Anda di halaman 1dari 35

Review kelompok 1

Penetapan Dan Ketetapan Pajak

 Latar belakang
Prinsip dalam self assessment adalah wajib pajak diwajibkan untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar sendiri, dan mrlaporkan paak yang terutang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan sehingga penentuan
besarnya pajak yang terutang dipercayakan pada wajib pajak sendirir melalui Surat
Pemberitahuan (SPT) yang disampaikannya.
Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas kepada wajib pajak
tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena
ditemukannya data fisik yang tidak dilaporkan oleh waib pajak.

 Fungsi ketetapan pajak


Ketetapan paak berfungsi sebagai :
 Koreksi ata jumlah pajak yang terutang menurut SPT wajib pajak
 Sarana untuk mengenakan sanksi
 Sarana untuk menagih pajak
 Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar
 Sarana untuk memberitahukan umlah paak yang terutang
 Jenis ketetapan pajak
Berikut ini merupakan jenis – jenis ketetapan pajak
 Surat Tagihan Pajak (SPT)
 Surat Ketetapan pajak urang bayar (SKPKB)
 Surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan (SKPKBT)
 Surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB)
 Surat ketetapan pajak nihil (SKPN)
 Surat pemberitahuan pajak terutang

1. Surat tagihan pajak


Surat tagihan pajak merupakan surat untuk melakukan tagihan pajak dan /
sanksi administrasi berupa bunga dan / denda. Surat tagihan pajak
mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak.
Surat ketetapan pajak diberikan oleh direktur jenderal pajak jika terjadi hal –
hal berikut ini
o Pajak penghasilan dalam tahun erjalan tidak atau kurang dibayar
o Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai
akibat salah tulis dan atau salah hitung
o Wajib pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda / bunga
o Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, tetapi
tidak membuat faktur pajak ataupun membuatnya namun tidak tepat
waktu
o Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, tetapi
tidak membuat faktur pajak secara lengkap sebgaimana dimaksud dalam
pasal 13 ayat 5 undang – undang pajak pertambahan nilai 1984 dan
perubahannya, selain :
- Identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat 5
huruf b undang – undang pajak pertambahan nilai 1984 dan
perubahannya
- Identitas pembeli serta nama dan tand tangan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 13 ayat 5 huruf b dan g undang – undang pajak
pertambahan nilai 1984 dan perubahannya, dalam hal penterahan
dilakukan oleh pengusaha kena pajak pedagang eceran.
o Pengusaha kena pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak; atau
o Pengusaha kena pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan
pengembalian pajak masukan sebagaimana dimaksud dalam [asal 9 dan
6a undang- undangpaak pertambahan nilai tahun 1984 dan
perubahannya.
- Sanksi Administrasi
Berikut ini adalah sanksi yang dikenakan kepada wajib pajak dan / pengusaha
kena pajak :
 Terhadap wajib pajak yang kena pajak penghasilan dalam tahun berjalan
atau tidak kurang dibayar dan wajib pajak yang berdasarkan hasil
penelitian terhadap kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah
tulis dan/salah hitung. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam surat
tagihan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar
2% (dua persen) perbulan untuk paling lama 24 bulan, dihitung sejak saat
terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau
tahun pajak sampai dengan diterbitkannya surat tagihan pajak.
 Terhadap pengusaha yang telah dikukuhkan sebgai pengusaha kena pajak,
tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuatnya tetapi tidak tepat
waktu dan tidak mengisinya secara lengkap, dan pengusaha kena pajak
melaporkan faktur pajak tidak sesuia dengan masa penerbitan faktur pajak
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari dasar pengenaan
pajak.
 Terhadap pengusaha kena pajak yang gagal berproduksi dan telah
diberikan pengembalian pajak masukan dikenai sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% perbulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali,
dihitung dari tanggal penerbitan surat keputusan pengembalian kelebihan
pembayaran paak sampai dengan tanggal penerbitan surat tagihan pajak,
dan bagian dari bulan dihitung 1 bulan.

2. Surat ketetapan pajak kurang bayar


SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok
pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekuranag pembayaran pokok pajak, besarnya
sanksi administrasi, dan jumlah yang harus dibayar.
Dalam jangka 5 tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya masa
pajak, bagian tahun pajak, direktur jenderal dapat menerbitkan surat ketetapan
pajak kurang bayar dalam hal – hal sebagai berikut:
 Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan tidak atau keterangan lain pajak yang
terutang tidak atau kurang bayar.
 Apabila surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang
telah ditetapkan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada
waktunya sebagaiman ditentukan dalam surat teguran.
 Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai pajak pertambahan nilai
dan pajak penjualan atas barang mewah ternyata tidak seharusnya
dikompesasikan selisih lebih pajak atau tidak sehatusnya dikenakan tarif 0%.
 Apabila kewajiban pembukuan dan pemeriksaan (pasal 28 dan 29 UU KUP)
tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.
- Sanksi administrasi berupa denda bunga 2% per bulan maksimal 12 bulan,
kenaikan 50% untuk PPh yang tidak / kurang dibayar 100% untuk PPh yang
dipotong oleh orang atau badan lain serta PPN dan PPnBM. SKPKB dapat
diterbitkan setelah lebih dari 10tahun ditambah sanksi bunga 48% jika wajib
pajak terbukti melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

3. Surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan


SKPKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah
pajak yang telah ditetapkan.
Direktur jenderal paak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak kurang
bayar tambahan dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak apabila ditemukan
data baru yang mengakibatkan pertambahan jumlah pajak yang terutang setelah
dilakukan pemeriksaan dalam rangka penerbitan surat keterangan pajak kurang
bayar tambahan.
- Sanksi administrasi
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam surat keterangan pajak
kurang bayar tambahn ditambah dengan sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekuranga pajak tersebut.
Kenaikan sebesar 100% dari umlah kekurangan pajak tidak dikenakan
apabila surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan itu diterbitakan
berdasarkan keterangan tertulis dari wajib pajak atas kehendak sendiri,
dengan syarat Direktur jenderal pajak belum mulai melakukan tindakan
pemeriksaan dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak kurang bayar.
Apabila jangka waktu 5 tahun telah lewat, surat ketetapan pajak kurang
bayar tambahan tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang
bayar,jika wajib paak setelah 5 tahun berlalu dipidana karena melakukan
tindak pidana perpajakan atau lainnya yang menimbulkan kerugian
pendapatan negara berdasarkan keputusan pengadilan yang memiliki
kekuatan hukum tetap.
SKPKBT diterbitkan karena
- SKPKB yang telah ditetapkan lebih rendah dari yang sebenarnya.
- Proses pengembalian SKPLB yang seharusnya tidak dilakukan
- Pajak terutang dalam SKPN yang ditetapkan lebih rendah.
SKPKBT merupakan koreksi terhadap SKPKB, dapat diterbitkan
ika sudah pernah diterbitkan SKPKB, SKPLB, dan SKPN. Jika ada
data baru (novum) dan dapat diterbitkan lebih dari satu kali.

4. Surat ketetapan pajak lebih bayar


SKPLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan
pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang
terutang atau tidak seharusnya terutang.
 Direktur jenderal pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menetapkan surat
ketetapan paak lebih bayar apabila jumlah kredit paak atau jumlah pajak yang
dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
 Berdasarkan permohonan wajid pajak, direktur jenderal paak, setelah meneliti
kebenaran pembayaran pajak, menetapkan surat ketetapan pajak lebih bayar
apabila terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan.
 Surat ketetapan paak lebih bayar masih bisa diterbitkan lagi apabila
berdasarkan hasil pemeriksaan / data baru ternyata pajak yang lebih dibayar
jumlahnya lebih besar daripada kelebihan pembayaran pajak yang telah
ditetapkan.
- Pengembalian kelebihan pembayaran pajak antara lain sebagai berikut :
 Direktur jenderal paak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak, selain permohonan
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dari wajib pajak,
harus menerbitkan surat keterangan pajak paling lama 12 bulan sejak surat
oermohonan diterima secara lengkap. Ketetentuan ini tidak berlaku terhadap
wajib pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan tindak pidana dibidang
perpajakan.
 Apabila setelah melampaui jangka waktu 12 bulan Direktur jenderal pajak
tidak memberi suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan paling lama 1 bulan setelah
jangka waktu tersebut berakhir.

- Imbalan bunga
Imbalan bunga diberikan kepada wajib pajak
 Apabila surat ketetapan pajak lebih bayar terlambat diterbitkan, kepada wajib
pajak diberi imbalan bunga sebesar 2% / bulan dihitung sejak berakhirnya
jangka waktu 1 bulan setelah berakhirnya jangka waktu 12 bulan sampai
dengan saat diterbitkan surat ketetapan pajak lebih bayar.
 Apabila pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana dibidang pepajakan
tidak dilanjutkan dengan penyidikan, tetapi tidak dilanjutkan dengan
penyidikan dan penuntutan tindak pidana dibidang perpajakan, tetapi diputus
bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,dan ika kepada wajib pajak
diterbitkan surat ketetapan pajak lebih bayar, kepada wajib pajak diberikan
imbalan bunga sebesar 2% per bulan untuk paling lama 24 bulan, dihitung
sejak berakhirnya jangka waktu 12 bulan sampai dengan saat diterbitkan
surat ketetapan pajak lebih bayar, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1
bulan.
5. Surat Ketetapan Pajak Nihil [ SKPN ]
 Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak
tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
 Direktur Jenderal Pajak,setelah melakukan pemeriksaan,menerbitkan SKPN
apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan
jumlah pajak yang terutang,atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit
pajak atau tidak ada pembayaran pajak .
6. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang [ SPPT ]

Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah Surat Keputusan


Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP.PBB) mengenai pajak
terutang yang harus dibayar dalam 1 (satu) tahun pajak.

a. Kedaluwarsa

 Kedaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dijelaskan dalam pasal 22 UU


KUP adalah 5 tahun sejak Surat Tagihan Pajak dan Surat Ketetapan Pajak
diterbitkan. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan
pembetulan,keberatan,banding atau peninjauan kembali,daluwarsa
penagihan pajak lima tahun dihitung sejak tanggal penerbitan Surat
Keputusan Pembetulan,Surat Keputusan Keberatan,Putusan Banding,atau
Putusan Peninjauan Kembali.
 Daluwarsa Penagihan Pajak dapat melampaui lima tahun apabila ;

a) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan dan memberitahukan Surat Paksa


kepada Penanggung Pajak yang tidak melakukan pembayaran hutang pajak
sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal seperti
itu,daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal pemberitahuan surat
paksa tersebut

b) Wajib pajak menyatakan pengakuan utang pajak dengan cara mengajukan


permohonan angsuran atau penundaan pembayaraan utang pajak sebelum
tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal seperti itu,daluwarsa
penagihan pajak dihitung sejak tanggal surat permohonan angsuran atau
penundaan pembayaran utang pajak diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.

c) Terdapat Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang diterbitkan terhadap


Wajib Pajak karena wajib pajak melakukan tindak pidana dibidang
perpajakan dan tindak pidana yang dapat merugikan pendapatan negara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.

b. Imbalan Bunga

Pemberian imbalan bunga merupakan salah satu hak yang dimiliki Wajib
Pajak disamping hak-hak lainnya. Ketentuan mengenai imbalan bunga yang
berlaku pada intinya menyebutkan apabila wajib pajak mempunyai kelebihan
pembayaran pajak atas putusan pengadilan pajak yang mengabulkan sebagian
atau seluruh bandingnya maka wajib pajak tersebut berhak atas Imbalan
Bunga,dan Direktorat Jenderal Pajak berkewajiban untuk memberikan hak
Wajib Pajak tersebut.

PAJAK PENGHASILAN [PPh]

A. Pengertian

• Pajak penghasilan diartikan sebagai denda atau bayaran yang dikenakan kepada
seseorang atau badan usaha atas hasil yang diperoleh atas usaha atau pekerjaannya.

• Pajak penghasilan termasuk sebagai pajak subjektif,artinya pajak dikenakan karena


ada subjeknya,yakni yang telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam
peraturan perpajakn. Jadi,terdapat ketegasan bahwa apabila tidak ada subjek
pajaknya,maka jelas tidak dapat dikenakan PPh

B. Rumus Pajak Penghasilan

• Rumus diterapkan berbeda – beda menurut seberapa besar penghasilan yang


didapatkan. Jadi, rumus pajak tidak sama seperti rumus matematika yang bersifat
pasti. Menurut Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008 pada Pasal 17, ketentuan
tarif pajak adalah sebagai berikut ini:

• Pajak sebesar 5% akan dikenakan pada warna negara yang memiliki penghasilan
Rp 50.000.000,00 per tahun.

• Pajak sebesar 15% akan dikenakan pada warga negara yang memiliki penghasilan
Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp 250.000.000,00

• Pajak sebesar 25% akan dikenakan pada warga negara yang memiliki penghasilan
Rp 250.000.000,00 sampai dengan Rp 500.000.000,00

• Pajak sebesar 30% akan dikenakan pada warga negara yang memiliki penghasilan
Rp 500.000.000,00 ke atas

• Untuk warga negara yang telah bekerja yang memenuhi kriteria untuk membayar
pajak tetapi tidak mempunyai NPWP, maka ia akan dikenai pajak 20% lebih tinggi.

• Ini langkah-langkah untuk Menghitung Pajak Penghasilan 21 (PPh pasal 21) :

1. Hitung penghasilan bruto kalian dalam setahun, seperti gaji pokok ditambah
dengan tunjangan-tunjangan lainnya.
2. Hitung Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), sesuai dengan statusmu.
3. Hitung pengurang lainnya seperti : Tunjangan Biaya Jabatan 5% & Iuran
Pensiun 5% dari penghasilan bruto, catatan: Tunjangan Biaya Jabatan
Maksimal Rp. 6 juta per tahun, dan Tunjangan Iuran Pensiun maksimal 2,4
juta per tahun.
4. Hitung Penghasilan netto kalian : Penghasilan Bruto – PTKP – Iuran
Jabatan & Pensiun.
5. Kalikan Penghasilan Netto dengan tarif Pajak Penghasilan yang berlaku.

C. Langkah Menghitung Pajak Penghasilan

1.. Hitung penghasilan netto (penghasilan bersih) 1 tahun

Penghasilan netto : gaji x 12 x tarif wajib pajak pribadi


2. Cari PTKP atau penghasilan tidak kena pajak.

 Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2000, struktur dan besarnya PTKP adalah


sebagai berikut:
 Rp. 2.880.000.- untuk diri wajib pajak pribadi
 Rp. 1.440.000.- untuk tambahan wajib pajak yang sudah kawin
 Rp. 2.880.000.- untuk istri yang penghasilannya digabung dengan suami
 Rp. 1.440.000.- untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga
semenda garis lurus eturunan serta anak angkat paling banyak 3.

3. Hitung PKP 1 tahun.

PKP 1 Tahun : penghasilan netto – PTKP 1 tahun

4. Menghitung Pajak Penghasilan (PPh).

Pajak Penghasilan 1 tahun :  PKP 1 tahun x tarif BUT (Bentuk Usaha Tetap)
Review Kelompok 2

Dasar Hukum PPN 

Berikut ini adalah sejumlah dasar hukum PPN di Indonesia: 

1. UU Nomor 8 Tahun 1983 

Undang-undang No. 8 Tahun 1983 mengatur tentang daerah pabean, barang


berwujud dan BKP. Penyerahan BKP dalam peraturan tentang PPN ini adalah
penyerahan BKP karena suatu perjanjian, pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa
beli (leasing) dan pengalihan hasil produksi dalam keadaan bergerak.

Sedangkan yang dimaksud penyerahan JKP meliputi pemberian JKP yang


dilakukan dalam lingkungan perusahaan/untuk kepentingan sendiri.  Tarif PPN
ditetapkan sebesar 10% dan tarif atas ekspor BKP/JKP sebesar 0% dengan ketentuan
dapat diubah serendah-rendahnya menjadi 5% dan setinggi-tingginya 15%. 

Undang-undang ini mulai berlaku sejak 1 Januari 1984 bersamaan dengan Undang-
undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Indonesia serta Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Namun dasar hukum PPN ini baru disahkan pada 1 April 1985. 

2. UU Nomor 11 Tahun 1994 

Sepuluh tahun sejak diberlakukannya UU Nomor 8 Tahun 1983, lahirlah UU


Nomor 11 Tahun 1994. Beberapa poin penting dari kebijakan ini adalah penjelasan
PPN sebagai pajak tidak langsung yang dihitung oleh penjual tetapi dibayar oleh orang
lain (pembeli).

Selanjutnya, dasar hukum PPN ini menjelaskan adanya sistem Muli Stage Tax
sebagai pajak yang yang dikenakan secara bertingkat, pada rantai produksi dan
distribusi.

Setiap penyerahan barang yang menjadi objek PPN sejak dari pabrik, pedagang
besar sampai pengecer dikenakan PPN. Peraturan ini juga mengatur mengenai indirect
subtraction/invoice method yaitu cara menghitung pajak dengan metode tidak langsung
terhadap pajak atas konsumsi dalam negeri sebagai pajak yang yang dikenakan secara
definitif terhadap barang konsumsi di Indonesia. 

UU No. 11 Tahun 1994 ini juga membahas mengenai consumption type VAT
sebagai pajak yang dipungut atas nilai tambah, penerapan Non cummulative tax yaitu
sistem pengenaan pajak pada barang/jasa yang telah dikenakan terhadap barang/jasa
yang telah dikenakan pajak daerah.
Penerapan tarif tunggal 10% diberlakukan untuk pungutan PPN dan pajak objektif
sebagai pajak yang dikenakan atas barang/jasa tanpa melihat orang/badan yang
melakukan transaksi. 

3. UU Nomor 42 Tahun 2009

UU No. 42 tahun 2009 adalah perubahan ketiga atas UU PPN. Dengan kata lain,
peraturan ini merupakan dasar hukum terbaru yang mengatur tentang PPN.

Undang-undang yang menjadi dasar hukum PPN ini membahas sejumlah


perubahan dari undang-undang sebelumnya seperti mengenai status PKP sebagai pihak
yang wajib menyetor dan melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang, hingga
kewajiban pengusaha kecil yang sudah memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. 

Berdasarkan peraturan ini, PPN dikenakan atas penyerahan BKP di dalam daerah
pabean yang dilakukan oleh pengusaha, impor BKP, penyerahan JKP dalam daerah
pabean yang dilakukan oleh pengusaha, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar
daerah pabean di dalam daerah pabean, ekspor BKP berwujud oleh PKP, ekspor BKP
tidak berwujud oleh PKP dan ekspor JKP oleh PKP.

UU No.42 tahun 2009 juga mengatur bahwa PPN atas penyerahan JKP yang
dibatalkan (sebagian/seluruhnya) dapat dikurangkan dari PPN terutang yang terjadi
dalam masa pajak terjadinya pembatalan.

4. Dasar Hukum PPN: Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan 

Peraturan mengenai pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN diatur melalui


PMK No. 197/PMK.03/2013 yang juga mengatur PKP sebagai pihak yang wajib
melaporkan pajaknya karena jumlah penjualan barang dan jasa yang sudah melebihi Rp
4.800.000.000. Pelaporan dilakukan pada akhir bulan berikutnya setelah jumlah
penjualan berhasil melebihi Rp 4.800.000.000.

 Pada saat apa pajak ppn dapat enjadi 5% Pasal 7 UU PPN


Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi
paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) yang
perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah. 

 Contoh Soal (contoh kasus) PPN dan Cara Menghitungnya

Contoh PPN 1
PT. Gragas merupakan PKP yang menjual elektronik di Palembang. Selama
Agustus 2016, PT Gragas melakukan berbagai transaksi sebagai berikut:
1. Penjualan secara langsung kepada konsumen sebesar Rp1.600.000.000.
2. Penyerahan BKP, yakni barang elektronik kepada Pemerintah Kota Palembang
sebesar Rp660.000.000. Harga tersebut sudah termasuk PPN.
3. PT. Gragas juga membangun sebuah gudang elektronik seluar 500m2 di
kawasan pergudangan sendiri dengan biaya sebesar Rp550.000.000.
4. Menyumbang ke sebuah yayasan panti jompo 1 buah televisi dengan harga
Rp2.000.000 termasuk keuntungan Rp200.000.
Selain transaksi di atas, terdapat tambahan transaksi selama bulan Agustus
sebagai berikut:

1. Membeli sebuah mobil box untuk mengangkut barang dengan harga


Rp550.000.000 dan harga tersebut sudah termasuk PPN.
Dari transaksi-transaksi yang terjadi di atas, maka hitunglah PPN dari transaksi
tersebut? Dan berapa total PPN yang disetorkan?

Jawab:

PPN dan PPnBM setiap transaksi contoh PPN di atas adalah sebagai berikut. 

Transaksi pertama:

PPN = 10% x Rp1.600.000.000 = Rp160.000.000 (pajak keluaran/penjualan)

Transaksi kedua:

DPP = 100/110 x Rp660.000.000 = Rp600.000.000

PPN = 10% x Rp600.000.000 = Rp60.000.000 (pajak keluaran/penjualan)

Transaksi ketiga:

DPP = 20% x Rp550.000.000 = Rp110.000.000

PPN = 10% x Rp110.000.000 = Rp100.000.000 (pajak keluaran)

Transaksi keempat:

DPP = Rp2.000.000 – Rp200.000 = Rp1.800.000 (pajak keluaran)

Transaksi tambahan:

DPP = 100/110 x Rp550.000.000 = Rp500.000.000

PPN = 10% x Rp500.000.000 = Rp50.000.000 (pajak masukan)

Total PPN yang harus disetorkan:


PPN keluaranya:

Transaksi pertama + transaksi kedua + transaksi ketiga + transaksi keempat

Rp160.000.000 + Rp60.000.000 + Rp100.000.000 + Rp1.800.000 =


Rp321.800.000

PPN masukannya:

Rp50.000.000

Cara menghitung PPN yang harus disetorkan: Pajak keluaran – pajak masukan

Rp321.800.000 – Rp50.000.000 = Rp271.800.000

Jadi, total PPn yang perlu PT. Gragas setorkan atas transaksi yang dilakukan
selama Agustus 2016 tersebut adalah sebesar Rp271.800.000.

 Dasar Hukum PPnBM


Dasar hukum PPnBM adalah Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM). UU Nomor 8 Tahun 1983 ini juga dikenal dengan nama UU PPN. Dasar
hukum PPN dan PPnBM selalu berjalan beriringan sebab PPnBM tidak mungkin
dikenakan tanpa adanya pengenaan PPN. Artinya, ketika konsumen membeli suatu
Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah, konsumen dikenakan PPN dan
PPnBM.

Dalam perjalanannya, UU Nomor 8 Tahun 1983 mengalami perubahan


hingga akhirnya menjadi UU Nomor 42 Tahun 2009, yang juga disebut UU PPN.
Perubahan terakhir ini tetap merupakan dasar hukum PPnBM.

 Aturan Lanjutan Dasar Hukum PPnBM


Sebagai dasar hukum, UU PPN hanya menjabarkan mengenai ketentuan
umum terkait PPnBM. Sementara, dasar hukum PPnBM yang lebih spesifik diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan kemudian diturunkan menjadi
Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER) serta Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal
Pajak. Sama dengan UU PPN, dasar hukum PPnBM dalam bentuk PMK juga
selalu mengalami pembaharuan, mengacu pada perubahan kondisi yang terjadi
dalam praktek. Bahkan, PER dan SE telah merinci berbagai hal mengenai PPnBM,
hingga saat terutangnya PPnBM dan PPnBM atas penyerahan BKP dari pusat ke
cabang atau sebaliknya. Namun PER dan SE ini tidak bisa dikatakan sebagai dasar
hukum, melainkan merupakan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis PPnBM.

Sementara yang dikatakan sebagai dasar hukum PPnBM yang akan menjadi
pembahasan tulisan ini adalah PMK, baik PMK untuk kendaraan bermotor dan non
kendaraan bermotor.
1. PMK Nomor 64/PMK.011/2014 sebagai Dasar Hukum PPnBM Kendaraan
Bermotor
PMK Nomor 64/PMK.011/2014 merupakan dasar hukum PPnBM
kendaraan bermotor yang secara rinci menjabarkan tarif PPnBM yang dikenakan
atas beberapa klasifikasi kendaraan bermotor serta penghitungan Dasar Pengenaan
Pajak (DPP) PPnBM BKP yang tergolong mewah.

PMK Nomor 64/PMK.011/2014 sebagai dasar hukum PPnBM kendaraan


bermotor juga mengatur mengenai jenis-jenis penyerahan dan impor kendaraan
bermotor yang mendapatkan fasilitas tidak dikenakan PPnBM, serta penyerahan
dan impor kendaraan bermotor yang mendapatkan fasilitas pembebasan dari
pungutan PPnBM. Hal ini diatur dalam Pasal 7 dan Pasal 8 PMK Nomor
64/PMK.011/2014.

Pasal 7 PMK Nomor 64/PMK.011/2014 menyebutkan bahwa, pungutan


PPnBM tidak dikenakan pada barang-barang berikut:

1. Kendaraan CKD
2. Kendaraan sasis
3. Kendaraan pengangkutan barang
4. Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder sampai dengan
250 cc
5. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 16 orang atau lebih termasuk
pengemudi
 
Sementara, Pasal 8 menyebutkan kendaraan bermotor yang mendapat
fasilitas dibebaskan dari pungutan PPnBM adalah kendaraan bermotor yang
memenuhi kriteria berikut ini:

1. Kendaraan bermotor berupa kendaraan ambulance, kendaraan jenazah,


kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, dan kendaraan
pengangkutan umum.
2. Kendaraan protokoler kenegaraan.
3. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 orang sampai dengan 15 orang,
termasuk pengemudi, yang digunakan untuk kendaraan dinas Tentara Nasional
Indonesia (TNI) atau Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
4. Kendaraan patroli TNI atau Polri.
 
PMK Nomor 64/PMK.011/2014 ini mengalami perubahan kecil menjadi
PMK 33/PMK.010/2017. Namun, perubahan yang terjadi hanya pada rincian
kendaraan bermotor yang terkena pungutan PPnBM.

2. PMK Nomor 35/PMK.010/2017 sebagai Dasar Hukum PPnBM Non


Kendaraan Bermotor
PMK Nomor 35/PMK.010/2017 merupakan dasar hukum PPnBM untuk
BKP yang tergolong mewah yang masuk kelompok non kendaraan bermotor.
Untuk kelompok BKP tergolong mewah yang bukan kendaraan bermotor, yang
terutama diatur adalah jenis BKP dan tarif yang dikenakan.

Secara rinci, barang mewah selain kendaraan bermotor yang terkena


pungutan PPnBM adalah sebagai berikut:

1. Tarif PPnBM untuk non kendaraan bermotor sebesar 20% diberlakukan pada:

 Rumah dan town house dari jenis nonstrata title dengan harga jual sebesar Rp
20 miliar atau lebih.
 Apartemen, kondominium, town house dari jenis strata title dan sejenisnya
dengan harga jual sebesar Rp 10 miliar atau lebih.
 
2. Tarif PPnBM untuk non kendaraan bermotor sebesar 40% diberlakukan pada:

 Kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat
udara lainnya tanpa tenaga penggerak.
 Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan
negara, yang terdiri dari peluru dan bagiannya, tidak termasuk peluru senapan
angin.
 
3. Tarif PPnBM untuk non kendaraan bermotor sebesar 50% diberlakukan pada:

 Kelompok pesawat udara, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan


udara niaga yang terdiri dari helokopter, pesawat udara dan kendaraan udara
lainnya, selain helikopter.
 Kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara
yang terdiri dari senjata artileri, revolver dan pistol, senjata api (selain senjata
artileri, revolver dan pistol) dan peralatan semacam itu yang dioperasikan
dengan penembakan bahan peledak.
 
4. Tarif PPnBM untuk non kendaraan bermotor sebesar 75% diberlakukan pada:

 Kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacam yang dirancang
untuk pengangkutan orang, kapal feri dari semua jenis, kecuali untuk
kepentingan negara atau angkutan umum.
 Yacht, kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum.
 
Pendahulu PMK Nomor 35/PMK.010/2017 sebagai dasar hukum PPnBM
adalah PMK Nomor 106/PMK.010/2015 yang di dalamnya juga hanya mengatur
mengenai jenis barang mewah selain kendaraan bermotor yang dikenai pungutan
PPnBM.
REVIEW MATERI KELOMPOK 3

Pajak Bumi dan Bangunan adalah pungutan atas tanah dan bangunan yang muncul
karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi bagi seseorang atau badan
yang memiliki suatu hak atasnya, atau memperoleh manfaat dari padanya.
Jika dilihat dari sifatnya, Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak yang bersifat
kebendaan. Artinya, besaran pajak terutang ditentukan dari keadaan objek yaitu bumi
dan/atau bangunan. Sedangkan keadaan subjeknya tidak ikut menentukan besarnya barang.

Subjek Pajak Bumi dan Bangunan

Subjek PBB adalah orang pribadi dan badan yang secara nyata memiliki hal-hal berikut
ini:

 Mempunyai hak atas bumi.


 Memperoleh manfaat atas bumi.
 Memiliki bangunan.
 Menguasai bangunan.
 Memperoleh manfaat atas bangunan.

Tidak Termasuk Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Ternyata, tidak semua objek bumi bangunan bisa dikenakan PBB. Terdapat juga objek
pajak yang tidak dapat dikenakan PBB. Namun, objek pajak tersebut harus memiliki
kriteria tertentu yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang
Pajak Bumi dan Bangunan. Berikut ini daftar kriteria tersebut:

Objek pajak tersebut digunakan semata-mata untuk kepentingan umum dibidang


ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan hal
tersebut.
Objek pajak  merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggemkbalaan yang dikuasai suatu desa, dan tanah negara yang
belum dibebani suatu hak.
Objek pajak digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsultan berdasarkan asas
perlakuan timbal balik.
Objek pajak digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh menteri keuangan.

Pungutan atas PBB didasarkan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang


Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan.
Tarif pajak bumi dan bangunan yang berlaku sejak dahulu hingga saat ini masih sama,
yakni sebesar 0,5%.
BEA MATERAI

Dasar Hukum Bea Materai 

1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai


2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Materai dan
Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Materai.
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2005 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2005 Tentang Bentuk, Ukuran,
Warna, Dan Desain Materai Tempel Tahun 2005
4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan Bea
Materai dengan Menggunakan Cara Lain.
5. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122b/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea
Materai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan.
6. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122c/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea
Materai dengan membubuhkan Tanda Bea Materai dengan Teknologi Percetakan.
7. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122d/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea
Materai dengan membubuhkan Tanda Bea Materai dengan Sistem Komputerisasi.
8. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002 tentang Pelunasan Bea
Materai dengan Cara Pemeteraian Kemudian.
9. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-02/PJ./2003 tentang Tatacara Pemateraian
Kemudian.
10. Surat Edaran Nomor 29/PJ.5/2000 tentang Dokumen Perbankan yang dikenakan Bea
Materai.
Objek Bea Materai

 Pada prinsipnya dokumen yang harus dikenakan materai adalah dokumen menyatakan
nilai nominal sampai jumlah tertentu, dokumen yang bersifat perdata dan dokumen yang
digunakan di muka pengadilan, antara lain :

1) Surat perjanjian dan surat-surat lainnya (antara lain: surat kuasa, surat hibah, surat
pernyataan) yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian
mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata.
2) Akta-akta notaris termasuk salinannya.
SUBJEK PAJAK BEA MATERAI

Dokumen yang tidak termasuk objek Bea Materai adalah:

1)   Dokumen yang berupa:

·     surat penyimpanan barang;

·     konosemen;

·     surat angkutan penumpang dan barang;


·     keterangan pemindahan yang dituliskan diatas dokumen surat penyimpanan barang,
konosemen, dan surat angkutan penumpang dan barang;

·     bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang

·     surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;

·     surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat di atas

Saat dan Pihak yang Terutang Bea Materai

Saat terutang bea materai adalah saat sebelum dokumen yang terutang bea materai
tersebut digunakan. Dalam Pasal 5 UU No. 13 Tahun 1985 disebutkan saat terutangnya
bea materai sebagai berikut :

a. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak


Saat terutangnya bea materai atas dokumen yang dibuat oleh satu pihak adalah pada
saat dokumen diserahkan kepada pihak untuk siapa dokumen itu dibuat, misalnya cek.

b. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak


Saat terutangnya bea materai adalah pada saat dokumen tersebut telah selesai dibuat, yang
ditutup dengan tanda tangan dari pihak-pihak yang bersangkutan.

c. Dokumen yang dibuat di luar negeri


Saat terutangnya bea materai adalah pada saat dokumen tersebut digunakan di
Indonesia.

Contoh soal Bea meterai

PT Angin Ribut memiliki dokumen rata-rata 100 buah perhari yang harus bermeterai.
Perusahaan ini biasanya menggunakan mesin teraan untuk

mempermudah pelunasan Bea Meterai. Apabila perusahaan ini lupa memeteraikan 100
dokumen yang merupakan tagihan untuk kliennya yang nilaitagihan untuk masing-masing
dokumen sebesar Rp 1.000.000,00 dan dokumentersebut telah dipergunakan, berapa bea
meterai yang harus dibayar PT Angin Ribut berikut sanksinya?

Jawab:

Dokumen yang belum dimeteraikan = 100

dokumenBea Meterai terutang untuk 1 dokumen = Rp.6.000.00

Bea Meterai Terutang = Rp. 600.000,00

Sanksi 200% = Rp. 1.200.000,00


Bea Meterai yang masih harus dibayar = Rp. 1.800.000,00

Hak Atas Tanah

Pasal 16 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1960 menyebutkan bahwa hak-hak atas tanah

yang dimaksud ialah :

1. hak milik;

2. hak guna usaha;

3. hak guna bangunan;

4. hak pakai;

5. hak sewa;

6. hak membuka tanah;

7. hak memungut hasil hutan; dan

8. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan   ditetapkan
dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara.

Objek BPHTB

Dalam Pasal 2 UU BPHTB, yang menjadi objek BPHTB adalah perolehan hak atas

  tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut meliputi
:

1. Pemindahan Hak, karena:


a. Jual Beli;

b. Tukar Menukar;

c. Hibah;

d. Hibah Wasiat;

e. Waris dll.

Subjek BPHTB
Yang menjadi subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak
atas Tanah dan atau Bangunan. Subjek pajak BPHTB sesuai dengan ketentuan tersebut
diatas menjadi wajib pajak BPHTB apabila dikenakan kewajiban membayar pajak.
Dasar Hukum BPHTB

UU No. 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas UU No. 21 Tahun 1997 Tentang Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

KMK Nomor : 630/KMK.04/1997 Tentang Badan atau Perwakilan Organisasi


Internasional Yang Tidak Dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Tarif Pajak

( Pasal 5 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No.20 Tahun 2000 ) Tarif pajak yang dikenakan
atas objek BPHTB  adalah sebesar 5 % (lima persen).

Contoh soal dari BPHTB

Seorang cucu menerima hibah wasiat dari kakeknya sebidang tanah seluas 300 M2 dengan
nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp300 juta. Terhadap tanah tersebut telah
diterbitkan SPPT PBB pada tahun pendaftaran hak dengan NJOP sebesar Rp250 juta.
Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut ditentukan sebesar Rp50 juta maka BPHTB yang
terutang adalah sebesar?

Jawab :

50% x 5% x (Rp300 juta – Rp50 juta) = Rp6.250.000,-

Review Kelompok 4

A. Pengertian Pajak Daerah


Pajak Daerah wajib untuk daerah yang dibayarkan oleh orang pribadi atau
badan yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan dengan tidak
mendapatkan ketidakseimbangan langsung dan digunakan untuk keperluan daerah
untuk jumlah yang lebih besar.

Pengertian tersebut termuat di dalam Undang-undang Pajak Daerah dan


Retribusi Daerah Nomor 28 Tahun 2009.

 pajak daerah
Pajak atau kontribusi wajib yang diberikan oleh penduduk suatu daerah kepada
pemerintah daerah ini akan digunakan untuk kepentingan pemerintah dan
kepentingan umum suatu daerah.

Contohnya seperti pembangunan jalan, jembatan, pembukaan lapangan kerja


baru, dan kebutuhan pembangunan juga pembangunan lainnya.

Selain untuk pembangunan suatu daerah, penerimaan pajak daerah merupakan


salah satu sumber Anggaran Pendapatan Daerah (APBD) yang digunakan
pemerintah untuk menjalankan program-program pembuatan.

 Ciri-Ciri Pajak Daerah


Berikut ini ciri-ciri pajak daerah yang dibedakan dengan pajak pusat:

Pajak daerah dapat diambil dari pajak daerah asli atau pajak pusat yang
diserahkan ke daerah sebagai pajak daerah.
Pajak daerah hanya dipungut di wilayah administrasi yang dikuasainya.
Pajak daerah digunakan untuk membiayai pemerintahan / pengeluaran
untuk pembangunan dan pemerintahan daerah.
Pajak daerah dipungut berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) dan
Undang-undang sehingga pajaknya dapat dipaksakan untuk subjek
pajaknya.
Tidak termasuk pajak dalam pajak pada daerah yang sama dengan pajak
daerah, pajak daerah, dan pajak daerah.
 Jenis-jenis dan Tarif Pajak Daerah
Sama seperti pajak pusat, pajak daerah pun banyak jenisnya.

Pajak daerah dibedakan menjadi dua bagian yaitu Pajak Provinsi dan Pajak
Kabupaten / Kota.

Masing-masing bagian tersebut memiliki jenisnya masing-masing.

Berikut ini jenis-jenis pajak daerah yang perlu Anda ketahui.

 Pajak Provinsi
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air
Pajak Kendaraan Bermotor merupakan pajak terhadap seluruh kendaraan
beroda yang digunakan di semua jenis jalan darat maupun udara.

Pajak ini dibayarkan di muka dan dibayarkan kembali untuk masa 12 bulan
atau 1 tahun.

Tarif yang dibutuhkan untuk kendaraan transportasi beragam, berikut ini


dikumpulkannya:

Bagi kepemilikan kendaraan bermotor pertama sebesar 2%,


kemudian untuk kendaraan transisi kedua sebesar 2,5% dan
akan meningkat untuk kepemilikan setiap kendaraan
meneruskan seterusnya sebesar 0,5%.
Bagi kendaraan milik perusahaan, tarif pajaknya sebesar 2%.
Bagi kendaraan milik pemerintah pusat dan daerah sebesar
0,50%.
Bagi pemilik kendaraan sebesar 0,20%.
b. Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)
Menurut Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2010 tentang Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor (BBNKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah
pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor yang terkait dengan
perjanjian kerja sama dua pihak atau pembuatan sepihak atau masalah akibat
pembelian, beli menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan
usaha.

Tariff BBNKB, berikut ini berikutnya:

Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditentukan masing-masing


sebagai berikut:

Penyerahan pertama sebesar 10%.


Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1%.

Khusus kendaraan dialihkan dengan alat dan alat besar yang tidak
menggunakan jalan umum, tarif pajak yang ditentukan masing-masing sebagai
berikut:

Penyerahan pertama sebesar 0,75%.


Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075%.

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB)


Bahan bakar kendaraan yang diharapkan adalah semua jenis bahan bakar yang
baik yang cair maupun gas yang digunakan untuk kendaraan.

Pajak PBB-KB ini dipungut atas bahan bakar kendaraan yang disediakan atau
dianggap berguna untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang
digunakan untuk kendaraan yang beroperasi di atas udara.

Pajak PBB-KB dalam Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

Tarif PBB-KB:

Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan hanya 5%


Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang disetujui pada poin
sebelumnya, dapat diubah oleh Pemerintah dengan Peraturan Presiden, dalam
hal:

Terjadi kenaikan harga minyak dunia melebihi 130% dari nilai harga
minyak dunia yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara tahun berjalan.

Diperpanjang dari harga bahan bakar minyak untuk jangka waktu paling
lama 3 tahun sejak ditetapkannya Undang-undang Nomor 28 tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Dalam hal harga minyak dunia disetujui pada poin kedua huruf sudah
kembali normal, Peraturan Presiden dicabut dalam jangka waktu paling lama
2 bulan.

d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah


Pengambilan dan / atau penggunaan air tanah setiap kegiatan pengambilan
dan penggunaan air tanah dilakukan dengan cara penggalian, pengeboran atau
dengan membuat bangunan untuk digunakan airnya dan / atau tujuan lain.

Pajak Air Tanah diperoleh dengan melakukan pencatatan terhadap alat


pencatatan debit untuk mengetahui volume udara yang diambil dalam rangka
pengontrolan tanah dan diterjemahkan Surat Ketetapan Pajak Daerah.

Tarif Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah

Dasar pengenaan pajak adalah nilai sertifikasi air tanah

Nilai yang disetujui tanah yang diumumkan dalam satuan rupiah yang
dihitung berdasarkan faktor-faktor berikut:

Jenis sumber udara.


Lokasi / zona pengambilan sumber udara.
Tujuan pengambilan atau pemanfaatan air.
Volume udara yang diambil atau dimanfaatkan.
Kualitas udara.
Tingkat Kerusakan Lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan atau
pemanfaatan udara.
Penghitungan Nilai Perolehan Air yang disetujui pada ayat (2) dengan cara
mengalikan volume udara yang diambil dengan harga dasar air.
Penghitungan Harga Dasar Air yang disetujui pada ayat (3) dengan cara
mengalikan faktor nilai air dengan Harga Air Baku.
Nilai Perolehan Air Tanah dan Harga Air disetujui pada ayat (3) dan ayat
(4) ditetapkan dengan Peraturan Walikota
Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan sebesar 20%.
Besaran pokok Pajak Air Tanah yang dihitung dengan cara mengalikan tarif
dengan dasar pengenaan pajak.

e. Pajak Rokok
Pajak Rokok merupakan pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh
pemerintah pusat.

Objek pajak dari Pajak Rokok adalah jenis rokok yang dibungkus sigaret,
cerutu, dan rokok daun. Konsumen rokok telah membayar pajak bebas rokok WP
membayar pajak secara bersamaan dengan pembelian pita cukai.

Wajib pajak yang bertanggung jawab membayar pajak adalah pengusaha


pabrik / produsen dan importir rokok yang memiliki izin Nomor Pokok
Pengusaha kena Cukai.

Subjek pajak dari Pajak Rokok ini adalah konsumen rokok.

Tarif pajak rokok sebesar 10% dari cukai rokok dipungut oleh instansi
pemerintah yang ikut memungut cukai bersamaan dengan pemungutan cukai
rokok.

 Pajak Kabupaten / Kota


 Pajak Hotel
Pajak Hotel merupakan jumlah / jumlah uang yang dipungut atas penyedia
layanan yang menyediakan jumlah badan / jumlah kamar lebih dari 10.

Pajak atas fasilitas yang disediakan oleh hotel tersebut.

Tarif pajak hotel sebesar 10% dari jumlah yang harus dibayarkan ke hotel
dan masa pajak hotel sebesar 1 bulan.

 Pajak Restoran
Pajak Restoran merupakan pajak yang dikenakan atas jasa yang disediakan
oleh restoran.

Tarif pajak restoran sebesar 10% dari biaya pelayanan yang diberikan
restoran.

 Pajak Hiburan
Pajak Hiburan adalah pajak yang dikenakan biaya layanan hiburan yang
memiliki biaya atau biaya pemungutan biaya tambahan.

Objek pajak hiburan yang diadakan hiburan tersebut, sedangkan subjeknya


adalah mereka yang menikmati hiburan tersebut.

Kisaran tarif untuk pajak hiburan adalah 0% -35%


 Pajak Reklame
Pajak Reklame merupakan pajak yang diambil / dipungut atas benda, alat,
benda, atau media yang bentuk dan coraknya dibuat untuk tujuan komersial
agar menarik perhatian umum.

Apalagi reklame ini diterbitkan papan, bilboard, kain reklame, dan lain
sebagainya.

Namun, ada pemungutan pajak untuk reklame seperti reklame dari


pemerintah, reklame melalui internet, televisi, koran, dan lain sebagainya.

Tarif untuk pajak reklame ini adalah 25% dari nilai sewa reklame yang dihargai.

 Pajak Penerangan Jalan


Pajak Penerangan Jalan merupakan pajak yang dipungut atas penggunaan
tenaga listrik, baik yang diproduksi sendiri maupun dari sumber lain.

Tarif pajak penerangan berbeda, tergantung dari penggunaannya.

Berikut ini tarif Pajak Penerangan Jalan terbagi menjadi 3, yaitu:

- Tarif Pajak Penerangan Jalan yang disediakan oleh PLN atau bukan PLN
yang digunakan atau dikonsumsi oleh industri, minyak bumi dan gas
bumi, sebesar 3%.
- Tarif Pajak Penerangan Jalan yang bersumber dari PLN atau bukan PLN
yang digunakan atau dikonsumsi selain yang diminta pada poin pertama
sebesar 2,4%.
- Penggunaan Tenaga Listrik yang dihasilkan sendiri, tarif Pajak
Penerangan Jalan yang ditetapkan sebesar 1,5%.

 Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan


Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan merupakan pajak yang dikenakan
atas mineral yang bukan logam seperti asbes, batu kapur, batu apung, granit,
dan lain sebagainya.

Namun, pajak tidak akan berlaku jika dilakukan secara komersial.

Berikut ini tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan:

- Tarif untuk mineral bukan logam sebesar 25%,


- Tarif untuk batu sebesar 20%.
 Pajak Parkir
Pajak Parkir merupakan pajak yang dipungut atas pembuatan tempat parkir di
luar badan jalan, baik yang berkaitan dengan usaha pokok atau sebagai usaha
usaha.
Lahan parkir yang dikenakan pajak adalah lahan yang dapat dihemat lebih
dari 10 kendaraan roda 4 atau lebih dari 20 kendaraan roda 2. Tarif pajak yang
dibutuhkan sebesar 20%.

 Pajak Air Tanah


Pajak Air Tanah adalah pajak yang dikenakan atas penggunaan air tanah
untuk tujuan komersil. Besar tarif Pajak Air tanah adalah 20%.

 Pajak Sarang Burung Walet


Pajak Sarang Burung Walet merupakan pajak yang dikenakan atas
mengambil sarang burung walet. Tarif pajak sarang burung walet sebesar 10%.

 Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan


Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan merupakan pajak
yang dikenakan atas bumi atau bangunan yang dimiliki, dikuasi, atau
dimanfaatkan.

Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan:

- Pajak untuk pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan


yang bernilai kurang dari 1 miliar sebesar 0,1%.
- Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan bernilai lebih dari
1 miliar sebesar 0,2%.
- Sementara tarif untuk penggunaan yang menimbulkan masalah
terhadap Lingkungan, dikenakan tarif sebesar 50%.
 Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan / atau Bangunan
Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan / atau Bangunan merupakan pajak
yang diperlukan atas tanah dan bangunan oleh orang pribadi atau badan
tertentu, misalnya melalui transaksi jual beli, pertukaran-menukar, hibah,
waris, dll.

Tarif dari pajak ini sebesar 5% dari nilai bangunan atau tanah yang
diperoleh orang pribadi atau badan tertentu.
Review Kelompok 5

1. Utang pajak

 Seluk-Beluk Utang Pajak

Utang pajak merupakan pajak yang masih harus dibayar, termasuk sanksi administrasi
berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat
sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Utang pajak
menjadi dasar dilakukannya penagihan pajak oleh juru sita pajak.Dilihat dari kondisinya,
timbulnya utang pajak dapat terjadi karena dua kondisi, yaitu:

1. Kondisi Formil
Dalam kondisi ini, utang timbul karena petugas pajak mengeluarkan surat
ketetapan.
Contoh: Pada pelunasan Pajak Bumi Bangunan, KPP merupakan pihak yang
mengeluarkan surat ketetapan pajak berisi besaran pajak terutang setiap tahunnya.
Anda sebagai wajib pajak tidak perlu lagi menghitung pajak terutang melainkan
membayar PBB berdasarkan surat yang diberikan KPP.
2. Kondisi Materil
Pada kondisi materil utang pajak timbul karena undang-undang atau karena adanya
sebab tertentu yang mengakibatkan suatu pihak dikenakan pajak, seperti
mendirikan bangunan, kegiatan impor ekspor, hingga mendapat hadiah undian.
Contoh: Ian merupakan seorang karyawan yang memenangkan hadiah undian dari
sebuah acara televisi. Dalam kasus ini, Ian terutang pajak atas hadiah undian
berupa uang tunai yang diterimanya. Suatu pihak dapat dibebaskan dari utang pajak
karena adanya kondisi-kondisi berikut ini:
 Pembayaran = Utang pajak yang melekat pada wajib pajak akan dihapus karena
pembayaran pajak yang dilakukan ke kas negara.
 Kompensasi = Kompensasi dalam kondisi ini merupakan keputusan yang
ditujukan kepada wajib pajak yang memiliki tagihan, di luar pajak tidak
diperkenankan dari penghasilan bruto. Seperti dividen yang dibayarkan oleh
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan biaya yang dibebankan atau
dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham. Kompensasi hanya
terjadi apabila wajib pajak memiliki tagihan berupa kelebihan pembayaran pajak.
 Kedaluwarsa pajak = Kedaluwarsa pajak merupakan kondisi dimana masa
penagihan pajak telah melampaui waktu terutang pajak/masa pajak atau tahun
pajak bersangkutan. Dalam kondisi kedaluwarsa pajak biasanya telah tercantum
kepastian hukum, kapan utang pajak tidak dapat ditagih lagi.  Kondisi
kedaluwarsa pajak ini dapat ditangguhkan apabila diterbitkan surat teguran atau
surat paksa untuk melunasi utak pajak.
 Pembebasan = Utang pajak tidak berakhir dengan semestinya, tetapi karena
ditiadakan oleh salah satu pihak. Pembebasan biasanya tidak diberikan kepada
pokok pajaknya, tetapi terhadap sanksi administrasi
 Penghapusan = Sifat penghapusan sama dengan pembebasan, tetapi diberikan
kepada wajib pajak. Penghapusan utang pajak bisa disebabkan karena kondisi
keuangan wajib pajak atau kematian

Daftar Kode Utang untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Saat mengisi SPT Tahunan Orang Pribadi, wajib pajak akan diminta untuk mencantumkan
daftar utang yang dimililiki. Dalam pengisian ini terdapat kolom kode utang yang harus
diisi oleh wajib pajak. Beberapa kode utang yang harus diperhatikan oleh wajib pajak di
antaranya:
Kode Fungsi
Utang Bank/ Lembaga Keuangan Bukan Bank (KPR,Leasing, Kendaraan Bermotor dan
101
sejenisnya)
102 Kartu Kredit
Utang afiliasi (pinjaman dari pihak yang memiliki hubungan istimewa sebagaimana tercantum
103
dalam Pasal 18 ayat 4 UU PPh)
109 Utang lainnya
Selain itu ada beberapa kode utang pajak yang harus Anda perhatikan dalam melaporkan
SPT Tahunan Pph Orang Pribadi

Piutang Pajak 

Jika ada utang pajak, maka tentu saja ada juga piutang pajak. Piutang pajak merupakan
piutang yang muncul karena adanya pendapatan pajak sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Perpajakan yang belum dilunasi sampai dengan akhir periode laporan keuangan. 
Piutang pajak diakui pada saat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan
Pajak dan telah dilaksanakan proses penagihannya.
Pengakuan piutang pajak ini disebabkan adanya potensi pendapatan negara yang
ditentukan oleh peraturan perundang-undangan sesuai dengan UU KUP No. 29 tahun
2007. 
Piutang pajak merupakan hal yang wajib dilunasi oleh wajib pajak dalam periode berjalan
tahun berikutnya, sehingga tidak ada piutang pajak yang melampaui satu periode
berikutnya. Maka dari itu piutang pajak disajikan dalam neraca Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat sebagai aset lancar. 
Kegiatan penagihan piutang pajak secara umum meliputi:
• Surat Teguran
• Surat Paksa 
• Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan 
• Lelang 

Dasar Hukum Penagihan Piutang Pajak


Berdasarkan proses penagihan piutang pajak dalam UU nomor 2008 tahun 2007 diatur
beberapa hal sebagai berikut: 
1. Hak untuk melakukan penagihan piutang pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan dan
biaya penagihan pajak dinyatakan kedaluwarsa setelah melampaui waktu 5 tahun
terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,
serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding serta Putusan Peninjauan
Kembali.
2. Kedaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tertangguh apabila
diterbitkan surat pajak  dan dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

Penghapusan Piutang Pajak

Piutang pajak yang dihapuskan adalah piutang pajak yang jumlahnya masih harus ditagih
sebagaimana tercantum dalam STP, SKPKB, SKPKBT yang meliputi pokok pajak
kenaikan bunga dan denda.
Penagihan Pajak
Dalam prosedur penagihan pajak seorang penunggak pajak dapat disandera bahkan disita
hartanya. Sebagai wajib pajak, ada baiknya untuk memahami hal ini. Tujuannya agar wajib
pajak dapat mengantisipasi risiko yang timbul dari penagihan pajak.
Sekarang, mari kita mulai ulasannya dengan membahas pengertian penagihan pajak dan
penanggung pajak. Secara sederhana, penagihan pajak adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajaknya.
Sementara, penanggung pajak adalah orang atau badan yang bertanggung jawab atas
pembayaran pajak. Dasar hukum penagihan pajak tercantum dalam UU Nomor 19 Tahun
2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Jenis Penagihan Pajak

Penagihan pajak ternyata punya banyak jenis. Ada yang sifatnya pasif, aktif bahkan
seketika dan sekaligus. Apa bedanya dan apa konsekuensinya bagi wajib pajak?
Penjelasannya akan Anda peroleh pada poin di bawah ini.

Penagihan Pasif

Pada penagihan pajak pasif, DJP hanya menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT), SK Pembetulan, SK Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan
pajak terutang lebih besar. Dalam penagihan pasif, fiskus hanya memberitahukan kepada
wajib pajak bahwa terdapat utang pajak. Jika dalam waktu satu bulan sejak diterbitkannya
STP atau surat sejenis, wajib pajak tidak melunasi utang pajaknya, maka fiskus akan
melakukan penagihan aktif.

Penagihan Aktif
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, penagihan aktif merupakan kelanjutan dari
penagihan pasif. dalam penagihan aktif, fiskus bersama juru sita Pajak berperan aktif
dalam tindakan sita dan lelang.

Penagihan seketika dan sekaligus

Penagihan seketika dan sekaligus ini merupakan penagihan pajak yang dilakukan oleh
fiskus atau juru sita pajak kepada wajib pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo
pembayaran pajak. Penagihan pajak juga meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis
pajak, masa pajak, dan tahun pajak.
Tujuannya penagihan jenis ini adalah untuk mencegah terjadinya utang pajak yang tidak
bisa ditagih. Jika saat dilakukan penagihan seketika dan sekaligus wajib pajak belum
membayar, maka juru sita pajak akan menunggu hingga tanggal jatuh tempo.
Langkah-langkah Penagihan Pajak
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, ada beberapa tindakan atau langkah yang
dilakukan juru sita pajak dalam melakukan penagihan pajak. Berikut ini tahapan dan
penjelasan setiap langkahnya.
1. Surat teguran
Surat teguran atau surat peringatan adalah surat yang diterbitkan untuk melaksanakan
penagihan pajak. Jika dalam waktu tujuh hari setelah tanggal jatuh tempo penanggung
pajak atau wajib pajak belum melunasi utang pajaknya, maka surat teguran ini akan
sampai ke tangan penanggung pajak.
Tujuannya adalah memberikan peringatan kepada penanggung pajak agar segera melunasi
utang pajak sehingga tidak perlu lagi dilakukan penagihan secara paksa.
2. Surat paksa
Surat paksa merupakan surat yang akan diterbitkan jika 21 hari setelah jatuh tempo surat
teguran, si penanggung jawab pajak tidak melunasi pajaknya.
Setelah datangnya surat paksa, wajib pajak wajib melunasi pajaknya dalam waktu 2 x 24
jam agar tidak ada tindakan pemblokiran rekening, pencegahan ke luar negeri, hingga
penyanderaan paksa badan (dengan catatan, diragukan itikad baiknya dan memiliki utang
pajak minimal Rp100.000.000). Penerbitan surat paksa ini dikenakan biaya senilai
Rp25.000.
3. Surat sita
Surat sita adalah surat yang diterbitkan jika dalam waktu 2 x 24 jam sejak diterbitkannya
surat paksa, penanggung pajak belum membayarkan pajaknya. Ada biaya yang dikenakan
untuk surat sita ini yakni Rp75.000. Biaya ini digunakan untuk pelaksanaan sita.
Penyitaan tidak semata-mata bertujuan untuk menjual barang milik penanggung pajak,
melainkan petugas menggunakan barang-barang tersebut sebagai jaminan agar
penanggung pajak melunasi pajaknya.
Jadi, penanggung pajak masih memiliki kesempatan untuk melunasi pajaknya selama 14
hari terhitung dari penyitaan harta penanggung pajak. Jika dalam 14 hari penanggung
pajak masih belum membayarkan utang pajaknya, maka akan diterbitkan pengumuman
lelang.
Penyitaan dilaksanakan oleh juru sita pajak dengan disaksikan oleh 2 orang yang dianggap
sudah dewasa sebagai saksi, berkewarganegaraan Indonesia, dikenal oleh juru sita pajak,
dan dapat dipercaya.
4. Lelang
Lelang akan dilakukan jika dalam waktu 14 hari setelah diterbitkan pengumuman lelang,
penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya.

Dasar Penagihan Pajak

Dasar penagihan pajak dibedakan berdasarkan jenis pajaknya. Berikut ini, dasar penagihan
pajak yang perlu Anda tahu:
Dasar penagihan pajak untuk PPh, PPN, dan PPnBM, serta bunga penagihan adalah:
• Surat Tagihan Pajak.
• Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
• Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
• Surat Keputusan Pembetulan.
• Surat Keputusan Pemberatan.
• Putusan Banding.
• Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih
hakrus dibayar bertambah.
Dasar penagihan pajak untuk PBB adalah:
• Surat Pemberitahuan Pajak Terutang.
• Surat Ketetapan.
• Surat Tagihan Pajak.

Daluarsa Penagihan Pajak

Penagihan pajak dikatakan daluarsa jika telah melampaui batas waktu penagihan, yaitu 5
tahun terhitung sejak penerbitan dasar penagihan pajak. Apabila penagihan pajak daluarsa,
maka penagihan pajak tidak bisa lagi dilaksanakan karena hak untuk penagihan atas utang
pajak tersebut sudah dianggap gugur.
Sekilas tentang Pemeriksaan Pajak
Ruang lingkup pemeriksaan pajak di Indonesia hanya dua jenis, yakni pemeriksaan
lapangan dan pemeriksaan kantor. Namun, sebelum membahas ruang lingkup pemeriksaan
pajak lebih jauh, mari pahami terlebih dahulu tentang pemeriksaan pajak itu sendiri. 
Berdasarkan pasal 1 ayat 25 Undang-Undang No. 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan, pemeriksaan pajak merupakan rangkaian kegiatan yang
melakukan penghimpunan dan pengelolaan data, keterangan, juga bukti yang dilaksanakan
dengan cara-cara yang seobjektif dan seprofesional mungkin berdasarkan standar
pemeriksaan/pengujian terhadap kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib
pajak. 
Tujuan dari adanya pemeriksaan ini adalah untuk melaksanakan ketentuan perpajakan
yang berlaku di Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan. Bisa dikatakan
kalau pemeriksaan pajak merupakan bagian akhir dari langkah pengendalian proses
perpajakan guna memastikan wajib pajak sudah menyampaikan seluruh kewajiban
perpajakannya, seperti penyerahan SPT dengan benar, jelas, dan lengkap. 
Ruang Lingkup Pemeriksaan Pajak
Seperti yang sudah disebutkan di atas, ruang lingkup pemeriksaan pajak di Indonesia
dibedakan menjadi dua, yakni pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor. Mari simak
penjelasan lebih lengkapnya di bawah ini: 

Pemeriksaan Lapangan

Pemeriksaan lapangan merupakan pemeriksaan yang dilakukan di tempat kegiatan usaha,


tempat tinggal wajib pajak, atau tempat lainnya yang sudah ditentukan oleh Direktur
Jenderal Pajak (Ditjen Pajak). Pemeriksaan lapangan biasanya akan dilakukan dalam
jangka waktu paling lama 6 bulan, terhitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan
Lapangan diberikan atau disampaikan ke wajib pajak bersangkutan sampai tanggal Surat
Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Pajak (SPHP) disampaikan ke wajib pajak. 
Namun, pemeriksaan lapangan ini bisa diperpanjang 2 bulan, apabila terjadi hal-hal seperti
berikut ini: 
• Pemeriksaan lapangan diperluas ke Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau
Tahun Pajak lainnya. 
• Terdapat konfirmasi atau permintaan data/keterangan kepada pihak ketiga. 
• Ruang lingkup pemeriksaan lapangan meliputi seluruh jenis pajak atau
berdasarkan pada pertimbangan kepala unit pelaksanaan pemeriksaan. Sedangkan
terkait dengan: Wajib pajak kontraktor kontrak kerja sama minyak dan gas bumi,
wajib pajak dalam satu grup, atau wajib pajak yang terindikasi melakukan
transaksi transfer pricing atau transaksi khusus lain yang memungkinkan adanya
rekayasa transaksi keuangan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling
lamanya 6 bulan dan dapat dilakukan paling banyak 3 kali sesuai dengan kebutuhan
waktu untuk melakukan pengujian.
Pemeriksaan kantor merupakan pemeriksaan yang dilakukan di kantor Ditjen Pajak.
Tujuan dari pemeriksaan kantor guna menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dilakukan dalam waktu paling lama 4 bulan terhitung sejak tanggal wajib pajak
memenuhi surat panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor sampai dengan dengan SPHP
disampaikan ke wajib pajak. 
Waktu dapat diperpanjang paling lama 2 bulan, kecuali untuk pemeriksaan atas keterangan
lain yang berupa data konkret yang dilakukan dengan pemeriksaan kantor tidak bisa
diperpanjang. 
Lalu, apa yang menyebabkan perpanjangan jangka waktu pengujian pemeriksaan kantor
dilakukan dalam hal-hal berikut ini: 
• Pemeriksaan kantor diperluas ke Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau
Tahun Pajak lainnya. 
• Terdapat konfirmasi permintaan data/keterangan kepada pihak ketiga. 
• Ruang lingkup pemeriksaan pajak di kantor meliputi seluruh jenis pajak
dan/atau berdasarkan pada pertimbangan kepala unit pelaksana pemeriksaan.
Pemeriksaan kantor ini dilakukan di kantor DJP atau Kantor Pelayanan Pajak
(KPP). 
• Dalam hal pemeriksaan, wajib pajak diwajibkan untuk melakukan hal-hal
berikut: 
• Memenuhi panggilan untuk menghadiri pemeriksaan sesuai dengan
waktu yang ditentukan. 
• Memperlihatkan dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan
dokumen lainnya, termasuk data yang sudah dikelola secara elektronik dan
berhubungan dengan penghasilan, kegiatan usaha, maupun pekerjaan bebas
wajib pajak tersebut. 
• Memberikan bantuan atau bersikap korporatif guna kelancaran
pemeriksaan pajak. 
• Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP.
• Meminjamkan kertas kerja.
• Memberikan keterangan baik secara lisan maupun tulisan jika
dibutuhkan oleh pihak pemeriksa pajak. 
Kewajiban Wajib Pajak saat Pemeriksaan Pajak
Dalam hal pemeriksaan pajak, tidak hanya fiskus yang memiliki hak dan kewajiban dalam
prosesnya. Wajib pajak juga memiliki kewajiban-kewajiban yang harus diperhatikan dan
dilakukan saat pemeriksaan pajak. Nah, berikut ini kewajiban wajib pajak dalam
pemeriksaan pajak. 
1. Memenuhi panggilan dengan datang menghadiri pemeriksaan pajak sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan. Biasanya, jadwal dibuat untuk jenis ruang
lingkup pemeriksaan kantor. 
2. Mampu memperlihatkan atau meminjamkan buku, catatan, dan dokumen
yang akan menjadi dasar pemeriksaan, serta dokumen-dokumen lain termasuk data
yang Anda kelola secara elektronik yang berhubungan dengan penghasilan yang
diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang
pajak. 
3. Untuk pemeriksaan lapangan, wajib pajak memiliki kewajiban memberi
kesempatan untuk mengakses data dengan mengunduh data-data yang dikelola
secara elektronik. 
4. Memberikan kesempatan kepada pemeriksa untuk memasuki ruang yang
dirasa perlu untuk diperiksa dan memberi bantuan-bantuan lain guna kelancaran
pemeriksaan pajak. 
5. Memberikan tanggapan secara tertulis atas SPHP. 
6. Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh akuntan publik
khususnya untuk jenis ruang lingkup pemeriksaan pajak kantor. 
7. Berkenan memberikan keterangan lainnya baik secara lisan maupun tulisan
yang diperlukan. 
Hak Wajib Pajak saat Pemeriksaan Pajak
Selain kewajiban yang perlu diperhatikan wajib pajak saat pemeriksaan pajak akan
dilakukan atau bahkan berlangsung, wajib pajak juga memiliki hak-hak saat pemeriksaan
pajak. Mari simak hak-hak apa saja yang wajib pajak miliki ketika pemeriksaan pajak. 
1. Wajib pajak berhak meminta surat perintah pemeriksaan pajak. 
2. Wajib pajak berhak melihat tanda pengenal dari para pemeriksa yang
ditugaskan. 
3. Mendapatkan penjelasan secara rinci tentang maksud dan tujuan dari
pemeriksaan pajak. 
4. Jika ada perbedaan dalam hasil pemeriksaan dan SPT, wajib pajak berhak
meminta rincian perbedaan tersebut. 
5. Wajib pajak berhak hadir dalam pembahasan akhir hasil dari pemeriksaan
pajak dalam batas waktu yang sudah ditentukan. 
Penerbitan Surat Ketetapan Pasca Pemeriksaan Pajak 
Setelah rangkaian pemeriksaan pajak dilakukan, maka wajib pajak akan mendapatkan hasil
dari pemeriksaan pajak. Dari hasil pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh Ditjen Pajak,
maka akan diterbitkan surat ketetapan pajak yang isinya atau yang dapat mengakibatkan
adanya pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau bahkan nihil. 
Dari hasil pemeriksaan pajak tersebut, akan muncul jenis-jenis ketetapan yang dikeluarkan
Ditjen Pajak, antara lain: 
• Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLKB). 
• Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). 
• Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT). 
• Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). 
Selain surat ketetapan di atas, Ditjen Pajak juga dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak
(STP) apabila wajib pajak dikenakan sanksi administrasi baik berupa denda, bunga, dan
kenaikan.

Anda mungkin juga menyukai