DOSEN PEMBIMBING
Dr. Raffles, S.H., M.H
DISUSUN OLEH
Zevia gustira
NIM: P2B221013
UNIVERSITAS JAMBI
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1) Latar belakang masalah
Keterbatasan bergerak dan interaksi pada era pandemic yang melanda dunia
saat ini, setidaknya telah berlangsung 2 tahun lebih bencana yang tak terduga ini
menggukung kebebasan masyarakat dunia. Tetapi ini tidak menghalangi interaksi
antar ruang maya, yang berkembang pesat sebelum bencana ini mewabah.
Kemajuan teknologi saat ini justru menolong sebagian bahkan semua masyarakat
dunia yang berdampak akibat bencana ini.
Kemajuan teknologi ini menolong banyak orang yang dimasa-masa ini
dibatasi geraknya akibat, lockdown yang menjadi keputusan bagi setidaknya
semua pemerintah dunia untuk menguranggi penyebaran wabah ini. Maka
internetlah menjadi penolong, banyaknya kegiatan online yang beragam, bisa
merupakan transaksi, bahkan segala sektor. Indonesia sebagai Negara ke-3
terbanyak menggunakan internet setidaknya 202 juta pengguna internet yang
berasal dari Indonesia.
Serba digital inilah yang mewabah saat ini, bahkan suatu hal yang dianggap
tabuh atau nyeleneh sebelum era pandemic ini mewabah menjadi hal yang umum.
banyak hal yang harus dibuat secara langsung seperti pembuatan akta notaris,
sebagaimana kita ketahui akta notaris dibuat secara langsung dihadapan seorang
notaris, nyatanya beberapa notaris justru mau tidak mau melakukan penghadapan
dengan kliennya secara zoom. Aneh pada saat pandemic belum menyebar, tapi tak
asing pada era ini.
Kegiatan jual beli secara online dapat terlihat dengan banyaknya e-commerce
yang dapat diakses oleh penduduk Indonesia. Masyarakat Indonesia sepertinya
sangat aneh jika tidak tahu Tokopedia, shopee, lazada, DLL yang mana
keberadaannya selalu membantu dengan banyak penawaran untuk mengaet
pembeli untuk menggunakan app’s mereka. Penawaran seperti Shopee Paylater,
dimana proses penalangan biaya untuk sementara akan dikembalikan bulan depan
dengan waktu tempo yang telah ditentukan oleh pihak shopee, yang tanpa disadari
oleh pengguna mereka telah menjalankan suatu tindakan hukum berupa
pembuatan perjanjian.
Perjanjian pada umumnya menjujung tinggi asas konsensualisme suatu
keabsahan perjanjian, harus dilihat dari asas ini. Setidaknya menurut asas ini
terdapat 4 poin penting suatu perjanjian dianggap sah;
1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,
2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian,
3) Suatu hal tertentu,
4) Suatu sebab yang halal. 1
Sebagaimana menurut asas ini, suatu perjanjian dinyatakan mengikat para
pihaknya apa bila consensus tercapai mengenai esensialia dalam perjanjian
tersebut. Akibat hukum dari pembuatan perjanjian tersebut lahirlah hak dan
kewajiban para pihak
Sebagaimana asas konsensualisme, perjanjian juga menggunakan asas
kebebasan berkontrak dimana para pihak bebas mengikatkan dirinya pada suatu
perjanjian. Di Indonesia, sebagaimana kita ketahui sebagai Negara dengan sistem
hukum civil law, sistem ini memberikan pengelompokan atas asas kebebasan
berkontrak;
Kebebasan untuk membuat perjanjian atau tidak membuat perjanjian,
Kebebasan untuk memilih dengan pihak mana akan membuat perjanjian,
Kebebasan untuk menentukan bentuk perjanjian,
Kebebasan untuk menentukan bentuk perjanjian,
Kebebasan untuk menentukan cara pembuatan perjanjian.
Terlepas masih banyak asas yang menjadi pondasi dalam pembutan suatu
perjanjian, namun jika membicarakan perjanjian jual beli asas ini akan selalu
diperhatikan dan menjadi syarat subjektif dalam pembuatan perjanjian, tetapi akan
beda halnya jika membicarakan perjanjian baku.
1
Perjanjian baku, hidup berdampingan dengan masyarakat luas, kedua asas
yang dijelaskan pada awal latar belakang ini menjadi poin penting, yang kerap di
sepelehkan dalam pembuatan perjanjian ini. Seperti asas kebebasan berkontrak,
dimana para pihak secara bersama berlandaskan kesepakatan bersama dalam
menentukan isi perjanjian. Nyatanya ini tidak akan berlaku didalam perjanjian
baku. Dimana pihak yang memiliki kedudukan yang lebih tinggilah yang
menentukan isi, bentuk dan cara pembuatan perjanjian. Pihak yang lainnya hanya
menyetujui perjanjian tersebut namun tidak ada paksaan terhadap pihak lainnya
untuk menerima perjanjian itu atau tidak sebagaimana kita ketahui sifat dari
perjanjian ini take it or leave it.
Pelaku usaha yang menggunakan perjanjian baku tak memaksa pihak lain
untuk mengikatkan diri atas perjanjian tersebut. Sayangnya pelanggaran masih
kerap terjadi asas kebebasan dalam pembuatan perjanjian justru membuat pelaku
usaha seenaknya dalam menentukan isi yang diperjanjiakan. Maka didalam KHU
Perdata lebith tegasnya ada pembatasan terhadapat asas kebebasan dalam
membuat perjanjian.
Dengan latar belakang tersebut penulis menyusun rumusan permasalahan
dalam makalah ini apakah adanya pembedaan didalam ketentuan perjanjian
baku di era digital saat ini?
BAB II
PEMBAHASAN
Pelaku usaha sebagai pembuat perjanjian baku sudah tahu betul apa
yang hendak dia tawarkan, maupun apa yang hendak dia dapatkan
sebagai kontra-prestasi dari konsumen. Dan biasanya tidak
demikianlah halnya dengan konsumen. Konsumen akan memerlukan
usaha ganda untuk memahami rumusan dari ketentuan mengenai hak
dan kewajiban timbal- balik dalam perjanjian baku.
PENDAHULUAN
B. Rumusan masalah
a) Apa yang menjadikan tolak ukur keabsahan perjanjian baku dalam jual
beli melalui e-commerce?
BAB II
PEMBAHASAN
dilakukan. Artinya apakah semua proses transaksi dilakukan secara online atau
kepada
Pada dasarnya syarat sahnya perjanjian jual beli yakni sudah tertuang di
dalam Pasal 1320 KUH Perdata, hal ini juga dapat menjadi acuan syarat sahnya
suatu perjanjian jual beli melalui E-commerce/online. Oleh karenaE-commerce
juga merupakan kegiatan jual beli yang perbedaannya dilakukan melalui media
online. Hanya saja dalam jual beli memalui ecommerce dilakukan melalui media
internet yang bisa mempercepat, mempermudah dan transaksi jual beli tersebut.27
Dalam UU ITE juga menambahkan beberapa persyaratan lain, misalnya:
a) Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum,
manfaat,kehatihatian, itikad baik, dan kebebasan memilih teknologi
atau netral teknologi.
b) Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik
harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan
dengan syarat kontrak/perjanjian, produsen, dan produk yang
ditawarkan.
c) Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana
dimaksud yaitu wajib beritikad baik dalam melakukan interaksi dan
atau pertukaran Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik
selama transaksi berlangsung. Ketentuan mengenai waktu pengiriman
dan penerimaan informasi dan atau transaksi elektronik.
a. Menggunakan sistem elektronik yang handal dan aman serta
bertanggung jawab.
b. Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik
terjadi pada transaksi yang dikirim pengirim telah diterima dan
disetujui penerima.
c. Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana
dimaksud harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan
secara elektronik.
BAB III
Kesimpulan