Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia “Keluhan/Komplain” berasal dari kata keluh yang berarti
“terlahirnya perasaan susah”. Keluhan (complain) adalah sebuah kata yang sering berkonotasi
negatif bagi kedua pihak, baik bagi perusahaan maupun bagi kedua pihak. Komplain pada umumnya
dipersepsikan sebagai kesalahan, masalah, stress, frustasi, kemarahan, konflik, hukuman, tuntutan,
ganti rugi, dan sejenisnya. (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional).
Komplain berarti keluhan atau pengaduan konsumen kepada produsen. Komplain merupakan
masukan penting untuk membantu dalam meningkatkan kepuasan pelanggan. Keluhan atau
komplain berasal dari Bahasa latin yaitu yang artinya memukul dan ditujukan pada bagian dada
seseorang. Komplain/keluhan merupakan sebuah harapan yang belum terpenuhi. Komplain/keluhan
pelayanan adalah ekspresi perasaan ketidakpuasan atas standar pelayanan, tindakan atau tiadanya
tindakan aparat pelayanan yang berpengaruh kepada para pelanggan. (Barlow & Moller, 1996)
Kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa yang didapatkan seseorang dari
membandingkan kinerja (atau hasil) produk yang dipersepsikan dengan ekspetasinya. Apabila kinerja
lebih rendah dibandingkan ekspetasinya, maka konsumen bersangkutan akan merasa tidak puas.
Apabila kinerja sama dengan ekspektasi, maka ia akan merasa puas (Barlow & Moller, 1996)
Komplain adalah bentuk ekspresi negatif yang dihasilkan dari ketidaksesuaian antara kenyataan dan
keinginan pasien. Pasien merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh suatu rumah sakit
akan terus menggunakan produk pelayanan tersebut dan akan memberikan referensi kepada orang
yang mereka kenal. (Kaihatu, Baengs, & Indrianto, 2015).
Sikap Dan Cara Meredam Kemarahan, Komplain, Dan Rewel Pada Pasien Melalui Komunikasi
Terapeutik
Tantangan bagi penyedia layanan kesehatan adalah bagaimana menangkap dan menggunakan
informasi untuk secara produktif meningkatkan kualitas, keamanan dan aksesibilitas sistem
perawatan,
2.5
keluhan dan komentar lain dari konsumen merupakan alat belajar yang berharga (Health Sevies
Review Counsil, 2005). Keluhan atau komplain dari pelanggan harus diterima oleh suatu perusahaan,
tidak terkecuali rumah sakit baik itu kepemilikan pemerintah maupun swasta. Dengan adanya
keluhan maka rumah sakit dapat terus melakukan perbaikan terhadap pelayanan yang diberikan.
Besar atau kecilnya suatu keluhan apabila tidak dikelola dengan cepat, tepat dan akurat akan
berdampak pada citra sebuah rumah sakit.
Menangani keluhan dapat menjadi upaya efektif dalam menyelesaikan masalah sebelum menjadi
lebih buruk. Penanganan keluhan merupakan umpan balik untuk meningkatkan pelayanan rumah
sakit, jika hal tersebut tidak ditangani oleh rumah sakit dapat berakibat berkurangnya kunjungan dan
kepercayaan pasien. Oleh karena itu, dibutuhkan manajemen komplain yang baik dalam hal
menerima, mengelola, memutuskan, memecahkan serta mencari sarana penyelesaian kasus
komplain pasien dalam rangka meningkatkan dan mempertahankan mutu dan citra dari rumah sakit.
Keluhan atau komplain pelayanan adalah ekspresi perasaan ketidakpuasan atas standar pelayanan,
tindakan atau tidak adanya tindakan pemberi pelayanan yang berpengaruh terhadap pelanggan.
Prosesnya berawal dari konsumen merasakan ketidakpuasan setelah menerima pelayanan atau
melakukan transaksi. Salah satu yang menjadi penyebab terjadinya komplain. Pada dasarnya
pelanggan yang mengeluh karena merasa tidak puas ada beberapa penyebabnya. Menurut Soeharto
A. Majid (2009:149) banyak hal yang dapat menimbulkan terjadi keluhan dari klien, seperti :
a. Pelayanan yang diharapkan dari kita tidak seperti yang mereka harapkan
c. seseorang berlaku tidak sopan atau tidak ada yang mau mendengarkan
Tidak ada yang mau bertanggung jawab terhadap suatu kesalahan Adanya kegagalan dalam
komunikasi, dll.
Komplain atau keluhan adalah saran dan masukan berupa kritikan dan atau keberatan yang
disampaikan secara lisan ataupun tertulis dari pihak eksternal maupun internal rumah sakit
mengenai kinerja yang dihasilkan oleh rumah sakit/perusahaan. Pasien yang marah/complain
umumnya dianggap menyebalkan karena berimplikasi pada penumpukan pekerjaan dan
menghabiskan waktu. Tapi bila disikap secara benar,
17
akan menjadi hal yang menyenangkan dan menguntungkan. Biasanya klien marah karena berbagai
alasan, tapi terutama karena kebutuhan, gagasan, dan pengharapan mereka tidak terpenuhi. Karena
itu kunci utama meredam kemarahan mereka adalah dengan berusaha memenuhi kebutuhan,
gagasan dan pengharapan mereka. Klien/costumer yang marah biasanya ingin:
a. Didengar
b. Dimengerti
c. Dihormati
e. beri penjelasan
Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum berinteraksi dengan klien
(Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat menggali perasaan dan mengidentifikasi kelebihan dan
kekurangannya. Pada tahap ini perawat juga mencari informasi tentang klien. Kemudian perawat
merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahap ini harus dilakukan oleh seorang
perawat untuk memahami dirinya, mengatasi kecemasannya, dan meyakinkan dirinya bahwa dia
siap untuk berinteraksi dengan klien (Suryani, 2005).
2. Tahap Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu atau kontak dengan klien
(Christina, dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu
kepada klien (Brammer dalam Suryani, 2005). Dengan memperkenalkan dirinya berarti perawat
telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya
(Suryani, 2005). Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah
dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang lalu (Stuart, G.W dalam
Suryani, 2005).
3. Tahap Kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart, G.W
dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengatasi
masalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong
klien mengungkap perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai kepekaan dan
tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam respons verbal maupun nonverbal
klien.
Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas perawat pada tahap kerja ini
bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui active listening, perawat membantu klien
untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan
mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih.
4. Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien (Christina, dkk, 2002). Tahap ini
dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien, setelah terminasi sementara,
perawat akan bertemu kembali dengan klien pada waktu yang telah ditentukan.Terminasi akhir
terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan.
a. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini juga
disebut evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi, perawat tidak boleh terkesan menguji
kemampuan klien, akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar mengulang atau
menyimpulkan.
b. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan menanyakan perasaan
klien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat perlu mengetahui bagaimana
perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Apakah klien merasa bahwa
interaksi itu dapat menurunkan kecemasannya? Apakah klien merasa bahwa interaksi
itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu justru menimbulkan masalah baru bagi klien.
c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindakan ini juga
disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak lanjut yang diberikan harus relevan
dengan interaksi yang akan dilakukan berikutnya. Misalnya pada akhir interaksi klien
sudah memahami tentang beberapa alternative mengatasi marah. Maka untuk tindak
lanjut perawat mungkin bisa meminta klien untuk mencoba salah satu dari alternative
tersebut.
d. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar
terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya. Kontrak
yang dibuat termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi.
Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses terminasi perawat-klien
merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika hal tersebut tidak dilakukan
dengan baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi lagi pada klien. Timbulnya
respon tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat untuk terbuka, empati dan responsif
terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap sebelumnya.
1. Bertanya
Bertanya (questioning) merupakan tehnik yang dapat mendorong klien untuk mengungkapkan
perasaan dan pikirannya. Tehnik berikut sering digunakan pada tahap orientasi.
Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya perawat sensitif terhadap
pikiran dan perasaan serta secara langsung berhubungan dengan masalah klien, sedangkan
pertanyaan nonfasilitatif (nonfacilitative question) adalah pertanyaan yang tidak efektif karena
memberikan pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau pembicaraan, bersifat mengancam,
dan tampak kurang pengertian terhadap klien (Gerald, D dalam Suryani, 2005).
Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat membutuhkan jawaban yang
banyak dari klien. Dengan pertanyaan terbuka, perawat mampu mendorong klien mengekspresikan
dirinya (Antai-Otong dalam Suryani, 2005).
Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika perawat membutuhkan jawaban yang
singkat.
Inapropriate quantity question yaitu pertanyaan yang kurang baik dari sisi jumlah pertanyaan, yang
mengakibatkan klien bingung dalam menjawab. Terlalu banyak pertanyaan merupakan tindakan
yang tidak tepat karena menimbulkan kebingungan klien untuk menjawab (Long, L dalam Suryani,
2005).
d. Inapropriate quality question
Inapropriate quality question yaitu pertanyaan yang tidak baik diberikan pada klien dan biasanya
dimulai dengan kata “why” (mengapa). Why question ini dipertimbangkan tidak tepat karena :
2. Mendengarkan
Mendengarkan (listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi terapeutik (Keliat, Budi Anna,
1992). Mendengarkan adalah proses aktif (Gerald, D dalam Suryani, 2005) dan penerimaan informasi
serta penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima (Hubson, S dalam Suryani, 2005).
Selama mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang dibacakan klien dengan penuh perhatian.
Perawat memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak memotong pembicaraan klien. Tunjukkan
perhatian bahwa perawat mempunyai waktu untuk mendengarkan (Purwanto, Heri, 1994).
3. Mengulang
Mengulang (restarting) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya untuk
menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien (Keliat,
Budi Anna, 1992). Restarting (pengulangan) merupakan suatu strategi yang mendukung listening
(Suryani, 2005).
4.Klarifikasi
Klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran klien yang tidak jelas atau
meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya (Gerald, D dalam Suryani, 2005).
Pada saat klarifikasi, perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang dikatakan klien, juga tidak
boleh menambahkan informasi (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Apabila perawat
menginterpretasikan pembicaraan klien, maka penilaiannya akan berdasarkan pandangan dan
perasaannya. Fokus utama klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap perasaan
klien sangat penting dalam memahami klien.
5. Refleksi
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan, dan isi pembicaraan
kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian perawat tentang apa yang diucapkan
klien dan menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien (Antai-Otong dalam Suryani,
2005).
1) Refleksi visi, yaitu memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang
diekspresikan klien dengan pengertian perawat.
2) Refleksi perasaan, yaitu memberi respon pada perasaan klien terhadap isi
pembicaraan, agar klien mengetahui dan menerima perasaanya.
Gunanya adalah untuk :
6. Memfokuskan
Memfokuskan (focusing) bertujuan memberi kesempatan kepada klien untuk membahas masalah
inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
Dengan demikian akan terhindar dari pembicaraan tanpa arah dan penggantian topik pembicaraan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam mengguanakan metode ini adalah usahakan untuk tidak memutus
pembicaraan ketika klien menyampaikan masalah penting (Suryani, 2005).
7. Diam
Tehnik diam (silence) digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum menjawab
pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk
mengorganisasi pikiran masing-masing (Stuart & Sundeen dalam Suryani, 2005). Tehnik ini
memberikan waktu pada klien untuk berfikir dan menghayati, memperlambat tempo interaksi,
sambil perawat menyampaikan dukungan, pengertian, dan penerimaannya. Diam juga
memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri dan berguna pada saat klien harus
mengambil keputusan (Suryani, 2005).
8. Memberi Informasi
9. Menyimpulkan
Menyimpulkan (summerizing) adalah tehnik komunikasi yang membantu klien mengeksplorasi poin
penting dari interaksi perawat-klien. Tehnik ini membantu perawat dan klien untuk memiliki pikiran
dan ide yang sama saat mengakhiri pertemuan. Poin utama dari menyimpulkan yaitu peninjauan
kembali komunikasi yang telah dilakukan (Murray, B & Judith dalam Suryani, 2005).
11. Eksplorasi
Eksplorasi bertujuan untuk mencari atau menggali lebih jauh atau lebih dalam masalah yang dialami
klien (Antai-Otong dalam Suryani, 2005) supaya masalah tersebut bisa diatasi. Tehnik ini bermanfaat
pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail tentang masalah yang dialami klien.
Stuart G.W (1998) dalam Suryani (2005) menyatakan, membagi persepsi (sharing peception) adalah
meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan atau pikirkan. Tehnik ini digunakan ketika
perawat merasakan atau melihat ada perbedaan antara respos verbal dan respons nonverbal klien.
Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus mampu manangkap tema
dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya adalah untuk meningkatkan pengertian dan menggali
masalah penting (Stuart & Sadeen dalam Suryani, 2005). Tehnik ini sangat bermanfaat pada tahap
awal kerja untuk memfokuskan pembicaraan pada awal masalah yang benar-benar dirasakan klien.
14. Humor
Humor bisa mempunyai beberapa fungsi dalam hubungan terapeutik. Florence Nightingale dalam
Anonymous (1999) dalam Suryani (2005) pernah mengatakan suatu pengalaman pahit sangat baik
ditangani dengan humor. Humor dapat meningkatkan kesadaran mental dan kreativitas, serta
menurunkan tekanan darah dan nadi.
a. Pada saat klien mengalami kecemasan ringan sampai sedang, humor mungkin bisa
menurunkan kecemasan klien.
b. Jika relevan dan konsisten dengan sosial budaya klien.
c. Membantu klien mengatasi masalah lebih efektif.
Memberikan Pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang didapatkan klien ketika
berinteraksi dengan perawat. Reinforcement berguna untuk meningkatkan harga diri dan
menguatkan perilaku klien (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Reniforcement bisa diungkapkan dengan
kata-kata ataupun melalui isyarat nonverbal.
Faktor fisik
Faktor psikis
a) Rendah hati
b) Sombong
c) Egoistis
Sangat sering terjadi tenaga kesehatan harus menghadapi pasien yang marah atau menjengkelkan,
sebagian merendahkan diri atau sarkastik, sedangkan lainnya bersikap menuntut, agresif, dan
terang-terangan memperlihatkan sikap bermusuhan. Terkadang pasien mengucapkan teguran yang
tidak pantas yang bersifat merendahkan pemula atau bahkan dokter yang sudah berpengalaman.
Tenaga kesehatan mungkin merasa sebal, marah, kewibawaannya terganggu, tidak sabar, atau
frustasi.
Tenaga kesehatan harus menyadari bahwa reaksi ini adalah respons pasien terhadap penyakitnya,
dan belum tentu menunjukkan respons terhadap pewawancara. Tiap pewawancara harus menyadari
bahwa emosi yang sama seperti marah, iri, atau takut ada pada kedua belah pihak, pasien dan
tenaga kesehatan yang menanganinya. Seorang pasien dapat mengungkapkan perasaannya kepada
tenaga kesehatan, yang harus bertindak secara professional dan obyektif, dan tidak merasa diserang
atau menjadi defensif.