Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN

JIWA DENGAN DIAGNOSA HALUSINASI

OLEH:
NELSIAH , S.Kep
NIM: 21213012

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


STIKES GUNUNG SARI
MAKASSAR 2022
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Defenisi

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan perubahan sensori persepsi:merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghidupan. Pasien merasakan
stimulus yang sebenarnya tidak ada. (Keliat, 2014),
Halusinasi pendengaran (auditory) adalah mendengar suara atau
bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai
klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut. Klien juga akan
mendengar suara yang membicarakan, mengejek, mentertawakan, mengancam,
memerintahkan untuk melakukan sesuatu yang kadang-kadang merupakan
hal yang berbahaya (Trimeilia, 2011)
B. Manifestasi klinis
Menurut Asmadi (2010), tanda dan gejala perlu diketahui agar dapat
menetapkan masalah halusinasi, antara lain:
1. Berbicara, tertawa, dan tersenyum sendiri
2. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
3. Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah
kalimat untuk
4. Mendengarkan sesuatu
5. Disorientasi
6. Tidak mampu atau kurang konsentrasi
7. Cepat berubah pikiran
8. Alur pikiran kacau
9. Respon yang tidak sesuai
10. Menarik diri
11. Sering melamun
C. Klasifikasi
Menurut (Trimeilia, 2011), halusinasi dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Halusinasi pendengaran (auditory)
Mendengarkan suara yang membicarakan, mengejek, mentertawakan,
mengancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatu yang kadang-kadang
merupakan hal yang berbahaya. Perilaku yang muncul adalah
mengarahkan telinga pada sumber suara, bicara atau tertawa sendiri, marah-
marah tanpa sebab, menutup telinga, mulut komat-kamit, dan ada gerakan
tangan.
2. Halusinasi penglihatan (visual)
Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar, orang
atau panorama yang luas dan kompleks, bisa yang menyenangkan atau
menakutkan. Perilaku yang muncul adalah tatapan mata pada tempat
tertentu, menunjuk ke arah tertentu, ketakutan pada objek yang dilihat.
3. Halusinasi penciuman (olfactory)
Tercium bau busuk, amis dan bau yang menjijikan, seperti bau
darah, urine, atau feses atau bau harum seperti parfum. Perilaku yang muncul
adalah ekspresi wajah seperti mencium dengan gerakan cuping hidung,
mengarahkan hidung pada tempat tertentu, menutup hidung.
4. Halusinasi pengecapan (gustatory)
Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan, seperti
rasa darah, urine atau feses. Perilaku yang muncul adalah seperti
mengecap, mulut seperti gerakan mengunyah sesuatu
D. Faktor predisposisi dan Faktor prepitasi
Terdapat dua faktor yang menyebabkan gangguan persepsi sensori
halusinasi pendengaran yaitu faktor predisposisi dan presipitasi.Faktor
predisposisi menurut Yosep dan Sutini (2014), meliputi:
1. Faktor perkembangan
Perkembangan terganggu contohnya kurangnya mengontrol emosi dan
keharmonisan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, dan hilang percaya diri
2. Faktor sosiokultural
Stress lingkungan yang dapat menyebabkan respon maladaptif
contohnya bermusuhan, kehilangan harga diri, kerusakan dalam berhubungan
interpersonal, tekanan dalam pekerjaan dan kemiskinan.
3 Faktor biokimia
Stress yang berlebihan yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan
contohnya acetycolin dan dopamin dapat menyebabkan cemas berlebih.
4 Faktor psikologi
Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab akan mudah
terjerumus pada penyalahan gunaan zat adiktif contohnya klien memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam kenyataan meunju alam khayal.
5 Faktor genetik dan pola asuh
Faktor keluarga menunjukan hubugan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini, anak sehat yang disuruh orang tua penderita szikofrenia makan
anak itu memiliki risiko menderita szikofrenia.
Sedangkan faktor prespitasi menurut Trimeilia (2011) meliputi:
1. Faktor Biologis
Stressor bilogis yang berhubungan dengan respon neurobiolgik
yang maladaptif termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang
mengatur proses informasi dan adanya abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi rangsangan.
2. Faktor Pemicu gejala
Pemicu atau stimulus yang sering menimbulkan episode baru suatu penyakit
yang biasannya terdapat pada respons neurobiologis yang maladaptif
berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku individu
contohnya kesehatan seperti gizi buruk, kurang tidur, keletihan, infeksi, obat,
sistem syaraf pusat, gangguan persepsi informasim kurang olahraga,
alam,perasaan abnormal,cemas dan lingkungan seperti kesehatan seperti
lingkungan seperti lingkungan penuh kritik, gangguan dalam hubungan
interpersonal, masalah perumahan, stress, kemiskinan, tekanan terhadap
penampilan,perubahan dalam kehidupan dan pola aktivitas sehari-hari, kesepian
(kurang dukungan), serta tekanan pekerjaan.

E. Rentang respon

Rentang respon tersebut dapat digambarkan seperti dibawah ini (Muhith, 2015):

1. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-
norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam
batas normal, jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan
masalah tersebut. Respon adaptif meliputi:
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari
d. Pengalaman ahli.
e. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas
f. kewajaran.
g. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan
h. lingkungan.
2. Respon psikososial
Respon psikososial meliputi:
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
b. Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang
c. benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.
d. Emosi berlebihan atau berkurang.
e. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas
f. kewajaran.
g. Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain.
3. Respon maladaptive
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan.
Adapun respon maladaptif ini meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang Tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur.
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu
kecelakaan yang negatif mengancam.
F. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan
keparahannya. Fase halusinasi terbagi empat:

1. Fase Pertama
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang
menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini
menolong untuk sementara.Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan
mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
2. Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal
dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi.Pemikiran
internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat
berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan
klien merasa tak mampu mengontrolnya.Klien membuat jarak antara dirinya
dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari
orang lain.
3. Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi
terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan
dan rasa aman sementara.
4. Fase Keempat
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan
orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia
yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses
ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
Pengkajian dapat dilakukan dengan cara observasi dan wawancara pada klien
dan keluarga pasien Setiadi (2012). Pengkajian awal mencakup :
1. Keluhan atau masalah utama
2. Status kesehatan fisik, mental, dan emosional
3. Riwayat pribadi dan keluarga
4. Sistem dukungan dalam keluarga, kelompok sosial, atau komunitas
5. Kegiatan sehari-hari
6. Kebiasaan dan keyakinan kesehatan
7. Pemakaian obat yang diresepkan
8. Pola koping
9. Keyakinan dan nilai spiritual
Dalam proses pengakajian dapat dilakukan secara observasional dan
wawancara. Data pengakajian memerlukan data yang dapat dinilai secara
observasional. Menurut Videbeck dalam Yosep (2014) data pengkajian terhadap
klien halusinasi yaitu:
1. Data Subjektif
a. Mendengar suara menyuruh
b. Mendengar suara mengajak bercakap-cakap
c. Melihat bayangan, hantu, atau sesuatu yang menakutkan
d. Mencium bau darah, feses, masakan dan parfum yang menyenangkan
e. Merasakan sesuatu dipermukaan kulit, merasakan sangat panas atau
dingin
f. Merasakan makanan tertentu, rasa tertentu, atau mengunyah sesuatu
2. Data Objektif
a. Mengarahkan telinga pada sumber suara
b. Bicara atau tertawa sendiri
c. Marah-marah tanpa sebab
d. Tatapan mata pada tempat tertentu
e. Menunjuk-nujuk arah tertentu
B. Pohon Masalah
Efek : Resiko perilaku kekerasan

Masalah utama : Gangguan persepsi sensori : Halusinasi

Penyebab : isolasi sosial

C. Standar Pelaksanaan Tindakan


1. Halusinasi
SP I P
a. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
b. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
c. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
d. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
e. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
f. Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi
g. Mengajarkan pasien menghardik halusinasi
h. Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian
SP II p
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara
teratur
c. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP III p
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain
c. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP IV p
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan
c. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
2. Resiko perilaku kekerasan
SP 1 p
a. Mendiskusikan penyebab marah/kekerasan pasien
b. Mendiskusikan tanda dan gejala marah/kekerasan
c. Mendiskusikan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah
(verbal, terhadap orang lain, terihadap diri sendiri, dan lingkungan)
d. Mendiskusikan akibat perilakunya
e. Melatih mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik: tarik nafas
dalam, pukul kasur/bantal, kegiatan fisik
f. Memasukkan ke jadwal kegiatan harian
SP 2 p
a. Mendiskusikan jadwal kegiatan harian dalam mengontrol PK secara fisik
b. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara
teratur dalam mengontrol perilaku marah
c. Menganjurkan pasien memasukkan ke jadwal kegiatan harian
SP 3 p
a. Mendiskusikan jadwal kegiatan harian mencegah Pk dengan patuh minum
obat
b. Melatih cara social Untuk mengekspresikan marah: (bicara yang baik:
meminta, menolak dan mengungkapkan rasa marahnya kepada sumber)
c. Menganjurkan memasukkan ke jadwal kegiatan harian

SP 4 p
a. Mendiskusikan jadwal kegiatan harian mencegah PK dengan cara
spiritual
b. Melatih De-enskalasi: curhat, tulis
c. Menganjurkan memasukkan ke jadwal kegiatan harian
SP 5 p
a. Mendiskusikan jadwal kegiatan harian mencegah PK dengan De-
enskalasi
b. Melatih cara spiritual Untuk mencegah PK
c. Menganjurkan memasukkan ke jadwal kegiatan harian
3. Isolasi sosial
SP I p
a. Mengidentifikasi penyebab isolasi social pasien
b. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang
lain
b. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan
orang lain
c. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
d. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam kegiatan harian
SP II p
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Melakukan interaksi dalam kelompok disaat melakukan kegiatan rumah
(Latih pasien bercakap-cakap dengan keluarga di rumah)
b. Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian
SP III p
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Menganjurkan pasien melakukan interaksi dalam keiatan sosial (Latih
pasien bercakap-cakap dalam melakukan kegiatan kelompok di rumah)
c. Menganjurkan pasien memasukkan dalam
d. jadwal kegiatan harian
Daftar Pustaka
Asmadi. (2010). Konsep Dasar Keperawatan . Edisi I. Jakarta: EGC.
Keliat. (2014). Model Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
CV Andi Offset.
Setiadi. (2012). Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan; Teori dan
Praktik. Yogjakarta: Graha Ilmu.
Trimeilia. (2011). asuhan keperawatan klien Halusinasi. Jakarta: trans media.
Yosep dan Sutini, T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance Mental
Health Nursing. Bandung: Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai