Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Ucapan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan,
kesabaran, kekuatan dan masih banyak lagi rahmat yang telah diberikan sehingga
pemakalah dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “Dimensi Aksiologi Ilmu”
sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah filsafat ilmu.

Makalah ini terselesaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu, peneliti mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Bapak Imam Bahrozi, S.Pd.MM. Selaku Ketua STAI AL-AZHAR.
2. Bapak Sholihuddin Al Ayubi M.Pd selaku dosen pembimbing mata
kuliah filsafat ilmu.
3. Seluruh teman-teman yang selalu mendukung dalam pembuatan
makalah ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena
itu peneliti mengharap kritik dan saran dari semua pihak bersifat membangun agar
makalah ini menjadi lebih baik. Akhir kata, peneliti mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini
sampai akhir.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Gresik,25 Oktober 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................ii

BAB I..........................................................................................................................1

PENDAHULUAN......................................................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................2

BAB II.........................................................................................................................3

PEMBAHASAN.........................................................................................................3

A. Pengertian Aksiologi........................................................................................3

B. Komponen dalam Aksiologi.............................................................................4

C. Ilmu dan Azas Moral........................................................................................6

D. Hubungan antara Ilmu dan Moral....................................................................7

BAB III.....................................................................................................................11

PENUTUP.................................................................................................................11

A. Kesimpulan.....................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu
pengetahuan itu sendiri. Merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan
manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan
itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula.
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena
dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara
lebih cepat dan lebih mudah. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa
merasakan kemudahan lainnya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk
membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Perkembangan dan kemajuan ilmu sering melupakan kedudukan atau
faktor manusia. Penemuan ilmu semestinya untuk kepentingan manusia, jadi
ilmu menyesuaikan dengan kedudukan manusia, namun keadaan justru
sebaliknya yaitu manusialah yang akhirnya harus menyesuaikan diri dengan
ilmu. Itulah jika ilmu tidak didampingi oleh moral akan mengubah hakikat
kemanusiaan itu sendiri. Ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu
manusia mencapai tujuan hidupnya, namun bahkan kemungkinan mengubah
hakikat kemanusiaan. Jadi ilmu harus selalu didampingi oleh moral. Jika tidak,
maka ilmu akan menjajah manusia dan menjadikan manusia itu serakah dan
curang dengan ilmu yang dimilikinya.
Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian
akan diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu pengetahuan menjadi sebuah
teknologi yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tentu tidak
terlepas dari si ilmuwannya. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada
kepentingan masyarakat untuk itulah tanggung jawab seorang ilmuwan harus
berada pada tempat yang tepat.
Dalam kajian dimensi aksiologi ilmu membicarakan tentang definisi
aksiologi, nilai dalam aksiologi, ilmu dan azas moral, hubungan antara ilmu
dan moral serta tanggung jawab sosial ilmuwan.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Aksiologi?
2. Apa saja nilai dalam aksiologi?
3. Apa yang dimaksud dengan ilmu dan azas moral ?
4. Apa hubungan antara ilmu dan moral serta bagaimana tanggung jawab
sosial ilmuwan?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Aksiologi
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani Kuno, terdiri dari kata aksios yang
berarti nilai dan kata logos yang berarti teori. Jadi aksiologi merupakan cabang
filsafat yang mempelajari tentang nilai dan juga dipahami sebagai teori nilai
(Uyoh Sadulloh, 2007: 36). Menurut Jujun S. Suriasumantri (1999) aksiologi
diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari berbagai
pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh atau didapat oleh manusia.
Dari segi bahasa, kata “nilai” semakna dengan kata axios dalam bahasa
Yunani, dan value dalam bahasa Inggris. Dalam buku Enciclopedy of
Philosophy, istilah “nilai” atau value dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu:
1. Kata “nilai” digunakan sebagai kata benda abstrak. Seperti: baik,
menarik, dan bagus. Yang dalam pengertian yang lebih luas mencakup
segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian. Sebagai kata benda
asli yang berbeda dengan fakta.
2. Kata “nilai” digunakan sebagai kata benda konkret. Misalnya, ketika
kita berkata sebuah “nilai” atau nilai-nilai. Pada bentuk ini, ia sering
kali dipakai untuk merujuk pada sesuatu yang bernilai, seperti
ungkapan “nilai dia berapa? Atau sebuah sistem nilai. Untuk itu, ia
berlawanan dengan apa-apa yang tidak dianggap baik atau tidak
bernilai.
3. Kata “nilai” digunakan sebagai kata kerja. Seperti ungkapan atau
ekspresi menilai, memberi nilai dan dinilai. Pada bentuk ini, nilai
sinonim dengan kata “evaluasi” pada saat hal tersebut secara aktif
Dan dalam Kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu
pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya
etika.
Dari definisi-definisi aksiologi diatas dapat dipahami bahwa aksiologi
adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai dan hakikat tujuan suatu
ilmu pengetahuan.

Tipe nilai dapat dibedakan antara nilai instrinsik dan nilai instrumental.
Nilai instrinsik merupakan nilai akhir yang menjadi tujuan, sedangkan nilai

3
instrumental adalah sebagai alat untuk mencapai nilai instrinsik atau
mencapai tujuan.
Sebagai contoh, sholat lima waktu yang dilakukan oleh setiap muslim
memiliki nilai instrinsik dan sekaligus memiliki nilai instrumental. Nilai
instrinsiknya bahwa sholat merupakan suatu pengabdian kepada Allah yang
menjadi Rabb seluruh alam jagat raya. Nilai instrumentalnya adalah bahwa
dengan melakukan sholat yang ikhlas sebagai pengabdian kepada Allah.1

B. Komponen dalam Aksiologi


Berbicara mengenai aksiologi, dalam aksiologi ada dua komponen yang
mendasar, yaitu etika dan estetika.
1. Etika
a. Pengertian etika
Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan
sistematis masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada
prilaku, norma dan adat istiadat manusia. Jadi tema sentral yang
menjadi pembicaraan dalam etika adalah nilai tentang betul dan
salah (Baik atau buruk) dalam arti moral dan ammoral.
b. Objek etika
Objek etika adalah pernyataan-pernyataan moral yang
merupakan perwujudan dari pandangan-pandangan di bidang moral.
Ada dua macam pernyataan. Pertama, pernyataan tentang tindakan
manusia. Kedua, pernyataan tentang manusia itu sendiri atau
tentang unsur-unsur kepribadian manusia, seperti motif-motif,
maksud dan watak.
c. Tujuan etika
Agar manusia mengetahui dan mampu
mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan baik kepada diri
sendiri, lingkungan, dan Tuhan.
d. Aliran dalam etika
Ada enam aliran etika yang terkenal, antara lain:
1.) Naturalisme
Perbuatan yang baik menurut aliran ini adalah perbuatan-
perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan fitrah manusia. Baik
mengenai fitrah lahir ataupun batin.

1
Sulist, “Aksiologi dal” dalam http://www.academia.edu (1 Desember 2018)

4
2.) Hedonisme
Menurut aliran hedonisme ini perbuatan yang baik itu
adalah perbuatan yang menimbulkan hedone
(kelezatan/kenikmatan).
3.) Utilitarisme
Aliran utilitarisme ialah aliran yang menilai baik dan buruk
perbuatan itu ditinjau dari kecil besarnya manfaatnya bagi
manusia.
4.) Idealisme
Aliran idealisme dalam hal metafisika berpendirian bahwa
wujud yang paling dalam dari kenyataan ialah yang bersifat
kerohanian yang tinggi.
5.) Vitalisme
Aliran ini menilai baik buruknya perbuatan manusia
memakai ukuran ada tidaknya daya hidup yang maksimum
mengendalikan perbuatan itu. Yang dianggap baik menurut
aliran ini ialah orang yang kuat yang dapat memaksakan dan
melangsungkan kehendaknya dan sanggup menjadikan dirinya
selalu ditaati oleh orang-orang yang lemah.
6.) Theologis
Aliran ini berpendapat bahwa ukuran baik dan buruk dalam
perbuatan manusia itu diukur dengan pertanyaan apakah dia
sesuai dengan perintah Tuhan atau tidak.
2. Estetika
a. Pengertian Estetika
Estetika merupakan cabang filsafat yang mempersoalkan
tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa suatu
objek yang indah bukan semata-mata bersifat selaras atau berpola baik
melainkan harus juga mempunyai kepribadian.
Sebenarnya keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas
objek, melainkan sesuatu yang senantiasa bersangkutan dengan
perasaan. Misalnya kita bengun pagi, matahari memancarkan sinarnya
kita merasa sehat dan secara umum kita merasaakan kenikmatan.
Meskipun sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah tetapi kita
mengalaminya dengan perasaan nikmat. Dalam hal ini orang cenderung
mengalihkan perasaan tadi menjadi sifat objek itu, artinya memandang

5
keindahan sebagai sifat objek yang kita serap. Padahal sebenarnya
tetap merupakan perasaan.

C. Ilmu dan Azas Moral


The Liang Gie (1987) memberikan pengertian ilmu adalah rangkaian
aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh
pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai
seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai
gejala yang ingin dimengerti manusia (Ihsan Fuad, 2010: 108).
Ilmu bukanlah pengetahuan yang datang begitu saja sebagai barang
yang sudah jadi dan datang dari dunia khayal. Akan tetapi, ilmu merupakan
suatu cara berpikir tentang suatu obyek yang khas dengan pendekatan yang
khas pula, sehingga menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan
yang ilmiah. Ilmiah dalam arti bahwa sistem dan struktur ilmu dapat
dipertanggungjawabkan secara terbuka. Oleh karena itu, ia terbuka untuk diuji
oleh siapapun.
Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus
dilaksanakan dengan metode tertentu, dan akhirnya aktivitas metodis itu
mendatangkan pengetahuan yang sistematis. Dari aktivitas ilmiah dengan
metode ilmiah yang dilakukan oleh para ilmuwan dapatlah dihimpun
sekumpulan pengetahuan yang baru atau disempurnakan pengetahuan yang
telah ada, sehingga dikalangan ilmuwan pada umumnya terdapat kesepakatan
bahwa ilmu adalah suatu kumpulan pengetahuan yang sistematis (Surajiyo,
2009: 56-57).
Syarat-syarat ilmu:
1. Ilmu harus mempunyai objek, berarti kebenaran yang hendak
diungkapkan dan dicapai adalah persesuaian antara pengetahuan
dan objeknya.
2. Ilmu harus mempunyai metode, berarti untuk mencapai kebenaran
yang objektif, ilmu tidak dapat bekerja tanpa metode yang rapi.
3. Ilmu harus sistematik, berarti dalam memberikan pengalaman,
objeknya dipadukan secara harmonis sebagai suatu kesatuan yang
teratur.
4. Ilmu bersifat universal, berarti kebenaran yang diungkapkan oleh
ilmu tidak bersifat khusus melainkan berlaku umum (Hartono
Kasmadi, 1990: 8-9 dalam Ihsan Fuad, 2010: 115-116).

6
Moral berasal dari kata Latin mos jamaknya mores yang berarti adat
atau cara hidup. Etika dan moral sama artinya, tetapi dalam penilaian sehari-
hari ada sedikit perbedaan. Moral dan atau moralitas dipakai untuk perbuatan
yang sedang dinilai. Adapun etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai yang
ada (Surajiyo, 2009: 147).
Franz Magnis Suseno (1987) membedakan ajaran moral dan etika.
Ajaran moral adalah ajaran, wejangan, khotbah, peraturan lisan atau tulisan
tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia
yang baik. Sumber langsung dari ajaran moral adalah sebagai orang dalam
kedudukan yang berwenang seperti orang tua dan guru, para pemuka
masyarakat dan agama. Etika bukan sumber tambahan bagi ajaran moral, tetapi
filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran dan pandangan
moral. Etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran. Jadi, etika dan
ajaran moral tidak berada pada tingkat yang sama (Surajiyo, 2009: 147).

D. Hubungan antara Ilmu dan Moral


Penerapan dari ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan dimensi
etis sebagai pertimbangan.Tanggung jawab etis merupakan sesuatu yang
menyangkut kegiatan maupun penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam hal ini berarti ilmuwan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi harus memperhatikan manusia, martabat manusia, menjaga
keseimbangan ekosistem, bertanggung jawab pada kepentingan umum,
kepentingan generasi mendatang, dan bersifat universal, karena pada dasarnya
ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk mengembangkan dan
memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk menghancurkan eksistensi
manusia (Ihsan Fuad, 2010: 280).
Moral adalah sistem nilai (sesuatu yang dijunjung tinggi) yang brupa
ajaran (agama) dan paham (ideologi) sebagai pedoman untuk bersikap dan
bertindak baik yang diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Tujuan
moral adalah mengarahkan sikap dan perilaku manusia agar menjadi baik
sesuai dengan ajaran dan paham yang dianutnya. Manfaat moral adalah
menjadi pedoman untuk bersikap dan bertindak atau berperilaku dalam
interaksi sosial yang dinilai baik buruk. Tanpa memiliki moral, seseorang akan
bertindak menyimpang dari norma dan nilai sosial di mana mereka hidup dan
mencari penghidupan.
Jadi ilmu tidak dapat dibiarkan lepas dari moral, karena ilmu harus
selalu didampingi oleh moral. Jika tidak, maka ilmu akan menjajah manusia

7
dan menjadikan manusia itu serakah dan curang dengan ilmu yang dimilikinya.
Manusia yang berilmu pada pandangan kita akan berperilaku baik hal ini
berlaku bagi manusia yang memiliki ilmu dan moral.
Perkembangan ilmu, sejak pertumbuhannya diawali dan dikaitkan
dengan sebuah kebutuhan kondisi realitas saat itu. Di lain pihak,
perkembangan dan kemajuan ilmu sering melupakan kedudukan atau faktor
manusia.
Itulah jika ilmu tidak didampingi oleh moral akan menimbulkan
dehumanisasi bahkan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri. Ilmu bukan
lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya,
namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan.

E. Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan


Seorang ilmuwan pada hakikatnya adalah manusia yang biasa berfikir
dengan teratur dan teliti. Bukan saja jalan pikirannya mengalir melalui pola-
pola yang teratur namun juga segenap materi yang menjadi bahan
pemikirannya dikaji dengan teliti. Seorang ilmuwan tidak menolak ataupun
menerima sesuatu begitu saja tanpa suatu pemikirannya yang cermat. Disinilah
kelebihan seorang ilmuwan dibandingkan dengan cara berfikir seorang awam
(Jujun S. Suriasumantri, 2000: 243)
Seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial, bukan saja karena
dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di
masyarakat namun yang lebih penting adalah karena dia mempunyai fungsi
tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Fungsinya selaku ilmuwan
tidak berhenti pada penelaahan dan keilmuan secara individual namun juga
ikut bertanggung jawab agar produk keilmuan sampai dan dapat dimanfaatkan
oleh masyarakat (Jujun S. Suriasumantri, 2000: 237). Tanggung jawab sosial
ilmuwan adalah suatu kewajiban seorang ilmuwan untuk mengetahui masalah
sosial dan cara penyelesaian permasalahan sosial tersebut (Jujun S.
Suriasumantri, 2000: 237).
Jika dinyatakan bahwa ilmu bertanggung jawab atas perubahan sosial,
maka hal itu berarti ilmu telah mengakibatkan perubahan sosial dan juga ilmu
bertanggung jawab atas sesuatu yang bakal terjadi. Jadi tanggung jawab
tersebut bersangkut paut dengan masa lampau dan juga masa depan (Ihsan
Fuad, 2010: 281). Ilmuwan berdasarkan pengetahuannya memiliki kemampuan
untuk meramalkan apa yang akan terjadi. Umpamanya saja apakah yang akan

8
terjadi dengan ilmu dan teknologi kita di masa depan berdasarkan proses
pendidikan keilmuan sekarang (Jujun S. Suriasumantri, 2000: 241).
Di bidang etika tanggung jawab sosial seorang ilmuwan bukan lagi
memberikan informasi namun memberi contoh. Dia harus tampil di depan
bagaimana caranya bersifat obyektif, terbuka, menerima kritik, menerima
pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggapnya benar, dan
kalau perlu berani mengakui kesalahan. Pengetahuan yang dimilikinya
merupakan kekuatan yang akan memberinya keberanian. Demikian juga dalam
masyarakat yang sedang membangun maka dia harus bersikap sebagai seorang
pendidik dengan memberikan suri teladan (Jujun S. Suriasumantri, 2000: 244).
Jadi bila kaum ilmuwan konsekuen dengan pandangan hidupnya baik
secara intelektual maupun secara moral, maka salah satu penyangga
masyarakat modern akan berdiri dengan kukuh. Berdirinya pilar penyangga
keilmuan itu merupakan tanggung jawab sosial seorang ilmuwan.2

2
Resmi Rianti, “Dimensi Aksiologi Ilmu” https://badrul6256.wordpress.com (22 November 2018)

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan urain yang telah diungkapkan di atas dapat disimpulkan
bahwa Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu
pengetahuan itu sendiri. Jadi aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari
hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu
pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan
tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula. Di
dalam aksiologi ada dua komponen yang mendasar, yaitu etika dan estetika.
ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena
dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara
lebih cepat dan lebih mudah. Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari
hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu
pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan
tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula.
Dalam kaitannya dengan moral, penerapan ilmu tidak bisa dipisahkan
dengan aspek moral. Hal itu dikarenakan pada dasarnya ilmu dikembangkan
oleh manusia dan diperuntukan untuk kemaslahatan umat manusia.
Penggunaan ilmu secara bijak menjadi suatu keharusan bagi umat manusia
agar tidak mendatangkan malapetaka yang akan mengancam kelangsungan
hidupnya dan generasi selanjutnya. Perkembangan ilmu pengetahuan akan
menghambat ataupun meningkatkan keberadaan manusia tergantung pada
manusianya itu sendiri, karena ilmu dilakukan oleh manusia dan untuk
kepentingan manusia dalam kebudayaannya. Kemajuan teknologi di era ini
memerlukan kedewasaan manusia dalam arti yang sesungguhnya, yakni

10
kedewasaan mana yang layak dan mana yang tidak layak serta yang buruk dan
yang baik.

11
DAFTAR PUSTAKA

Rianti, Resmi. “Dimensi Aksiologi Ilmu” dalam https://badrul6256.wordpress.com


(22 November 2018)
Sulist. “Aksiologi dalam Filsafat” dalam http://www.academia.edu (1 Desember 2018)

12

Anda mungkin juga menyukai