DAFTAR ISI.........................................................................................................................1
A. SEJARAH ARSITEKTUR NUSANTARA...................................................................2
a. Pengertian sejarah....................................................................................................2
b. Pengertian Arsitektur...............................................................................................4
c. Pengertian Nusantara...............................................................................................5
d. Pengertian Sejarah Arsitektur Nusantara..............................................................7
B. ARSITEKTUR NUSANTARA PADA PROVINSI SULAWESI SELATAN..........12
1. Suku Makassar....................................................................................................13
2. Suku Bugis............................................................................................................15
3. Suku Mandar.......................................................................................................16
4. Suku Toraja.........................................................................................................16
5. Suku Duri/Enrekang/Marowangin....................................................................17
6. Suku Luwu (Palopo Raya)..................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................27
A. SEJARAH ARSITEKTUR NUSANTARA
1. Pengertian sejarah
Sampai akhirnya menjadi istilah sejarah dalam bahasa Indonesia saat ini untuk
menggambarkan silsilah atau keturunan. Pengertian kata sejarah sebenarnya lebih
sesuai dengan kata historia dalam bahasa Yunani yang artinya keilmuan, ilmu, atau
orang pandai. Kemudian dalam bahasa Inggris menjadi kata History dari
kata istoria yang artinya belajar dengan cara bertanya. Dari kata istoria inilah istilah
sejarah kemudian berkembang menjadi sebuah kajian ilmu dan pembelajaran yang
sifatnya kronologis atau dikaji berdasarkan dengan tempo atau urutan waktu. Sejarah
merujuk bahasa Jerman.
1. H. Wals , Pengertian sejarah menurut W.H Walsh adalah catatan yang penting
dan berarti bagi manusia berupa pencatatan tindakan-tindakan dan pengalaman
manusia di masa lampau. Catatan tersebut berisi hal-hal penting sehingga
menjadi cerita yang berarti bagi manusia.
2. J.V. Bryce, bahwa sejarah adalah suatu catatan yang berisi pikiran,
perkataan, dan hal-hal lainnya yang telah diperbuat oleh manusia di masa lalu.
Dari pengertian etimologi itu kemudian kita dapat menarik kesimpulan bahwa
arsitektur tersebut setidaknya harus memenuhi dua kriteria, diantaranya harus unik atau
indah serta juga kuat. Berbicara mengenai kretiria, Vitruvius (31 SM – 14 M) yang
merupakan seorang old master arsitek di dalam buku Ten Books of Architecture
kemudian mengatakan hal sama, bahwa terdapat tiga kriteria yang kemudian harus
dipenuhi sebuah bangunan, diantaranya : Utilitas (fungsi), Firmitas(ketahanan) serta
juga Venustas (keindahan). Untuk dapat mengerti lebih dalam lagi mengenai
Pengertian Arsitektur ini maka kita dapat merujuk pada beberapa pendapat para ahli,
diantaranya sebagai berikut :
3. Pengertian Nusantara
Dampak perkembangan politik akhir, istilah ini akhir dipakai pula untuk
menggambarkan kesatuan geografi-antropologi kepulauan yang terletak di selang
benua Asia dan Australia, termasuk Semenanjung Malaya namun biasanya tidak
mencakup Filipina. Dalam pengertian terakhir ini, Nusantara merupakan padanan
untuk Kepulauan Melayu (Malay Archipelago), suatu istilah yang populer pada
kesudahan zaman ke-19 hingga awal zaman ke-20, terutama dalam literatur berbahasa
Inggris. Adapun pengertian nusantara menurut pendapat para ahli yaitu sebagai berikut:
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sejarah dan perjuangan yang
tidak boleh dilupakan. Mulai dari sejarah nusantara, hingga zaman reformasi seperti
sekarang ini. Semuanya telah melalui waktu yang cukup panjang. Sejarah yang telah
dialami oleh negara ini, tentunya menjadi saksi bisu perjuangan para pahlawan yang
telah membawa Indonesia menuju kebebasan dari penjajahan. Sebelum adanya
Republik Indonesia, Nusantara telah dijajah oleh beberapa negara. Berkat persatuan
dan kesatuan yang dijunjung tinggi, Indonesia menjadi negara merdeka yang
independen. Perkembangan arsitektur nusantara telah melewati masa yang panjang.
Setiap era melahirkan gaya arsitektur yang sangat spesifik dengan membawa ciri khas
dan keunikan sesuai tren dan pengaruh di zaman tersebut.
Sebelum terpengaruh dengan budaya luar, arsitektur nusantara di era ini sangat
menonjolkan kearifan lokal. Setiap daerah di Indonesia memiliki arsitektur khas
melalui penggabungan adat istiadat, tradisi, budaya dan seni sehingga menghasilkan
gaya arsitektur yang mewakili identitas dari daerah tersebut. Adapun, era arsitektur
nusantara vernakular ini dapat dilihat pada desain beberapa rumah adat, seperti Rumah
Gadang khas masyarakat Minangkabau, Rumah Joglo khas suku Jawa, Rumah Honai
khas Papua, hingga Rumah Tongkonan yang sangat identik dengan suku Tana
Toraja.Arsitektur vernacular adalah arsitektur yang tumbuh dan berkembang dari
arsitektur rakyat yang lahir dari masyarakat etnik dan berakar pada tradisi etnik, serta
dibangun oleh masyarakat berdasarkan pengalaman, menggunakan teknik dan material
lokal serta merupakan jawaban atas pengaruh lingkungan tempat bangunan tersebut
berada. Menurut Paul Oliver dalam Encyclopedia of Vernacular Architecture of the
World adalah terdiri dari rumah-rumah rakyat dan bangunan lain, yang terkait dengan
konteks lingkungan mereka dan sumber daya tersedia yang dimiliki atau dibangun,
menggunakan teknologi tradisional. Semua bentuk arsitektur vernakular dibangun
untuk memenuhi kebutuhan spesifik untuk mengakomodasi nilai-nilai, ekonomi dan
cara hidup budaya yang berkembang.
Masuknya ajaran Hindu dan Budha juga memberikan pengaruh kuat terhadap
perkembangan arsitektur nusantara. Di era tersebut, terdapat banyak sekali bangunan
candi dan pura yang memanfaatkan material batu alam serta dihiasi dengan relief yang
sangat khas. Saat ini, sisa peninggalan arsitektur nusantara era Hindu dan Budha bisa
kamu lihat pada sejumlah bangunan bersejarah seperti Candi Prambanan di
Yogyakarta, Candi Borobudur di Magelang, serta Pura Taman Ayun yang berlokasi di
Bali.
Setelah ajaran Hindu dan Budha, ajaran Islam mulai memasuki Indonesia. Pada
awalnya, ciri khas arsitektur nusantara era kerajaan Islam belum banyak mengalami
perkembangan sehingga terdapat banyak desain masjid kuno yang masih mengadopsi
arsitektur khas Hindu-Budha. Namun, banyaknya musafir dari Timur Tengah yang
menyebarkan ajaran Islam membawa pengaruh pada perkembangan arsitektur sehingga
mulai mengadopsi elemen dekorasi dan ornamen khas Timur Tengah.
Babak baru sejarah arsitektur nusantara kembali dimulai saat masuknya bangsa
Portugis dan Belanda ke Indonesia. Kependudukan Belanda yang mencapai lebih dari
350 tahun sangat memengaruhi arsitektur nusantara yang sangat menonjolkan gaya
arsitektur Eropa dengan sejumlah penyesuaian mengingat Indonesia beriklim tropis.
Sementara itu, bekas peninggalan arsitektur nusantara di era kolonial bisa kamu lihat
pada megahnya Gedung Sate dan Gedung Merdeka di Bandung, Istana Kepresidenan
Indonesia di Bogor, Lawang Sewu di Semarang, serta berbagai bangunan yang berada
di kawasan Kota Tua, Jakarta. Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia dalam
perkembangannya terbagi menjadi tiga periode yaitu Indische Empire style (Abad 18-
19); Arsitektur Transisi (1890-1915) dan Arsitektur Kolonial modern (1915-1940).
Peng-Indonesiaan gaya arsitektur dapat kita lihat pada bangunan tahun 50-
an yang umumnya menonjolkan bentuk atap yang ‘khas’ Indonesia dengan
bentuknya yang lebih sederhana dibanding gaya arsitektur Belanda. Contoh karya
sekitar tahun 1950-an ini antara lain kantor pusat Bank Pembangunan Industri di
Jakarta dan sekitar tahun 1960-an dibangun kantor Pusat Bank Indonesia di jalan
Thamrin Jakarta.
B. ARSITEKTUR NUSANTARA PADA PROVINSI SULAWESI SELATAN
Sekitar 30.000 tahun silam pulau ini telah dihuni oleh manusia. Penemuan tertua
ditemukan di gua-gua dekat bukit kapur dekat Maros, sekitar 30 km sebelah timur laut
dan Makassar sebagai ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan. Kemungkinan lapisan
budaya yang tua berupa alat batu Pebble dan flake telah dikumpulkan dari teras sungai
di lembah Walanae, di antara Soppeng dan Sengkang, termasuk tulang-tulang babi
raksasa dan gajah-gajah yang telah punah. Selama masa keemasan perdagangan
rempah-rempah, pada abad ke-15 sampai ke-19, Sulawesi Selatan berperan sebagai
pintu Gerbang ke kepulauan Maluku, tanah penghasil rempah. Kerajaan Gowa dan
Bone yang perkasa memainkan peranan penting didalam sejarah Kawasan Timur
Indonesia di masa Ialu.
Pada sekitar abad ke-14 di Sulawesi Selatan terdapat sejumlah kerajaan kecil, dua
kerajaan yang menonjol ketika itu adalah Kerajaan Gowa yang berada di sekitar
Makassar dan Kerajaan Bugis yang berada di Bone. Pada tahun 1530, Kerajaan Gowa
mulai mengembangkan diri, dan pada pertengahan abad ke-16 Gowa menjadi pusat
perdagangan terpenting di wilayah timur Indonesia. Pada tahun 1605, Raja Gowa
memeluk Agama Islam serta menjadikan Gowa sebagai Kerajaan Islam, dan antara
tahun 1608 dan 1611, Kerajaan Gowa menyerang dan menaklukkan Kerajaan Bone
sehingga Islam dapat tersebar ke seluruh wilayah Makassar dan Bugis. Perusahaan
dagang Belanda atau yang lebih dikenal dengan nama VOC (Vereenigde Oost-Indische
Compagnie) yang datang ke wilayah ini pada abad ke-15 melihat Kerajaan Gowa
sebagai hambatan terhadap keinginan VOC untuk menguasai perdagangan rempah-
rempah di daerah ini. VOC kemudian bersekutu dengan seorang pangeran Bugis
bernama Arung Palakka yang hidup dalam pengasingan setelah jatuhnya Bugis di
bawah kekuasaan Gowa.
5. Suku Makassar
Suku Makassar sendiri terdiri dari beberapa sub suku yang tersebar luas di
selatan pulau Sulawesi, tersebar dari Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Takalar,
Je’neponto, Bantaeng, Bulukumba, Selayar, Maros, dan Pangkep. Sub suku itu
seperti, suku Makassar Lakiung, Turatea (Suku Je’neponto dan Bantaeng), Suku
Konjo (Bulukumba dan Sebagian Maros), dan Suku Selayar. Sub suku ini
memiliki dialek bahasa yang berbeda-beda, tetapi masih dalam rumpun bahasa
Makassar. Di perkirakan jumlah populasi orang suku Makassar sekitar 1,8 juta
jiwa.
Masih banyak sisi-sisi keunikan dari suku Makassar yang belum sempat
diulas, seperti keunikan sisi kulinernya (pisang ijo, pisang efek, pallu butung,
pallu basa, pallu konro, kacipo, dumpi eja, dan lain-lain) dari segi pemadangan
alam pantai yang terkenal (Pantai Losari, tanjung Bayam, tanjung Bunga, Pasir
putih/pantai Bira di Bulukumba dan lain-lain). Selain itu, masih banyak
peninggalan budaya, teknologi dan bangunan kuno seperti benteng, istana, tarian,
kesenian daerah, perahu kora-kora, perahu pinisi dan lain-lain.
6. Suku Bugis
7. Suku Mandar
Suku Mandar masih berkerabat dengan suku Bugis dan Makassar, karena
terdapat kedekatan dalam segi asal-usul sejarah, budaya dan bahasa. Suku Mandar
ini termasuk salah satu suku yang suka hidup di laut, termasuk salah satu suku
bahari, tapi mereka berbeda dengan suku Bajo dan suku-suku laut. Pemukiman
mereka kebanyakan berhadapan langsung dengan laut lepas. Mereka menganggap
lautan sebagai rumah dan ladang untuk mencari sumber kehidupan.
8. Suku Toraja
Sumber: https://www.kompasiana.com/
9. Suku Duri/Enrekang/Marowangin
Sumber: https://agusmanhidayat44.files.wordpress.com/
Suku Bugis adalah suku yang banyak mendiami Pulau Sulawesi. Kebanyakan
tersebar di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah. Di luar
pulau ini juga tersebar di Jambi, Riau, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, DKI
Jakarta, Papua, dan Kepulauan Riau. Yang mana Suku Bugis ini juga dikenal
sebagai Bugis Melayu.
Kata "Bugis" berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan
"ugi" merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana,
Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi
menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki
dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi. La
Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu,
ayahanda dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan
melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar
di dunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio.
Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di Ware) adalah kisah yang
tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah
Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk, Kaili, Gorontalo dan
beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton. Komunitas ini berkembang dan
membentuk beberapa kerajaan. Masyarakat ini kemudian mengembangkan
kebudayaan, bahasa, aksara, dan pemerintahan mereka sendiri. Beberapa kerajaan
Bugis klasik antara lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa, Sawitto, Sidenreng
dan Rappang.
Meski tersebar dan membentuk suku Bugis, tapi proses pernikahan
menyebabkan adanya pertalian darah dengan Makassar dan Mandar. Saat ini orang
Bugis tersebar dalam beberapa Kabupaten yaitu Luwu, Bone, Wajo, Soppeng,
Sidrap, Pinrang, Sinjai, Barru. Daerah peralihan antara Bugis dengan Makassar
adalah Bulukumba, Sinjai, Maros, Pangkajene Kepulauan. Daerah peralihan Bugis
dengan Mandar adalah Kabupaten Polmas dan Pinrang. Kerajaan Luwu adalah
kerajaan yang dianggap tertua bersama kerajaan Cina (yang kelak menjadi
Pammana), Mario (kelak menjadi bagian Soppeng) dan Siang (daerah di
Pangkajene Kepulauan) Masa Kerajaan Kerajaan Bone Di daerah Bone terjadi
kekacauan selama tujuh generasi, yang kemudian muncul seorang To Manurung
yang dikenal Manurungnge ri Matajang. Tujuh raja-raja kecil melantik
Manurungnge ri Matajang sebagai raja mereka dengan nama Arumpone dan
mereka menjadi dewan legislatif yang dikenal dengan istilah ade pitue.
Kerajaan Makassar Di abad ke-12, 13, dan 14 berdiri kerajaan Gowa,
Soppeng, Bone, dan Wajo, yang diawali dengan krisis sosial, dimana orang saling
memangsa laksana ikan. Kerajaan Makassar kemudian terpecah menjadi Gowa dan
Tallo. Tapi dalam perkembangannya kerajaan kembar ini kembali menyatu menjadi
kerajaan Makassar. Kerajaan Soppeng Di saat terjadi kekacauan, di Soppeng
muncul dua orang To Manurung. Pertama, seorang wanita yang dikenal dengan
nama Manurungnge ri Goarie yang kemudian memerintah Soppeng ri Aja. dan
kedua, seorang laki-laki yang bernama La Temmamala Manurungnge ri Sekkanyili
yang memerintah di Soppeng ri Lau. Akhirnya dua kerajaan kembar ini menjadi
Kerajaaan Soppeng. Kerajaan Wajo Sementara kerajaan Wajo berasal dari komune-
komune dari berbagai arah yang berkumpul di sekitar danau Lampulungeng yang
dipimpin seorang yang memiliki kemampuan supranatural yang disebut puangnge
ri lampulung. Sepeninggal beliau, komune tersebut berpindah ke Boli yang
dipimpin oleh seseorang yang juga memiliki kemampuan supranatural. Datangnya
Lapaukke seorang pangeran dari kerajaan Cina (Pammana) beberapa lama
setelahnya, kemudian membangun kerajaan Cinnotabi. Selama lima generasi,
kerajaan ini bubar dan terbentuk Kerajaan Wajo.
Konflik antar Kerajaan Pada abad ke-15 ketika kerajaan Gowa dan Bone
mulai menguat, dan Soppeng serta Wajo mulai muncul, maka terjadi konflik
perbatasan dalam menguasai dominasi politik dan ekonomi antar kerajaan.
Kerajaan Bone memperluas wilayahnya sehingga bertemu dengan wilayah Gowa di
Bulukumba. Sementara, di utara, Bone bertemu Luwu di Sungai Walennae. Sedang
Wajo, perlahan juga melakukan perluasan wilayah. Sementara Soppeng
memperluas ke arah barat sampai di Barru. Perang antara Luwu dan Bone
dimenangkan oleh Bone dan Luwu kemudian mempersaudarakan kerajaan mereka.
Sungai Walennae adalah jalur ekonomi dari Danau Tempe dan Danau Sidenreng
menuju Teluk Bone. Untuk mempertahankan posisinya, Luwu membangun aliansi
dengan Wajo, dengan menyerang beberapa daerah Bone dan Sidenreng. Berikutnya
wilayah Luwu semakin tergeser ke utara dan dikuasai Wajo melalui penaklukan
ataupun penggabungan. Wajo kemudian bergesek dengan Bone. Invasi Gowa
kemudian merebut beberapa daerah Bone serta menaklukkan Wajo dan Soppeng.
Untuk menghadapi hegemoni Gowa, Kerajaan Bone, Wajo dan Soppeng membuat
aliansi yang disebut “tellumpoccoe”.
Penyebaran Islam Pada awal abad ke-17, datang penyiar agama Islam dari
Minangkabau atas perintah Sultan Iskandar Muda dari Aceh. Mereka adalah Abdul
Makmur (Datuk ri Bandang) yang mengislamkan Gowa dan Tallo, Suleiman
(Datuk Patimang) menyebarkan Islam di Luwu, dan Nurdin Ariyani (Datuk ri Tiro)
yang menyiarkan Islam di Bulukumba.[2] Kolonialisme Belanda Pertengahan abad
ke-17, terjadi persaingan yang tajam antara Gowa dengan VOC hingga terjadi
beberapa kali pertempuran. Sementara Arumpone ditahan di Gowa dan
mengakibatkan terjadinya perlawanan yang dipimpin La Tenri Tatta Daeng Serang
Arung Palakka. Arung Palakka didukung oleh Turatea, kerajaaan kecil Makassar
yang tidak sudi berada dibawah Gowa. Sementara Sultan Hasanuddin didukung
oleh menantunya La Tenri Lai Tosengngeng Arung Matowa Wajo, Maradia
Mandar, dan Datu Luwu. Perang yang dahsyat mengakibatkan benteng Somba Opu
luluh lantak. Kekalahan ini mengakibatkan ditandatanganinya Perjanjian Bongaya
yang merugikan kerajaan Gowa.
Pernikahan Lapatau dengan putri Datu Luwu, Datu Soppeng, dan Somba
Gowa adalah sebuah proses rekonsiliasi atas konflik di jazirah Sulawesi Selatan.
Setelah itu tidak adalagi perang yang besar sampai kemudian di tahun 1905-6
setelah perlawanan Sultan Husain Karaeng Lembang Parang dan La Pawawoi
Karaeng Segeri Arumpone dipadamkan, maka masyarakat Bugis-Makassar baru
bisa betul-betul ditaklukkan Belanda. Kosongnya kepemimpinan lokal
mengakibatkan Belanda menerbitkan Korte Veklaring, yaitu perjanjian pendek
tentang pengangkatan raja sebagai pemulihan kondisi kerajaan yang sempat lowong
setelah penaklukan. Kerajaan tidak lagi berdaulat, tapi hanya sekedar perpanjangan
tangan kekuasaaan pemerintah kolonial Hindia Belanda, sampai kemudian muncul
Jepang menggeser Belanda hingga berdirinya NKRI. Masa Kemerdekaan Para raja-
raja di Nusantara bersepakat membubarkan kerajaan mereka dan melebur dalam
wadah NKRI. Pada tahun 1950-1960an, Indonesia khususnya Sulawesi Selatan
disibukkan dengan pemberontakan.
Pemberontakan ini mengakibatkan banyak orang Bugis meninggalkan
kampung halamannya. Pada zaman Orde Baru, budaya periferi seperti budaya di
Sulawesi benar-benar dipinggirkan sehingga semakin terkikis. Sekarang generasi
muda Bugis-Makassar adalah generasi yang lebih banyak mengkonsumsi budaya
material sebagai akibat modernisasi, kehilangan jati diri akibat pendidikan pola
Orde Baru yang meminggirkan budaya mereka. Seiring dengan arus reformasi,
munculah wacana pemekaran. Daerah Mandar membentuk propinsi baru yaitu
Sulawesi Barat. Kabupaten Luwu terpecah tiga daerah tingkat dua. Sementara
banyak kecamatan dan desa/kelurahan juga dimekarkan. Namun sayangnya tanah
tidak bertambah luas, malah semakin sempit akibat bertambahnya populasi dan
transmigrasi.
Mata Pencaharian masyarakat Bugis tersebar di dataran rendah yang subur
dan pesisir, maka kebanyakan dari masyarakat Bugis hidup sebagai petani dan
nelayan. Mata pencaharian lain yang diminati orang Bugis adalah pedagang. Selain
itu masyarakat Bugis juga mengisi birokrasi pemerintahan dan menekuni bidang
pendidikan. Bugis Perantauan Kepiawaian suku Bugis-Makasar dalam mengarungi
samudra cukup dikenal luas, dan wilayah perantauan mereka pun hingga Malaysia,
Filipina, Brunei, Thailand, Australia, Madagaskar dan Afrika Selatan. Bahkan, di
pinggiran kota Cape Town, Afrika Selatan terdapat sebuah suburb yang bernama
Maccassar, sebagai tanda penduduk setempat mengingat tanah asal nenek moyang
mereka.
Penyebab Merantau Konflik antara kerajaan Bugis dan Makassar serta
konflik sesama kerajaan Bugis pada abad ke-16, 17, 18 dan 19, menyebabkan tidak
tenangnya daerah Sulawesi Selatan. Hal ini menyebabkan banyaknya orang Bugis
bermigrasi terutama di daerah pesisir. Selain itu budaya merantau juga didorong
oleh keinginan akan kemerdekaan. Kebahagiaan dalam tradisi Bugis hanya dapat
diraih melalui kemerdekaan. Bugis di Kalimantan Selatan Pada abad ke-17
datanglah
Dalam perkembangannya, komunitas ini berkembang dan membentuk
beberapa kerajaan. Masyarakat ini kemudian mengembangkan kebudayaan, bahasa,
aksara, dan pemerintahan mereka sendiri. Beberapa kerajaan Bugis klasik antara
lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa, Sawitto, Sidenreng dan Rappang. Meski
tersebar dan membentuk suku Bugis, tapi proses pernikahan menyebabkan adanya
pertalian darah dengan makassar mandarSaat ini orang Bugis tersebar dalam
beberapa Kabupaten yaitu Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap,Pinrang, Barru.
Daerah peralihan antara Bugis dengan Makassar adalah Bulukumba, Sinjai, Maros,
Pangkajene Kepulauan. Daerah peralihan Bugis dengan Mandar adalah Kabupaten
Polmas dan Pinrang. Kerajaan Luwu adalah kerajaan yang dianggap tertua bersama
kerajaan Cina (yang kelak menjadi Pammana), Mario (kelak menjadi bagian
Soppeng) dan Siang (daerah di Pangkajene Kepulauan).
1. Konsep Kosmogoni Orang Bugis
Pada postingan kemarin mengenai Budaya Bugis dalam La Galigo : Alur Teks
Dalam Epik La Galigo terdapat 3 tempat yang menjadi cerita utama pada epos la
galigo ini. Ketiga tempat mencakup: 1.Boting Langiq (Perkawinan Di langit yang
Dilakukan Oleh We Tenriabeng) 2.Ale Kawaq (Di bumi. Keadaan-keadaan yang
terjadi Dibumi) 3.Buri Liu (Peretiwi/Dunia Bawah Tanah/Laut) Ternyata tempat
tersebut bukan hanya sekedar menjadi dekor termpat berlangsungnya para tokoh
didalam epos la galigo.
Tetapi tempat-tempat tersebut juga mempunyai fungsi-fungsi indeksikal bagi
aktifitas kehidupan manusia bugis Dunia Makro-Mikrokosmos Orang Bugis Dari
bagan diatas terlihat bagaimana posisi ketiga dunia makro-mikrokosmos diatas tertata
dalam bentuk bersusun tiga. Itu berarti eksistensi keberadaan mikrokosmos berada
ditengah-tengah yang diatur dan di Kontrol oleh dunia atas dan dunia bawah. Agar
dunia atas dan dunia bawah dapat memberikan kemakmuran bagi dunia tengah, maka
manusia yang menghuni dunia tersebut harus tunduk dan patuh terhadap tatanan yang
ada dalam dunia makrokosmos. Dari sinilah berpangkal pandangan makro-
mikrokosmos orang bugis yang memandang dunia ini menjadi 3 lapiran. Konsep
tersebut berada dalam kesatuan kosmos yang stukturan dan fungsional.
Pada tata ruang dalam yang juga luas dengan pengelompokan ruang
berdasarkan perbedaan tinggi lantai ditandai dengan adanya tamping dan pembatas
dinding yang tegas, pola tersebut tidak terdapat pada konsep tata ruang dalam
rumah Bugis. Dalam sistim fisik konstruksi dan bahan bangunan yang digunakan
terdapat suatu keragaman kerumitan alami dalam suatu hubungan yang saling
berpengaruh serta membentuk keseimbangan dalam satu kesatuan sistem komposisi
fasadnya.
DAFTAR PUSTAKA
https://taufikhidayah21.wordpress.com/2015/05/13/sejarah-arsitektur-nusantara/
https://israilrahmatullah.wordpress.com/2013/06/19/sembilan-suku-di-sulawesi-
selatan/
https://www.google.co.id/amp/s/amp.kompas.com/skola/read/
2020/03/18/210000769/pengertian-sejarah
https://id.scribd.com/doc/213933795/Makalah-Sejarah-Indonesia
http://p2k.unkris.ac.id/id3/1-3065-2962/Nusantara_16693_p2k-unkris.html
https://www.qubisa.com/article/mengenal-sejarah-nusantara#showContent
https://www.qubisa.com/article/mengenal-sejarah-nusantara#showContent
https://tambahpinter.com/suku-di-sulawesi/
https://antariksagroup.com/sejarah-arsitektur-nusantara/
https://www.msn.com/id-id/berita/other/menilik-gaya-arsitektur-kolonial-di-
indonesia/ar-AAOB94u
https://id.wikipedia.org/wiki/Sulawesi_Selatan
https://archzal.blogspot.com/2011/02/arsitektur-rumah-adat-bugis-sulawesi.html