Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES MELITUS

DI RUANG IGD RSU NEGARA

OLEH

Ketut Agus Sudiyasa, S.Kep

21089142025

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2022
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi Pengertian
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin. (Gunawan,

2018)

Diabetes Melitus adalahpenyakit yang ditandai dengan terjadinya

hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang

dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau

sekresi insulin. (Fatimah, 2019)

Diabetes melitus Merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai dengan

peningkatan kadar glukosa dalam darah dan selalu disertai dengan komplikasi dari

penderita diabetes melitus merupakan masalah kesehatan utama dalam masyarakat.

(Amanda, 2022)

2. Epidemiologi

Diabetes adalah masalah kesehatan masyarakat yang penting, menjadi salah

satu dari empat penyakit tidak menular prioritas yang menjadi target tindak lanjut

oleh para pemimpin dunia. Jumlah kasus dan prevalensi diabetes terus meningkat

selama beberapa dekade terakhir. Diabetes bukan hanya menyebabkan kematian

premature di seluruh dunia, tetapi penyakit ini juga adalah penyebab utama

kebutaan, penyakit jantung dan gagal ginjal. Organisasi Internasional Diabetes

Federation (IDF) memperkirakan sedikitnya terdapat 436 juta orang pada usia 20-

70 tahun di dunia menderita diabetes pada tahun 2019 atau setara dengan angka

prevalensi sebesar 9,3% dari total penduduk pada usia yang sama. Jika

diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin, IDF memperkirakan prevalensi

diabetes di tahun 2019 yaitu 9% pada perempuan dan 9,65% pada laki-laki.

Prevalensi diabetes diperkirakan akan meningkat seiring penambahan umr


penduduk menjadi 19,9% atay 111,2 juta orang pada umur 65-79 tahun. Angka

diprediksi terus meningkat hingga mencapai 578 juta di tahun 2030 dan 700 juta

di tahun 2045.

Jika prevalensi diabetes di dunia diperingkatkan, Negara di wilayah Arab-

Afrika Utara dan Pasifik Barat menempati peringkat pertama dan kedua dengan

prevalensi diabetes pada penduduk umur 20-79 tahun sebesar 12,2% dan 11,4%.

Peringkat ketiga ditempati oleh wilayah Asia Tenggara dimana Indonesia berada

dengan prevalensi sebesar 11,3%. IDF juga memproyeksikan jumlah penderita

diabetes pada penduduk umur 20-79 tahun pada beberapa negara di dunia yang

telah teridentifikasi sebagai 10 negara dengan jumlah penderita tertinggi. Negara

Cina, India, dan Amerika Serikat menempati urutan ketiga teratas dengan jumlah

penderita 116,4 juta, 77 juta, dan 31 juta orang. Indonesia berada di peringkat

ketujuh diantara 10 negara dengan jumlah penderita terbanyak, yaitu sebesar 10,7

juta orang. Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang ada

pada daftar 10 negara dengan jumlah penderita diabetes tertinggi di dunia,

sehingga dapat diperkirakan besarnya kontribusi Indonesia terhadap prevalensi

kasis diabetes di Asia Tenggara .(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2020)

3. Penyebab/Faktor Predisposisi

Menurut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020) penyebab diabetes

melitus adalah

a) Kegemukan (Berat badan lebih /IMT > 23 kg/m2) dan Lingkar Perut (Pria >

90 cm dan Perempuan > 80cm)

b) Kurang aktivitas fisik

c) Dislipidemia(Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl, trigliserida ≥250 mg/dl


d) Riwayat penyakit jantung

e) Hipertensi/ Tekanan darah Tinggi (> 140/90 mmHg)

f) Diet tidak seimbang (tinggi gula, garam, lemak dan rendah serat)

g) Faktor riwayat keluarga atau keturunan, yaitu ketika seseorang akan lebih

memiliki risiko terkena diabetes tipe 1 jika ada anggota keluarga yang

mengidap penyakit yang sama, karena berhubungan dengan gen tertentu.

h) Faktor geografi, orang yang tinggal di daerah yang jauh dari garis khatulistiwa,

seperti di Finlandia dan Sardinia, berisiko terkena diabetes tipe 1. Hal ini

disebabkan karena kurangnya vitamin D yang bisa didapatkan dari sinar

matahari, sehingga akhirnya memicu penyakit autoimun.

i) Faktor usia. Penyakit ini paling banyak terdeteksi pada anak-anak usia 4–7

tahun, kemudian pada anak-anak usia 10–14 tahun.

j) Faktor pemicu lainnya, seperti mengonsumsi susu sapi pada usia terlalu dini,

air yang mengandung natrium nitrat, sereal dan gluten sebelum usia 4 bulan

atau setelah 7 bulan, memiliki ibu dengan riwayat preeklampsia, serta

menderita penyakit kuning saat lahir.

4. Patofisiologi

Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk

menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses

autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur

oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan

dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia

posprandial (sesudah makan).(Rosa & Anwar, 2020)

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat

menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke

dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang

berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari

kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih

(poliuria) dan rasa haus (polidipsia). (Di et al., 2022)

Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang

menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera

makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup

kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan

glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis

(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun

pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih

lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi

pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang

merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang

menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.

Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala

seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila

tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.

Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan

memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala

hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula

darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting. (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2020)


Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang

berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.

Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.

Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian

reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes

tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.(N, Lestari., B, 2021)

Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi

pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk

mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah

insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini

terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan

dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian,

jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,

maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi

gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih

terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak

dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik

tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak

terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom

hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK). (Fatimah, 2019)

Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia

lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung

lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat

berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering

bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka
pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur

(jika kadra glukosanya sangat tinggi). (Regina et al., 2021)


WOC Diabetes Mellitus (DM)

Konsumsi makanan Penurunan kualitas dan


manis berlebihan kuantitas insulin Gaya hidup

Hiperglikemia

Anabolisme
protein Glikorusia
glukogenesis
Kerusakan pada
antibody Osmotik Diuresis
kotogenesis

Kekebalan tubuh
darah Dehidrasi
Cadangan lemak dan
protein menurun
Resiko
infeksi Hemokonsentrasis Kekurangan
volume cairan
BB menurun

Trombosis
Gangguan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
Aterosklerosis

gengren

Pengeluaran
Nyeri akut Histamin Dan
Prostagladin

Gangguan
integritas kulit
5. Klasifikasi

a. Klasifikasi klinis :

1) DM

a) Tipe I : IDDM

Disebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhans akibat proses

autoimun

b) Tipe II : NIDDM

Disebakan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Resistensi

insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang

pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat

produksi glukosa oleh hati :

 Tipe II dengan obesitas

 Tipe II tanpa obesitas

2) Gangguan toleransi glukosa

3) Diabetes kehamilan

b. Klasifikasi resiko statistik :

1) Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa

2) Berpotensi menderita kelainan glukosa

Gangren kaki diabetik dibagi menjadi enam tingkatan, yaitu :

Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan

disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.

Derajat 1 : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.

Derajat 2 : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.

Derajat 3 : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.


Derajat 4 : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa

selulitis.

Derajat 5 : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai

6. Gejala Klinis

Gejala Diabetes menurut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020)

Diabetes tipe 1 dapat berkembang dengan cepat dalam beberapa minggu, bahkan

beberapa hari saja. Sedangkan pada diabetes tipe 2, banyak penderitanya yang

tidak menyadari bahwa mereka telah menderita diabetes selama bertahun-tahun,

karena gejalanya cenderung tidak spesifik. Beberapa ciri-ciri diabetes tipe 1 dan

tipe 2 meliputi:

 Sering merasa haus.

 Sering buang air kecil, terutama di malam hari.

 Sering merasa sangat lapar.

 Turunnya berat badan tanpa sebab yang jelas.

 Berkurangnya massa otot.

 Terdapat keton dalam urine. Keton adalah produk sisa dari pemecahan otot

dan lemak akibat tubuh tidak dapat menggunakan gula sebagai sumber energi.

 Lemas.

 Pandangan kabur.

 Luka yang sulit sembuh.

 Sering mengalami infeksi, misalnya pada gusi, kulit, vagina, atau saluran

kemih.

Beberapa gejala lain juga bisa menjadi ciri-ciri bahwa seseorang mengalami

diabetes, antara lain:

 Mulut kering.
 Rasa terbakar, kaku, dan nyeri pada kaki.

 Gatal-gatal.

 Disfungsi ereksi atau impotensi.

 Mudah tersinggung.

 Mengalami hipoglikemia reaktif, yaitu hipoglikemia yang terjadi beberapa jam

setelah makan akibat produksi insulin yang berlebihan.

 Munculnya bercak-bercak hitam di sekitar leher, ketiak, dan selangkangan,

(akantosis nigrikans) sebagai tanda terjadinya resistensi insulin.

Beberapa orang dapat mengalami kondisi prediabetes, yaitu kondisi ketika glukosa

dalam darah di atas normal, namun tidak cukup tinggi untuk didiagnosis sebagai

diabetes. Seseorang yang menderita prediabetes dapat menderita diabetes tipe 2

jika tidak ditangani dengan baik.

7. Pemeriksaan Fisik

a Keadaan Umum Pasien

1 Inspeksi : melihat pada daerah kaki bagaimana produksi keringatnya

(menurun atau tidak), kemudian bulu pada jempol kaki berkurang (-)

2 Palpasi : akral teraba dingin, kulit pecah - -pecah , pucat, kering yang tidak

normal, pada ulkus terbentuk kalus yang tebal atau bisa jugaterapa lembek.

3 Pemeriksaan pada neuropatik sangat penting untuk mencegah terjadinya

ulkus

b Ekspresi wajah pasien

c Kebersihan pasien secara umum

d Tanda Tanda Vital : TD, S, N, RR


8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

Menurut (Rosa & Anwar, 2020), adapun pemeriksaan penunjang untuk


penderita diabetes melitus antara lain :
1 Pemeriksaan Radiologi yang meliputi : gas subkutan, adanya benda asing,
osteomelietus.
2 Pemeriksaan Laboratorium
a Pemeriksaan darah yang meliputi : GDS (Gula Darah Sewaktu), GDP
(Gula Darah Puasa),
b Pemeriksaan urine , dimana urine diperiksa ada atau tidaknya
kandungan glukosa pada urine tersebut. Biasanya pemeriksaan
dilakukan menggunakan cara Benedict (reduksi). Setelah pemeriksaan
selesai hasil dapat dilihat dari perubahan warna yang ada : hijau (+),
kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++).
c Pemeriksaan kultur pus Bertujuan untuk mengetahui jenis kuman yang
terdapat pada luka dan untuk observasi dilakukan rencana tindakan
selanjutnya.
d Pemeriksaan Jantung meliputi EKG sebelum dilakukan tindakan
pembedahan

9. Diagnosis/criteria diagnosis

Kriteria Diagnostik Diabetes melitus menurut American Diabetes Association 2010

1 Gejala klasik DM dengan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/ dl (11.1 mmol/L).

Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari

tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Gejala klasik adalah: poliuria,

polidipsia dan berat badan turun tanpa sebab.

2 Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/ dl (7.0 mmol/L). Puasa adalah pasien

tak mendapat kalori sedikitnya 8 jam.


3 Kadar glukosa darah 2 jam PP ≥ 200 mg/ dl (11,1 mmol/L). Tes Toleransi

Glukosa Oral dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa

yang setara dengan 75 gr glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka

dapat digolongkan ke dalam kelompok Toleransi Glukosa Terganggu (TTGO)

atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) tergantung dari hasil yang

dipeoleh : TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140199

mg/dl (7,8-11,0 mmol/L) GDPT : glukosa darah puasa antara 100 – 125 mg/dl

(5,6-6,9 mmol/L)

10. Therapy/Tindakan Penanganan

Untuk penatalaksanaan pada penderita ulkus DM khususnya penderita setelah

menjalani tindakan operasi debridement yaitu termasuk tindakan perawatan

dalam jangka panjang.(Nyoman et al., 2022)

a Medis

Menurut (Nyoman et al., 2022)penatalaksaan secara medis sebagai berikut:

1 Obat hiperglikemik Oral

2 Insulin

a Ada penurunan BB dengan drastis

b Hiperglikemi berat

c Munculnya ketoadosis diabetikum

d Gangguan pada organ ginjal atau hati.

3 Pembedahan Pada penderita ulkus DM dapat juga dilakukan

pembedahan yang bertujuan untuk mencegah penyebaran ulkus ke

jaringan yang masih sehat, tindakannya antara lain :


a Debridement : pengangkatan jaringan mati pada luka ulkus

diabetikum.

b Neucrotomi

c Amputasi

b Keperawatan Menurut (Nainggolan, 2018), dalam penatalaksaan

medis secara keperawatan yaitu :

1 Diet

Diet harus diperhatikan guna mengontrol peningkatan

glukosa.

2 Latihan

Latihan pada penderita dapat dilakukan seperti olahraga kecil,

jalan – jalan sore, senam diabetik untuk mencegah adanya

ulkus.

3 Pemantauan

Penderita ulkus mampu mengontrol kadar gula darahnya

secara mandiri dan optimal.

4 Terapi insulin

Terapi insulin dapat diberikan setiap hari sebanyak 2 kali

sesudah makan dan pada malamhari.

5 Penyuluhan kesehatan

Penyuluhan kesehatan dilakukan bertujuan sebagai edukasi bagi

penderita ulkus dm supaya penderita mampu mengetahui

tanda gejala komplikasi pada dirinya dan mampu

menghindarinya.

6 Nutrisi
Nutrisi disini berperan penting untuk penyembuhan luka

debridement, karena asupan nutrisi yang cukup mampu

mengontrol energy yang dikeluarkan.

7 Stress Mekanik

Untuk meminimalkan BB pada ulkus. Modifikasinya adalah

seperti bedrest, dimana semua pasin beraktifitas di tempat

tidur jika diperlukan. Dan setiap hari tumit kaki harus selalu

dilakukan pemeriksaan dan perawatan (medikasi) untuk

mengetahui perkembangan luka dan mencegah infeksi luka

setelah dilakukan operasi debridement tersebut.

Tindakan pembedahan

Fase pembedahan menurut Wagner ada dua klasifikasi antara

lain :

- Derajat 0 : perawatan local secara khusus tidak dilakukan

atau tidak ada.

- Derajad I – IV : dilakukan bedah minor serta pengelolaan

medis, dan dilakukan perawatan dalam jangka panjang

sampai dengan luka terkontrol dengan baik. (Smelzer &

Bare, 2005)

11. Komplikasi

Menurut (Reynaldo, 2021) Ulkus diabetic merupakan salah satu komplikasi akut

yang terjadi pada penderita Diabetes Millitus tapi ulkus diabetic antara lain :

1) komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat ketidak seimbangan jangka pendek dari

glukosa darah. Hipoglikemik dan ketoadosis diabetik masuk ke dalam

komplikasi akut

2) komplikasi kronik

Yang termasuk dalam komplikasi kronik ini adalah makrovaskuer dimana

komplikasi ini menyerang pembuluh darah besar, kemudian mikrovaskular

menyerang pembuluh darah kecil bisa menyerang mata (retinopati ), dan gagal

ginjal. Komplikasi kronik yang ke tiga yaitu neupati yang mengenai saraf. Dan

terakhir menimbulkan gengren.

3) komplikasi jangka panjang dapat juga terjadi antara lain, menyababkan penyakit

jantung dan gagal ginjal, impoten dan infeksi, gangguan penglihatan ( mata

kabur bahkan kebutaan ), luka infeksi dalam, penyembuhan luka jelek

4) komplikasi pembedahan, dalam perawatn pasien post debridement komplikasi

dapat terjadi seperti infeksi jika perawatan luka tidak di tangani dengan prinsip

normal

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan

Menurut (Hartanti et al., 2021) Dalam memberikan asuhan keperawatan pada

pasien gangren kaki diabetik hendaknya dilakukan secara komperhensif dengan

menggunakan proses keperawatan.

Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon

manusia terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang

bertujuan untuk mengatasi masalah – masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan

dapat berhubungan dengan klien keluarga juga orang terdekat atau masyarakat.
Proses keperawatan mendokumentasikan kontribusi perawat dalam mengurangi /

mengatasi masalah-masalah kesehatan.

Proses keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu : pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

1) Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses

keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam

menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita ,

mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh

melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta

pemeriksaan penunjang lainnya.

b. Anamnese

a) Identitas penderita

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,

status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit

dan diagnosa medis.

b)Keluhan Utama

Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun,

adanya luka yang tidak - sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.

c) Riwayat kesehatan sekarang

Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya

yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.

d)Riwayat kesehatan dahulu


Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit lain yang ada kaitannya

dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat

penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang

pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.

e) Riwayat kesehatan keluarga

Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang

juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan

terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.

f) Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami

penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap

penyakit penderita.

2) Pemeriksaan fisik

a. Status kesehatan umum

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan

dan tanda – tanda vital.

b. Kepala dan leher

Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga

kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa

tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan

berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.

c. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,

kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan

pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.

d. Sistem pernafasan

Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah

terjadi infeksi.

e. Sistem kardiovaskuler

Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,

takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.

f. Sistem gastrointestinal

Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,

perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.

g. Sistem urinary

Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.

h. Sistem muskuloskeletal

Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah,

lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.

i. Sistem neurologis

Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek

lambat, kacau mental, disorientasi.

3) Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :

a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl

dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.

b. Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan

dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna

pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).

c. Kultur pus

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai

dengan jenis kuman.

4) Analisa Data

Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan analisa serta

sintesa data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas data subyektif dan data

obyektif dan berpedoman pada teori Abraham Maslow yang terdiri dari :

a. Kebutuhan dasar atau fisiologis

b. Kebutuhan rasa aman

c. Kebutuhan cinta dan kasih sayang

d. Kebutuhan harga diri

e. Kebutuhan aktualisasi diri

Data yang telah dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil kesimpulan

tentang masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab, yang dapat dirumuskan

dalam bentuk diagnosa keperawatan meliputi aktual, potensial, dan kemungkinan.

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


1) Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake makanan yang

kurang

2) Defisit volume cairan b/d kehilangan volume cairan secara aktif, kegagalan

mekanisme pengaturan

3) Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangrene pada

ekstremitas bawah

4) Nyeri akut b/d penurunan perfusi ke periper

5) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat

3. Rencana Asuhan Keperawatan (Tujuan, Kriteria hasil, Intervensi, Rasional)

N DIAGNOSA NIC NOC RASIONAL

0 KEPERAW

ATAN

1. Ketidak - Nutrisional - Nutritional 1. Untuk

seimbangan Status Setelah di Management Mengetahui

nutrisi kurang lakukan tindakan 1. kaji adanya alergi apakah pasien

dari keperawatn makanan memiliki alergi

kebutuhan selama ….. x 24 2. Berikan Makan makanan atau

b/d intake jam di harapkan Sedikit tapi sering tidak

makanan nutrisi pasien 3. Ajarkan Pasien 2. Untuk Menjaga

yang kurang terpenuhi. untuk melaukan perut pasien agar

Dengan Kriteria
hasil : oral hygiene tidak kosong

1. adanya 4. Kolaborasikan 3. Agar makanan

peningkatan dengan ahli gizi yang masuk tetap

berat badan dalam pemberian bersih

sesuai dengan diet yang tepat 4. Untuk

tujuan mendapatkan diet

2. Nafsu makan sesuai dengan

pasien kebutuhan

meningkat

3. Tidak adanya

tanda

malnutrisi

2. Defisit -Fluid Balance 1. monitor indikasi 1. Mengetahui

volume Setelah di cairan keadaan input

cairan b/d lakukan tindakan 2. Atur intake cairan dan output pasien

kehilangan keperawatan 3. Anjurkan pasien 2. Untuk mencegah

volume selama …..x 24 untuk makan dan dehidrasi

secara aktif, jam di harapkan minum 3. untuk

kegagalan intake output 4. Kolaborasi menyeimbangka

mekanisme cairan pasien dengan tim medis n volume cairan

pengaturan seimbang. dalam menangani 4. Untuk

Dengan Kriteria kekurangan cairan memberikan

hasil : penataan yang

1. Input dan lengakp

Output
seimbangan

2. Tekanan

darah dalam

batas Normal

TD :

120/80mmH

Suhu : 36 C

N : 80x /

menit

RR : 20 x/

menit

3. Gangguan -Tissue Integrity 1. Observasi kulit 1. Untuk

integritas Setelah di akan adanya mengetahui ke

jaringan lakukan tindakan kemerahan adaan kulit

berhubungan keperawatan 2. Memberikan 2. Untuk

dengan selama ….. x 24 lotion/minyak/bab mengurangi iritasi

adanya jam Di harapkan y oil pada daerah kulit

gangrene tidak terjadi yang iritasi 3. Agar pasien atau

pada kerusakan lebih 3. Ajarkan keluarga keluarga pasien

ekstrimitas luas, Dengan pasien cara bisa merawat luka

bawah Kriteria hasil : merawat luka sendiri

1. Perfusi 4. kolaborasi dalam 4. Untuk membantu

jaringan dan mempercepat


normal pemberian obat penyembuhan

2. Tidak luka

adanya

tanda

infeksi

3. ketebalan

dan tekstur

jaringan

normal

4. Nyeri akut Pain Level - Pain Management 1. Membantu dalam

b/d Setelah di 1. lakukan evaluasi gejala

penurunan lakukan tindakan pengkajian nyeri nyeri

perfusi keperawatan seara 2. Untuk

jaringan ke selama …. X 24 komperenship mengevaluasi

perifer jam di harapkan 2. Dorong pasien ambang persepsi

nyeri berkurang menyatakan nyeri

atau teratasi. perasaan tentang 3. Untuk

Dengan kriteria nyeri mengurangi rasa

hasil : 3. Beri posisi nyaman nyeri pada pasien

1. TTV dalam 4. Ajarkan tehnik 4. Peningkatan

rentan relaksasi seperti suplai O2 pada

normal nafas dalam saat nyeri dapat

TD : membantu

120/80mmH menurunkan rasa

g nyeri
Suhu : 36 C

N : 80x /

menit

RR : 20 x/

menit

2. Tampak

rileks dan

istirahat

dengan baik

3. pasien

mengatan

nyeri

berkurang

atau hilang

5. Resiko Immune status Invection control 1. Untuk

infeksi b/d Setealah di ( contron infeksi ) mengetahui tanda

pertahanan lakukan asuhan 1. Monitor tanda dan dan gejala serta

tubuh primer keperawatabn gejala infeksi kerentangan

yang tidak …. X 24 jam sistemik dan lokal terhadap penyakit

adekuat pasien mampu 2. Bersihkan 2. Untuk membantu

untuk lingkungan sekitar pencegahan

mengurangi pasien dan batasi infeksi

resiko infeksi pengunjung 3. Ajarkan pasien

dengan kriteria 3. Anjurkan pasien dan keluarkan

hasil : dan keluarga tahu tahu tanda dan


1. pasien bebas tanda dan gejala gejala infeksi

dari tanda infeksi 4. Untuk mencegah

dan gejala 4. Kolaborasi terjadinya infeksi

infeksi pemberian

2. Menunjukka antibiotik

n perilaku

hidup sehat

DAFTAR PUSTAKA

Amanda, A. (2022). PENERAPAN PERAWATAN LUKA MODERN DRESSING PADA

LANSIA PENDERITA DIABETES MELITUS Aliyyah. 4, 13–26.

Di, M., Kota, P., Oktorina, R., Juwita, L., & Wahyuni, A. (2022). Pendidikan Kesehatan

Tentang Gerakan Peduli Diabetes. 3(1), 1–6.

Fatimah, R. N. (2019). Diabetes Melitus Tipe 2 [ Artikel Review ] Diabetes Melitus Tipe 2.

Jurnal Majority, 2(5), 93–101. jurnal_diabetes_type_2-with-cover-page-v2.pdf

Gunawan, W. F. (2018). PROFIL PENGOBATAN PADA PASIEN DIABETES MELITUS

TIPE-II YANG MENGALAMI KOMPLIKASI GANGREN, NEFROPATI DAN

NEUROPATI DI RSUD DR SOEDARSO PONTIANAK. 16(103), 2042.

Hartanti, Pudjibudojo, J. K., Aditama, L., & Rahayu, R. P. (2021). Pencegahan dan

Penanganan Diabetes Mellitus. Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, 96.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). P2PTM Kemenkes RI. P2PTM


Kemenkes RI, 1–582.

https://dinkes.kalbarprov.go.id/wp-content/uploads/2019/03/Laporan-Riskesdas-2018-

Nasional.pdf

N, Lestari., B, I. (2021). Diabetes Melitus Sebagai Faktor Risikokeparahan Dan Kematian

Pasiencovid-19: Meta-Analisis. Biomedika, 13(1), 83–94.

https://doi.org/10.23917/biomedika.v13i1.13544

Nainggolan, N. L. O. (2018). Manajemen Asuhan Keperawatan Psikososial Dengan Masalah

Kecemasan Pada Penderita Diabetes Melitus.

Nyoman, N., Udayani, W., Mesi, P., & Adnyani, D. (2022). ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA

PENGGUNAAN TERAPI INSULIN KOMBINASI DAN INSULIN TUNGGAL PADA

PASIEN DIABETES. 2(1), 108–116.

Regina, C. C., Mu’ti, A., & Fitriany, E. (2021). Systematic Review Tentang Pengaruh

Obesitas Terhadap Kejadian Komplikasi Diabetes Melitus Tipe Dua. Verdure: Health

Science Journal, 3(1), 8–17.

http://jurnal.stikesmm.ac.id/index.php/verdure/article/view/129

Reynaldo, G. (2021). Penanganan Diabetes Melitus Tipe 1 pada Anak dengan Komplikasi

Ketoasidosis Diabetikum : Laporan Kasus Management of Type 1 Diabetes Mellitus in

an 11-Years-old Child with Diabetic Ketoacidosis Complication : a Case Report. 28(1),

52–56.

Rosa & Anwar. (2020). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Hipoglikemia Pada Diabetes

Melitus di RSUD Embung Fatimah Kota Batam. Sereal Untuk, 8(1), 51.

Anda mungkin juga menyukai