Anda di halaman 1dari 12

Nama : Venti Widiyawati

NIM : 208720100481

Prodi : Pendidikan Sejarah

Tugas Pendidikan Agama Islam

1. Foto bersama guru ngaji

2. Membuktikan jika agama Islam itu yang paling benar

1. Islam adalah pesan yang dibawa seluruh Nabi

Dari manusia pertama seperti Nabi Adam AS, hingga Nabi terakhir yakni Nabi Muhammad
SAW, dijelaskan pesan yang dibawa kepada umat manusia tidak pernah berubah. Yakni
perintah untuk menyembah Tuhan, satu-satunya Tuhan yang benar, dan ikuti teladan para
nabi-Nya. Pesan Islam tetap sama, yakni menyembah Allah dan mengikuti utusan-Nya,
seperti halnya dari manusia pertama Nabi Adam AS.

2. Alquran satu-satunya Kitab Suci yang tidak pernah diubah manusia

Bahkan jaminan mengenai otensititas Alquran berasal dari Allah diabadikan dalam Alquran.
Alquran diturunkan dan dijaga langsung oleh Allah.

Alquran diturunkan selama hidup dan masa Nabi Muhammad SAW. Tidak hanya itu,
eksistensi Alquran terus hadir setelah kehidupan Nabi dengan cara diamalkan oleh umat
Muslim. Alquran juga dihafal oleh ratusan dan ribuan orang dan itu tersebar kata demi kata
ke seluruh Arab.

Menurut Lost Islamic History, mereka yang telah mendengar ayat-ayat Nabi akan pergi dan
menyebarkannya ke suku-suku yang jauh, yang juga akan menghafalnya. Dengan cara ini,
kata dia, Alquran mencapai status kesusastraan yang dikenal di kalangan orang Arab sebagai
mutawatir.

Mutawatir berarti itu sangat tersebar luas ke begitu banyak kelompok orang yang berbeda,
yang semuanya memiliki kata-kata yang persis sama. Setiap kata, huruf dan bahkan setiap
jeda Alquran telah diturunkan dan tetap sama sampai hari ini, lebih dari 1.400 tahun setelah
wahyu.

3. Islam mempromosikan penggunaan logika, nalar, dan pengetahuan

Umat manusia diberi logika dan kecerdasan karena suatu alasan. Allah tidak akan pernah
meminta seorang Muslim untuk mengesampingkannya dalam hal iman dan kepercayaan
kepada-Nya. Tanpa menggunakan kecerdasan kita, iman menjadi lemah. Tanpa iman,
kecerdasan juga akan menjadi cacat.

Untuk itu, menurutnya, Allah memahami manusia membutuhkan bukti untuk memiliki iman
yang lebih dalam. Bahkan Nabi Ibrahim pernah meminta Allah untuk memberinya tanda
agar imannya bisa teguh.

4. Nabi disebutkan dalam wahyu sebelumnya

Nabi Muhammad disebutkan berkali-kali dalam Perjanjian Lama dan Baru. Di beberapa
tempat namanya diterjemahkan sebagai terpuji. Inilah nama yang diterjemahkan dari nama
Muhammad.

Menurut Zakir Naik, "kata terpuji' digunakan dalam terjemahan bahasa Inggris untuk kata
Yunani" Paracletos "yang berarti penasehat atau teman yang baik daripada penghibur.
"Paracletos" adalah bacaan yang salah untuk "Periclytos". Yesus (Nabi Isa) sebenarnya
menubuatkan Ahmed dengan nama. Bahkan kata Yunani "Paraclete" mengacu pada Nabi
(SAW) yang merupakan rahmat bagi semua makhluk.

5. Bukti kenabian Muhammad

Setiap Nabi datang dengan akhlak dan moral yang baik. Nabi Muhammad tidak terkecuali.
Dia dikenal sebagai orang yang dapat dipercaya dan jujur bahkan untuk musuh-musuhnya
(mereka yang menentang dakwah Islam).

Setiap nabi datang dengan keajaiban. Nabi Muhammad, atas izin Allah juga melakukan
banyak keajaiban. Selama kenabiannya, salah satu mukjizatnya adalah bahwa dia diizinkan
oleh Allah untuk membelah bulan.

Banyak orang di seluruh dunia juga menyaksikan terbelahnya bulan dan itu terekam di
banyak belahan dunia. Hal ini sudah dibuktikan pula secara ilmiah oleh ilmuwan serta
astronot modern dunia saat ini mengenai tanda-tanda jejak bahwa bulan pernah terbelah.

6. Kebenaran hanya bisa tunggal

menegaskan malaikat adalah Tuhan itu sendiri, yang lain menegaskan malaikat adalah setan,
dan yang lain menegaskan malaikat adalah ciptaan Tuhan, ketiganya tidak mungkin benar
pada saat yang sama karena mereka saling bertentangan. Ini adalah kebenaran logis yang
sederhana. Kebenaran hanya bisa tunggal dan segala kepalsuan lainnya.

Memang benar mengatakan kita bebas untuk mempercayai apa pun yang kita ingin
percayai, tetapi itu tidak membuatnya menjadi kebenaran. Kebenaran itu tunggal. Itu tidak
dan tidak dapat bertentangan dengan dirinya sendiri. Tuhan itu satu. Kebenarannya tunggal.
Semua nabi-Nya datang dengan pesan tunggal. Kebenaran dari mereka dan Tuhan kita.

3.Mencari kebenaran Islam yang dibuktikan oleh ilmu pengetahuan dan apa penjelasan ilmiahnya
( penjelasan haditsnya atau bacaan Al-Qur'an ya)

1. Islam mempromosikan penggunaan logika, nalar, dan pengetahuan

Umat manusia diberi logika dan kecerdasan karena suatu alasan. Allah tidak akan pernah
meminta seorang Muslim untuk mengesampingkannya dalam hal iman dan kepercayaan
kepada-Nya. Tanpa menggunakan kecerdasan kita, iman menjadi lemah. Tanpa iman,
kecerdasan juga akan menjadi cacat.

Untuk itu, menurutnya, Allah memahami manusia membutuhkan bukti untuk memiliki iman
yang lebih dalam. Bahkan Nabi Ibrahim pernah meminta Allah untuk memberinya tanda agar
imannya bisa teguh.

Bukti ilmiah

Beberapa bukti bahwa Islam adalah agama kebenaran sekarang makin banyak ditemukan saat
manusia membuat penemuan ilmiah. Beberapa bukti ilmiah tersebut antara lain tidak
berbaurnya air laut satu sama lain sebagaimana yang dikatakan dalam Alquran Surah ke-55 ayat
19-20.

Dalam dunia ilmiah, fenomena alam ini disebut fenomena Halocline dan baru ditemukan pada
akhir abad ke-19 paling awal (13 abad setelah wahyu dalam Al-Qur'an). Hingga saat itu diyakini
lautan hanya ada satu benda homogen yang mengalir bebas.

Karena gaya fisik yang disebut 'tegangan permukaan', perairan laut tetangga tidak bercampur.
Disebabkan oleh perbedaan kepadatan perairan mereka, tegangan permukaan mencegah
mereka berbaur satu sama lain, seperti dinding tipis di antara mereka.

Lalu adanya ekspansi alam semesta. Bahwa alam semesta terus berkembang sebab dia memiliki
permulaannya sebagaimana yang disebutkan di dalam Alquran. Pada permulaan abad ke-20,
satu-satunya pandangan dalam komunitas ilmiah adalah ukuran alam semesta tetap dan
keberadaannya tidak terbatas. Akan tetapi, penelitian modern telah mengungkapkan alam
semesta sebenarnya memiliki permulaan dan terus "mengembang".

Sebuah fakta yang dijelaskan dalam Alquran pada masa ketika teleskop dan kemajuan teknologi
yang serupa bahkan belum ditemukan.

Penjelasan hadist

ِ ‫َو َمن يَ ْبت َِغ َغي َْر اِإْل سْاَل ِم ِدينًا فَلَن يُ ْقبَ َل ِم ْنهُ َوهُ َو فِي اآْل ِخ َر ِة ِمنَ ْال‬
‫خَاس ِري‬
“Dan barangsiapa mencari agama selain agama Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia
termasuk orang-orang yang rugi.” [Ali ‘Imran: 85]

4. Mencari dasar hukum maulid nabi dan tahlilan

1. Maulid nabi

Hukum memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW adalah boleh dan tidak termasuk bid ’ah
dhalalah (mengada-ada yang buruk) tetapi bid ’ah hasanah (sesuatu yang baik). Karena tidak ada
dalil-dalil yang mengharamkan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, bahkan jika diteliti
malah terdapat dalil-dalil yang membolehkannya.

Penjelasan

Bid’ah Hasanah adalah sesuatu yang tidak dilakukan oleh Nabi maupun para sahabatnya namun
perbuatan itu memiliki nilai kebaikan dan tidak bertentangan dengan Al-Qur ’an dan Al-Hadits.
Sedangkan bid’ah dhalalh adalah perbuatan baru dalam agama yang bertentangan dengan Al-
Qur’an dan Al-Hadits.

Kebolehan memperingati Maulid Nabi memiliki argumentasi syar ’i yang kuat. Seperti Rasulullah
SAW merayakan kelahiran dan penerimaan wahyunya dengan cara berpuasa setiap hari
kelahirannya, yaitu setiap hari senin Nabi SAW berpuasa untuk mensyukuri kelahiran dan awal
penerimaan wahyunya.

ah al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa hari senin. Rasulullah
SAW menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku ”. (H.R. Muslim)

Kita juga dianjurkan untuk bergembira atas rahmat dan karunia Allah SWT kepada kita. Termasuk
kelahiran Nabi Muhammad SAW. Yang membawa rahmat kepada alam semesta. Allah SWT berfirman:

ْ ‫قُلْ بِفَضْ ِل هّللا ِ َوبِ َرحْ َمتِ ِه فَبِ َذلِكَ فَ ْليَ ْف َرح‬
َ‫ُوا هُ َو َخ ْي ٌر ِّم َّما يَجْ َمعُون‬

“Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia
Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS.Yunus:58).
Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari. Hadits itu menerangkan bahwa pada setiap hari
senin, Abu Lahab diringankan siksanya di Neraka dibandingkan dengan hari-hari lainnya. Hal itu
dikarenakan bahwa saat Rasulullah saw lahir, dia sangat gembira menyambut kelahirannya sampai-
sampai dia merasa perlu membebaskan (memerdekakan) budaknya yang bernama Tsuwaibatuh Al-
Aslamiyah. Jika Abu Lahab yang non-muslim dan al-Qur ’an jelas mencelanya, diringankan siksanya
lantaran ungkapan kegembiraan atas kelahiran Rasulullah SAW, maka bagaimana dengan orang yang
beragama Islam yang gembira dengan kelahiran Rasulullah saw.

Juga realita di dunia Islam dapat menjadi pertimbangan untuk jawaban kepada mereka yang melarang
maulid Nabi SAW. Ternyata fenomena tradisi maulid Nabi SAW itu tidak hanya ada di Indonesia, tapi
merata di hampir semua belahan dunia Islam. Kalangan awam diantara mereka barangkali tidah tahu
asal-usul kegiatan ini. Tetapi mereka yang sedikit mengerti hukum agama berargumen bahwa perkara ini
tidak termasuk bid`ah yang sesat karena tidak terkait dengan ibadah mahdhah / ritual peribadatan
dalam syariat. Buktinya, bentuk isi acaranya bisa bervariasi tanpa ada aturan yang baku. Semangatnya
justru pada momentum untuk menyatukan semangat dan gairah ke-islaman. Mereka yang melarang
peringatan maulid Nabi saw. sulit membedakan antara ibadah dengan syi ’ar Islam. Ibadah adalah
sesuatu yang baku (given/tauqifi) yang datang dari Allah SWT., tetapi syi ’ar adalah sesuatu yang ijtihadi,
kreasi umat Islam dan situasional serta mubah.

Perlu dipahami, sesuatu yang mubah tidak semuanya dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Imam al Suyuthi
mengatakan dalam menananggapi hukum perayaan maulid Nabi saw:

ُ‫صلَّى هللا‬ َ ‫ار َد ِة فِ ْي َم ْب َدِأ َأ ْم ِرالنَّبِ ّي‬ ِ َ‫آن َو ِر َوايَةُ اَأل ْخب‬
ِ ‫ار ال َو‬ ِ ْ‫اس َوقِ َرَأةُ َماتَيَ َّس َر ِمنَ القُر‬ ُ ‫الج َوابُ ِع ْن ِديْ َأ َّن َأصْ َل َع َم ِل ال َموْ لِ ِد الَّ ِذيْ هُ َو اِجْ تِ َما‬
ِ َّ‫ع الن‬ َ ‫َو‬
َ َ َّ
‫َع ال َح َسنَ ِة التِ ْي يُثابُ َعل ْيهَا‬ َ َ ُ
َ ِ‫ص ِرفوْ نَهُ ِم ْن َغي ِْر ِزيَا َد ٍة َعلى ذال‬ ْ ُ ُ ‫ْأ‬ ٌ َ ُ
َ ‫ت ث َّم يَ ُم ُّد لهُ ْم ِس َماط يَ كلوْ نَهُ َويَن‬ َ ّ َ
ِ ‫َعل ْي ِه َو َسل َم َما َوقَ َع فِ ْي َموْ لِ ِد ِه ِمنَ االَيا‬
ِ ‫ك ِمنَ البِد‬
‫ْف‬ َّ ِ ‫ح َوااِل ْستِ ْبش‬
ِ ‫َار بِ َموْ لِ ِد ِه الش ِري‬ َ ْ َّ َ
ِ َ‫صلى هللاُ َعل ْي ِه َو َسل َم َوِإظه‬َّ َّ ْ َ ْ
َ ‫صا ِحبُهَا لِ َما فِ ْي ِه ِمن تَ ْع ِظي ِْم قد ِر النبِ ْي‬
ِ ‫ارالف َر‬ َ .

“Menurut saya asal perayaan maulid Nabi SAW, yaitu manusia berkumpul, membaca al-Qur’an dan
kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahirannya sampai perjalanan hidupnya. Kemudian dihidangkan
makanan yang dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih.
Semua itu tergolong bid’ah hasanah(sesuatu yang baik). Orang yang melakukannya diberi pahala karena
mengagungkan derajat Nabi SAW, menampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi
Muhamad saw yang mulia”. (Al- Hawi Li al-Fatawa, juz I, h. 222)

Pendapat Ibnu Hajar al-Haithami: “Bid ’ah yang baik itu sunnah dilakukan, begitu juga memperingati hari
maulid Rasulullah saw”. Pendapat Abu Shamah (guru Imam Nawawi): ”Termasuk hal baru yang baik
dilakukan pada zaman ini adalah apa yang dilakukan tiap tahun bertepatan pada hari kelahiran
Rasulullah saw. dengan memberikan sedekah dan kebaikan, menunjukkan rasa gembira dan bahagia,
sesungguhnya itu semua berikut menyantuni fakir miskin adalah tanda kecintaan kepada Rasulullah saw.
dan penghormatan kepada beliau, begitu juga merupakan bentuk syukur kepada Allah atas diutusnya
Rasulullah saw. kepada seluruh alam semesta ”.

Untuk menjaga agar perayaan maulid Nabi SAW tidak melenceng dari aturan agama yang benar,
sebaiknya perlu diikuti etika-etika berikut:

Mengisi dengan bacaan-bacaan shalawat kepada Rasulullah SAW.

Berdzikir dan meningkatkan ibadah kepada Allah SWT.

Membaca sejarah Rasulullah saw. dan menceritakan kebaikan-kebaikan dan keutamaan-keutamaan


beliau.

Memberi sedekah kepada yang membutuhkan atau fakir miskin.

Meningkatkan silaturrahim.

Menunjukkan rasa gembira dan bahagia dengan merasakan senantiasa kehadiran Rasulullah saw. di
tengah-tengah kita.

Mengadakan pengajian atau majlis ta’lim yang berisi anjuran untuk kebaikan dan mensuritauladani
Rasulullah saw.

Menurut Imam al-Suyuthi, tercatat sebagai raja pertama yang memperingati hari kelahiran Rasulullah
saw. dengan perayaan yang meriah luar biasa adalah Raja Al-Mudhaffar Abu Sa`id Kukburi ibn Zainuddin
Ali bin Baktakin (l. 549 H. – w.630 H.),.

Tidak kurang dari 300.000 dinar beliau keluarkan dengan ikhlas untuk bersedekah pada hari peringatan
maulid. Intinya menghimpun semangat juang dengan membacakan syi ’ir dan karya sastra yang
menceritakan kisah kelahiran Rasulullah saw. Diantaranya yang paling terkenal adalah karya Syeikh Al-
Barzanji yang menampilkan riwayat kelahiran Nabi saw. dalam bentuk natsar (prosa) dan nazham (puisi).
Saking populernya, sehingga karya seni Barzanji ini hingga sekarang masih sering kita dengar dibacakan
dalam seremoni peringatan maulid Nabi saw.

Maka sejak itu ada tradisi memperingati hari kelahiran Nabi saw. di banyak negeri Islam. Inti acaranya
sebenarnya lebih kepada pembacaan sajak dan syi`ir peristiwa kelahiran Rasulullah saw. untuk
menghidupkan semangat juang dan persatuan umat Islam dalam menghadapi gempuran musuh. Lalu
bentuk acaranya semakin berkembang dan bervariasi.

Di Indonesia, terutama di pesantren, para kyai dulunya hanya membacakan syi ’ir dan sajak-sajak itu,
tanpa diisi dengan ceramah. Namun kemudian ada muncul ide untuk memanfaatkan momentum tradisi
maulid Nabi saw. yang sudah melekat di masyarakat ini sebagai media dakwah dan pengajaran Islam.
Akhirnya ceramah maulid menjadi salah satu inti acara yang harus ada, demikian juga atraksi murid
pesantren.

Bahkan sebagian organisasi Islam telah mencoba memanfaatkan momentum itu tidak sebatas seremoni
dan haflah belaka, tetapi juga untuk melakukan amal-amal kebajikan seperti bakti sosial, santunan
kepada anak yatim dan fakir miskin, pameran produk halal, pentas seni dan kegiatan lain yang lebih
menyentuh persoalan masyarakat.

2. Tahlilan

Tahlilan adalah ritual/upacara selamatan yang dilakukan sebagian umat Islam, kebanyakan di Indonesia
untuk memperingati dan mendoakan orang yang telah meninggal yang biasanya dilakukan pada hari
pertama kematian hingga hari ketujuh, dan selanjutnya dilakukan pada hari ke-40, ke-100, kesatu tahun
pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Ada pula yang melakukan tahlilan pada hari ke-1000.

Kata "Tahlil" sendiri secara harfiah berarti berizikir dengan mengucap kalimat tauhid "Laa ilaaha illallah"
(tiada yang patut disembah kecuali Allah).

Upacara tahlilan ditengarai merupakan praktik pada abad-abad transisi yang dilakukan oleh masyarakat
yang baru memeluk Islam, tetapi tidak dapat meninggalkan kebiasaan mereka yang

lama. Berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit bukan hanya terjadi pada masyarakat pra Islam di
Indonesia saja, tetapi di berbagai belahan dunia, termasuk di jazirah Arab. Oleh para da'i(yang dikenal
wali songo) pada waktu itu, ritual yang lama diubah menjadi ritual yang bernafaskan Islam. Di Indonesia,
tahlilan masih membudaya, sehingga istilah "Tahlilan" dikonotasikan memperingati dan mendo'akan
orang yang sudah meninggal. tahlilan dilakukan bukan sekadar kumpul-kumpul karena kebiasaan zaman
dulu. Generasi sekarang tidak lagi merasa perlu dan sempat untuk melakukan kegiatan sekadar kumpul-
kumpul seperti itu. jika pun tahlilan masih diselenggarakan sampai sekarang, itu karena setiap anak pasti
menginginkan orangtuanya yang meninggal masuk sorga. sebagaimana diketahui oleh semua kaum
muslim, bahwa anak saleh yang berdoa untuk orangtuanya adalah impian semua orang, oleh karena itu
setiap orangtua menginginkan anaknya menjadi orang yang saleh dan mendoakan mereka. dari sinilah,
keluarga mendoakan mayit, dan beberapa keluarga merasa lebih senang jika mendoakan orangtua
mereka yang meninggal dilakukan oleh lebih banyak orang(berjama'ah). maka diundanglah orang-orang
untuk itu, dan menyuguhkan(sedekah) sekadar suguhan kecil(buat yang kaya)bukanlah hal yang aneh,
apalagi tabu, apalagi haram. suguhan(sedekah) itu hanya berhak untuk orang miskin,yatim piatu,orang
cacat,orang yang kesulitan .berkaitan dengan menghargai tamu yang mereka undang sendiri dan orang
yang berhak mendapat sedekah yaitu :fakir miskin,orang cacat,anak yatim,orang lanjut usia. maka, jika
ada anak yang tidak ingin atau tidak senang mendoakan orangtuanya, maka dia (atau keluarganya) tidak
akan melakukannya, dan itu tidak berakibat hukum syareat. tidak makruh tapi haram. anak seperti ini
pasti juga orang yang yang tidak ingin didoakan jika dia telah mati kelak.

Kegiatan ini bukan kegiatan yang diwajibkan. orang boleh melakukannya atau tidak. tahlilan bukanlah
kewajiban tapi bid'ah, dan adalah dusta dan mengada-ada jika tahlilan ini dihitung sebagai rukun.
tahlilan adalah pilihan bebas bagi setiap orang dan keluarga berkaitan dengan keinginan mendoakan
orangtua mereka ataukah tidak. tahlilan juga bukanlah kegiatan yang harus dilakukan secara berkumpul-
kumpul di rumah duka dan oleh karenanya dituduhkan membebani tuan rumah. tahlilan itu mendoakan
mayit dan itu bisa dilakukan sendiri-sendiri atau berjamaah, di satu tempat yang sama atau di mana-
mana. menuduhkan tahlil sebagai bid'ah adalah benar dan melawan keyakinan kaum muslim bahwa
anak saleh yang berdoa untuk orangtuanya adalah cita-cita setiap orang

5. Wali Songo (bahasa Jawa: ꦮꦭꦶꦱꦔ; Wali Sɔngɔ) adalah tokoh Islam yang dihormati di
Indonesia, khususnya di pulau Jawa, karena peran historis mereka dalam penyebaran agama Islam di
Indonesia. Wali Songo berasal dari kata Wali adalah "orang yang dipercaya" atau "orang yang
ditugaskan" sedangkan kata Sanga dalam (bahasa Jawa: Sɔngɔ) berarti nomor sembilan. Dengan
demikian, istilah ini sering diterjemahkan sebagai "Sembilan Wali".

Meskipun disebut sebagai Wali Songo (Sembilan Wali) tetapi ada bukti bahwa anggota dari kesembilan
wali hidup pada waktu yang berbeda tidak dalam waktu yang sama. Juga, ada sumber yang
menggunakan istilah "Wali Songo" untuk merujuk pada sosok selain dari kesembilan individu dari "Wali
Songo" yang paling terkenal.

Setiap anggota Wali Songo saling dikaitkan dengan gelar Sunan dalam bahasa Jawa, konteks ini berarti
"terhormat".[1]

Sebagian besar wali juga dijuluki Raden selama hidup mereka, karena mereka berketurunan ningrat.
(Lihat bagian "Gaya dan Gelar" Kesultanan Yogyakarta untuk penjelasan tentang istilah bangsawan
Jawa.)
Makam (pundhen) para wali dihormati oleh masyarakat Jawa sebagai lokasi ziarah di Jawa sebagai
bentuk rasa syukur dan terima kasih atas manfaat dan syafaat yang mereka amalkan pada masa
hidupnya.[2] Dalam tradisi Jawa makam memiliki istilah pundhen.

Dari nama para Wali Songo tersebut, pada umumnya terdapat 9 nama yang dikenal sebagai anggota
Wali Songo yang paling terkenal, yaitu:

• Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim

• Sunan Ampel atau Raden Rahmat

• Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim • Sunan Drajat atau Raden Qasim
Syarifuddin

• Sunan Kudus atau Raden Ja'far Shadiq

• Sunan Giri atau Raden Paku atau Muhammad 'Ainul Yaqin atau Prabu Satmata • Sunan
Kalijaga atau Raden Syahid

• Sunan Muria atau Raden Umar Said

• Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah

Asal usul walisanga

Teori keturunan HadramautSunting


Walaupun masih ada pendapat yang menyebut Wali Songo adalah keturunan Samarkand (Asia Tengah),
Champa atau tempat lainnya, namun tampaknya tempat-tampat tersebut lebih merupakan jalur
penyebaran para mubaligh daripada merupakan asal-muasal mereka yang sebagian besar adalah kaum
Sayyid atau Syarif. Beberapa argumentasi yang diberikan oleh Muhammad Al Baqir, dalam bukunya
Thariqah Menuju Kebahagiaan, mendukung bahwa Wali Songo adalah keturunan Hadramaut (Yaman):

• L.W.C van den Berg, Islamolog dan ahli hukum Belanda yang mengadakan riset pada 1884–1886,
dalam bukunya Le Hadhramout et les colonies arabes dans l'archipel Indien (1886) mengatakan:

”Adapun hasil nyata dalam penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari orang-orang Sayyid Syarif.
Dengan perantaraan mereka agama Islam tersiar di antara raja-raja Hindu di Jawa dan lainnya. Selain
dari mereka ini, walaupun ada juga suku-suku lain Hadramaut (yang bukan golongan Sayyid Syarif),
tetapi mereka ini tidak meninggalkan pengaruh sebesar itu. Hal ini disebabkan mereka (kaum Sayyid
Syarif) adalah keturunan dari tokoh pembawa Islam (Nabi Muhammad SAW).”

• van den Berg juga menulis dalam buku yang sama (hal 192-204):

”Pada abad ke-15, di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya, yaitu sesudah
masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orang-orang Arab bercampul-gaul dengan penduduk, dan
sebagian mereka mempunyai jabatan-jabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan
kekeluargaan tingkat atasan. Rupanya pembesar-pembesar Hindu di kepulauan Hindia telah
terpengaruh oleh sifat-sifat keahlian Arab, oleh karena sebagian besar mereka berketurunan pendiri
Islam (Nabi Muhammad SAW). Orang-orang Arab Hadramawt (Hadramaut) membawa kepada orang-
orang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab, mengikuti jejak nenek
moyangnya."

Pernyataan van den Berg spesifik menyebut abad ke-15, yang merupakan abad spesifik kedatangan atau
kelahiran sebagian besar Wali Songo di pulau Jawa. Abad ke-15 ini jauh lebih awal dari abad ke-18 yang
merupakan saat kedatangan gelombang berikutnya, yaitu kaum Hadramaut yang bermarga Assegaf, Al
Habsyi, Al Hadad, Alaydrus, Alatas, Al Jufri, Syihab, Syahab dan banyak marga Hadramaut lainnya.
• Hingga saat ini umat Islam di Hadramaut sebagian besar bermadzhab Syafi’i, sama seperti
mayoritas di Srilangka, pesisir India Barat (Gujarat dan Malabar), Malaysia dan Indonesia. Bandingkan
dengan umat Islam di Uzbekistan dan seluruh Asia Tengah, Pakistan dan India pedalaman (non-pesisir)
yang sebagian besar bermadzhab Hanafi.

• Kesamaan dalam pengamalan madzhab Syafi'i bercorak tasawuf dan mengutamakan Ahlul Bait;
seperti mengadakan Maulid, membaca Diba & Barzanji, beragam Shalawat Nabi, doa Nur Nubuwwah
dan banyak amalan lainnya hanya terdapat di Hadramaut, Mesir, Gujarat, Malabar, Srilangka, Sulu &
Mindanao, Malaysia dan Indonesia. Kitab fiqh Syafi’i Fathul Muin yang populer di Indonesia dikarang
oleh Zainuddin Al Malabary dari Malabar, isinya memasukkan pendapat-pendapat baik kaum Fuqaha
maupun kaum Sufi. Hal tersebut mengindikasikan kesamaan sumber yaitu Hadramaut, karena
Hadramaut adalah sumber pertama dalam sejarah Islam yang menggabungkan fiqh Syafi'i dengan
pengamalan tasawuf dan pengutamaan Ahlul Bait.

• Pada abad ke-15, raja-raja Jawa yang berkerabat dengan Wali Songo seperti Raden Patah dan
Pati Unus sama-sama menggunakan gelar Alam Akbar. Gelar tersebut juga merupakan gelar yang sering
dikenakan oleh keluarga besar Jamaluddin Akbar di Gujarat pada abad ke-14, yaitu cucu keluarga besar
Azhamat Khan (atau Abdullah Khan) bin Abdul Malik bin Alwi, seorang anak dari Muhammad Shahib
Mirbath ulama besar Hadramaut abad ke-13. Keluarga besar ini terkenal sebagai mubaligh musafir yang
berdakwah jauh hingga pelosok Asia Tenggara, dan mempunyai putra-putra dan cucu-cucu yang banyak
menggunakan nama Akbar, seperti Zainal Akbar, Ibrahim Akbar, Ali Akbar, Nuralam Akbar dan banyak
lainnya.

Teori keturunan Cina (Hui)Sunting

Sejarawan Slamet Muljana mengundang kontroversi dalam buku Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa
(1968), dengan menyatakan bahwa Wali Songo adalah keturunan Tionghoa Muslim.[9] Pendapat
tersebut mengundang reaksi keras masyarakat yang berpendapat bahwa Wali Songo adalah keturunan
Arab-Indonesia. Pemerintah Orde Baru sempat melarang terbitnya buku tersebut.

Referensi-referensi yang menyatakan dugaan bahwa Wali Songo berasal dari atau keturunan Tionghoa
sampai saat ini masih merupakan hal yang kontroversial. Referensi yang dimaksud hanya dapat diuji
melalui sumber akademik yang berasal dari Slamet Muljana, yang merujuk kepada tulisan Mangaraja
Onggang Parlindungan, yang kemudian merujuk kepada seseorang yang bernama Resident Poortman.
Namun, Resident Poortman hingga sekarang belum bisa diketahui identitasnya serta kredibilitasnya
sebagai sejarawan, misalnya bila dibandingkan dengan Snouck Hurgronje dan L.W.C van den Berg.
Sejarawan Belanda masa kini yang banyak mengkaji sejarah Islam di Indonesia yaitu Martin van
Bruinessen, bahkan tak pernah sekalipun menyebut nama Poortman dalam buku-bukunya yang diakui
sangat detail dan banyak dijadikan referensi.

Salah satu ulasan atas tulisan H.J. de Graaf, Th.G.Th. Pigeaud, M.C. Ricklefs berjudul Chinese Muslims in
Java in the 15th and 16th Centuries adalah yang ditulis oleh Russell Jones. Di sana, ia meragukan pula
tentang keberadaan seorang Poortman. Bila orang itu ada dan bukan bernama lain, seharusnya dapat
dengan mudah dibuktikan mengingat ceritanya yang cukup lengkap dalam tulisan Parlindungan [10]

Anda mungkin juga menyukai