Oleh:
Budi Achmad Mulia Siregar
NIM : 157041062
Pembimbing :
dr. Pranajaya Dharma Kadar, SpOT(K)
dr. Aga Shahri Putera Ketaren, SpOT(K)
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, akhirnya saya
dapat menyelesaikan penelitian magister saya yang berjudul
“Perbandingan Luaran Klinis Pasca Operasi Instrumentasi Posterior Pada
Cedera Tulang Belakang Regio Thorakal, Thorakolumbal dan Lumbal di
Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Tahun 2016 – 2018”.
Penelitian ini merupakan karya ilmiah saya dalam rangka
menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Kepada dr. Pranajaya Dharma
Kadar, SpOT(K) dan dr. Aga Shahri Putera Ketaren, SpOT(K) selaku
pembimbing penulisan karya ilmiah ini, saya ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya atas bimbingan, saran dan pengarahan yang telah
membuka wawasan saya dan memacu saya dalam menyelesaikan proposal
penelitian akhir ini. Berkat bantuan berupa bimbingan, dorongan, kerja
sama, dan pengorbanan dari berbagai pihak sehingga saya dapat
menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu perkenankanlah saya
mengucapkan terima kasih kepada:
Prof. dr. Hafas Hanafiah, SpB, SpOT(K) FICS sebagai Guru Besar
Ilmu Bedah Orthopaedi dan Traumatologi, saya haturkan terima kasih
yang setinggi-tingginya atas segala nasehat dan bimbingannya selama saya
dalam pendidikan.
Prof. dr. Nazar Moesbar, SpB, SpOT(K) sebagai Guru Besar Ilmu
Bedah Orthopaedi dan Traumatologi, saya haturkan terima kasih yang
setinggitingginya atas segala nasehat dan bimbingannya selama saya
dalam pendidikan.
dr. Nino Nasution, SpOT(K), Ketua Departemen Orthopaedi dan
Traumatologi, pendidik dan pengajar Ilmu Bedah Orthopaedi dan
Traumatologi, saya sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang setulus-
tulusnya atas didikan, nasehat dan bimbingan yang diberikan selama
pendidikan.
Terima kasih kepada istri saya tercinta dr. Ayu Indah Putri dan
kedua putra dan putri saya Nizam Mulia Sontang Siregar dan Alesha
Rafani Mulia Siregar, atas doa dan dukungannya selama saya
menyelesaikan proposal penelitian akhir ini.
Semoga segala yang saya sampaikan dalam karya ilmiah ini dapat
bermanfaat untuk kemajuan yang kita citacitakan.
NIM 157041062
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 2
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 3
LAMPIRAN
ii
iii
iv
Semua ligamen, otot, tulang dan facet join adalah struktur tubuh yang
sensitive terhadap rangsangan nyeri, karena struktur persarafan sensoris, kecuali
ligamentum flavum, diskus intervertebralis dan ligamentum interspinosum; karena
tidak dirawat oleh saraf sensoris. Dengan demikian semua proses yang mengenai
struktur tersebut di atas seperti tekanan dan tarikan dapat menimbulkan nyeri.
Nyeri punggung bawah sering berasal dari ligamentum longitudinalis anterior atau
posterior yang mengalami iritasi. Nyeri artikuler pada punggung bawah berasal
dari facies artikularis vertebra beserta kapsul persendiannya yang sangat peka
terhadap nyeri. Nyeri yang berasal dari otot dapat terjadi oleh karena: aktivitas
motor neuron, iskemia muscular dan peregangan miofasial pada waktu otot
berkontraksi kuat.tulang belakang mempunyai tiga lengkungan fisiologis yaitu
lordosis servikalis, kyphosis thorakalis dan lordosis lumbalis. Bila dilihat dari
samping dalam posisi tegak ketiga lengkungan fisiologis ini disebut posture atau
sikap.
9
10
2.2.2. Epidemiologi6
Studi dilakukan di negara barat menunjukkan tipe dan data yang di
bandingkan pada insidensi, lokasi dan mekanisme cedera. Fraktur thorakal,
thorakolumbar dan lumbal lebih sering di pria daripada wanita 3:1 dan usia paling
sering 20-40 tahun. Hampir 160.000 pasien pertahun mengalami cedera pada
kolum spinalis di amerika. Lokasi tersering adalah cervical dan lumbal (L3-L5),
namun antara 15% dan 20% dari fraktur traumatik terjadi di perbatasan
thorakolumbar (T11-L2), dimana 9-16% terjadi di vertebra thorakal ( T1-T10).
Hampir 50-60 persen dari fraktur thorakolumbar mempengaruhi transisi T11-L2,
25-40% vertebra thorakal, dan 10-14% vertebra lumbal, dan sakrum. Kerentanan
dari transisi thoracolumbar disebabkan terutama oleh alasan anatomis seperti:5
1. Transisi dari yang relatif kaku dari kifosis thorakal menjadi lebih mobile dari
lordosis lumbal yang terjadi pada level T11-12.
2. Bagian paling bawah dari Iga thorakal T11-12 menyediakan stabilitas yang
lebih sedikit di area thoracolumbar di bandingkan dengan bagian thoraks dan
lumbal, karena mereka tidak terhubung dengan sternum dan melayang bebas.
11
2.2.3. Etiologi
Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (50%),
kecelakaan olah raga (8%), terjatuh dari ketinggian (22%), kecelakaan kerja
(15%), dan tumor (5%).
Penyakit
Lain
5%Olahraga
8%
Kecelakaan
lalu lintas Jatuh dari ke
tinggian
50% 22%
Korban
kekerasan
15%
12
13
14
15
Cedera Medulla spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet
berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi. Terdapat 5
sindrom utama cedera medulla spinalis inkomplet menurut American Spinal Cord
Injury Associationyaitu : (1) Central Cord Syndrome, (2) Anterior CordSyndrome,
(3) Brown Sequard Syndrome, (4) Cauda EquinaSyndrome, dan (5) Conus
Medullaris Syndrome.
16
17
18
19
20
21
Type Subtype
A. Compression AO. Minor Injuries
A1. Wedge Compression
A2. Split/pincer
A3. Incomplete burst
A4. Complete burst
B. Tension Band B1. Monosegment bony tension band
B2. Posterior tension band with type A
B3. Hyperextension
C. Translation/displacement
22
Gambar 9: A1, kompresi wedge fraktur dari anterior vertebral body tanpa keterlibatan
posterior vertebra
23
24
Gambar 11 : Tipe A4, Burst fraktur komplit. (a) Pada potongan sagital terlihat fraktur
pada kedua endplate., dengan retropulsi ke dalam canalis spinalis (b) Pada potongan axial
tampak burst fraktur dengan fraktur di lamina.
26
Status Neurologis5
Status Neurologis dari cedera tulang belakang merupakan variable yang sangat
penting untuk menuntun kita dalam pengambilan keputusan penanganan. Dalam
klasifikasi AO Spine, status neurologis di rancang jadi 1 dari 6 kategori. 5
kategori awal mewakili suatu kontinum peningkatan keparahan, sebagai berikut :
N0 , pasien dengan neurologis intact (utuh)
N1 , pasien dengan deficit neurologis transient yang sudah tidak lagi
terlihat
N2 , pasien dengan gejala atay tanda dari radikulopati atau cedera akar
saraf
N3 , pasien dengan cedera saraf tulang belakang inkomplit atau cedera
cauda equina, membuatnya menadi kategori neurologis paling “Urgensi”.
N4 , pasien dengan cedera saraf tulang belakang komplit , pada klasifikasi
ASIA di kategorikan masuk ke tipe A.
Kategori ke 6 yaitu NX, di gunakan untuk pasien yang memiliki status tidak
meyakinkan karena ketidakmampuan mereka untuk menggambarkan status
27
Type Status
N0 Intak
N1 Defisit Transien
N2 Radikulopati
N3 Incomplete cord / cauda equina
N4 Complete cord
NX Tidak dapat diperiksa
Tabel 3; Status Neurologis
Multiple Fractures
Sitem Klasifikasi ini membutuhkan bahwa cedera multi level bisa di
klasifikasikan secara sendiri-sendiri dan kemudian di urutkan berdasarkan tingkat
keparahan dari yang paling tinggi ke rendah. Sebagai tambahan, jika cedera dari
sub tipe yang sama, fraktur harus di urutkan dari paling kranial ke kaudal.1,2
28
29
Posterior column
Fracture
Type B 3.1.1
Sign of rotation
30
Gejala Klinis
Gejala klinis pasien yang mengalami cedera thorakal, thorakolumbal & lumbal
biasanya jelas. Gejala kardinal nya adalah:
1. Nyeri
2. Hilang fungsi ( tidak bisa bergerak)
3. Defisiti sensorimotor
4. Disfungsi usus dan kandung kemih
Anamnesa harus termasuk penilaian detail terhadap cedera:
1. Tipe trauma ( energi tinggi atau rendah)
2. Mekanisme cedera {kompresi, fleksi/distraksi, hiperekstensi, rotasi, shear
(robek)}
Fraktur pada tulang belakang thorakal, thorakolumbal & lumbal, biasanya
akibat trauma energi tinggi seperti kecelakaan lalu linta atau jatuh dari ketinggian
tinggi.
Pada pasien dengan deficit neurologis ,riwayat harus di tanya detail mengenai:
1. Onset muncul nya
2. Perjalanan penyakit ( tidak berubah, progresif, atau membaik)
Pasien yang dengan Politrauma adan tidak sadar( cedera kepala) sanagt sulit untuk
di lakukan penilaian. Politrauma pasien membawa resiko tinggi untuk menderita
fraktur tulang belakang dan harus di teliti dengan cermat untuk cedera pada tulang
belakang nya. Menilai riwayat pada pasien yang tidak sadar sangat sulit, oleh
sebab itu diagnosis harus di dasarkan pada pemeriksaan penunjang.
31
2. . KLASIFIKASI DENIS6
Kolum tengah menjadi bagian sentral dari klasifikasi cedera spinal berdasarkan
denis, dimana dalam penggunaan luas di amerika. Kolum vertebra di bagi menjadi
3 kolum, yaitu :
Kolum Anterior
Meliputi Ligament longitudinal anterior
Anterior annulus fibrosus
32
33
34
35
36
2.2.8. Diagnosis
Setiap pasien cedera tulang belakang yang dicurigai di ruang gawat
darurat harus dievaluasi mengikuti prinsip-prinsip dasar penilaian trauma
termasuk survei primer dan sekunder. Cedera yang mengancam jiwa harus
diprioritaskan, riwayat tentang mekanisme cedera dan informasi yang berkaitan
dengan nyeri punggung atau leher dan gejala neurologis harus diperoleh dengan
cermat.
Pasien biasanya memiliki riwayat trauma setelah kecelakaan lalu lintas
jalan, jatuh dari ketinggian, pukulan langsung ke tulang belakang atau tidak jarang
luka tembak. Apabila tidak dijumpai riwayat trauma, dapat di tanyakan tentang
riwayat penyakit tumor untuk mencari kemungkinan adanya metastasis tumor.
Nyeri punggung yang tidak menjalar adalah gejala yang paling umum. Pasien
dengan cedera neurologis mengeluhkan kelemahan, paresthesia atau anestesi di
bawah level cedera dan retensi urin.
Pemeriksaan menyeluruh terhadap tulang belakang harus dilakukan,
perlu di identifikasi adanya abrasi, kyphosis local, kekakuan, dan gap yang teraba
diantara prosesus spinosus. Penilaian neurologis harus mengikuti pedoman
standar American Spinal Injury Association (ASIA ).
37
2.2.9 Penanganan
TLICS (the Thoracolumbar Injury Classification and Severity Score )
TLICS, dikembangkan oleh Spine Trauma Study Group, merupakan sistem
penilaian dan klasifikasi. Sistem ini didasarkan pada tiga kategori cedera yang
secara independen kritis dan saling melengkapi dalam membantu menentukan dan
mengelola cedera tulang belakang: (a) morfologi cedera, (b) integritas PLC, dan
(c) status neurologis pasien.
38
39
40
41
Gambar 21. Teknik Operasi reduksi dan stabilisasi dari Fraktur 2 level
Teknik ini menunjukkan penggunaan dari Module fraktur dari Universal spine system (
Synthes) namun prinsip umum mirip yang di gunakan pada sistem fraktur lain. a Skrew
Schanz di masukkan ke dalam pedikle dari badan vertebra superio dan inferior ke fraktur.
b Penjepit Screw di gabungkan dengan Rods di fiksasi(anak panah). c Fraktur bisa di
reduksi dengan lordosis kedua obeng.Namun , biasanya lebih baik mengencangkan
42
2. Pendekatan Anterior6
Dari pandangan biomekanik, jelas bahwa kerusakan tulang belakang harus
di terapi berdasarkan mekanisme dan lokasi cedera.Biomekanik dari
kolum anterior bisa di lihat pada Burst Fraktur. Sekitar 80 % dari tekanan
axial dari tulang belakang yang utuh di topang oleh kolum anterior. Saat
kolum anterior cedera, topangan anterior menurun hampir 10%,
meninggalkan 90% bebas di tahan oleh implant dan elemen posterior.
Biomekanik ini yang mendasari penggunaan support anterior load sharing
( tricortical bone graft atau a cage)
Indikasi Utama untuk pendekatan anterior adalah:
Dekompresi spinal yang insuffisien
Restorasi kolum anterior yang insuffisien
Fraktur Tipe A bisa di tangani dengan Pendekatan Anterior saja, Beberapa
Fraktur Tipe B dan C bisa di terapi dengan pendekatan Anterior saja
dengan menggunakan Fiksasi anterior Rigid angle-stable
43
44
45
Berikut ini adalah rentang penilaian ODI serta klasifikasi tingkat disabilitas yang
dialami pasien:
a) Disabilitas minimal, merupakan ketidakmampuan pada tingkat minimal yaitu
dengan angka 0%-20%. Pasien dapat melakukan sebagian besar aktifitas
hidupnya. Biasanya tidak ada indikasi untuk pengobatan terlepas dari nasihat
untuk mengangkat dan duduk dengan cara yang benar agar tidak bertambah
parahnya tingkat disabilitas pasien.
b) Disabilitas sedang, merupakan ketidakmampuan pada tingkat sedang yaitu
dengan angka 21%-40%. Pasien merasa lebih sakit dan mengalami kesulitan
dalam melakukan aktifitas duduk, mengangkat, dan berdiri. Untuk berpergian
dan kehidupan sosial akan lebih dihindari. Sedangkan untuk perawatan pribadi
dan tidur tidak terlalu terpengaruh.
c) Disabilitas parah, merupakan ketidakmampuan pada tingkat yang parah, yaitu
dengan angka 41%-60%. Rasa sakit dan nyeri tetap menjadi masalah
utamanya sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari.
Skor poin total jumlah kondisi yang terisi X 5 X 100 =…….%
d) Disabilitas sangat parah, merupakan ketidakmampuan yang sangat –parah
dengan angka 61% ̶80%, sehingga sangat mengganggu seluruh aspek
kehidupan pasien.
e) Angka tertinggi untuk tingkat keparahan disabilitas adalah 81% ̶100%,
dimana pasien tidak dapat melakukan aktifitas sama sekali dan hanya
tergolek ditempat tidur.
46
Visual Analogue Scale (VAS) telah digunakan sangat luas dalam beberapa
dasawarsa belakangan ini dalam penelitian terkait dengan nyeri dengan hasil yang
handal, valid dan konsisten. VAS adalah suatu instrumen yang digunakan untuk
menilai intensitas nyeri dengan menggunakan sebuah tabel garis 10 cm dengan
pembacaan skala 0–100 mm dengan rentangan makna:
Cara penilaiannya adalah penderita menandai sendiri dengan pensil pada nilai
skala yang sesuai dengan intensitas nyeri yang dirasakannya setelah diberi
penjelasan dari peneliti tentang makna dari setiap skala tersebut. Penentuan skor
VAS dilakukan dengan mengukur jarak antara ujung garis yang menunjukkan
tidak nyeri hingga ke titik yang ditunjukkan pasien.
47
Tindakan
instrumentasi
posterior
48
2.6. Hipotesis
Luaran klinis pasien cedera tulang belakang thorakal, thorakolumbal dan
lumbal yang sudah dilakukan tindakan operasi instrumentasi
posterior hasilnya lebih baik dibandingkan sebelum operasi
49
50
2( )
(zα + zβ) s
n= x1 – x2
51
52
Operasi
Instrumentasi
Posterior
53
54
55
56
VAS 0,001
PF 0,001
PH 0,001
EP 0,010
ENE 0,001
EMO 0,047
SF 0,002
Pain 0,001
GH 0,001
HC 0,001
57
ODI, Oswestry Disability Index, VAS, Visual Analog Scale, PF, Physical
Functioning, PH, Physical Health, EP, Emotional Problem, ENE, Energi/Fatique,
EMO, Emotional Well Being, SF, Social Functioning, GH, General Health, HC,
Health Change
4.2 Pembahasan
Berdasarkan karakteristik pasien dalam penelitian ini di mana umur yang sering
antara 30-40 tahun, sesuai dengan penelitian Hao et al dimana rerata pasien yang
mengalami cedera thorakolumnal yang berusia 30-40 tahun. Dalam penelitian ini,
pasien-pasien cedera thorakal, thorakolumbal dan lumbal yang menjalani operasi
mengalami perbaikan yang signifikan dalam hal kualitas hidup. Hal ini
ditunjukkan melalui perbedaan skor ODI, VAS, dan SF-36 yang signifikan antara
sebelum dan setelah operasi. Hal ini juga didukung oleh nilai uji statisik yang
signifikan (<0,05). Nilai ODI yang menurun pasca operasi tindakan instrumentasi
posterior, juga nilai SF 36 yang mengalami perrbaikan. Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian lain yang dilakukan oleh Hao et al, yang menunjukkan terdapat
perbaiikan kualitas hidup pasien setelah dilakukan tindakan operasi.
58
5.1 Kesimpulan
Dari hasil uji analisis statistik tentang luaran fungsi klinis pasien dengan
cedera tulang belakang regio thorakal, thorakolumbal dan lumbal yang dilakukan
operasi dan dinilai dengan ODI dan VAS, hal ini ditunjukan dengan nilai p value
= 0,001 (<0,005). Dimana luaran klinis pasca operasi lebih baik dibandingkan
dengan pre operasi.
5.2 Saran
a. Membandingkan teknik yang berbeda untuk melihat hasil luaran klinis
pasca operasi
b. Melakukan follow up berkala dan membandingkan dengan non operatif
59
60
61
62
63