BAB I
KASUS
A. Anamnesis
(Autoanamnesis dengan pasien pada Tanggal 22 Mei 2014 pukul 08.30 WIB)
Keluhan Utama
Nyeri ulu hati
Keluhan Tambahan
Berat tengkuk
Riwayat Kebiasaan
- Pasien mengaku jarang sarapan pagi
- Pasien mengaku suka mengonsumsi makanan yang pedas
B. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 78 x/menit
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36,6oC
Keadaan spesifik
Kepala :
Kulit kepala : tidak ada kelainan
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-), sklera ikterik (-)
Hidung : tidak ada kelainan
Telinga : tidak ada kelainan
Tenggorokan : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Mulut dan mukosa : tidak ada kelainan
Leher : tidak ada kelainan
Thorax : Inspeksi : simetris, retraksi tidak ada
Palpasi : Ictus cordis tidak terlihat dan teraba, Stem
Fremitus kanan = kiri
3
C. Diagnosis Kerja
Gastritis Akut + Hipertensi Stage I
E. Terapi
1. Non-medikamentosa
- Edukasi untuk mengatur pola makan yang lebih baik, yaitu makan teratur
3x1 hari tepat waktu dengan komposisi yang 4 sehat 5 sempurna.
- Mengurangi intensitas konsumsi makanan yang pedas untuk menghindari
maag.
- Mengurangi makanan yang mengandung kadar kolesterol dan natrium
yang tinggi untuk mencegah hipertensi.
2. Medikamentosa
- Dexanta Syrup 3 x 1 sendok
- Omeprazole 1 x 20 mg tablet
- Amlodipine 2 x 5 mg tablet
4
- Bioneuron 1 x 1 tab
F. Komplikasi
Gastritis akut dapat berkembang menjadi gastritis kronik, ulkus peptikum atau
perforasi lambung apabila tingkat kekambuhan parah atau frekuensi kekambuhan
semakin sering terjadi. Sedangkan hipertensi apabila tidak dikontrol dapat
menyebabkan terjadinya komplikasi yang berat seperti CVD, Penyakit Jantung
Hipertensi (PJH), Penyakit Jantung Koroner (PJK), Penyakit Ginjal Kronis
(PGK), dll.
G. Prognosis
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Functionam : Bonam
Quo ad Sanationam : Bonam
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Gastritis
A. Definisi
Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh
ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan
yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab lain seperti alkohol, aspirin, refluks
empedu atau terapi radiasi (Smaltzer dan Bare, 2002). Sedangkan menurut Hirlan tahun
2005, gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung atau
gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi. Gastritis adalah
proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung, secara histopatologi dapat
dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut (Suyono, 2001).
Gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau peradangan mukosa lambung yang
bersifat akut, kronis, difus dan local. Ada dua jenis gastritis yang terjadi yaitu gastritis
akut dan kronik (Price & Wilson, 2005).
B. Klasifikasi Gastritis
Menurut Muttaqin (2011), gastritis diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
1) Gastritis akut
Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut
dengan kerusakan erosi pada bagian superficial.
2) Gastritis kronik
Gastritis kronik adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang
bersifat menahun. Gastritis kronik diklasifikasikan dengan tiga perbedaan yaitu gastritis
superficial, gastritis atrofik dan gastritis hipertrofik.
a) Gastritis superficial, dengan manifestasi kemerahan, edema, serta perdarahan dan erosi
mukosa.
b) Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi pada seluruh lapisan mukosa. Pada
perkembangannya dihubingkan dengan ulkus dan kanker lambung, serta anemia
6
pernisiosa. Hal ini merupakan karakteristik dari penurunan jumlah sel parietal dal sel
chief.
c) Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya nodul-nodul pada mukosa
lambung yang bersifat irregular, tipis dan hemoragik.
C. Etiologi
1) Gastritis akut
Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut, seperti merokok, jenis obat,
alkohol, bakteri, virus, jamur, stres akut, radiasi, alergi atau intoksitasi dari bahan
makanan dan minuman, garam empedu, iskemia dan trauma langsung (Muttaqin, 2011).
1. Obat-obatan, seperti Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid/OAINS (Indomestasin,
Ibuprofen, dan Asam Salisilat), Sulfonamide, Steroid, Kokain, agen kemoterapi
(Mitomisin, 5-fluoro-2-deoxyuridine), Salisilat, dan Digitalis bersifat mengiritasi mukosa
lambung (Gelfand, 1999).
2. Minuman beralkohol; seperti whisky, vodka, dan gin (Kang, 1985).
3. Infeksi bakteri; seperti H. pylori (paling sering), H. heilmanii, Streptococci,
Staphylococci, Protecus species, Clostridium species, E.coli, Tuberculosis, dan secondary
syphilis (Anderson, 2007)
4. Infeksi virus oleh Sitomegalovirus (Giannkis, 2008).
5. Infeksi jamur; seperti Candidiasis, Histoplasmosis, dan Phycomycosis
(Feldman,1999).
6. Garam empedu, terjadi pada kondisi refluks garam empedu (komponen penting alkali
untuk aktivasi enzim-enzim gastrointestinal) dari usus kecil ke mukosa lambung sehingga
menimbulkan respons peradangan mukosa (Mukherjee, 2009).
7. Iskemia, akibat penurunan aliran darah ke lambung, trauma langsung lambung,
berhubungan dengan keseimbangan antara agresi dan mekanisme pertahanan untuk
menjaga integritas mukosa, yang dapat menimbulkan respons peradangan pada mukosa
lambung (Wehbi, 2008).
7
Sedangkan penyebab gastritis akut menurut Price (2006) adalah stres fisik dan
makanan, minuman.
1. Stress fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal nafas,
gagal ginjal, kersusakan susunan saraf pusat, dan refluks usus-lambung.
2. Makanan dan minuman yang bersifat iritan. Makanan berbumbu dan minuman dengan
kandungan kafein dan alcohol merupakan agen-agen penyebab iritasi mukosa lambung.
2) Gastritis kronik
Penyebab pasti dari penyakit gastritsi kronik belum diketahui, tetapi ada dua
predisposisi penting yang bisa meningkatkan kejadian gastritis kronik, yaitu: infeksi dan
non infeksi menurut Wehbi (tahun 2008 dalam Muttaqin, 2011)
1. Gastritis infeksi
a) H. pylori. Beberapa peneliti menyebutkan bakteri ini merupakan penyebab utama dari
gastritis kronik (Anderson, 2007)
b) Helycobacter heilmannii, Mycobacteriosis, dan Syphilis (Wehbi, 2008)
c) Infeksi parasit dan virus
2. Gastritis non-infeksi
a) Kondisi imunologi (autoimun) didasarkan pada kenyataan, terdapat kira-kira 60%
serum pasien gastritis kronik mempunyai antibodi terhadap sel parietalnya (Genta, 1996).
b) Gastropati akibat kimia, dihubungkan dengan kondisi refluk garam empedu kronis dan
kontak dengan OAINS atau Aspirin (Mukherjee, 2009)
c) Gastropati uremik, terjadi pada gagal ginjal kronis yang menyebabkan ureum terlalu
banyak beredar pada mukosa lambung dan gastritis sekunder dari terapi obat-obatan
(Wehbi, 2008).
d) Gastritis granuloma non-infeksi kronis yang berhubungan dengan berbagai penyakit,
meliputi penyakit Crohn, Sarkoidosis, Wegener granulomatus, penggunaan kokain,
Isolated granulomatous gastritis, penyakit granulomatus kronik pada masa anak-anak,
Eosinophilic granuloma, Allergic granulomatosis dan vasculitis, Plasma cell
granulomas, Rheumatoid nodules, Tumor amyloidosis, dan granulomas yang
berhubungan dengan kanker lambung (Shapiro, 2006).
8
e) Gastritis limfositik, sering disebut dengan collagenous gastritis dan injuri radiasi pada
lambung (Sepulveda, 2004).
D. Patofisiologi
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak
dan swasirna; merupakan respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal.
Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan terkontaminasi), kafein, alkohol, dan
aspirin merupakan agen pencetus yang lazim. Infeksi H. pylori lebih sering dianggap
sebagai penyebab gastritis akut. Organisme tersebut melekat pada epitel lambung dan
menghancurkan lapisan mukosa pelindung, meninggalkan daerah epitel yang gundul.
Obat lain juga terlibat, misalnya anti inflamasi nonsteroid
(NSAID: misalnya indomestasin, ibuprofen, naproksen), sulfonamida, steroid, dan
digitalis. Asam empedu, enzim pankreas, dan etanol juga diketahui mengganggu sawar
mukosa lambung. Apabila alkohol diminum bersama dengan aspirin, efeknya akan lebih
merusak dibandingkan dengan efek masing-masing agen tersebut bila diminum secara
terpisah (Price & Wilson, 2002). Menurut Dermawan dan Rahayuningsih (2010)
patafisiologi gastritis yaitu mukosa barier lambung umumnya melindungi lambung dari
pencernaan terhadap lambung itu sendiri, yang disebut proses autodigesti acid,
prostaglandin yang memberikan perlindungan ini. Ketika mukosa barier ini rusak maka
timbul gastritis. Setelah barier ini rusak terjadilah perlukaan mukosa dan diperburuk oleh
histamin dan stimulasi saraf colinergic. Kemudian HCL dapat berdifusi balik kedalam
mucus dan menyebabkan luka pada pembuluh yang kecil, yang mengakibatkan
tercadinya bengkak, perdarahan, dan erosi pada lambung. Alkohol, aspirin dan refluk isi
duodenal diketahui sebagai penghambat difusi barier.
E. Manifestasi Klinik
Menurut Mansjoer (2001), manifestasi klinik gastritis terbagi menjadi yaitu
gastritis akut dan gastritis.
a. Manifestasi klinik gastritis akut
Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual, kembung, muntah, merupakan
salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa
9
F. Penatalaksanaan
a. Gastritis Akut
Menurut Suzzane & Bare (2002) penatalaksaanaan medis pada pasien gastritis akut
diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk menghindari alkohol dan makanan sampai
gejala berkurang. Bila pasien mampu makan melalui mulut, diet mengandung gizi
dianjurkan. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral. Bila perdarahan
terjadi, maka penatalaksanaan adalah serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk
hemoragi saluran gastrointestinal atas. Bila gastritis diakibatkan oleh mencerna makanan
yang sangat asam, pengobatan terdiri dari pengenceran dan penetralisasian agen
penyebab. Untuk menetralisir asam digunakan antacid umum dan bila korosi luas atau
berat dihindari karena bahaya perforasi. Sedangkan menurut Sjamsuhidajat (2004)
penatalaksanaanya jika terjadi perdarahan, tindakan pertama adalah tindakan konservatif
berupa pembilasan air es disertai pemberian antacid dan antagonis reseptor H2.
Pemberian obat yang berlanjut memerlukan tindakan bedah.
b. Gastritis kronik
Menurut Suzzane & Bare (2002) penatalaksanaan medis pada pasien gastritis
kronik diatasi dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan istirahat, mengurangi
stres. Sedangkan menurut Mansjoer (2001) penatalaksanaan yang dilakukan pertama kali
adalah jika tidak dapat dilakukan endoskopi caranya yitu dengan mengatasi dan
menghindari penyebab pada gastritis akut, kemudian diberikan pengobatan empiris
berupa antacid. Tetapi jika endoskopi dapat dilakukan berikan terapi eradikasi.
10
G. Komplikasi
Menurut Mansjoer (2001), komplikasi gastritis dibagi menjadi dua yaitu gastritis
akut dan gastritis kronik.
a. Gastristis akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas
berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir syok hemoragik.
b. Gastritis kronik komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas,
ulkus, perforasi dan anemia.
2. Hipertensi
A. Definisi
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi
peningkatan tekanan darah secara kronis. Penderita mempunyai sekurang-kurangnya
tiga kali bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat. Sejalan
dengan bertambahnya usia, setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan
sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan terus meningkat sampai
usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun.Tekanan
darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan anak-anak secara
normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah daripada dewasa.
B. Faktor Risiko
Obesitas, stres, sering minum alkohol, atau mengkonsumsi garam dalam
makanan, memicu terjadinya hipertensi. Sedangkan risiko penyakit kardiovaskular
pada penderita hipertensi antara lain penderita memiliki umur (laki-laki >55 tahun,
perempuan >65 tahun), riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular (laki-laki
<55 tahun, perempuan <65 tahun), mengalami obesitas, jarang melakukan aktivitas
fisik, sering merokok, mengalami dislipidemia dimana kolesterol >200 mg/dL,
trigliserida >150 mg/dL, HDL (laki-laki <55 mg/dL, perempuan <65 mg/dL), dan
LDL >150 mg/dL,6 mengalami mikroalbuminuria, dan menderita diabetes mellitus.
1. Usia
Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh karena
11
5. Obesitas
Obesitas merupakan keadaan kelebihan berat badan sebesar 20% atau lebih
dari berat badan ideal. Obesitas mempunyai korelasi positif dengan hipertensi.
Anak-anak remaja yang mengalami kegemukan cenderung mengalami hipertensi.
Ada dugaan bahwa meningkatnya berat badan normal ressure sebesar 10%
mengakibatkan kenaikan tekanan darah 7 mmHg.
Penyelidikan epidemiologi membuktikan bahwa obesitas merupakan cirri
khas pada populasi pasien hipertensi. Curah jantung dan volume darah pasien
obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang
mempunyai berat badan normal dengan tekanan darah yang setara. Akibat obesitas,
para penderita cenderung menderita penyakit kardiovaskular, hipertensi dan diabetes
mellitus.
6. Merokok
Tabiat merokok merupakan salah satu kebiasaan hidup yang dapat
mempengaruhi tekanan darah. Rokok yang dihisap dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan darah. Namun rokok akan mengakibatkan vasokonstriksi
pada pembuluh darah perifer dan pembuluh di ginjal sehingga terjadi peningkatan
tekanan darah. Dengan menghisap sebatang rokok akan mempunyai pengaruh
besar terhadap kenaikan tekanan darah, hal ini disebabkan oleh zat-zat yang
terkandung dalam asap rokok.
Hubungan antara rokok dengan peningkatan risiko terjadinya penyakit
kardiovaskular telah banyak dibuktikan. Selain dari lamanya merokok, risiko
akibat merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap per hari.
Seseorang yang merokok lebih dari satu pak (15 batang) rokok sehari menjadi 2
kali lebih rentan untuk menderita hipertensi dan penyakit kardiovaskular dari
pada mereka yang tidak merokok.
13
C. Klasifikasi Hipertensi
Tabel 1. JNC 7: Klasifikasi Hipertensi
Kategori TD Sistolik TD Diastolik (mmHg)
(mmHg)
Normal < 120 > 80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi 140-159 90-99
stadium
Hipertensi > 160 > 100
stadium
D. Patofisiologi
Patofisiologi atau mekanisme dari hipertensi merupakan suatu proses yang kompleks.
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu hipertensi essensial/primer
dan hipertensi sekunder. Hipertensi essensial/primer adalah jenis hipertensi yang
penyebabnya masih belum dapat diketahui. Sekitar 90% penderita hipertensi menderita jenis
hipertensi ini. Oleh karena itu, penelitian dan pengobatan terus diarahkan untuk mengatasi
hipertensi ini.
Di dalam tubuh terdapat sistem yang mencegah perubahan tekanan darah secara akut
yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk mempertahankan kestabilan
tekanan darah dalam jangka panjang. Berdasarkan kecepatan reaksinya, sistem kontrol
tersebut dibedakan dalam sistem yang bereaksi segera, yang bereaksi kurang cepat dan yang
bereaksi dalam jangka panjang.
Refleks kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol yang bereaksi
segera. Sebagai contoh adalah baroreseptor yang terletak pada sinus karotis dan arkus aorta
yang berfungsi mendeteksi perubahan tekanan darah. Contoh lain sistem kontrol saraf
terhadap tekanan darah yang bereaksi segera adalah refleks kemoreseptor, respon iskemia
susunan saraf pusat, dan refleks yang berasal dari atrium, arteri pulmonalis, dan otot polos.
Perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang
dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopressin termasuk sistem kontrol yang
bereaksi kurang cepat. Kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang dipertahankan oleh
sistem yang mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal.
Jadi terlihat bahwa sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian
dimulai oleh sistem yang bereaksi cepat diikuti oleh sistem yang bereaksi kurang cepat dan
dilanjutkan oleh sistem yang poten yang berlangsung dalam jangka panjang.
Pada tahap awal hipertensi primer curah jantung meninggi sedangkan tahanan perifer
normal. Keadaan ini disebabkan peningkatan aktivitas simpatik. Pada tahap selanjutnya curah
15
jantung kembali normal sedangkan tahanan perifer meningkat disebabkan oleh refleks
autoregulasi. Yang dimaksud refleks autoregulasi ialah mekanisme tubuh untuk
mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal. Oleh karena curah jantung yang
meningkat terjadi kontriksi sfingter prekapiler yang mengakibatkan penurunan curah jantung
dan peninggian tahanan perifer.
Peningkatan tahanan perifer pada hipertensi primer terjadi secara bertahap dalam
waktu lama sedangkan proses autoregulasi terjadi dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu,
diduga terdapat faktor lain selain faktor hemodinamik yang berperan pada hipertensi primer.
Secara pasti belum diketahui faktor hormonal atau perubahan anatomi yang terjadi pada
pembuluh darah yang berpengaruh pada proses tersebut. Kelainan hemodinamik tersebut
diikuti pula dengan kelainan struktural pembuluh darah dan jantung, pada pembuluh darah
terjadi hipertrofi dinding, sedangkan pada jantung terjadi penebalan dinding ventrikel.
Sistem renin, angiotensin, dan aldosteron berperan pada timbulnya hipertensi,
mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin
I oleh Angiotensin Converting Enzyme (ACE). ACE berperan secara fisiologis dalam
mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang dibentuk di hati.
Selanjutnya oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I.
Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II, yang
memegang peranan penting dalam menaikkan tekanan darah melalui dua jalur utama.
Pertama adalah dengan meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa
haus. ADH diproduksi oleh kelenjar hipofisis dan bekerja pada ginjal untuk mengatur
osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
dikeluarkan dari tubuh sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan
dari bagian interseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur
volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl dengan cara
mereabsorbsi dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali
16
dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah.
Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan
darah yang mempengaruhi rumus dasar ”Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan
Perifer”. Seperti yang telah dikemukakan di awal bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kenaikan tekanan darah bukan hanya berasal dari dalam, namun terdapat pula faktor-faktor
demografi yang mempengaruhi, antara lain: umur, jenis kelamin, ras, status perkawinan,
status pendidikan, riwayat penyakit keluarga, riwayat pekerjaan, kebiasaan, diet, dan
obesitas.
Pada pasien yang berumur kurang dari 50 tahun yang menderita hipertensi, secara
tipikal mengalami hipertensi kombinasi sistolik dan diastolik. Pada hipertensi ini kelainan
hemodinamik yang utama adalah vasokonstriksi pada arteriol. Tetapi, pada penderita
hipertensi lebih dari 50 tahun biasanya mengalami hipertensi sistolik saja, yaitu tekanan
sistolik >140 mmHg dan tekanan diastolik <90 mmHg. Kelainan hemodinamik yang berlaku
pada kondisi ini adalah penurunan disentibilitas arteri-arteri besar.
Prevalensi hipertensi di bawah umur 50 tahun pada perempuan dibanding
dengan laki-laki menunjukkan posibilitas terdapatnya kaitan dengan efek protektif estrogen.
Setelah menopause, prevalensi hipertensi meningkat dengan cepat pada perempuan. Dan r as
di Amerika Serikat didapati hipertensi pada orang kulit hitam Amerika pada umur
lebih muda dan menyebabkan kerusakan organ yang lebih bermakna.
Hubungan antara riwayat penyakit keluarga dengan kejadian hipertensi
didapati lebih tinggi pada individu yang mempunyai hubungan kekeluargaan dibanding
dengan individu tanpa hubungan kekeluargaan dan lebih tinggi di antara kembar monozigot
dibanding dengan heterozigot. Kurang lebih 70% dari kejadian hipertensi dalam suatu
keluarga dihubungkan dengan faktor genetik dibanding dengan faktor lingkungan7,8.
Sementara itu, kebiasaan juga berpengaruh dalam hipertensi. Yang dimaksud
dengan kebiasaan di sini adalah kebiasaan fisik, kebiasaan mengkonsumsi kafein, dan
juga kebiasaan merokok. Kebiasaan aktivitas fisik secara umum bisa dibagi kepada
kegiatan rumah tangga dan kegiatan olahraga. Inaktivasi fisik secara kuat dan positif
diasosiasi dengan hipertensi. Pada suatu penelitian American Journal of Public Health, April
17
2007, didapati bahwa orang dewasa muda yang berolahraga rata-rata 5 kali seminggu dan
membakar kira-kira 300 kalori per sesi olahraga mengalami penurunan risiko hipertensi
sebanyak 17%.
Dari penelitian yang dilakukan, didapati bahwa individu yang mengkonsumsi
kafein mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi. Hal ini karena kafein yang
terkandung dalam kopi maupun I. Dari studi menunjukkan bahwa kafein dapat
menurunkan denyut jantung, meningkatkan tekanan darah dan meningkatkan
katekolamin dan asam lemak bebas dalam plasma.
Kebiasaan yang selanjutnya yang juga berperan dalam kenaikan tekanan darah
adalah kebiasaan merokok. Konsumsi nikotin, suatu bahan kimia yang terdapat
didalam rokok dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dengan menurunkan oksigen ke
jantung, meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung, meningkatkan pembekuan darah
dan merusak sel-sel pada pembuluh darah.
Dalam hal status gizi, obesitas sering dianggap sebagai salah satu bentuk
khusus hipertensi, tetapi berdasarkan kebanyakan bukti mengindikasikan bahwa kelebihan
berat badan merupakan penyebab terbesar terjadinya hipertensi esensial pada manumur.
Obesitas menyebabkan perubahan hemodinamika dan sistem kardiovaskular pada tubuh
manumur. Penambahan berat badan yang cepat meningkatkan aliran darah regional, kadar
curah jantung, dan denyut jantung berdasarkan studi eksperimental pada hewan dan
manumur. Individu yang mengalami obesitas secara umum mengalami hipertensi karena
resistensi insulin dan hiperlipidemia hasil dari peningkatan massa lemak.
E. Manifestasi Klinik
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin
tidak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun.9 Gejala yang dimaksud adalah sakit
kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan yang res
saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan
darah yang normal.1 Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit hingga
terjadi kerusakan organ yang bermakna.
18
1. Sakit kepala
2. Kelelahan
3. Mual
4. Muntah
5. Sesak nafas
6. Gelisah
7. Pandangan menjadi kabur (yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,
jantung, dan ginjal)
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan
bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati
hipertensif, yang memerlukan penanganan segera. Krisis hipertensi merupakan suatu
keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi yang
kemungkinan dapat menimbulkan atau telah terjadinya kelainan organ target.
Biasanya ditandai oleh tekanan darah >180/120 mmHg.
Pada hipertensi emergensi tekanan darah meningkat ekstrim disertai dengan
kerusakan organ target akut yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus
diturunkan segera (dalam hitungan menit-jam) untuk mencegah kerusakan organ
target lebih lanjut. Contoh gangguan organ target akut: encephalopathy, pendarahan,
gagal ventrikel kiri akut disertai edema paru, dissecting aortic aneurysm, angina
pectoris tidak stabil, dan eklampsia atau hipertensi berat selama kehamilan.
F. Penegakan Diagnosis
19
G. Komplikasi
Hipertensi adalah risiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke,
transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina pectoris),
gagal ginjal, demensia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor
risiko kardiovaskular lain, maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat
gangguan kardiovaskularnya tersebut.10
20
H. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk menurunkan mortalitas dan
morbiditas kardiovaskular. Target tekanan darah yang ingin dicapai bila penderita
tidak memiliki kelainan penyerta adalah <140/90 mmHg, sedangkan pasien dengan
diabetes atau kelainan ginjal tekanan darah harus diturunkan di bawah 130/80
mmHg.10
Strategi pengobatan hipertensi dimulai dengan perubahan gaya hidup.
Perubahan gaya hidup tersebut dapat dilakukan sampai 12 bulan bagi penderita
hipertensi derajat 1 tanpa risiko dan kerusakan organ.
1. Diet. JNC VII menyarankan pola makan DASH yaitu diet rendah garam dan susu
rendah lemak, konsumsi semangka, alpukat, melon, pare, labu siam, labu,
mentimun, lidah buaya, seledri, dan bawang merah dan putih yang mengandung
kalium, dan konsumsi makanan yang mengandung omega 3.
2. Aerobik paling tidak 30 menit/hari, seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan
21
menggunakan sepeda.
3. Penderita hipertensi yang merokok harus dikonseling berhubungan dengan risiko
lain yang dapat diakibatkan oleh merokok.
Sedangkan bila penderita memiliki kelainan penyerta (seperti gagal jantung,
pasca infark miokard, penyakit jantung koroner, diabetes, stroke) maka terapi
farmakologi harus dimulai lebih dini mulai dari hipertensi derajat 1. Pengobatan
hipertensi biasanya dikombinasikan dengan beberapa obat, antara lain [10]:
1. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEIs)
2. Diuretik
3. Beta Blockers
4. Calcium Channel Blockers
BAB III
PENCEGAHAN/PEMBINAAN
Resolve : keluarga ini memiliki rasa kebersamaan yang cukup tinggi dan
kadang-kadang menghabiskan waktu bersama dengan anggota keluarga
lainnya.
Adapun skor APGAR keluarga ini adalah 7,6, dengan interpretasi cukup.
(data terlampir).
8. Fungsi Indoor
Gambaran lingkungan dalam rumah sudah memenuhi syarat-syarat kesehatan,
lantai dan dinding dalam keadaan bersih, ventilasi, sirkulasi udara dan
pencahayaan baik, sumber air bersih terjamin, jamban ada di dalam rumah,
pengeolaan sampah dan limbah sudah cukup baik.
9. Fungsi outdoor
Gambaran lingkungan luar rumah sudah cukup baik, jarak rumah dengan jalan
raya cukup jauh, tidak ada kebisingan disekitar rumah, jarak rumah dengan
sungai juga cukup jauh, dan tempat pembuangan umum jauh dari lokasi
rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Gray, dkk. 2002. Lecture Notes Kardiologi. Erlangga (Edisi IV). Jakarta,
Indonesia, hal. 17-26.
Guyton, A.C., dan J.E. Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran: Edisi 11.
EGC, Jakarta, Indonesia, hal. 107-110.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem Edisi 2. EGC, Jakarta,
Indonesia, hal. 401-420.
Sokolow, dkk. 1979. Clinical Cardiology (2nd Edition). Lange Medical Publisher.
California, USA, hal. 119-126.
Sudoyo, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Jilid III Edisi IV).
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta, Indonesia, hal. 1654-
1655.
Underwood, J.C.E. 2002. Patologi Umum dan Sistematik (Edisi II). EGC. Jakarta,
Indonesia, hal. 335-338.
Ward, dkk. 2009. At A Glance Fisiologi. Erlangga. Jakarta, Indonesia, hal. 33-37.
Lampiran 1
Ruang
Kamar Keluarga Kamar
kamar
Kamar
r
WC
Kamar
Ruang Tamu
27
Lampiran 2
APGAR SCORE
Adaptation 2 2 1 1 2
Partnership 1 1 2 2 1
Growth 2 2 1 2 1
Affection 1 2 2 2 2
Resolve 2 1 1 1 2
28
Total 8 8 7 8 7
2 : Sering/selalu
Lampiran 3
SCREEM SCORE