Disusun oleh :
Nama : Jeanie Andrea Martcasela
NIM : 198114152
Golongan : D2
Hari/Tanggal : Kamis, 18 Maret 2021
PJ Meja : Immanuela
LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2021
UNIT IV
A. Tujuan
Mahasiswa mampu memahami proses pengidentifikasian senyawa sebagai berikut :
1. Senyawa golongan flavonoida
2. Senyawa golongan antrakinon
3. Senyawa golongan saponin (steroid dan triterpenoid)
4. Senyawa golongan alkaloida
5. Senyawa golongan fenolik dan polifenolik
6. Senyawa minyak atsiri
B. Dasar Teori
Para peneliti bahan alam yang bertujuan mencari tumbuhan atau senyawa
kandungannya melakukan dua macam pendekatan yaitu :
1. Pendekatan fitofarmakologi
2. Pendekatan penapisan (skrinning) fitokimia
1. Sederhana
2. Cepat
3. Dapat dilakukan dengan peralatan minimal
4. Selektif terhadap golongan senyawa yang dipelajari
5. Bersifat semikuantitatif, yaitu memiliki batas kepekaan yang memadai untuk
senyawa yang bersangkutan
6. Dapat memberikan keterangan tambahan ada/tidaknya senyawa tertentu dari
golongan senyawa yang dipelajari.
(Endarini, 2016)
Analisis kualitatif untuk mengetahui golongan senyawa yang bioaktif tadi dapat
dilakukan dengan uji tabung dan atau uji kualitatif secara kromatografi lapis tipis (KLT).
Kedua metode ini dapat digabungkan dan dapat dilakukan untuk melakukan survei
tumbuhan.
1. Uji Kualitatif Secara Kimiawi
-Uji Alkaloida
-Uji Antrakinon
-Uji Polifenol
-Uji Tanin
-Uji Steroid
-Uji Saponin
-Uji Minyak Atsiri
2. Uji Kualitatif Secara KLT
3. Uji Kualitatif Secara KLT Untuk Alkaloid
Dilakukan sortasi basah pada bahan simpleks, dicuci dengan air mengalir, dan
dikeringkan dengan cepat (diangin-anginkan, dipanaskan dalam almari pemanas yang
dilengkapi dengan kipas angin, dijemur di bawah sinar matahari langsung atau
ditutupi dengan kain hitam)
Simpleks yang sudah cukup kering (mudah dipatahkan) digiling atau dihaluskan
dengan cara tertentu, lalu diayak sehingga diperoleh serbuk simpleks yang kering dan
siap untuk diteliti
2. Uji Alkaloida
Serbuk simpleks (2 g) dimasukkan dalam tabung reaksi besar, ditambahkan asam
klorida 1 % (10 ml), dan dipanaskan selama 30 menit dalam penangas air mendidih.
Suspensi disaring dengan kapas ke dalam tabung reaksi A dan tabung reaksi B sama
banyak.
Larutan A dibagi dua sama banyak, lalu ke dalam larutan A-1 ditambah pereaksi
Dargendorff (3 tetes) dan larutan A-2 ditambah pereaksi Mayer (3 tetes).
Keberadaan alkaloida dari basa tertier atau kuarterner dapat ditunjukkan dengan
penambahan serbuk natrium karbonat sampai pH 8-9, kemudian dicampur dengan
kloroform (4 ml), dan diaduk pelan-pelan.
Setelah kloroform memisah, diambil dengan pipet Pasteur dan ditambahkan asam
cuka 5 % sampai pH 5, diaduk lalu dipisahkan lapisan atas dengan pipet.
Lapisan bawah ditambahkan asam klorida 1 % (10 tetes) dan diaduk, akan terbentuk
2 lapisan. Ambil lapisan atas dan ditambahkan pereaksi Dragendorff (2 tetes),
terbentuknya endapan menunjukkan alkaloida dari basa tertier.
3. Uji Antrakuinon
Serbuk simpleks (300 mg) ditambah kalium hidroksida 0,5 N (10 ml) dan larutan
hidrogen peroksida (1 ml), dididihkan selama 2 menit.
Lapisan atas (5 ml) dipisahkan dengan dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, kemudian ditambah 0,5 - 1 ml kalium hidroksida 0,5 N.
Warna merah yang terjadi pada lapisan air (basa) menunjukkan adanya senyawa
antrakinon.
4. Uji Polifenol
Serbuk simpleks (2 g) ditambah10 ml air dan dipanaskan selama 10 menit dalam
penangas air mendidih.
Hal yang sama dilakukan juga terhadap 2 g serbuk bahan dengan penyari etanol 80 %
10 ml.
Disaring dan filtrat (5 ml) ditambah larutan natrium klorida 2 % (1 ml). Bila terjadi
suspensi atau endapan disaring melalui kertas saring, kemudian filtrat ditambah
larutan gelatin 1 % (5 ml).
Lapisan atas diambil dengan pipet dan lapisan bawah ditambah asam 3,5 dinitro
benzoat (0,5 ml).
7. Uji Saponin
300 mg serbuk simpleks dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air,
ditutup dan dikocok kuat-kuat selama 30 detik. Tabung dibiarkan dalam posisi tegak
selama 30 menit.
Uji lain dilakukan dengan menggunakan pipa kapiler (diameter 1 mm, panjang 12,5
cm). Larutan hasil pemanasan serbuk tumbuhan (2 g) dengan air (10 ml) selama 30
menit di atas tangas air (point 6), setelah disaring, filtrat dimasukkan ke dalam pipa
kapiler penuh-penuh.
Kapiler diletakkan dalam posisi tegak (vertikal), kemudian cairan dibiarkan mengalir
bebas. Sebagai pembanding, dikerjakan hal serupa untuk air suling.
Tinggi cairan tertinggal dibandingkan dengan tinggi air suling (pembanding). Bila
tinggi cairan yang diuji setengah atau kurang dari tinggi air suling, maka adanya
saponin akan diperhitungkan.
Filtrat dikeringuapkan. Bila sedikit berbau aromatik, larutkan residu dengan sedikit
etanol, uapkan lagi sampai kering.
a. Uji Alkaloid
Prinsip dari pengujian alkaloid menurut panduan praktikum FF USD 2021
adalah penyarian dengan HCl kemudian dididihkan lalu diberikan pereaksi atau
reagen Dragendorff dan reagen Mayer. Jika terbentuk endapan coklat
kehitaman di tabung dengan penambahan reagen dragendorf dan endapan
berwarna putih pada tabung dengan penambahan reagen Mayer maka senyawa
tersebut mengandung alkaloida.
Pada jurnal yang ditulis oleh Rivai, 2020 pengujian senyawa alkaloid tidak
menggunakan reagen pereaksi. Mereka membasahi filtrat setelah dipanaskan
menggunakan amoniak hingga pH kurang lebih 10 lalu ditambahkan kloroform
25 ml. Fase kloroform dikumpulkan dan diuapkan hingga kering dan bobot
tetap. Setelah itu sisa pengeringan dihitung sebagai alkaloida total. Sedangkan
untuk jurnal milik Lestari, 2020 caranya sama dengan panduan namun ada
penambahan reagen lain yaitu reagen Wagner begitu juga dengan jurnal
Wiendarlina, 2019.
Prinsip reaksi Mayer yang dijelaskan oleh Lestari adalah endapan tersebut
terbentuk karena terjadinya ikatan kovalen koordinasi antara pasangan elektron
bebas dari atom nitrogen dengan ion K+ dari pereaksi Mayer. Sedangkan untuk
endapan berwarna coklat yang terbentuk pada uji Wagner merupakan kompleks
kalium-alkaloid yang terjadi akibat ion logam K+ membentuk ikatan kovalen
koordinat dengan nitrogen pada alkaloid. Sementara itu pada pereaksi
Dragendorf akan terbentuk endapan merah bata yang sangat banyak di dasar
tabung (Lestari, 2020).
Reaksi-reaksi reagen tersebut dapat digambarkan dalam gambar berikut :
(Marliana, 2015)
b. Uji flavonoid
Selanjutnya adalah uji flavonoid yang dilakukan oleh Rivai, 2020 adalah
ramuan sebanyak 0,5 ml ditambahkan dengan 10 ml methanol. Kemudian
diencerkan filtrat dengan 10 ml air setelah itu ditambahkan 5 ml eter minyak
tanah. Diambil lapisan methanol, diuapkan pada suhu 40 derajat celcius. Sisa
dilarutkan dalam 5 ml etil asetat lalu disaring. Setelah itu diuapkan hingga
kering 1 mL larutan percobaan, sisa dilarutkan dalam 1 mL sampai 2 mL etanol
(95 %) P, ditambahkan 0,5 g serbuk seng P dan 2 mL asam klorida 2 N,
didiamkan selama 1 menit. Ditambahkan 10 tetes asam klorida pekat P, jika
dalam waktu 2 sampai 5 menit terjadi warna merah intensif, menunjukan
adanya flavonoid (glikosida-3-flovanol). Jika terbentuk warna kuning jingga
menunjukkan adanya flavon, kalkon, dan auron. Menurut Lestari, 2020 uji
flavonoid dilakukan dengan menambahkan 3 tetes HCl pekat kedalam 1 ml
sampel kemudian ditambahkan lagi H2SO4 pekat sebanyak satu tetes. Sampel
segar, serbuk, dan seduhan rimpang jahe emprit yang direakasikan dengan
amonia cair dalam penelitian ini menghasilkan indikasi positif dengan
pembentukan warna kuning. Warna kuning terbentuk karna flavonoid
termaksut senyawa fenol.
Sedangkan pada jurnal Wiendarlina, banyak sekali cara yang dapat
dilakukan untuk pengujian kuliatatif untuk flavonoid. Salah satunya adalah uji
Shinoda yaitu sampel sebanyak ± 2 g ditimbang dengan seksama dikocok
dengan 30 mL diklormetan selama 15 menit, kemudian disaring. Filtrat
diuapkan hingga kering dan residu dilarutkan dalam 1 - 2 mL metanol 50 %,
jika perlu dilakukan dengan pemanasan di atas penangas air. Filtrat ditambah
sedikit serbuk magnesium (Mg) dan 5 - 6 tetes asam klorida 5 M, lalu
dipanaskan sebentar di atas penangas air. Hasil positif ditunjukkan dengan
terbentuknya warna merah hingga merah lembayung yang menandakan adanya
senyawa flavanon, flavonol, flavanonol dan dihidroflavonol.
Prinsip pada reaksi uji kualitatif untuk senyawa flavonoid adalah
terbentuknya garam flavilium akibat penambahan HCl akhirnya garam
berwarna merah tua.
(Marliana, 2015)
c. Uji Polifenolik
Pada panduan praktikum pengujian senyawa polifenol dilakukan dengan
preparasi sampel kemudian disari menggunakan pelarut etanol lalu di tetesi
dengan FeCl3 sebagai indikator pewarna yang berfungsi untuk mengetahui ada
tidaknya kandungan senyawa polifenol dari perubahan warna indikator. Dari
ketiga jurnal yang menyertakan uji polifenol semuanya sama-sama
menggunakan indicator pewarna dengan FeCl3 dengan berbagai tetesan.
Kemudian dijelaskan pada jurnal Lestari, 2020, reaksi antara senyawa fenolik
yang bereaksi dengan FeCl3 membentuk kompleks berwarna ungu, biru, hijau
bahkan merah tergantung tergantung dari struktur senyawa fenolik yang
bereaksi. Terbentuknya warna tersebut akibat hasil reaksi antara Fe dari FeCl3
dengan gugus hidroksil dari senyawa polifenol sehingga membentuk kompleks
yang berwarna.
Untuk prinsip reaksi dari uji ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Jadi karena Fe3+ akan berikatan dengan gula yang terdapat pada senyawa fenol
maka akan menimbulkan beberapa warna yang tergantung dari senyawa fenol
apa yang diikat pada simplisia uji (Marliana, 2015).
d. Uji Saponin
Prinsip dari pengujian ini adalah pembuihan. Jadi serbuk simpleks ditambahkan
aquadest kemudian dikocok kuat hingga mengeluarkan buih tetap selama
beberapa menit. Tinggi buih kurang-lebih 3 cm. Pada jurnal Rivai, 2020 setelah
dikocok selama 10 menit kemudian ditetesi dengan HCl 2 N jika senyawa
saponin terkandung maka buih tidak akan hilang. Sedangkan pada jurnal
Lestari, 2020 pengujian saponin menggunakan metode Forth dengan prinsip
hidrolisis saponin dalam air. Timbulnya busa pada uji ini menunjukan adanya
glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang
terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya (Kristijarti dkk., 2013). Di
jurnal Wiendarlina terdapat beberapa metode yaitu Uji Busa, Uji menggunakan
pereaksi Lieberman Burchard sehingga warna hijau hingga biru terbentuk.
Zingerone
f. Uji Steroid
Steroid merupakan terpenoid lipid yang dikenal dengan empat cincin
kerangka dasar karbon yang menyatu. Struktur senyawanya pun cukup
beragam. Perbedaan tersebut disebabkan karena adanya gugus fungsi
teroksidasi yang terikat pada cincin dan terjadinya oksidasi cincin karbonnya.
Steroid berperan penting bagi tubuh dalam menjaga keseimbangan garam,
mengendalikan metabolisme dan meningkatkan fungsi organ seksual serta
perbedaan fungsi biologis lainnya antara jenis kelamin. Tubuh manusia
memproduksi steroid secara alami yang terlibat dalam berbagai proses
metabolisme. Sebagai contoh steroid dari garam empedu, seperti garam
deoksikolik, asam kholik dan glisin serta konjugat taurin yang berfungsi
memperlancar proses pencernaan (Campos, 2019).
Pada jurnal Lestari 2020, pengujian steroid dilakukan dengan
menambahkan reagen Lieberman Burchard dan hasilnya negative pada rimpang
jahe. Reaksinya dapat digambarkan sebagai berikut :