Anda di halaman 1dari 3

Nama : Irfannul Ulum

Nim : F0319064
Kelas :A
Tugas RMK EKONOMI ISLAM
Konsep Riba dalam Perspektif Agama-Agama Samawi
A. Pengertian Riba
Syeikh Muhammad Abduh berpendapat bahwa riba adalah penambahan penambahan
yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam
hartanya karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah
ditentukan. Pendapat lainnya dikemukakan oleh Rahman Al-Jaziri, Rahman Al-Jaziri
memberikan penjelasan bahwa riba adalah akad yag terjadi dengan pertukaran
tertentu, tidak diketahui sama atau tidak menurut syara’ atau terlambat salah satunya.
Dari dua pendapat ahli tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa riba adalah suatu
tambahan pembayaran dari jumlah pokok yang sebenarnya atau dari jumlah pokok
yang dipinjamkan.
B. Dasar hukum tentang riba
Dasar hukum riba bisa kita lihat dengan jelas di dalam Al-Qur’an, yaitu sebagai
berikut:
1) Q.S. Al-Baqarah : 276
Dalam ayat ini Allah secara jelas dan tegas mengharamkan riba dan
memerintahkan untuk menyuburkan sedekah. Arti selengkapnya adalah sebaai
berikut “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah SWT
tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat
dosa”.
2) Q.S. Al-Baqarah :275
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran tekanan penyakit jiwa
(gila). Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah
SWT telah menghalalkan jual beli da mengharamkan riba”
3) Q.S. Ali Iimran :130
Dalam ayat ini Allah secara jelas melarang orang-orang yang beriman untuk
memakan riba.
Dalam ayat lain juga dijelaskan dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 278 dan Q.S. Ar-
ruum ayat 39 yang secara jelas memberikan bagaimana pandangan Islam
tentang riba.
C. Macam-macam riba
Jenis-jensi riba secara umum dapat dibagi menjadi 2 yaitu Riba jual beli dan riba
hutang piutang. Berikut Penjelasannya:
1) Riba Jual beli
Riba jual beli dapat dibedakan menjadi 2 yaitu riba fadhl dan riba nasi’ah, riba
fadhl yaitu praktik pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran
yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan tersebut masih termasuk
dalam jenis barang ribawi. Riba nasi’ah yaitu penangguhan penyerahan-
penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang
ribawi lainnya. Riba nasi’ah terjadi karena adanya perbedaan, perubahan, atau
penambahan antara barang yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan
kemudian.
2) Riba hutang piutang
Riba hutang piutang adalah suatu tindakan mengambil manfaat tambahan dari
suatu hutang. Riba hutang piutang secara umum dibedakan menjadi dua yaitu
riba Qardh dan riba jahiliah. Riba Qardh adalah tindakan mengambil manfaat
atau kelebihan tertentu yang diisyaratkan kepada penerima hutang. Riba
jahiliah adalah tindakan penambahan nilai hutang melebihi nilai pokoknya
karena penerima hutang tidak mampu membayar tepat waktu.
D. Prinsip-prinsip riba
Prinsip utama dalam riba adalah penambahan, penambahan yang dimaksud adalah
penambahan nilai melebihi nilai pokoknya atau nilai yang sebenarnya.
E. Alasan melakukan riba
Alasan melakukan riba secara umum terjadi karena adanya manfaat ekonomi dari riba
tersebut. Bisa kita bayangkan ketika kita memberi pinjaman kepada orang lain dan
kita memberikan bunga 5% per bulan dalam jangka waktu pinjaman 1 tahun, berapa
banyak uang tambahan yang bisa kita dapat dari transaksi tersebut. Selain karena
adanya manfaat ekonomi, alasan melakukan riba yang paling umum adalah keadaan
darurat, sangat umum kita melihat di masyarakat bahwa sebagian besar masyarakat
mengetahui bahwa riba adalah hal yang dilarang tetapi tetap dilakukan. Alasan
masyarakat secara umum tetap melakukan riba adalah adanya keterbatasan pilihan
untuk mengakses pinjaman yang berbasis syariah.
F. Dampak riba
i. Riba memberikan dampak negatif bagi akhlak dan jiwa pelakunya.
ii. Riba merupakan akhlaq dan perbuatan musuh Allah, Yahudi.
iii. Riba merupakan akhlak kaum jahiliyah. Barang siapa yang
melakukannya, maka sungguh dia telah menyamakan dirinya dengan
mereka.
iv. Pelaku (baca: pemakan) riba akan dibangkitkan pada hari kiamat kelak
dalam keadaan seperti orang gila.
v. seseorang yang bergelut dan berinteraksi dengan riba berarti secara
terang-terangan mengumumkan dirinya sebagai penentang Allah dan
rasul-Nya dan dirinya layak diperangi oleh Allah dan rasul-Nya.
vi. Memakan riba menunjukkan kelemahan dan lenyapnya takwa dalam
diri pelakunya. Hal ini menyebabkan kerugian di dunia dan akhirat.
vii. Memakan riba menyebabkan pelakunya mendapat laknat dan
dijauhkan dari rahmat Allah.
viii. Setelah meninggal, pemakan riba akan di adzab dengan berenang di
sungai darah sembari mulutnya dilempari dengan bebatuan sehingga
dirinya tidak mampu untuk keluar dari sungai tersebut, sebagaimana
yang ditunjukkan dalah hadits Samurah radliallahu ‘anhu (HR. Bukhari
3/11 nomor 2085)
ix. Memakan riba merupakan salah satu perbuatan yang dapat
menghantarkan kepada kebinasaan.
x. Pemakan riba diancam dengan neraka jika tidak bertaubat. 
G. Perbedaan bunga dan bagi hasil
Perbedaan bunga dan bagi hasil diantaranya adalah pada penentuan besaran, bunga
menggunakan besaran yang ditentukan dengan persentase besaran kredit utang
sedangkan bagi hasil ditentukan dengan menggunakan rasio atau perbadingan
terhadap keuntungan usaha yang dibiayai dari pinjaman tersebut. Perbedaan yang
kedua terdapat dalam acuan pembagiannya. Acuan besaran bunga dipengaruhi oleh
besar pokok hutang atau kredit yang dikeluarkan, sedagkan acuan bagi hasil
menggunakan rasio berapa besar keuntungan yang dibiayai dari pemberian kredit
tersebut. Perbedaan yang ketiga antara bunga dan bagi hasil terletak pada besarnya
jumlah pembayaran, sistem bunga mengharuskan adanya pembayaran yang tetap
setiap periodenya tidak perduli bagaimana keadaan usaha debiturnya baik dalam
keadaan rugi ataupun laba. Sistem bagi hasil memberikan ketentuan pembayaran yang
lebih dinamis tergantung bagaimana keadaan usahanya.

Anda mungkin juga menyukai