Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA


IDENTIFIKASI KANDUNGAN KIMIA RIMPANG JAHE
Zingiberis officinalis Rhizoma

Disusun oleh :
Nama : Jeanie Andrea Martcasela
NIM : 198114152
Golongan : D2
Hari/Tanggal : Kamis, 18 Maret 2021
PJ Meja : Immanuela

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2021
UNIT IV

IDENTIFIKASI KANDUNGAN KIMIA

A. Tujuan
Mahasiswa mampu memahami proses pengidentifikasian senyawa sebagai berikut :
1. Senyawa golongan flavonoida
2. Senyawa golongan antrakinon
3. Senyawa golongan saponin (steroid dan triterpenoid)
4. Senyawa golongan alkaloida
5. Senyawa golongan fenolik dan polifenolik
6. Senyawa minyak atsiri

B. Dasar Teori
Para peneliti bahan alam yang bertujuan mencari tumbuhan atau senyawa
kandungannya melakukan dua macam pendekatan yaitu :
1. Pendekatan fitofarmakologi
2. Pendekatan penapisan (skrinning) fitokimia

Pendekatan fitofarmakologi meliputi uji berbagai efek farmakologi terhadap hewan


percobaan dengan ekstrak tumbuhan atau bagian tumbuhan. Misalnya efek farmakologi
terhadap susunan syaraf pusat, terhadap organ tertentu, dan sebagainya. Percobaan
farmakologi dapat dilakukan secara in vitro dan atau in vivo. Adapun aktivitas yang
diujikan antara lain antineoplastik (antikanker), antiviral, antimikrobial, antimalaria,
insektisida, hipoglikemik, kardiotonik, estrogenik maupun androgenik (Endarini, 2016).

Pendekatan skrining fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan kimia dalam


tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah, biji), terutama
kandungan metabolit sekunder yang bioaktif, yaitu alkaloida, antrakinon, flavonoida,
glikosida jantung, kumarin, saponin (steroid dan triterpenoid), tanin (polifenolat), minyak
atsiri (terpenoid), iridoid, dan sebagainya. Adapun tujuan utama pendekatan skrining
fitokimia adalah mensurvei tumbuhan untuk mendapatkan kandungan bioaktif atau
kandungan yang berguna dalam pengobatan (Endarini, 2016).
Metode yang digunakan atau yang dipilih untuk melakukan skrining fitokimia harus
memenuhi syarat seperti dibawah ini :

1. Sederhana
2. Cepat
3. Dapat dilakukan dengan peralatan minimal
4. Selektif terhadap golongan senyawa yang dipelajari
5. Bersifat semikuantitatif, yaitu memiliki batas kepekaan yang memadai untuk
senyawa yang bersangkutan
6. Dapat memberikan keterangan tambahan ada/tidaknya senyawa tertentu dari
golongan senyawa yang dipelajari.
(Endarini, 2016)
Analisis kualitatif untuk mengetahui golongan senyawa yang bioaktif tadi dapat
dilakukan dengan uji tabung dan atau uji kualitatif secara kromatografi lapis tipis (KLT).
Kedua metode ini dapat digabungkan dan dapat dilakukan untuk melakukan survei
tumbuhan.
1. Uji Kualitatif Secara Kimiawi
-Uji Alkaloida
-Uji Antrakinon
-Uji Polifenol
-Uji Tanin
-Uji Steroid
-Uji Saponin
-Uji Minyak Atsiri
2. Uji Kualitatif Secara KLT
3. Uji Kualitatif Secara KLT Untuk Alkaloid

C. Alat dan Bahan


Alat : Bahan :
1. Penangas air 1. Simplisia rimpang jahe
2. Kapas saring 2. Serbuk simplisia rimpang jahe
3. Pipet Pasteur 3. HCl 1%
4. Kertas saring 4. Reagen Dragendorff
5. Timbangan 5. Reagen Mayer
6. Pipa Kapiler 6. Serbuk NaCO3
7. Tabung reaksi 7. Kloroform
8. Gelas ukur 8. Asam cuka 5%
9. pH indicator 9. Kalium Hidroksida
10. Erlenmeyer 10. Larutan H2O2
11. Pipet tetes 11. Asam asetat glasial
12. Pipet ukur 12. Toluene 18. Asam 3,5-dinitro benzoat
13. Ball filler 13. Air 19. Kalium hidroksida 1 N
14.Etanol 80% dalam metanol
15. FeCl3 20. Eter
16. NaCl 2% 21. Etanol
17. Gelatin
D. Cara Kerja
1. Pembuatan serbuk simpleks (jamak : simplisia)
Pengumpulan bahan simpleks (seluruh tumbuhan atau bagian tumbuhan) dilakukan
dari daerah tertentu, pada bulan tertentu, berasal dari tumbuhan tertentu dan berada
pada masa tertentu.

Dilakukan sortasi basah pada bahan simpleks, dicuci dengan air mengalir, dan
dikeringkan dengan cepat (diangin-anginkan, dipanaskan dalam almari pemanas yang
dilengkapi dengan kipas angin, dijemur di bawah sinar matahari langsung atau
ditutupi dengan kain hitam)

Simpleks yang sudah cukup kering (mudah dipatahkan) digiling atau dihaluskan
dengan cara tertentu, lalu diayak sehingga diperoleh serbuk simpleks yang kering dan
siap untuk diteliti

2. Uji Alkaloida
Serbuk simpleks (2 g) dimasukkan dalam tabung reaksi besar, ditambahkan asam
klorida 1 % (10 ml), dan dipanaskan selama 30 menit dalam penangas air mendidih.

Suspensi disaring dengan kapas ke dalam tabung reaksi A dan tabung reaksi B sama
banyak.

Larutan A dibagi dua sama banyak, lalu ke dalam larutan A-1 ditambah pereaksi
Dargendorff (3 tetes) dan larutan A-2 ditambah pereaksi Mayer (3 tetes).

Terbentuknya endapan dengan kedua pereaksi tersebut menunjukkan adanya


alkaloida.

Keberadaan alkaloida dari basa tertier atau kuarterner dapat ditunjukkan dengan
penambahan serbuk natrium karbonat sampai pH 8-9, kemudian dicampur dengan
kloroform (4 ml), dan diaduk pelan-pelan.
Setelah kloroform memisah, diambil dengan pipet Pasteur dan ditambahkan asam
cuka 5 % sampai pH 5, diaduk lalu dipisahkan lapisan atas dengan pipet.

Kemudian tambahkan pereaksi Dragendorff (5 tetes) untuk lapisan atas.


Terbentuknya endapan menunjukkan adanya alkaloida dari basa kuarterner.

Lapisan bawah ditambahkan asam klorida 1 % (10 tetes) dan diaduk, akan terbentuk
2 lapisan. Ambil lapisan atas dan ditambahkan pereaksi Dragendorff (2 tetes),
terbentuknya endapan menunjukkan alkaloida dari basa tertier.

3. Uji Antrakuinon
Serbuk simpleks (300 mg) ditambah kalium hidroksida 0,5 N (10 ml) dan larutan
hidrogen peroksida (1 ml), dididihkan selama 2 menit.

Setelah dingin suspensi disaring melalui kapas.


Filtrat (5 ml) ditambah asam asetat glasial (10 tetes) sampai pH 5, lalu ditambahkan
toluena (10 ml).

Lapisan atas (5 ml) dipisahkan dengan dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, kemudian ditambah 0,5 - 1 ml kalium hidroksida 0,5 N.

Warna merah yang terjadi pada lapisan air (basa) menunjukkan adanya senyawa
antrakinon.

4. Uji Polifenol
Serbuk simpleks (2 g) ditambah10 ml air dan dipanaskan selama 10 menit dalam
penangas air mendidih.

Hal yang sama dilakukan juga terhadap 2 g serbuk bahan dengan penyari etanol 80 %
10 ml.

Keduanya disaring panas-panas, setelah dingin masing-masing ditambah 3 tetes


pereaksi besi (III) klorida.

Terjadinya warna hijau-biru menunjukkan adanya polifenolat.

5. Uji Tanin (zat samak)


Serbuk simpleks (2 g) ditambah10 ml air dan dipanaskan selama 30 menit dalam
penangas air mendidih.

Disaring dan filtrat (5 ml) ditambah larutan natrium klorida 2 % (1 ml). Bila terjadi
suspensi atau endapan disaring melalui kertas saring, kemudian filtrat ditambah
larutan gelatin 1 % (5 ml).

Terbentuknya endapan menunjukkan adanya tanin.


6. Uji Steroid
Filtrat (2 ml) dari hasil pemanasan serbuk tumbuhan (2 g) dengan air (10 ml) selama
30 menit diatas tangas air tadi, ditambahkan asam 3,5-dinitro benzoat (0,4 ml) dan 0,6
ml kalium hidroksida 1 N dalam metanol.

Terjadinya warna biru-ungu menunjukkan adanya kardenolida (glikosida jantung).


Untuk penegasan lebih lanjut, filtrat yang lain (2 ml) dicampur dengan kloroform (2
ml).

Lapisan atas diambil dengan pipet dan lapisan bawah ditambah asam 3,5 dinitro
benzoat (0,5 ml).

Terjadinya warna biru ungu menunjukkan adanya kardenolida.

7. Uji Saponin
300 mg serbuk simpleks dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air,
ditutup dan dikocok kuat-kuat selama 30 detik. Tabung dibiarkan dalam posisi tegak
selama 30 menit.

Apabila terbentuk buih setinggi ≥ 3 cm dari permukaan cairan, menunjukkan adanya


saponin.

Uji lain dilakukan dengan menggunakan pipa kapiler (diameter 1 mm, panjang 12,5
cm). Larutan hasil pemanasan serbuk tumbuhan (2 g) dengan air (10 ml) selama 30
menit di atas tangas air (point 6), setelah disaring, filtrat dimasukkan ke dalam pipa
kapiler penuh-penuh.

Kapiler diletakkan dalam posisi tegak (vertikal), kemudian cairan dibiarkan mengalir
bebas. Sebagai pembanding, dikerjakan hal serupa untuk air suling.
Tinggi cairan tertinggal dibandingkan dengan tinggi air suling (pembanding). Bila
tinggi cairan yang diuji setengah atau kurang dari tinggi air suling, maka adanya
saponin akan diperhitungkan.

8. Uji Minyak Atsiri


Sebanyak 10 g serbuk simpleks ditambah 20 ml eter, dikocok, dan disaring.

Filtrat dikeringuapkan. Bila sedikit berbau aromatik, larutkan residu dengan sedikit
etanol, uapkan lagi sampai kering.

Bila terjadi bau aromatik spesifik, menunjukkan adanya minyak atsiri.

E. Hasil dan Pembahasan


Pada praktikum kali ini akan diidentifikasi senyawa kimia yaitu metabolit sekunder
yang ada pada rimpang jahe. Oleh karena praktikum masih belum dapat dilakukan secara
langsung dan tidak didapatkan hasil uji kualitatif yang diinginkan, maka dilakukan
pembandingan dengan jurnal yang berisi penelitian lain mengenai tanaman yang saya
ambil yaitu jahe. Beberapa jurnal yang akan dibahas sebagai bahan pertimbangan
pembahasan kali ini adalah Analisis Fitokimia Ramuan Obat Tradisional Untuk Selesma
Dari Tanaman Jahe Merah (Zingiberis officinalis) ditulis oleh Harrizul Rivai dkk, Uji
Efektivitas Ekstrak Beberapa Jenis Rimpang Jahe Terhadap Patogen Phytophthora
palmivora Butl. Penyebab Busuk Buah Kakao ditulis oleh Martina E. Sitepu dkk, Senyawa
Metabolit Sekunder dan Aktivitas Antioksidan Seduhan Serbuk Rimpang Jahe Emprit oleh
Ayu Lestari dkk, dan Perbandingan Aktivitas Antioksidan Jahe Emprit dan Jahe Merah
dalam Sediaan Cair Berbasis Bawang Putih dan Korelasinya dengan Kadar Fenol dan
Vitamin C yang ditulis oleh Ike Yulia Wiendarlina dan Runi Sukaesih.
Data dari keempat jurnal tersebut mengenai kamdungan senyawa pada tanaman
jahe adalah sebagai berikut :
1. Jurnal 1 : Pada ramuan jahe merah menunjukkan hasil positif pada senyawa
alkaloid, flavonoid dan minyak atsiri
2. Jurnal 2 : Pada rimpang jahe mengandung minyak atsiri
3. Jurnal 3 : Rimpang jahe emprit menunjukkan hasil positif yang berarti
mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, terpenoid, dan fenolik.

4. Jurnal 4 : Pada jurnal ini menunjukan jahe mengandung senyawa alkaloid,


flavonoid dan saponin.

Jadi dari jurnal-jurnal tersebut dapat diketahui kemungkinan kandungan senyawa


kimia yang ada di rimpang jahe adalah alkaloid, flavonoid, polifenolik, saponin dan minyak
atsiri. Pembahasan mengenai cara dan langkah untuk menguji secara kualitatif rimpang
jahe yang ada pada jurnal-jurnal tersebut sebagai berikut :

a. Uji Alkaloid
Prinsip dari pengujian alkaloid menurut panduan praktikum FF USD 2021
adalah penyarian dengan HCl kemudian dididihkan lalu diberikan pereaksi atau
reagen Dragendorff dan reagen Mayer. Jika terbentuk endapan coklat
kehitaman di tabung dengan penambahan reagen dragendorf dan endapan
berwarna putih pada tabung dengan penambahan reagen Mayer maka senyawa
tersebut mengandung alkaloida.
Pada jurnal yang ditulis oleh Rivai, 2020 pengujian senyawa alkaloid tidak
menggunakan reagen pereaksi. Mereka membasahi filtrat setelah dipanaskan
menggunakan amoniak hingga pH kurang lebih 10 lalu ditambahkan kloroform
25 ml. Fase kloroform dikumpulkan dan diuapkan hingga kering dan bobot
tetap. Setelah itu sisa pengeringan dihitung sebagai alkaloida total. Sedangkan
untuk jurnal milik Lestari, 2020 caranya sama dengan panduan namun ada
penambahan reagen lain yaitu reagen Wagner begitu juga dengan jurnal
Wiendarlina, 2019.
Prinsip reaksi Mayer yang dijelaskan oleh Lestari adalah endapan tersebut
terbentuk karena terjadinya ikatan kovalen koordinasi antara pasangan elektron
bebas dari atom nitrogen dengan ion K+ dari pereaksi Mayer. Sedangkan untuk
endapan berwarna coklat yang terbentuk pada uji Wagner merupakan kompleks
kalium-alkaloid yang terjadi akibat ion logam K+ membentuk ikatan kovalen
koordinat dengan nitrogen pada alkaloid. Sementara itu pada pereaksi
Dragendorf akan terbentuk endapan merah bata yang sangat banyak di dasar
tabung (Lestari, 2020).
Reaksi-reaksi reagen tersebut dapat digambarkan dalam gambar berikut :
(Marliana, 2015)

b. Uji flavonoid
Selanjutnya adalah uji flavonoid yang dilakukan oleh Rivai, 2020 adalah
ramuan sebanyak 0,5 ml ditambahkan dengan 10 ml methanol. Kemudian
diencerkan filtrat dengan 10 ml air setelah itu ditambahkan 5 ml eter minyak
tanah. Diambil lapisan methanol, diuapkan pada suhu 40 derajat celcius. Sisa
dilarutkan dalam 5 ml etil asetat lalu disaring. Setelah itu diuapkan hingga
kering 1 mL larutan percobaan, sisa dilarutkan dalam 1 mL sampai 2 mL etanol
(95 %) P, ditambahkan 0,5 g serbuk seng P dan 2 mL asam klorida 2 N,
didiamkan selama 1 menit. Ditambahkan 10 tetes asam klorida pekat P, jika
dalam waktu 2 sampai 5 menit terjadi warna merah intensif, menunjukan
adanya flavonoid (glikosida-3-flovanol). Jika terbentuk warna kuning jingga
menunjukkan adanya flavon, kalkon, dan auron. Menurut Lestari, 2020 uji
flavonoid dilakukan dengan menambahkan 3 tetes HCl pekat kedalam 1 ml
sampel kemudian ditambahkan lagi H2SO4 pekat sebanyak satu tetes. Sampel
segar, serbuk, dan seduhan rimpang jahe emprit yang direakasikan dengan
amonia cair dalam penelitian ini menghasilkan indikasi positif dengan
pembentukan warna kuning. Warna kuning terbentuk karna flavonoid
termaksut senyawa fenol.
Sedangkan pada jurnal Wiendarlina, banyak sekali cara yang dapat
dilakukan untuk pengujian kuliatatif untuk flavonoid. Salah satunya adalah uji
Shinoda yaitu sampel sebanyak ± 2 g ditimbang dengan seksama dikocok
dengan 30 mL diklormetan selama 15 menit, kemudian disaring. Filtrat
diuapkan hingga kering dan residu dilarutkan dalam 1 - 2 mL metanol 50 %,
jika perlu dilakukan dengan pemanasan di atas penangas air. Filtrat ditambah
sedikit serbuk magnesium (Mg) dan 5 - 6 tetes asam klorida 5 M, lalu
dipanaskan sebentar di atas penangas air. Hasil positif ditunjukkan dengan
terbentuknya warna merah hingga merah lembayung yang menandakan adanya
senyawa flavanon, flavonol, flavanonol dan dihidroflavonol.
Prinsip pada reaksi uji kualitatif untuk senyawa flavonoid adalah
terbentuknya garam flavilium akibat penambahan HCl akhirnya garam
berwarna merah tua.

(Marliana, 2015)

c. Uji Polifenolik
Pada panduan praktikum pengujian senyawa polifenol dilakukan dengan
preparasi sampel kemudian disari menggunakan pelarut etanol lalu di tetesi
dengan FeCl3 sebagai indikator pewarna yang berfungsi untuk mengetahui ada
tidaknya kandungan senyawa polifenol dari perubahan warna indikator. Dari
ketiga jurnal yang menyertakan uji polifenol semuanya sama-sama
menggunakan indicator pewarna dengan FeCl3 dengan berbagai tetesan.
Kemudian dijelaskan pada jurnal Lestari, 2020, reaksi antara senyawa fenolik
yang bereaksi dengan FeCl3 membentuk kompleks berwarna ungu, biru, hijau
bahkan merah tergantung tergantung dari struktur senyawa fenolik yang
bereaksi. Terbentuknya warna tersebut akibat hasil reaksi antara Fe dari FeCl3
dengan gugus hidroksil dari senyawa polifenol sehingga membentuk kompleks
yang berwarna.
Untuk prinsip reaksi dari uji ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Jadi karena Fe3+ akan berikatan dengan gula yang terdapat pada senyawa fenol
maka akan menimbulkan beberapa warna yang tergantung dari senyawa fenol
apa yang diikat pada simplisia uji (Marliana, 2015).
d. Uji Saponin
Prinsip dari pengujian ini adalah pembuihan. Jadi serbuk simpleks ditambahkan
aquadest kemudian dikocok kuat hingga mengeluarkan buih tetap selama
beberapa menit. Tinggi buih kurang-lebih 3 cm. Pada jurnal Rivai, 2020 setelah
dikocok selama 10 menit kemudian ditetesi dengan HCl 2 N jika senyawa
saponin terkandung maka buih tidak akan hilang. Sedangkan pada jurnal
Lestari, 2020 pengujian saponin menggunakan metode Forth dengan prinsip
hidrolisis saponin dalam air. Timbulnya busa pada uji ini menunjukan adanya
glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang
terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya (Kristijarti dkk., 2013). Di
jurnal Wiendarlina terdapat beberapa metode yaitu Uji Busa, Uji menggunakan
pereaksi Lieberman Burchard sehingga warna hijau hingga biru terbentuk.

Timbulnya busa pada uji Forth menunjukkan adanya glikosida yang


mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi
glukosa dan senyawa lainnya. Selain uji Forth juga dilakukan uji Lieberman-
Burchard yang merupakan uji karakteristik untuk sterol tidak jenuh dan
triterpene (Marliana, 2015).
e. Uji Minyak atsiri
Pada panduan minyak atsiri diuji dengan prinsip penginderaan yaitu
penciuman. Dengan memanaskan serbuk simplisia, ditambah 20 ml eter
kemudian disaring dan diuapkan dan diberi sedikit etanol akhirnya akan
menimbulkan aromatic yang spesifik dari simplisia tersebut. Pada jurnal Rivai,
2020, penambahan kalium permanganate dan hasil positif dilihat pada
perubahan warna. Minyak atsiri adalah zat aromatik yang terdapat dalam sel
atau kelenjar khusus tanaman tertentu yang digunakan oleh mereka untuk
melindungi diri dari predator dan hama, tetapi juga untuk menarik pollinator.
Jahe terkenal dengan kandungan minyak atsirinya yang tinggi sehingga
hasil dari pengujian menunjukkan positif pada semua jurnal pembanding.
Dikatakan juga oleh jurnal Rivai, 2020 kandungan minyak atsiri tertinggi
berada pada jahe merah ketimbang jahe gajah dan jahe emprit. Pernyataan ini
juga didukung oleh Wiendarlina, 2019. Biasanya senyawa-senyawa
seskuiterpen, zingiberene, zingeron, oleoresin, camphena, limonen, borneol,
sineol, sitral, zingiberal, Phelandrene terdapat pada minyak atsiri di jahe.

Zingerone
f. Uji Steroid
Steroid merupakan terpenoid lipid yang dikenal dengan empat cincin
kerangka dasar karbon yang menyatu. Struktur senyawanya pun cukup
beragam. Perbedaan tersebut disebabkan karena adanya gugus fungsi
teroksidasi yang terikat pada cincin dan terjadinya oksidasi cincin karbonnya.
Steroid berperan penting bagi tubuh dalam menjaga keseimbangan garam,
mengendalikan metabolisme dan meningkatkan fungsi organ seksual serta
perbedaan fungsi biologis lainnya antara jenis kelamin. Tubuh manusia
memproduksi steroid secara alami yang terlibat dalam berbagai proses
metabolisme. Sebagai contoh steroid dari garam empedu, seperti garam
deoksikolik, asam kholik dan glisin serta konjugat taurin yang berfungsi
memperlancar proses pencernaan (Campos, 2019).
Pada jurnal Lestari 2020, pengujian steroid dilakukan dengan
menambahkan reagen Lieberman Burchard dan hasilnya negative pada rimpang
jahe. Reaksinya dapat digambarkan sebagai berikut :

g. Uji Tanin (zat samak)


Tanin merupakan senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, memiliki
rasa pahit dan kelat, dan dapat menggumpalkan protein. Tanin pada tumbuhan
banyak terkandung pada bagian kulit batang, daun pada tumbuhan yang
berfungsi untuk melindungi tumbuhan dari hama. Tanin yang terlarut dalam air
memberikan warna coklat kehitaman seperti air teh. Tanin merupakan golongan
senyawa polifenol yang sifatnya polar, dapat larut dalam gliserol, alkohol dan
hidroalkoholik, air dan aseton, tetapi tidak larut dalam kloroform, petroleum
eter dan benzen. (Campos, 2019).
Berdasarkan jurnal Rivai, 2020 serbuk simplisia jahe akan ditambahkan
dengan FeCl3 kemudian jika terbentuk warna hijau atau biru maka akan
menunjukan hasil positif. Sedangkan pada panduan cara yang digunakan adalah
melarutkan serbuk pada air lalu diberi NaCl dan ditambahkan gelatin sehingga
nanti akan terbentuk endapan. Fungsi dari NaCl sendiri adalah untuk
melakukan reaksi penggaraman pada senyawa tannin agar terbentuk suspense
kemudian untuk pemberian gelatin untuk pembentukan endapan karena tannin
akan mengikat protein-protein yang ada pada gelatin sehingga terbentuk
endapan.
Reaksi uji tannin menggunakan FeCl 3 dapat digambarkan pada gambar
dibawah ini

sehingga terbentuk perubahan warna


hijau- biru. Pada uji ini simplisia jahe menunjukan hasil negative terhadap tanin
h. Uji antrakinon
Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti
kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang
berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbo-karbon. Golongan kuinon alam
terbesar terdiri atas antrakuinon dan keluarga tumbuhan yang kaya akan
senyawa jenis ini adalah Rubiaceae, Rhamnaceae, Polygonaceae. Antrakuinon
juga disebut 9,10- dioxo-dihydro-anthracen dengan rumus C14H8O2 (Campos,
2019).
Pada jurnal pembandin tidak dilakukan pengujian untuk ada tidaknya
senyawa antrakinon karena telah banyak pengujian tentang senyawa metabolit
sekunder pada jahe namun tidak ada yang menunjukkan adanya kandungan
antrakinon pada jahe. Prinsip reaksi yang terdapat pada panduan dapat
digambarkan sebagai berikut saat senyawa kuinon bereaksi dengan H2O2
sehingga nanti saat diberi KOH akan berubah warna menjadi merah apabila
senyawa teridentifikasi mengandung senyawa antrakinon
F. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diketahui dari hasil dan juga pembahasan dari
perbandingan beberapa jurnal mengenai kandungan senyawa bioaktif seperti metabolit
sekunder pada simplisia rimpang jahe. Akhirnya didapatkan dari perbandingan jurnal
tersebut mengenai metabolit sekunder yang paling umum berada pada rimpang jahe adalah
alkaloid, minyak atsiri, flavonoid, senyawa fenolik, dan sedikit saponin. Pengujian yang
menunjukkan hasil negative pada rimpang jahe adalah pada uji antrakinon, tannin, dan
steroid.
G. Daftar Pustaka
Campos, M. R. S., 2019. Bioactive Compounds Health Benefits and Potential Applications.
Elsevier Inc., United Kingdom.
Endarini, L. H., 2016. Farmakognosi dan Fitokimia. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Kristijarti, A. P., Hudaya, T., dan Susiana Prasetyo., 2013. Ekstraksi, Isolasi, dan Uji
Keaktifan Senyawa Aktif Buah Mahkota Dewa (Phaleria Macrocarpa) Sebagai
Pengawet Makanan Alami. Universitas Katolik Parahyangan.
Lestari, A., Nasrudin., Rahmanpiu., 2020. Senyawa Metabolit Sekunder dan Aktivitas
Antioksidan Seduhan Serbuk Rimpang Jahe Emprit. Jurnal Pendidikan Kimia FKIP
UHO. 5(2), 105-116.
Marliana, S, D., Suryanti, V., Suyono., 2015. Skrining Fitokimia dan Analisis
Kromatografi Lapis Tipis Komonen Kimia Buah Labu Siam dalam Ekstrak Etanol.
Biofarmasi. 3(1), 23-31.
Rivai, H., Delinda, M, I., Rusdi., 2020. Analisis Fitokimia Ramuan Obat Tradisional Untuk
Selesma Dari Tanaman Jahe Merah (Zingiberis officinalis). Research Gate. 9(1),
1-8.
Sitepu, M, E., Suniti, N, W., Singarsa, I, D, P., 2019. Uji Efektivitas Ekstrak Beberapa
Jenis Rimpang Jahe Terhadap Patogen Phytophthora palmivora Butl. Penyebab
Busuk Buah Kakao. Jurnal Agroekoteknologi Tropika. 8(3) 311-320.
Wiendarlina, I, Y., Sukaesih, R., 2019. Perbandingan Aktivitas Antioksidan Jahe Emprit
dan Jahe Merah dalam Sediaan Cair Berbasis Bawang Putih dan Korelasinya
dengan Kadar Fenol dan Vitamin C. Jurnal Fitofarmaka Indonesia. 6(1), 315-324.

Anda mungkin juga menyukai