low Dose TOI + Involved Field Radiotherapy’
2. Derajat Keganasan Mengah (DKM)/agresif limfoma
Stadium I: Kemoterapi (CHOP/CHVMP/BU)+radioterapi
CHOP (Cyclophosphamide, Hydroxydouhomycin,Oncovin, Prednisone)
Stadium II - IV: kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi berperan untuk tujuan
paliasi.
3. Derajat Keganasan Tinggi (DKT)
DKT Limfoblastik (LNH-Limfoblastik)
Selalu diberikan pengobatan seperti Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
Re-evaluasi hasil pengobatan dilakukan pada:
o setelah siklus kemoterapi ke-empat
o setelah siklus pengobatan lengkap
Menurut Kemenkes RI (2015), pilihan terapi bergantung pada beberapa hal, antara lain:
tipe limfoma (jenis histologi), stadium, sifat tumor (indolen/progresif), usia, dan keadaan
umum pasien.
LNH INDOLEN (FOLIKULAR)
a) LNH INDOLEN STADIUM I DAN II
Radioterapi memperpanjang disease free survival pada beberapa pasien. Standar
pilihan terapi :
1. Iradiasi.
2. Kemoterapi + radiasi.
3. Extended (regional) iradiasi.
4. Kemoterapi (terutama pada stadium ≥2 menurut kriteria GELF).
5. Kombinasi kemoterapi dan imunoterapi.
b) LNH INDOLEN STADIUM II, III, IV
Standar pilihan terapi :
1. Tanpa terapi.
2. Rituximab dapat diberikan sebagai kombinasi terapi lini pertama yaitu R-CVP.
Pada kondisi dimana Rituximab tidak dapat diberikan maka kemoterapi
kombinasi merupakan pilihan pertama misalnya : COPP, CHOP dan FND.
3. Purine nucleoside analogs (Fludarabin) pada LNH primer.
4. Alkylating agent oral (dengan/tanpa steroid), bila kemoterapi kombinasi tidak
dapat diberikan/ditoleransi (cyclofosfamid, chlorambucil).
5. Rituximab maintenance dapat dipertimbangkan.
6. Kemoterapi intensif ± Total Body irradiation (TBI) diikuti dengan stem cell
resque dapat dipertimbangkan pada kasus tertentu.
7. Raditerapi paliatif, diberikan pada tumor yang besar (bulky) untuk mengurangi
nyeri/obstruksi.
c) LNH INDOLEN RELAPS
Standar pilihan terapi :
1. Radiasi paliatif.
2. Kemoterapi.
3. Transplantasi sumsum tulang.
9. Komplikasi
Akibat langsung penyakitnya:
Penekanan terhadap organ khususnya jalan napas, usus,dan saraf.
Mudaah terjadi infeksi, bisa fatal.
Akibat efek samping pengobatan:
Aplasia sumsum tulang
Gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin
Gagal ginjal oleh obat sisplatinum
Neuritis oleh obat vinkristin
10. Pencegahan
Tidak ada cara yang diketahui untuk mencegah limfoma. Sebuah rekomendasi standar
adalah untuk menghindari faktor risiko untuk penyakit ini. Namun, beberapa faktor risiko
untuk limfoma tidak diketahui, dan karena itu tidak mungkin untuk menghindari. Infeksi
virus seperti HIV, EBV, dan hepatitis merupakan faktor risiko yang dapat dihindari dengan
sering mencuci tangan, mempraktekkan seks yang aman , dan dengan tidak berbagi
jarum, pisau cukur, sikat gigi, dan barang-barang pribadi yang serupa yang mungkin
terkontaminasi dengan darah yang terinfeksi atau cairan .
SIRKULASI
Gejala : Palpitasi, angina/ nyeri dada
Tanda : Takikardia, disritmia, sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena
karena pembesaran nodus limfa adalah kejadian yang jarang), ikterus dan
ikterik yang umum sehubungan dengan kerusakan hati dan obstruksi
duktus empedu oleh pembesaran nodus limfa (mungkin tanda lanjut), pucat
(anemia), diaforesis, keringat malam.
INTEGRITAS
Gejala :
- Faktor stress, misal sekolah, pekerjaan, keluarga.
- Takut/ ansietas sehubungan dengan diagnosis dan kemungkinan takut mati.
- Ansietas/ takut sehubungan dengan tes diagnostik dan modalitas pengobatan
(kemoterapi dan terapi radiasi).
- Masalah finansial : biaya rumah sakit, pengobatan mahal, takut kehilangan
pekerjaan sehubungan dengan kehilangan waktu kerja.
- Status hubungan : takut dan ansietas sehubungan dengan menjadi orang yang
tergantung pada keluarga.
Tanda : Berbagai perilaku; misalnya marah, menarik diri, pasif.
ELIMINASI
Gejala :
- Perubahan karakteristik urine dan/atau feses.
- Riwayat obstruksi usus, contoh intususepsi atau sindrom malabsorbsi (infiltrasi dan
nodus limfa retroperitoneal)
Tanda :
- Nyeri tekan pada kuadran kanan dan pembesaran pada palpasi (hepatomegali).
- Nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan pembesaran pada palpasi (splenomegali).
- Penurunan pengeluaran urine gelap/ pekat, anuria (obstruksi uretral/gagal ginjal).
- Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi batang spinal terjadi lebih lanjut)
MAKANAN/CAIRAN
Gejala :
- Anoreksia/kehilangan nafsu makan.
- Disfagia (tekanan pada esophagus).
- Adanya penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan sama dengan 10 % atau
lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya diet
Tanda :
- Pembengkakan pada leher, wajah, rahang atau tangan kanan (sekunder terhadap
kompresi vena kava superior oleh pembesaran nodus limfa).
- Ekstremitas: edema ekstremitas bawah sehubungan dengan obstruksi vena kava
inferior dari pembesaran nodus limfa intra abdominal (non Hodgkin).
- Asites (obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus limfa
intraabdominal).
NEUROSENSORI
Gejala : Nyeri syaraf (neuralgia)menunjukkan kompresi akar syaraf oleh
pembesaran nodus limfa pada brakial, lumbar dan pleksus sacral.
Kelemahan otot, parestesia.
Tanda : Status mental: letargi, menarik diri, kurang minat umum terhadap sekitar
Paraplegia (kompresi batang spinal dari tubuh vertebral, keterlibatan
discus pada kompresi degenerasi atau kompresi suplai darah terhadap
bantang spinal).
NYERI/ KENYAMANAN
Gejala: Nyeri tekan /nyeri pada nodus limfa yang terkena, misal pada sekitar
mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebral); nyeri tulang
umum (keterlibatan tulang limfomatus).
Nyeri pada area yang terkena setelah minum alkhohol.
Tanda: Fokus pada diri sendiri ;perilaku berhati-hati
PERNAFASAN
Gejala : Dispnea pada kerja atau istirahat; nyeri dada
Tanda :
- Dispnea : takikardia.
- Batuk kering non produktif.
- Tanda stress pernafasan, contoh peningkatan frekuensi pernafasan dan
kedalaman, penggunaan otot bantu, stridor, sianosis.
- Parau/paralysis laryngeal (tekanan pada pembesaran nodus saraf laryngeal).
KEAMANAN
Gejala :
- Riwayat sering/ adanya infeksi (abnormalitas imunitas seluler pencetus untuk
infeksi virus herpes sistemik, TB, toksoplasmosis atau infeksi bakterial.
- Riwayat mononukleus (risiko tinggi penyakit hodgin pada pasien titer tinggi virus
Epstein-Barr). Riwayat ulkus/ perforasi perdarahan gaster.
- Pola sabit adalah peningkatan suhu malam hari barakhir sampai beberapa minggu
(demam pel-Ebstein) diikuti oleh periode demam: keringat malam tanpa menggigil.
- Kemerahan/ pruritus umum.
Tanda :
- Demam menetap tidak dapat dijelaskan dan lebih tinggi dari 38 derajat tanpa
gejala infeksi.
- Nodus limfe simetris, tak nyeri, membengkak/ membesar (nodus servikal paling
umum terkena) lebih pada sisi kiri dari pada kanan; kemudian nodus aksila dan
mediastinal).
- Nodus dapat terasa kenyal dan keras, diskret dan dapat digerakkan.
- Pembesaran tonsil.
- Pruritus umum.
- Sebagian area kehilangan pigmentasi melanin (Vitiligo).
SEKSUALITAS
Gejala : masalah tentang fertilitas/ kehamilan (sementara penyakit tidak
mempengaruhi, tetapi pengobatan mempengaruhi)
Penurunan libido
PENYULUHAN/PEMBELAJARAN
Gejala :
- Faktor risiko keluarga (lebih tinggi insiden diantara keluarga pasien Hodgin
daripada populasi umum).
- Pekerjaan terpajan pada herbisida (pekerja kayu/ kimia).
- Pertimbangan rencana pemulangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat 3,9
hari dengan intervensi bedah 10,1 hari.
- Dapat memerlukan bantuan terapi medik/ suplai, aktivitas perawatan diri dan
pekerjaan rumah atau transportasi, belanja.
Pemeriksaan darah dapat bervariasi dari secara lengkap normal sampai abnormalitas.
Pada tahap I. sedikit pasien mengalami abnormalitas hasil pemeriksaan darah.
c. Rencana Intervensi
Mandiri
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Beri posisi dan bantu ubah posisi secara Meningkatkan aerasi semua segmen
periodic paru dan memobilisasikan sekresi
Pantau tanda dan gejala obstruksi usus Pembesaran kelenar lymphe retro-
peritonial dapat menyebabkan adanya
obstruksi usus
Kolaborasi
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Bantu intubasi dan ventilasi mekanik Dapat diperlukan untuk dukungan fungsi
pernafasan sampai edema jalan nafas
teratasi
Atur diet seimbang (TKTP), sesuai Nutrisi yang baik akan memperbaiki
kebutuhan klien keadaan umum klien
d. Intervensi
1. Mengkaji atau mengawasi frekuensi pernafasan, kedalaman, irama.
Memperhatikan dispnea dan atau penggunaan otot bantu, pernafasan cuping
hidung, gangguan pengembangan dada
2. Menempatkan pasien pada posisi nyaman, dengan kepala tempat tidur tinggi atau
duduk tegak kedepan (beban berat pada tangan) kaki digantung.
3. Memberi posisi dan membantu mengubah posisi secara periodik
4. Menganjurkan/ membantu dengan teknik nafas dalam dan atau pernafasan bibir
atau pernafasan diafragmatik abdomen bila diindikasikan
5. Memberikan makanan sedikit tapi sering
6. Memberikan makanan lunak
7. Memantau tanda dan gejala obstruksi usus
8. Mengidentifikasi/ mendorong teknik penghematan energi, misal periode istirahat
sebelum dan setelah aktifitas, menggunakan mandi dengan kursi, duduk sebelum
perawatan
9. Mendorong klien untuk melakukan latihan rentang gerak aktif secara mandiri pada
interval reguler setiap hari
10. Mendorong aktifitas pengalihan (distraksi) seperti mendengarkan musik,
melakukan hobby klien
11. Menciptakan lingkungan bersih dan aman bagi klien
12. Memberikan informasi tentang penyakit/ prognosis dan kebutuhan pengobatan
13. Membantu intubasi dan ventilasi mekanik
14. Memberikan tambahan oksigen
15. Membantu pengobatan pernafasan/ tambahan misal IPPB, spirometri insentif
16. Mengatur diet seimbang (TKTP), sesuai kebutuhan klien
17. Memberikan analgesic - antipiretik sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. 2014. What are the risk factors for non-Hodgkin lymphoma?.
http://www.cancer.org/cancer/non-hodgkinlymphoma/detailedguide/non-hodgkin-
lymphoma-risk-factors. Diakses tanggal 1 November 2015 jam 19.21 WIB.
Kemenkes RI. 2015. Panduan Nasional Penanganan Kanker : Limfoma Non-Hodgkin.
Mayo Clinic. 2015. Non-Hodgkin’s Lymphoma : Causes. http://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/non-hodgkins-lymphoma/basics/causes/con-20027792. Diakses tanggal 1
November 2015 jam 19.32 WIB.
Parkway Cancer Centre. 2015. Limfoma Non-Hodgkin.
http://www.parkwaycancercentre.com/id/informasi-kanker/jenis-kanker/limfoma-non-
hodgkin. Diakses tanggal 30 Oktober 2015 jam 18.27 WIB.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Ed. 4. Jakarta: EGC.