Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH GEOLOGI TATA LINGKUNGAN

SUBSIDENCE

Disusun Oleh :
Amas Joko S (L2L0070
Dienan Firdaus (L2L008019)
Ignatia Florantine A (L2L008035)
Wisnu Widiatmoko (L2L007048 )

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
APRIL 2011
GEOLOGI TATA LINGKUNGAN

SUBSIDEN

A. Pendahuluan
Subsiden (subsidence) atau yang sering dikenal sebagai amblasan merupakan
fenomena geologi yang dapat menjadi suatu bencana ketika terjadi pada daerah yang bersifat
ekonomis. Subsiden merupakan amblasnya permukaan tanah hingga mendekati atau di
bawah datum atau permukaan laut. Kejadian geologi ini banyak terjadi pada kawasan pesisir
seperti Jakarta, Semarang, dan kota-kota pesisir lainnya. Amblasan atau subsidence ini
kebanyakan terjadi di daerah pesisir dikarenakan daya dukung batuan di daerah pesisir
masih rendah. Kebanyakan daerah pesisir tersusun oleh batuan sedimen yang masih lemah,
dan dikarenakan lokasinya yang strategis, maka daerah pesisir menjadi tujuan industri yang
menyebabkan terjadinya pembebanan dan eksploitasi airtanah yang berlebihan. Disamping
penyebab yang umum dikenal oleh masyarakat tersebut, terdapat penyebab lain yang juga
dapat menyebabkan terjadinya subsiden diantaranya adalah adanya jalur sesar, keberadaan
gas alam, pelarutan pada daerah berlitologi gamping, atau akibat aktivitas penambangan.

Gambar 1. Model Subsidence


B. Penyebab Subsiden
Seperti yang telah diketahui bahwa subsiden atau amblasan dapat disebabkan oleh
beberapa hal antara lain penggunaan airtanah yang berlebihan, pembebanan pada litologi
yang lunak, adanya jalur sesar, keberadaan gas alam, pelarutan pada daerah berlitologi
gamping, atau akibat aktivitas penambangan. Berikut ini ulasan dari hal-hal yang dapat
menyebabkan terjadinya subsiden.

Gambar Tipe Subsiden Berdasarkan Penyebabnya

1. Eksploitasi Minyak dan Gasbumi


Minyak dan gasbumi merupakan fluida yang mengisi pori-pori batuan reservoir.
Dengan keberadaannya pada batuan reservoir tersebut, maka fluida ini turut memberikan
kesetimbangan pada sistem batuan tersebut. Namun, dengan tingkat kebutuhan bahan
bakar fosil ini semakin meningkat, maka eksploitasi minyak dan gasbumi pun
meningkat. Dengan diambilnya fluida pada reservoir ini maka tekanan minyak dan
gasbumi yang turut menopang pada batuan reservoir akan hilang dan dengan adanya
pembebanan di atasnya maka dapat memicu terjadinya subsiden.
2. Penambangan
Proses penambangan, terutama batubara biasanya dilakukan dengan metode
longwall mining atau penambangan dengan menggunakan terowongan. Penambangan
dengan metode ini namun masih menggunakan teknologi sederhana dan tidak
memikirkan pembebanan di atasnya akan dapat menimbulkan terjadinya subsiden karena
terowongan tersebut tidak dilengkapi dengan pilar untuk menahan beban permukaan.

3. Pelarutan Batugamping
Batugamping merupakan batuan yang lebih dari setengahnya tersusun oleh
kalsium karbonat (CaCO3) yang akan mudah larut ketika bereaksi dengan air. Pelarutan
pada daerah yang berlitologi batugamping dapat menimbulkan rongga-rongga pada
batugamping tersebut seperti pada pembentukan bentangalam karst. Dengan adanya
rongga pada litologi yang menyusun suatu daerah maka apabila terjadi pembebanan di
atasnya akan dengan mudah menimbulkan subsiden.

4. Pengambilan Airtanah
Seperti halnya dengan minyak dan gasbumi, airtanah merupakan fluida yang
mengisi pori-pori pada daerah dengan litologi yang bersifat porous, dan airtanah tersebut
memberikan tekanan yang dapat menahan beban di permukaan. Pengambilan airtanah
yang berlebihan tanpa diimbangi dengan proses recharge pada daerah tersebut dapat
menimbulkan cone of depression yang merupakan kerucut dimana terjadi pengambilan
airtanah yang berlebihan. Dengan adanya kondisi ini, maka pada litologi daerah tersebut
akan kehilangan tekanan dari airtanah yang semula mengisinya sehingga dapat terjadi
subsiden.

C. Efek Subsiden
Seperti telah kita ketahui di atas bahwa fenomena subsiden dapat disebabkan oleh
faktor alam maupun karena perbuatan manusia sendiri. Yang jelas keduanya sama-sama
menimbulkan efek yang merugikan, terutama yang menyangkut kepentingan ekonomis
manusia. Satu hal yang paling ironi adalah subsiden yang disebabkan karena eksploitasi
air tanah yang berlebihan, dimana hal tersebut dilakukan semata-mata untuk memenuhi
kebutuhan penduduk kota akan ketersediaan air namun hal tersebut justru menimbulkan
bencana yang sangat merugikan.
Penurunan level permukaan tanah (collapse) pada peristiwa subsiden dapat terjadi
dalam skala yang sangat besar, mencakup satu wilayah kota atau lebih. Hal tersebut
menyebabkan kerusakan infrastruktur perkotaan seperti pondasi bangunan, jalan layang,
bengkoknya jalur kereta api, pembentukan sinkhole (lubang besar vertical akibat
amblesan dengan massa batuan yang besar), rusaknya perumahan dan jalan raya serta
pendangkalan sumur. Bahkan untuk wilayah perkotaan pesisir sangat rentan terhadap
bahaya banjir rob seperti di wilayah Kota Semarang. Kota Semarang berkembang di atas
endapan alluvium yang di bawa oleh sungai-sungai besar seperti Sungai Kreo, Kripik dan
Sungai Garang serta bercampur dengan batuan marin yang terdiri atas lanau diselingi
batupasir. Litologi tersebut masih belum terkonsolidasi dengan baik pada saat kota
Semarang mulai berkembang. Namun seiring dengan cepatnya pembangunan ekonomi
dan infrastruktur membuat pembebanan terhadap batuan penyangga menjadi bertambah,
belum lagi efek dari pengambilan air tanah melalui sumur dalam yang mempercepat
proses subsiden. Dampak rob yang dialami Kota Semarang sangat meresahkan warga
pesisir, karena air genanganya mengganggu mobilitas penduduk pesisir semarang dan
akhirnya juga mempengaruhi tingkat kesejahteraan penduduk Kota Semarang pada
umumnya.
Gambar 4. Amblesnya perumahan akibat dari efek subsiden di kota semarang

Gambar 5. Sinkhole

D. Penanggulangan Subsiden

Berbicara mengenai langkah penanggulangan untuk masalah subsiden memang


cukup sulit untuk ditemukan solusinya. Untuk daerah yang sudah terkena dampak
langsungnya mungkin cara yang sudah umum dilakukan adalah dengan meninggikan fondasi
bangunan. Cara ini tidaklah efektif, karena dampaknya hanya sementara, dimana semakin
tebal fondasinya justru akan semakin menambah pembebanan terhadap batuan, justru akan
semakin mempercepat laju penurunan tanah.
Cara yang cukup efektif adalah dengan membuat sumur peresapan, yaitu sumur yang
digunakan untuk menginjeksi air permukaan ke dalam lapisan batuan yang dapat
menyimpan air tanah (aquifer). Teknologi sumur resapan bertujuan untuk menaikkan
permukaan mata air tanah, sehingga dapat mengisi rongga pada pori-pori antar batuan. Hal
tersebut akan memperkuat daya dukung batuan terhadap beban bangunan di atasnya.
Sebaiknya setiap bangunan di perkotaan mengaplikasikan sumur jenis ini dlam rancang
bangunanya. Selain itu teknologi sumur peresapan juga dapat mengurangi volume aliran air
permukaan (run off) sehingga mengurangi resiko banjir di perkotaan.

Langkah pencegahan dapat dilakukan dengan pengaturan tata kota dan wilayah yang
baik. Disarankan agar wilayah pemukiman dan bisnis tidak terlalu terpusat pada wilayah
pesisir, sebab batuan penyusun pada wilayah ini relative berumur muda yang berarti tingkat
kekompakanya belum telalu baik.

Anda mungkin juga menyukai