Anda di halaman 1dari 7

Asalamualikum, sebelumnya perkenalkan nama saya rismawati, disini saya akan menjelaskan materi

bab3 yaitu model redistribusi hasil pembangunan, disini ada 6 sub bahasan yang akan saya bahas.

Materi 1 saya ingin menjelaskan sedikit mengenai konsep pembangunan

Konsep pembangunan

Konsep pembangunan biasanya melekat dalam konteks kajian suatu perubahan, pembangunan di sini
diartikan sebagai bentuk perubahan yang sifatnya direncanakan. Setiap orang atau kelompok orang
tentu akan mengharapkan perubahan yang mempunyai bentuk lebih baik bahkan sempurna dari
keadaan yang sebelumnya. Untuk mewujudkan harapan ini tentu harus memerlukan suatu
perencanaan. Pembangunan secara berencana lebih dirasakan sebagai suatu usaha yang lebih rasional
dan teratur bagi pembangunan masyarakat yang belum atau baru berkembang (Kuncoro, 1997; Jhingan,
2016).

Pemerataan pembangunan telah digariskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat, yang
menyatakan bahwa fungsi sekaligus tujuan Negara Indonesia yakni memajukan kesejahteraan umum.
Salah satu proses pencapaian tersebut adalah melalui pembangunan. Menurut Tjokroamidjojo (1988)
dalam Husna dkk (2011), pembangunan adalah “upaya suatu masyarakat bangsa yang merupakan suatu
perubahan sosial yang besar dalam berbagai bidang kehidupan ke arah masyarakat yang lebih maju dan
baik, sesuai dengan pandangan masyarakat itu”. Jadi, pembangunan dimaksudkan agar ada perubahan
positif yang terjadi dalam semua bidang, baik dari segi ekonomi, sosial, budaya, infrastruktur, dan
bidang lainnya. Tujuan akhir dari pembangunan itu sendiri yakni tercapainya kesejahteraan bagi
masyarakat.

Strategi Redistribusi

Tujuan utama dari program redistribusi untuk pemerataan pembangunan indonesia adalah untuk
meminimalisir adanya kesenjangan di masyarakat sebagai bentuk jaminan sosial dari negara kepada
masyarakat. Redistribusi dilakukan sebagai salah satu bentuk jaminan sosial yang dilakukan negara
kepada masyarakat. Jaminan sosial bukanlah pengeluaran publik yang sia-sia, melainkan sebuah bentuk
investasi sosial yang menguntungkan dalam jangka panjang.

Ada tiga aliran pandangan dalam strategi ini yaitu:

(i) mereka yang memberi penekanan utama pada penciptaan kesempatan kerja produktif
bagi kelompok miskin:
(ii) mereka yang mengusulkan redistribusi pendapatan melalui distribusi sebagian dari hasil
pertumbuhan ekonomi; dan
(iii) mereka yang mengusulkan bahwa prioritas utama pembangunan adalah pada usaha
pemenuhan kebu tuhan dasar (basic needs: makanan, pakaian, tempat tinggal, pelayanan
kesehatan dan pendidikan dasar).

Suatu strategi redistribusi pembangunan yang komprehensif mencakup lima elemen kebijakan di
dalamnya yaitu:
(i) diawali dengan redistribusi aset;

(ii) menciptakan institusi lokal yang memungkinkan adanya partisipasi masyarakat pada level grass roots
development

Iii investasi secara besar-besaran dalam pengembangan sumberdaya manusia;

Iv pola pem bangunan yang bersifat employment intensive; dan

(v) mempertahankan tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita.

Program Redistribusi Pemerataan Pendapatan

Dalam rangka mewujudkan program redistribusi pemerataan pendapatan di Indonesia untuk dapat
memeratakan pembangunan, pemerintah telah melakukan beberapa strategi, antara lain dengan 
merealisasikan beberapa program pemerintah. Program-program pemerintah tersebut dapat
diaplikasikan pada program-program berikut ini:

a. Program Pemberian Jaminan Akses Kebutuhan Dasar bagi Rakyat Bawah

Langkah awal dalam upaya pemerataan pendapatan di masyarakat adalah dengan memenuhi
kebutuhan rakyat terlebih dahulu. Kebutuhan tersebut adalah mencakup kebutuhan dasar (sandang,
pangan, papan), akses kesehatan, dan pendidikan.

Strategi pemenuhan kebutuhan dasar rakyat yang dilakukan pemerintah di antaranya Bantuan Langsung
Tunai (BLT) untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari rakyat, Bantuan Tunai Bersyarat (BTB) atau disebut
juga Program Keluarga Harapan (PKH), Jaminan sosial (social security), Bantuan Operasional
Sekolah (BOS), dan Beasiswa untuk memenuhi akses pendidikan bagi mereka yang kurang mampu, serta
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) untuk memenuhi kebutuhan akan kesehatan yang gratis.

b. Program Kredit Lunak dan Penjaminan Kredit Berbasis Komunitas

Pada tanggal 5 November 2007 telah diresmikan program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kebijakan ini
tentunya merupakan angin segar yang sudah lama ditunggu oleh masyarakat, khususnya usaha mikro
dan usaha kecil.

Dengan kebijakan KUR, UMKM akan terhindar dari kendala aturan-aturan perbankan yang menyulitkan
mereka untuk mendapatkan pinjaman modal dari lembaga keuangan formal (LKF) karena dalam
program KUR pemerintah telah menitipkan uang (yang berasal dari APBN) sebesar Rp1,4 triliun pada
lembaga penjaminan. Harapannya, bank-bank nasional yang dilibatkan dalam program tersebut akan
mampu memberikan pinjaman kepada UMKM.

Kebijakan ini diharapkan dapat membantu masyarakat golongan menengah ke bawah sehingga dapat
menjadi wirausaha yang mandiri serta membantu mengurangi presentase penduduk miskin di
Indonesia.

c. Pengembangan Usaha atau Industri Kecil


Ada beberapa alasan mengapa usaha kecil perlu dikembangkan, yaitu:

Pertama, usaha kecil menyerap banyak tenaga kerja. Berkembangnya usaha kecil menengah akan
menimbulkan dampak positif terhadap peningkatan jumlah tenaga kerja serta pengurangan jumlah
kemiskinan.

Kedua, pemerataan dalam distribusi pembangunan. Lokasi UKM banyak di pedesaan dan menggunakan
sumber daya alam lokal. Dengan berkembangnya UKM, Terjadi pemerataan dalam distribusi pendapatan
dan juga pemerataan pembangunan sehingga akan mengurangi diskriminasi spasial antara kota dan
desa.

Ketiga, pemerataan dalam distribusi pendapatan. UKM sangat kompetitif dengan pola pasar hampir
sempurna; tidak ada monopoli dan mudah dimasuki.

Pengembangan UKM yang melibatkan banyak tenaga kerja pada akhirnya akan mempertinggi daya beli.
Hal ini terjadi karena pengangguran berkurang dan adanya pemerataan pendapatan yang pada
gilirannya akan mengentaskan kemiskinan. Upaya pemerintah dalam melaksanakan pemberdayaan
UMKM melalui penerapan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM
Mandiri Perdesaan) merupakan salah satu mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang
digunakan PNPM Mandiri dalam upaya mempercepat pemerataan pendapatan, penanggulangan
kemiskinan, dan perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaan. Program ini dilakukan untuk lebih
mendorong upaya peningkatan kualitas hidup, kesejahteraan, dan kemandirian masyarakat di pedesaan.

d. Pemerintah Bekerja Sama dengan Swasta Lokal dan Asing untuk Menjalankan Program Corporate
Social Responsibility (CSR)

Dengan adanya program pemerintah yang bekerja sama dengan swasta lokal dan asing untuk
menjalankan program  Corporate Social Responsibility (CSR), diharapkan golongan masyarakat bawah,
buruh, dan usaha-usaha bisa mendapatkan kesempatan untuk ikut dalam kegiatan ekonomi yang
produktif secara keseluruhan, bukan hanya segelintir pengusaha yang mendapat perlakuan khusus
(corner of previledge).

Untuk keperluan tersebut, pemerintah hendaknya melaksanakan prinsip tanggung jawab sosial yang
menjadi tumpuan dan jaminan bahwa segenap lapisan masyarakat secara keseluruhan bisa menikmati
hasil-hasil pembangunan ekonomiyang tengah dilakukan.

Untuk itu, pemerintah harus mampu bekerja sama dengan swasta lokal dan asing untuk menjalankan
program Corporate Social Responsibility (CSR). Bahkan kalau perlu, mewajibkan persentase laba bersih
tertentu perusahaan untuk kegiatan CSR melalui pola bapak angkat dalam kegiatan ekonomi.

CSR selanjutnya dapat dijadikan sebagai salah satu indikator tanggung jawab sosial untuk membantu
mengembangkan dunia usaha kecil menenganhdan koperasi. Program ini menjadikan CSR sebagai
tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi,
seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
Peran Infrastruktur dalam Mendorong Pemerataan Pembangunan

Pemerataan pembangunan merupakan jawaban terhadap masalah ketimpangan, yang salah satu
strateginya dapat dilakukan dengan menjamin ketersediaan infrastruktur yang disesuaikan dengan
kebutuhan antarwilayah,  sehingga mendorong investasi baru, lapangan kerja baru, meningkatnya
pendapatan dan kesejahteraanmasyarakat sebagai dampak dari bergeraknya ekonomi lokal.

Kajian teori ekonomi pembangunan menjelaskan bahwa untuk menciptakan dan meningkatkan kegiatan
ekonomi diperlukan sarana infrastruktur yang memadai. Infrastruktur juga merupakan segala sesuatu
penunjang utama terselenggaranya suatu proses pembangunan suatu daerah.

Merujuk pada  publikasi World Development Report (World Bank, 1994), infrastruktur berperan penting
dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di mana pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dijumpai
pada wilayah dengan tingkat ketersediaan infrastruktur yang mencukupi.

Studi dari World Bank (1994) juga melaporkan elastisitas PDB (Produk Domestik Bruto) terhadap
infrastruktur di suatu negara adalah antara 0,07 sampai dengan 0,44. Hal ini berarti dengan kenaikan
satu persen saja ketersediaan infrastruktur akan menyebabkan pertumbuhan PDB sebesar 7% sampai
dengan 44%, variasi angka yang cukup signifikan.

Infrastruktur dipandang sebagai modal memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Pembangunan


infrastruktur mampu menciptakan lapangan kerja dan memiliki multiplier effect kepada
industrilokomotif pembangunan nasional dan daerah. Infrastruktur juga berpengaruh penting bagi
peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia, antara lain dalam peningkatan nilai konsumsi,
peningkatan produktivitas tenaga kerja dan akses kepada lapangan kerja, serta peningkatan
kemakmuran yang nyata.

Pembangunan infrastruktur yang dilakukan secara masif dan menyebar di berbagai wilayah  merupakan
bentuk dari ‘Regional Growth Strategy’, utamanya dalam mengatasi masalah pembangunan, yaitu
kemiskinan dan kesenjangan, sekaligus bentuk investasi dalam   meningkatkan produktivitas dan daya
saing.

Indikator Pengukuran Keberhasilan Pembangunan

Penggunaan indicator dan variable pembangunan bisa berbeda untuk setiap Negara.  Berikut ini, akan
disajikan ringkasan Deddy T. Tikson (2005) terhadap kelima indicator tersebut :

    Pendapatan perkapita

Pendapatan per kapita, baik dalam ukuran GNP maupun PDB merupakan salah satu indikaor makro-
ekonomi yang telah lama digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif
makroekonomi, indikator ini merupakan bagian kesejahteraan manusia yang dapat diukur, sehingga
dapat menggambarkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
Tampaknya pendapatan per kapita telah menjadi indikator makroekonomi yang tidak bisa diabaikan,
walaupun memiliki beberapa kelemahan. Sehingga pertumbuhan pendapatan nasional, selama ini, telah
dijadikan tujuan pembangunan di negara-negara dunia ketiga. Seolah-olah ada asumsi bahwa
kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat secara otomatis ditunjukkan oleh adanya peningkatan
pendapatan nasional (pertumbuhan ekonomi).

Struktur ekonomi

Telah menjadi asumsi bahwa peningkatan pendapatan per kapita akan mencerminkan transformasi
struktural dalam bidang ekonomi dan kelas-kelas sosial. Dengan adanya perkembangan ekonomi dan
peningkatan per kapita, konstribusi sektor manupaktur/industri dan jasa terhadap pendapatan nasional
akan meningkat terus. Perkembangan sektor industri dan perbaikan tingkat upah akan meningkatkan
permintaan atas barang-barang industri, yang akan diikuti oleh perkembangan investasi dan perluasan
tenaga kerja. Di lain pihak , kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional akan semakin
menurun.

 Urbanisasi

Urbanisasi dapat diartikan sebagai meningkatnya proporsi penduduk yang bermukim di wilayah
perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan. Urbanisasi dikatakan tidak terjadi apabila pertumbuhan
penduduk di wilayah urban sama dengan nol. Sesuai dengan pengalaman industrialisasi di negara-
negara eropa Barat dan Amerika Utara, proporsi penduduk di wilayah urban berbanding lurus dengn
proporsi industrialisasi. Ini berarti bahwa kecepatan urbanisasi akan semakin tinggi sesuai dengan
cepatnya proses industrialisasi. Di Negara-negara industri, sebagain besar penduduk tinggal di wilayah
perkotaan, sedangkan di Negara-negara yang sedang berkembang proporsi terbesar tinggal di wilayah
pedesaan. Berdasarkan fenomena ini, urbanisasi digunakan sebagai salah satu indicator pembangunan.

 Angka Tabungan

Perkembangan sector manufaktur/industri selama tahap industrialisasi memerlukan investasi dan


modal. Finansial capital merupakan factor utama dalam proses industrialisasi dalam sebuah masyarakat,
sebagaimana terjadi di Inggeris pada umumnya Eropa pada awal pertumbuhan kapitalisme yang disusul
oleh revolusi industri. Dalam masyarakat yang memiliki produktivitas tinggi, modal usaha ini dapat
dihimpun melalui tabungan, baik swasta maupun pemerintah.

 Indeks Kualitas Hidup

IKH atau Physical Qualty of life Index (PQLI) digunakan untuk mengukur kesejahteraan dan kemakmuran
masyarakat. Indeks ini dibuat indicator makroekonomi yang tidak dapat memberikan gambaran tentang
kesejahteraan masyarakat dalam mengukur keberhasilan ekonomi. Misalnya, pendapatan nasional
sebuah bangsa dapat tumbuh terus, tetapi tanpa diikuti oleh peningkatan kesejahteraan sosial.

 Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index)


The United Nations Development Program (UNDP) telah membuat indicator pembangunan yang lain,
sebagai tambahan untuk beberapa indicator yang telah ada. Ide dasar yang melandasi dibuatnya indeks
ini adalah pentingnya memperhatikan kualitas sumber daya manusia. Menurut UNDP, pembangunan
hendaknya ditujukan kepada pengembangan sumberdaya manusia. Dalam pemahaman ini,
pembangunan dapat diartikan sebagai sebuah proses yang bertujuan m ngembangkan pilihan-pilihan
yang dapat dilakukan oleh manusia. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa peningkatan kualitas
sumberdaya manusia akan diikuti oleh terbukanya berbagai pilihan dan peluang menentukan jalan
hidup manusia secara bebas.

Sebelumnya kita membahas inikator-indikator keberhasilan pembangunan, materi selanjutnya kita


membahas salah satu permasalah pembangunan, yaitu ketimpangan pembangunan.

Ketimpangan Pembangunan

Ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah merupakan fenomena umum yang terjadi dalam
proses pembangunan ekonomi suatu daerah. Terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah ini
selanjutnya membawa implikasi terhadap kesejahteraan masyarakat pada wilayah bersangukutan.
Biasanya implikasi yang ditimbulkan adalah dalam bentuk kecemburuan dan ketidakpuasan masyarakat
yang dapat pula berlajut dengan implikasi politik dan ketentraman masyarakat.

Ketimpangan wilayah adalah konsekuensi logis dari adanya proses pembangunan dan ia akan berubah
sejalan dengan tingkat perubahan proses pembangunan itu sendiri. Pola pembangunan dan tingkat
ketimpangan dalam pembangunan yang ditemui di beberapa negara tidaklah sama, hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor yang berbeda yang dijumpai di negara tersebut, seperti kepemilikan sumber daya,
fasilitas yang dimiliki, infrastruktur, sejarah wilayah tersebut, lokasi dan sebagainya.

Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap ketimpangan wilayah artinya jika
pertumbuhan ekonomi meningkat, maka ketimpangan wilayah berkurang demikian sebaliknya. Ini
menandakan pertumbuhan ekonomi merupakan syarat perlu untuk membangun daerah tetapi bukan
syarat cukup. Karena ada faktor lain yang sangat penting yaitu bagaimana dengan pembangunan
tersebut membuat masyarakat daerah menjadi jauh lebih sejahtera dengan meningkatnya pendapatan
masyarakat. Untuk itu, sangat penting dilakukan penyelenggaraan pembangunan secara terencana dan
terarah terhadap pengurangan ketimpangan wilayah.

Memahami secara menyeluruh persoalan ketimpangan perlu menjadi acuan dalam perumusan
perencanaan pembangunan, sehingga upaya pemerataan pembangunan di Indonesia dapat tercapai.
Daerah dengan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi daripada daerah lain akan menghadapi beban baru
yaitu daerah yang miskin di sekitarnya akan berpindah ke daerah tersebut. Hal ini terjadi karena adanya
tarikan peluang kesempatan kerja yang lebih banyak di daerah perkotaan tersebut. Permasalahan yang
muncul akibat hal tersebut adalah, terjadinya kepadatan penduduk dapat meningkatkan tingkat
pengangguran karena lapangan pekerjaan yang tersedia tidak mampu mempekerjakan seluruh
penduduk.
Menurut Neo-Klasik Ketimpangan Pembangunan Wilayah terjadi karena adanya perbedaan sumberdaya,
tenaga kerja, dan modal yang dimiliki oleh tiap daerah adalah berbeda-beda. Hipotesa Neo-Klasik
merupakan dasar teoritis terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah. Termasuk dalam hal ini
adalah hasil studi dari Jeffrey G. Williamson yang melakukan pengujian terhadap kebenaran Neo-Klasik
tersebut.

Menurut Neo-Klasik bahwa ketimpangan wilayah akan berkurang dengan sendirinya. Neo-Klasik
berpendapat bahwa dalam awal pembangunan yang dilaksanakan di negara yang sedang berkembang
justru ketimpangan meningkat, hal ini dikarenakan pada saat proses pembangunan baru dimulai di
negara sedang berkembang, kesempatan dan peluang pembangunan yang ada umumnya dimanfaatkan
oleh daerah-daerah yang kondisi pembangunan sudah lebih baik. Sedangkan daerah-daerah yang masih
sangat terbelakang tidak mampu memanfaatkan peluang karena keterbatasan sarana dan prasarana
serta rendahnya kualitas sumber daya manusia. Selain faktor ekonomi, faktor sosialbudaya juga turut
mempengaruhi ketimpangan pembangunan wilayah. Kebenaran Hipotesa Neo-Klasik ini kemudian diuji
oleh Jeffrey G. Williamson pada tahun 1966 melalui studi tentang ketimpangan pembangunan antar
wilayah pada negara maju dan sedang berkembang.

Anda mungkin juga menyukai