Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI (KIPI)

DOSEN PENGAMPU
Mareza Yolanda Umar, S.ST.,M.Kes

DISUSUN OLEH
Suci Ningtias (200105030)
Semester 4

PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan anugerah-Nya sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan saya sebagai
penyusun.
Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Mareza Yolanda Umar, S.ST.,M.Kes
selaku dosen pengampu mata kuliah “Asuhan Kebidanan Neonatus, bayi balita” yang berjudul
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. Serta ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan sumber referensi yang saya gunakan dalam menyelesaikan makalah ini.
Saya sebagai penyusun menyadari dan meminta maaf apabila di dalam makalah ini masih
banyak kekurangan, semoga kedapannya lebih baik dan lebih baik lagi. Serta saya berharap
dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan untuk semuanya.
Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Pringsewu, 4 Maret 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………. i


DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………………. 4
1.2 Tujuan …………………………………………………………………………….. 5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Imunisasi ………………………………………………………………………….. 6
2.2 Kejadian Iktan Pasca Imunisasi …………………………………………………... 7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ………………………………………………………………………. 10
3.2 Saran ……………………………………………………………………………... 10
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………… 11
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Imunisasi merupakan suatu upaya pencegahan penyakit infeksi yang paling cost effective
menurunkan angka kesakitan dan kematian yang dapat dicegah dengan imunisasi Penyakit yang
Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).
Imunisasi (PD3I) tersebut terdiri dari tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus serta
hepatitis B (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Imunisasi dasar tersebut wajib
didapatkan anak rentang usia 0-12 bulan. Lebih dari 1,4 juta anak di dunia setiap tahun
meninggal karena berbagai penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Kejadian tersebut
terjadi karena kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya imunisasi dan ketakutan akan
dampak yang muncul pasca imunisasi.
Tahun 2011 dilaporkan adanya 2 kasus polio di Provinsi Bali dengan jenis kelamin 1 laki-
laki dan 1 perempuan dari kabupaten Karangasem (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2014).
Kabupaten Denpasar tahun 2018 ditemukan 72 kasus tuberkulosis pada anak (19,7%) (Dinas
Kesehatan Provinsi Bali, 2018). Kasus tetanus di Provinsi Bali tahun 2017 tidak ada laporan
kasus yang terjadi (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2017). Kasus difteri pada tahun 2018 tidak
ada dilaporkan kasus yang terjadi, dengan CFR 0,00% (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2018).
Kejadian campak di Provinsi Bali terlaporkan 94 orang, kejadian terbanyak ada di kabupaten
Karangasem sebanyak 32 kasus, sedangkan di kabupaten Gianyar, Badung, Klungkung,
Jembrana dan Kota Denpasar, tidak ada kasus campak yang terlaporkan (Dinas Kesehatan
Provinsi Bali, 2018). Tahun 2018 tidak terdapat adanya kasus pertusis dan hepatitis B di Kota
Denpasar (Dinas Kesehatan Kota Denpasar, 2018).
Agar target pengurangan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) tercapai,
kegiatan imunisasi harus ditingkatkan dan dipertahankan baik kualitas maupun kuantitasnya
(Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2019). Cakupan imunisasi yang tinggi mengakibatkan
penggunaan vaksin meningkat dan sebagai dampaknya efek samping yang berhubungan dengan
imunisasi juga meningkat. Efek samping imunisasi disebut dengan istilah kejadian ikutan pasca
imunisasi (KIPI) atau adverse event following immunization (AEFI) (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2015).
SAEFVIC atau Surveillance of adverse events following immunisation (AEFI) di Victoria,
Australia tahun 2018 mengemukakan terdapat 1.730 laporan KIPI ke SAEFVIC selama tahun
2018 (Clothier et al., 2018). Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riset Kesehatan Dasar, 2013)
mengemukakan bahwa dari 91,3% anak di Indonesia yang pernah diimunisasi, terdapat 33,4 %
pernah mengalami KIPI. Keluhan yang marak terjadi adalah bengkak pada lokasi penyuntikan,
kemerahan, dan 6,8 % anak mengeluh demam tinggi. KIPI di Bali terjadi di tiga kabupaten/kota
yaitu Kabupaten Badung (47,9%), Kota Denpasar (41,2%) dan Kabupaten Bangli (32,5%).
Tahun 2012 diperoleh laporan sebanyak 190 kasus dari 19 provinsi (57,5%), yang terdiri dari
100 kasus KIPI serius dan 90 kasus KIPI nonserius. Kasus KIPI diperkirakan lebih besar dari
laporan yang ada (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).
Munculnya efek samping dari imunisasi dan merebaknya informasi yang salah, membuat
orang tua ragu dan takut untuk mengimunisasi anaknya. Reaksi KIPI memerlukan pengetahuan
yang memadai mengenai efek samping pasca imunisasi (Musfiroh & Pradina, 2014).
Pengetahuan adalah fakta, informasi atau kebenaran yang diperoleh seseorang melalui
pengalaman, pembelajarann atau pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan merupakan suatu
cara penunjang program-program kesehatan yang dapat menghasilkan perubahan dan
peningkatan pengetahuan dalam waktu yang pendek, Pendidikan kesehatan dapat berperan untuk
merubah perilaku individu, kelompok dan masyarakat sesuai dengan nilainilai kesehatan (Ribek,
Putu Susy N, & Mertha, 2017). Minimnya tingkat pengetahuan orang tua mengenai KIPI tersebut
yang menjadi permasalahan pada penelitian ini. Orang tua menjadi salah paham saat anak
mereka mengalami sakit pasca imunisasi, selain tidak mengetahui penanganan yang tepat orang
tua cenderung menyalahkan petugas kesehatan yang telah memberikan imunisasi tersebut, hal ini
tentu mempengaruhi tahap imunisasi selanjutnya. Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis
lakukan di Puskesmas IV Denpasar Selatan didapatkan laporan terjadinya KIPI pada tahun 2020
sebanyak 118 kasus KIPI non serius, diperkirakan masih banyak kasus KIPI yang terjadi namun
belum dilaporkan dan tercatat ke puskesmas. Penulis turut melakukan studi pendahuluan
terhadap 6 ibu yang berkunjung ke PMB Ibu Luh Surinati yang merupakan PMB di wilayah
kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan, 5 ibu mengatakan belum memahami KIPI dan cara
penanganannya.

Mengacu pada hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian guna
mengetahui bagaimanakah tingkat pengetahuan orang tua mengenai Kejadian Ikutan Pasca
Imunisasi (KIPI) di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan. Penelitian dilakukan di
wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan. Pemilihan tempat penelitian ini
mempertimbangkan belum pernah dilakukan penelitian tersebut, dan meminimalisir jarak yang
ditempuh mengingat sedang terjadinya pandemi COVID-19.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Mengetahui yang dimaksud dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi.
2. .Mengetahui Penyebab terjadinya Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
3. Mengetahui Penatalaksanaan Penanganan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi.
4. Memenuhi Tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Neotanus, Bayi dan Balita.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 IMUNISASI
1. Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap
suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit.
Dilihat dari cara timbulnya maka terdapat dua jenis kekebalan, yaitu kekebalan pasif dan
kekebalan aktif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat
oleh indivindu itu sendiri. Contohnya adalah kekebalan pada jenis yang diperoleh dari ibu, atau
kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan imunoglobulin, kekebalan pasif tidak
berlangsung lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh. Kekebalan aktif adalah kekebalan yang
dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi, atau terpajan secara
alamiah, kekebalan aktif biasanya berlangsung lebih lama.

2. Tujuan Imunisasi
Tujuan imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan
menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan
menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi Cacar Variola. Keadaan ini
biasanya terjadi pada jenis penyakit penularannya melalui manusia, misalnya penyakit difteri
(Ranuh, dkk., 2001, p.5).

3. Tata Cara Pemberian Imunisasi


Sebelum melakukan imunisasi, dianjurkan mengikuti tata cara
sebagai berikut :
a. Memberitahukan secara rinci tentang risiko vaksinasi dan risiko apabila tidak
diimunisasi.
b. Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila terjadi reaksi
ikutan yang tidak diharapkan.
c. Baca dengan teliti informasi tentang produk (vaksin) yang akan diberikan jangan lupa
mengenai persejutuan yang telah diberikan kepada orang tua.
d. Melakukan tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan
imunisasi
e. Tinjau kembali apakah ada kontra indikasi terhadap vaksin yang akan diberikan
f. Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan
g. Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan baik
h. Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan, periksa
tanggal kadaluwarsa dan cacat hal-hal istimewa, misalnya perubahan warna
menunjukkan adanya kerusakan.
i. Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal.
j. Berilah petunjuk (sebaiknya tertulis) kepada orang tua atau pengasuh apa yang harus
dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat.
k. Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis
l. Catatan imunisasi secara rinci harus disampaikan kepada Dinas Kesehatan bidang
Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)
m. Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk
mengejar ketinggalan, bila diperlukan
n. Dalam situasi yang dilaksanakan untuk kelompok besar, pengaturan secara rinci
bervariasi, namun rekomendasi tetap seperti di atas dan berpegang pada prinsip-prinsip
higienis, surat persejutuan yang valid, dan pemerikasaan /penilaian sebelum imunisasi
harus dikerjakan. (Ranuh, dkk., 2001, p.15-16)

4. Penyimpanan Vaksin
a. Semua vaksin disimpan pada suhu 20C sampai dengan 80C
b. Bagian bawah lemari es diletakkan cool pack sebagai penahan dingin dan kestabilan suhu
c. Peletakan dus vaksin mempunyai jarak antara minimal 1-2 cm atau satu jari tangan
d. Vaksin BCG, Campak, Polio diletakkan dekat dengan evaporator
e. Vaksin DPT, TT, DT, Hepatitis B, DPT diletakkan jauh dengan evaporatorVaksin dalam
lemari es harus diletakkan dalam kotak vaksin (Depkes RI, 2006, p.37).

2.2 Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)


1. Pengertian KIPI
Adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah
imunisasi (Ranuh, dkk., 2001, p.37).
2. Faktor Penyebab
Kelompok Kerja (Pokja) KIPI Depkes RI membagi penyebab KIPI menjadi 5 kelompok
faktor etiologi yaitu:
a. Kesalahan program/teknik pelaksanaan (Programmic errors)
Sebagian kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan
imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata
laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tingkatan
prosedur imunisasi, misalnya:
1) Dosis antigen (terlalu banyak)
2) Lokasi dan cara menyuntik
3) Sterilisasi semprit dan jarum suntik
4) Jarum bekas pakai
5) Tindakan aseptik dan antiseptic
6) Kontaminasi vaksin dan perlatan suntik
7) Penyimpanan vaksin
8) Pemakaian sisa vaksin
9) Jenis dan jumlah pelarut vaksin
10) Tidak memperhatikan petunjuk

b. Reaksi suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik
langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi
suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat
suntikan, sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing,
mual, sampai sinkope.

c. Induksi vaksin (reaksi vaksin)


Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi
terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis
biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti
reaksi anafilaksis sistemik dengan resiko kematian. Reaksi simpang ini sudah
teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh
produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian khusus, atauberbagai
tindakan dan perhatian spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi obat
atau vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh
pelaksana imunisasi.
d. Faktor kebetulan (Koinsiden)
Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadi secara
kebetulan saja setelah diimunisasi. Indikator faktor kebetulan ini ditandai dengan
ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok populasi
setempat dengan karakteristik serupa tetapi tidak mendapatkan imunisasi.
e. Penyebab tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan
kedalam salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan kedalam
kelompok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya dengan
kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI
(Ranuh, dkk., 2005, p.97-98).

3. Gejala Klinis KIPI


Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi menjadi
gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya. Pada umumnya
makin cepat KIPI terjadi makin cepat gejalanya.
a) Reaksi KIPI local
 Abses pada tempat suntikan
 Limfadenitis
 Reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis, BCG-itis.
b) Reaksi KIPI susunan syaraf pusat
 Kelumpuhan akut
 Ensefalopati
 Ensefalitis
 Meningitis
 Kejang
c) Reaksi KIPI lainnya
 Reaksi alergi: urtikaria, dermatitis, edema
 Reaksi anafilaksis
 Syok anafilaksis
 Demam tinggi >38,5°C
 Episode hipotensif-hiporesponsif
 Osteomielitis
 Menangis menjerit yang terus menerus
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Imunisasi merupakan pemberian antigen virus atau bakteri kedalam tubuh agar tubuh
dapat membuat suatu zat untuk mencegah penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud
vaksin adalah bahan yang di pakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang
dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Campak, dan
melalui mulut seperti vaksin Polio. Tujuan imunisasi untuk memberikan perlindungan
terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
3.2 Saran
1. Bagi Peneliti
Selanjutnya Diharapkan kepada penelitian selanjutnya untuk dapat melakukan
penelitian yang lebih mendalam tentang kecemasan ibu ketika menghadapi
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) dan dikembangkan dengan menggunakan
sampel yang lebih luas sehingga diperoleh hasil yang lebih baik tentang
kecemasan ibu pada saat menghadapi Kejadian Ikutan Pasca munisasi (KIPI).
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Agar dapat menambah informasi kepada klien tentang KIPI, sehingga klien
mendapat informasi yang jelas mengenai KIPI dan memberikan inform consent
pada klien terkait dengan reaksi KIPI.
3. Bagi Institut Pendidikan
Diharapkan dalam penelitian ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuannya dalam bidang kesehatan dan menjadi bahan referensi atau
sumber informasi untuk penelitian berikutnya
DAFTAR PUSTAKA

1. Ranuh dkk. Buku Imunisasi di Indonesia. Jakarta : Satgas Imunisasi IDAI, 2011.
2. Maksuk. Pengelolaan rantai Dingin Vaksin Tingkat Puskesmas di Kota Palembang.
Politeknik Kesehatan Kemenkes Palembang. 2011.
http://poltekkespalembang.ac.id/userfiles/files/pengelolaan_rantai_dingin_vaksin_tingkat
_puskesmas_di_kota_palembang_tahun_2011.pdf
3. KOMNAS PP KIPI. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasai (KIPI). Diakses tanggal 28 Juni
2005 http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task =viewarticle&sid=980
&Itemid=2.
4. Pardede, Siska. Hubungan Kepatuhan Melakukan Imunisasi Dasar dengan Angka
Kejadian PD3I Pada Anak SDN 01 Pondok Labu Jakarta Selatan.
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta. 2010.
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1keperawatan/0810712025/bab1.pdf
5. Kristini, Tri Dewi. Faktor-Faktor Resiko Kualitas Pengelolaan Vaksin Program
Imunisasi yang Buruk Di Unit Pelayanan Swasta. Universitas Diponegoro. 2008. diakses
tanggal 4 Februari 2010 http://eprints.undip.ac.id/6494/1/Tri_Dewi_Kristini.pdf..
6. Iswanto, Joni. Prosedur Penyuntikan Imunisasi. diakses tanggal 24 Januari 2014
http://www.slideshare.net/alunand350/prosedur-penyuntikan-imunisasi.
7. Ranuh, dkk. Buku Imunisasi Indonesia. Jakarta : Satgas Imunisasi IDAI, 2008.
8. Gunawan, dkk. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi Antigen Vi Polisakarida Kapsuler. Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta : Salemba Medika, 2000.
9. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan 2013 Provinsi Jawa Tengah.
Semarang : Dinas Kesehatan, 2013.
10. Dinas Kesehatan Kota Semarang. Profil Kesehatan. Semarang. DKK, 2012.

Anda mungkin juga menyukai