Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH USHUL FIQH

AL-QURAN DAN HADITS SEBAGAI SUMBER HUKUM UTAMA

Dosen pengampu:H.M Mursyidin SS M.Pd.I

OLEH KELOMPOK:

MUHAMMAD HIDIR RIDWAR

ALFIAN ALWAHIDI

SAWALUDDIN

NOFA SARI RAMDANI

Fakultas Tarbiyah Prodi Pendidikan Agama Islam

Institut Agama Islam Hamzanwadi Nahdathul Wathan Diniyah Islamiyah Pancor


Tahun Ajaran 2022/202

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas ke hadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “ USHUL FIKH AL-QUR`AN DAN HADIST
SEBAGAI SUMBER HUKUM UTAMA” guna memenuhi tugas mata kuliah pendidikan agama.

Shalawat serta salam tidak lupa selalu kami haturkan untuk junjungan nabi agung kami,
yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah SWT untuk kami
semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariah agama Islam yang
sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.

 Penulis menyadari betul bahwa masih terdapat banyak sekali kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Maka kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Disamping itu, penulis juga berharap semoga materi yang dipaparkan dalam makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis khususnya.

Pancor. 25
Maret 2022

Kelompok III
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

B.Rumusan Masalah

C.Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A.Pengertian Al-qur`an

B.pengertian Hadist

C.Kapan AL-Qur`an dan Hadist di jadikan sumber hukum pertama

BAB III PENUTUP

A.Kesimpulan

B.Saran
BAB II

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Al-qur’an adalah kalam ALLAH SWT Yang di turunkan kepada nabi Muhammad
SAW melalui perantaraan malaikat Jibril, Yang di jadikan sebagai sumber hukum
islam yang utama. Al-qur’an adalah petunjuk bagi seluruh ummat manusia dan juga
sebagai penjelasan bayyinat dari petunjuk tersebut sehingga menjadi pembeda antra
yang baik dan yang buruk. Dan hadits hadir sebagai penjelas al-qur`an dan sebagai
sumber hukum yang ke-dua setelah Al-qur’an .

Al-Quran dan Hadits akan menjadi sumbur hukum yang utama selama hukum tersebut
ada di dalam Al-Quran dan Hadits, sehingga metode penggambilan hukum ijma’ dan kiyas
tidak perlu kita pergunakan untuk menentukan suatu hukum tersebut. Dan di sumber lain
mengatakan Al-Quran dan Hadits dijadikan sumber hukum utama yaitu pada zaman
Rasulullah saw. masih hidup karena sumber Al-Quran dan hadits itu sendiri masih hidup jadi
tidak perlu cara menentukan hukum sesuatu selain kepada Rasulullah saw.

B.Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Al-Qur`an?


2. Apa pengertian hadist?
3. Kapan al-qur`an dan hadits di jadikan sebagai sumber hukum utama?

C.Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui apa itu al-qur`an


2. Untuk mengetahui apa itu hadits
3. Dan untuk mengetahui kapan al-qur`an dan hadits di jadikan sumber hukum
utama
BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian Alquran

Secara etimologi Alquran berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan, atau qur’anan yang


berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (ad-dlammu). Sebagaimana firman Allah
dalam Q.S. 75: 17-18:

“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya dan ‘membacanya’. Jika Kami


telah selesai membacakannya, maka ikutilah ‘bacaan’ itu”.

Sedangkan secara terminologi (syariat), Alquran adalah mukjizat terbesar Nabi


Muhammad SAW, bahkan terbesar pula dibandingkan mukjizat para nabi sebelumnya. Alquran
membenarkan kitab-kitab sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkan
sebelumnya. Seperti dalam ayat yang artinya:

“Tidak mungkin Alquran ini dibuat oleh selain Allah. Akan tetapi ia membenarkan kitab-kitab
yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang ditetapkannya. Tidak ada keraguan di
dalamnya dari Tuhan semesta alam” (Q.S. Yunus: 37).

“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Alquran itulah yang benar, membenarkan
kitab-kitab sebelumnya Sesungguhnya Allah benar-benar Mengetahui lagi Maha Melihat
(keadaan) hamba-hambanya.” (Q.S. Faathir: 31)

Ayat-ayat Alquran yang diturunkan selama lebih kurang 23 tahun itu dapat dibedakan
antara ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi Muhammad masih tinggal di Mekah (sebelum
hijrah) dengan ayat yang turun setelah Nabi Muhammad hijrah (pindah) ke Madinah. Ayat-ayat
yang turun ketika Nabi Muhammad masih berdiam di Mekkah di sebut ayat-ayat Makkiyah,
sedangkan ayat-ayat yang turun sesudah Nabi Muhammad pindah ke Madinah dinamakan ayat-
ayat Madaniyah. Ciri-cirinya adalah:

Ayat-ayat Makiyah pada umumnya pendek-pendek, merupakan 19/30 dari seluruh isi
Alquran, terdiri dari 86 surat, 4.780 ayat. Sedangkan ayat-ayat Madaniyah pada umumnya
panjang-panjang, merupakan 11/30 dari seluruh isi Alquran, terdiri dari 28 surat, 1456 ayat.

Ayat-ayat Makkiyah dimulai dengan kata-kata yaa ayyuhannaas (hai manusia) sedang
ayat–ayat Madaniyah dimulai dengan kata-kata yaa ayyuhallaziina aamanu (hai orang-orang
yang beriman).
Pada umumnya ayat-ayat Makkiyah berisi tentang tauhid yakni keyakinan pada Kemaha
Esaan Allah, hari kiamat, akhlak, dan kisah-kisah umat manusia di masa lalu, sedang ayat-ayat
Madaniyah memuat soal-soal hukum, keadilan, masyarakat, dan sebagainya.

B.Pengertian Al-Hadits

Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat atau waktu
yang singkat. Hadits juga berarti berita, yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan
dipindahkan dari seorang kepada orang lain.

Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW, baik itu
ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Berikut ini adalah penjelasan mengenai ucapan,
perbuatan, dan perkataan.

1. Hadits Qauliyah ( ucapan) yaitu hadits hadits Rasulullah SAW, yang diucapkannya dalam
berbagai tujuan dan persuaian (situasi).
2. Hadits Fi’liyah yaitu perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad SAW, seperti  pekerjaan
melakukan shalat lima waktu dengan tatacaranya dan rukun-rukunnya, pekerjaan
menunaikan ibadah hajinya dan pekerjaannya mengadili dengan satu saksi dan sumpah
dari pihak penuduh.
3. Hadits Taqririyah yaitu perbuatan sebagian para sahabat Nabi yang telah diikrarkan oleh
Nabi SAW, baik perbuatan itu berbentuk ucapan atau perbuatan, sedangkan ikrar itu
adakalanya dengan cara mendiamkannya, dan atau melahirkan anggapan baik terhadap
perbuatan itu, sehingga dengan adanya ikrar dan persetujuan itu. Bila seseorang
melakukan suatu perbuatan atau mengemukakan suatu ucapan dihadapan Nabi atau pada
masa Nabi, Nabi mengetahui apa yang dilakukan orang itu dan mampu menyanggahnya,
namun Nabi diam dan tidak menyanggahnya, maka hal itu merupakan pengakuan dari
Nabi.
A. Kedudukan Hadits

Dalam kedudukannya sebagai penjelas, hadits kadang-kadang memperluas hukum dalam Al-
Qur’an atau menetapkan sendiri hukum di luar apa yang ditentukan Allah dalam Al-Quran.

Kedudukan Hadits sebagai bayani atau menjalankan fungsi yang menjelaskan hukum Al-


Quran, tidak diragukan lagi dan dapat di terima oleh semua pihak, karena memang untuk itulah
Nabi di tugaskan Allah SWT. Namun dalam kedudukan hadits sebagai dalil yang berdiri sendiri
dan sebagai sumber kedua setelah Al-Quran, menjadi bahan perbincangan dikalangan ulama.
Perbincangan ini muncul di sebabkan oleh keterangan Allah sendiri yang menjelaskan bahwa Al-
Quran atau ajaran Islam itu telah sempurna. Oleh karenanya tidak perlu lagi ditambah oleh
sumber lain.

Jumhur ulama berpendapat bahwa Hadits berkedudukan sebagai sumber atau dalil kedua
setelah Al-Quran dan mempunyai kekuatan untuk ditaati serta mengikat untuk semua umat
Islam. Jumhur ulama mengemukakan alasannya dengan beberapa dalil, di antaranya :

Hadits Rasulullah saw. yang berarti, ”Dan aku tinggalkan kepada kalian dua perkara yg mana
jikalau kalian mengikutinya kalian tidak akan tersesat, yakni kitab Allah (Al-Quran) dan sunnah
Rasulullah (hadits).

Banyak ayat Al-Qur’an yang menyuruh umat mentaati Rasul. Ketaatan kepada rasull sering
dirangkaikan dengan keharusan mentaati Allah ; seperti yang tersebut dalam surat An-Nisa : 59 :

 artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),

Bahkan dalam tempat lain Al-Quran mengatakan bahwa oang yang mentaati Rasul berarti
mentaati Allah, sebagaimana tersebut dalam surat An-Nisa : 80:

Artinya : Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan
Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi
pemelihara bagi mereka.

Yang dimaksud dengan mentaati Rasul dalam ayat-ayat tersebut adalah mengikuti apa-
apa yang dilakukan atau dilakukan oleh Rasul sebagaimana tercakup dalam Sunnahnya.

C.Kapan Al-Quran dan Hadist dijadikan sebagai sumber hukum pertama?

Baiklah untuk menyelesaikan permasalahan diatas kita akan menganalisis kedudukan dari
Al-Quran dan Hadist sendiri. Pada uraian diatas kami telah memaparkan secara ringkas apa itu
yang dimaksud dengan Al-Quran dan Hadist.

Sebagai umat muslim, kita tentu sudah sangat tahu bahwasanya Sumber hukum Islam yang
paling utama ialah alquran dan hadist dari nabi Muhammad SAW. Pasalnya kedua hal tersebut
merupakan panduan hidup beragama yang sering kita amalkan.

Kedua sumber hukum Islam tersebut merupakan pokok paling sentral atau juga bisa disebut
sebagai jantung hukum dalam ajaran agama Islam. Hal ini sendiri telah dijelaskan oleh Allah
SWT dalam firmanNya yakni surat An Nisa ayat 59, yang berbunyi berikut:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya, dan ulil amri di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu bener-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa:
59)

Jadi untuk pertanyaan Kapan Al-Quran dan Hadist dijadikan sebagai sumber hukum
pertama? Kami memiliki tiga jawaban ;

1. Pertama, kami sudah menanyakan kepada TGH. Hulaifi Lc. Mh. Tentang permasalahn
ini dan jawabannya sangat singkat, yakni ”sejak awal islam.”
2. Kedua, dalam kitab ushul fiqh ada 4 yaitu al-QURAN, Hadits, Ijma’, Qiyas. Keempat
sumber hukum ini adalah sumber hukum yang disepakati oleh para ulama islam. Ketika
suatu hukum tidak ditemukan di dalam Al-quran maka akan dicari dalam Al-Hadits, lalu
apabila hukum tersebut tidak ditemukan dalam keduannya maka akan dicari kesepakatan
secara ijma’ para ulama’ ataupun secara kiyas. Maka dari pernyataan ini dapat kita
simpulkan bahwa Al-Quran dan Hadits akan menjadi sumbur hukum yang utama selama
hukum tersebut ada di dalam Al-Quran dan Hadits, sehingga metode penggambilan
hukum ijma’ dan kiyas tidak perlu kita pergunakan untuk menentukan suatu hukum
tersebut.
3. Ketiga, Al-Quran dan Hadits dijadikan sumber hukum utama yaitu pada zaman
Rasulullah saw. masih hidup karena sumber Al-Quran dan hadits itu sendiri masih hidup
jadi tidak perlu cara menentukan hukum sesuatu selain kepada Rasulullah saw.
BAB III

PENUTUP

A.KESIMPULAN

Jadi dapat kita simpulkan bahwa Al-quran dan Hadits itu menjadi sumber hukum utama sejak
awal islam dan ketika suatu hukum itu ada didalam AlQuran dan hadits, sehingga tidak harus
menggunakan metode penggambilan hukum yang lain (ijma’ dan kiyas).

B.SARAN

Kami sadar bahwa kami jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami kedepannya akan lebih
focus dan detail dalam menjelaskan makalah ini dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan
tentunya dapat di pertanggung jawabkan.

Dan kami mengharapkan keritik dan saran dari pembaca dan terkhusus untuk bapak dosen yang
telah memberikan kepercayaan ini kepada kami untuk mengerjakan tugas ushul fikh “AL-
QUR’AN DAN HADITS SEBAGAI SUMBER HUKUM UTAMA”
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Nasruddin Razak. 1989. Dienul Islam. Bandung: Maarif.

Ustadz ABDUL HAMID HAKIM, Mabadi Al-awaliyah, Jakarta; SP

Anda mungkin juga menyukai