Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS YURIDIS TERHADAP

KEPASTIAN HUKUM KREDITUR

SEBAGAI PEMBELI AGUNAN DEBITUR PAILIT

Disusun oleh

zevia gustira

P2B221013

UNIVERSITAS JAMBI

PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah


Dalam perkembangan peradaban manusia, kehidupan perekonomian tak
bisa terlepas sepanjang kemajuan manusia. Kemajuan perekonomian menjadi
tolak ukur setiap negara dalam menentukan seberapa maju dan berkembangnya
suatu negara. Peningkatan perekonomian inilah yang menjadikan pacuan setiap
negara untuk berlomba-lomba memajukan kesejahteraan masyarakatnya dalam
perekonomian negara mereka. Begitu pula dengan indonesia, dimana sejak krisis
moniter yang melanda beberapa negara tanpa terkecuali indonesia. Membuat
indonesia sebagai negara berkembang berusaha agar kejadian terpuruk tersebut
tidak terulang kembali.
Pertumbuhan ekonomi inilah yang membuat pemerintah secara konsisten
memberikan kemudahan setiap linier masyarakat untuk dapat dengan mudah
memajukan setiap usaha didalam bidang ekonomi yang sedang mereka geluti.
Keseriusan ini dapat dilihat bagaimana pemerintah memberikan kemudahan bagi
pelaku UMKM. Bahakan bantuan kredit untuk UMKM yang diberikan
pemerintah ditenggah pandemi yang melanda dimana menjadi momok setiap
pelaku UMKM, setidaknya pada tahun 2021, terdapat program PEN mendukugan
UMKM dimana pemerintah menggelontorkan setidaknya Rp 96,21 triliun yang
dapat dimanfaatkan pelaku UMKM, dimana pemerintah memberikan Subsidi
bunga kepada bank umum mitra untuk mendukung perluasan kredit modal.1
Kemudahan berkredit ini pun tak jarang tetap mendapatkan kesulitan bagi
pelaku UMKM, bahkan untuk setiap pelaku yang tengah menjalankan kredit
dengan pihak bank yang terkait. Permasalah yang sangat sering terjadi, dimana
pihak debitur pada awal melakukan kredit tidak memiliki hambatan dalam

1
Haryo Limanseto “Dukungan program pemerintah dalam pemberdayaan UMKM unuk
memperkuat stailitas ekonomi daerah”https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/3624/dukungan-
program-pemerintah-dalam-pemberdayaan-umkm-untuk-memperkuat-stabilitas-ekonomi-
daerah, pada tanggal 16 mei 2022, pukul 1047 WIB
pembayaran namun ditengah kredit tersebut tak jarang permasalahan internal
terjadi dan menyebabkan kredit macet, ini bisa terjadi ketika usaha yang mereka
jalankan tak berjalan dengan seharusnya.
Menghindari kredit macet oleh debitur, maka menjadi suatu yang lumrah
ketika kreditur dan debitur membuat perjanjian kredit maka para pihak membuat
perjanjian jaminan yang perjanjian tersebut harus didaftrakan ke lembaga
jaminan. Tidak ada batasan dalam objek jaminan yang dibuatkan perjanjian
jaminan. Sebagai contoh Jaminan tanggungan yang dibuat oleh debitur
menempatkan kreditur sebagai pihak yang akan didahului apabila objek jaminan
yang diperjanjiakan oleh debitur yang melibatkan hutang-hutang lainnya. Tak
seperti jaminan jaminan yang mana satu objek jaminan bisa menjadi jaminan
untuk beberapa kreditur tetapi pemegang hak jaminan tersebut lah yang harus
didahului pembayaran hutangnya bahkana pada saat dibitur pailit pun harta
debitur harus dibayar. Maka ini akan berbeda dengan jaminan fidusia yang mana
satu objek jaminan hanya untuk satu perjanjian hutang piutang.
Dalam pembayaran hutang tersebutlah kreditur mengambil langkah untuk
melelang objek jaminan yang diperjanjikan sebelum. Proses lelang inilah yang
kadang terdapat masalah lain yang timbul, ketika objek jaminan yang disepakati
sebelumnya tak mencukupi penutupi hutang debitur atau permasalahan yang lain
dimana ternyata objek jaminan yang dilelang tak kunjung di beli oleh masyarakat.
Ini pun menjadi persolaan dimana kurangnya kepercayaan masyarakat akan good
govermment yang menyebabkan persoalan ini melebar.Maka dalam kondisi
seperti inilah bank kreditur dapat secara langsung menjadi membeli agunan yang
menjadi objek jamianan tersebut atas kreditnya sendiri, walaupun kondisi ini
hanya berlangsung sementara sampai pihak bank dapat menunjuk pembeli dari
angunan tersebut.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan Dengan latar belakang masalah tersebutlah penulis menyusun
rumusan masalah dalam makalah ini yaitu;
1. Bagaimana bank kreditur dapat menjadi pembeli agunan debitur?
2. Bagaimana kepastian hukum kreditur yang membeli angunan debitur
yang pailit

BAB II
PEMBAHASAN

1. Bank kreditur berperan sebagai pembeli sementara agunan debitur


Peradaban manusia tumbuh dan berkembangan dengan peristiwa yang
sedang berlangsung disekitar mereka. Sebagaimana bank, pada awal
kemunculannya didaratan eropa dan berkembang ke asia barat. Bagi indonesia
keberadaan bank, tak terlepas pengaruh penjajahan belanda, oleh pemerintah
indonesia bank yang pada saat itu di bawah pemerintah belanda kemudian di
nasionalisasikan ke indonesia.
Bank tak hanya menjadi tempat menyimpan uang semata, namun untuk
indonesia sebagai suatu negara bank sentral, merupakan wujud kedaulatan
ekonomi republik indonesia. Makna dibalik kedaulatan ekonomi, dimana itu
merupakan cita-cita yang terus akan diwujudkan oleh pemerintah indonesia,
dimana indonesia sebagai suatu bangsa memiliki sikap yang mandiri dalam
bidang perekonomian dan tidak tergantung pada negara lain untuk mencukupi
kebutuhan perekonimian bangsa.
Salah satu cara memajukan perekonomian tersebut pemerintah indonesia
memberikan segala kemudahan salah satunya dengan memberikan kredit, setiap
jenis kredit memiliki karakter masing-masing yaitu;
1. kredit modal kerja, yaitu kredit jangka pendek yang diberikan
untuk membiayai kebutuhan modal kerja dari suatu perusahaan.
Jenis kredit model ini diantara lain,
a) Kredit model kerja (KMKP) yang diberikan kepada
pengusaha ekonomi lemah,
b) KUPEDES yaitu kredit yang diberikan kepada petani dan
bukan petani untuk mengembangkan atau meningkatkan
usaha kecil diperdesaan.
c) Kredit koperasi, yaitu kredit yang diberikan kepada
koperasi untuk keperluan pengembangan usahanya dalam
rangka pembiayaan kredit usaha tani (KUT).
2. Kredit investasi, yaitu kredit jangka menengah dan jangka panjang
dalam rangka membiayai pengadaan aktiva tetap suatu perusahaan.
Beberapa contoh investasi ini yaitu;
a) KIK yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha kecil
golongan ekonomi lemah,
b) Kredit untuk membiayai pembangunan di bidang
perkebunan (pembekaan baru, peremajaan atau perluasan).
3. kredit konsumsi, yaitu kredit yang diberikan kepada masyarakat.
Beberapa contoh kredit konsumtif;
a) KPR (kredit pemilihan rumah)
b) Kredit profesi guru (KPG)
c) Kredit mahasiswa indonesia
d) Kredit asrama mahasiswa.2
Pemberian kredit dinilai menyumbangkan sebagian besar untuk
perekonomian, maka ini sejalan dengan fungsi yang berkenaan dengannya,
dimana meningkatkan daya guna dari uang, memotivasi gairah dalam
membangun usaha dan menujang peredaran serta lalu lintas uang negara.
Pemberian kredit ini berlandaskan prinsip kehatian-hatian, dimana bank
memiliki dan menerapkan sisitem pengawasan intern dalam rangka menjamin
terlaksananya proses pemgambilan keputusan dalam pengelolaan bank yang
sesuai dengan prinsip kehatian-hatian.3Tujuan dari prinsip kehati-hatian bank
ini tidak terlepas agar bank selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya
dengan baik dan mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang
berlaku di dunia perbankan.
Namun nyatanya sebagaimana pun usaha pemerintah untuk mendukung
perekonomian masyarakat dalam pemberian kredit, tak jarang masyarakat
sebagai debitur mengalami kesulitan dalam membayar kredit. Namun yang
pelu diketahui didunia kredit ini terdapat bermacam-macam kredit bermasalah

2
Zainal asiki, pengantar hukum perbankan indonesia, rajagrafido prasad, 2016, hal 187
3
Pasal 29 ayat 1 dan 2 undang -undang no 10 tahun 1998 tentang perbankan
terdapat kredit yang kurang lancar, kredit yang diragukan dan kredit macet.
Yang menjadi tolak ukur kualitas kredit sebagai berikut;
1. Prospek usaha, penilaian terhadap propek usaha dilakukan
berdasarkan penilaian terhadap komponen tertentu sebagai
berikut;
a. Potensi pertumbuhan usaha
b. Kondisi pasar dan posisi debitur dalam persaigan
c. Kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja
d. Dukungan dari grup atau afiliasi
2. Kinerja debitur penilaian terhadap kinerja debitur dilakukan
berdasarkan penilaian terhadap kinerja debitur dilakukan
berdasarkan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai
berikut;
a. Prolehan laba
b. Struktur permodalan
c. Arus kas
d. Sensivitas terhadap risiko pasar
Sejalan dengan pasal 8 PBI Nomor 7/2/PBI/2005 menyatakan bahwa
penetapan kualitas kredit tersebut di atas tidak diberlakukan untuk aktiva prosedur
yang diberikan oleh setiap bank sampai dengan jumlah Rp 500.000.000,- ( lima
ratus juta rupiah) kepada debitur atau proyek yang sama.
Didalam memberikan kredit oleh bank umumnya nilai jaminan yang
dimiliki debitur akan lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kredit yang
diterimanya. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan merosotnya nilai
jaminan, atau sulitnya menemukan pembeli yang bersedia membeli agunan sesuai
harga pasar, ketika akan dijual manakala si debitur tidak mampu melunasi
hutangnya pada bank.
Dalam hal terjadinya debitur yang cedera janji sesuai dengan pasal 6 UUHT
jo pasal 20 ayat 1 huruf a pelaksanaan eksekusi hak tanggungan dapat dilakukan
oleh pemegang hak tanggungan melalui pelelangan umum, ini dapat diartikan
bahwa pelaksanaan lelang merupakan kewenangan yang diberikan undang-undang
kepada pemegang hak tanggungan pertama untuk melakukan penjualan melalui
pelelangan umum atas aset yang dijadikan sebagai jaminan.
Kesulitan dalam hal mengeksekusi nilai jaminan agunan debitur bukan hal
yang baru, kesulitan ini pula yang tak jarang menyebabkan bank sebagai kreditur
membeli agunan lelang kreditnya sendiri yang sifat pembelian ini sementara
sampai bank dapat menemukan pembeli agunan tersebut. Setidaknya dalam waktu
satu tahun sejak pelaksanaan lelang bank harus menemukan pembeli agunan
tersebut.
Kredit macet tak jarang menjadi plomatika yang lumrah ditengah
masyarakat ketika debitur tidak dapat mengembalikan cicilan pokok kredit dan
begitu pula bunga yang telah disepakati sebelumnya. Krdit macat bukan masalah
yang sepele, namun permasalahan ini juga sangat menpengaruhi kinerja bank
tersebut, begitu pila dengan likuidasi bank itu sendiri. Dampak ini pun
berpengaruh terhadap nasabah penyimpanan bank yang lain dikarenakan
banyaknya kredit yang macet.
Langkah yang diambil dalam menyelesaikan kredit macat, merupakan solusi
yang terjadi ketika kreditur dan debitur talah membuat perjanjian pokok, lelang
dapat diartikan suatu sarana mempertemukan penjual dan pembeli dengan tujuan
dapat menentukan harga yang sepadan dengan barang yang menjadi jaminan.
Penjualan barang jaminan dengan cara lelang ini dimana dilakukan di muka
umum dihadapan pejabat lelang, dimana sebelum terjadinya lelang ini dilakukan
pengumuman terlebih dulu.
Satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada krditur tertentu terhadap
krditor-kreditur tertentu terhadap krditur-kreditur lainnya, atau sebagai hak
tanggung. Dalam hal mencegah terjadinya kredit macet, bank sebagai kreditur
selalu memberlakukan perjanjian jaminan sebelum mengajukan kredit, ini pun
terutama ketika pinjaman yang diajukan tergolong besar atau beresiko tinggi. Hak
tanggungan menjadi syarat pemberian kreditur kepada bank. Hak tanggung yang
sering diberikan tak lain berupa sertifikat tanah yang dijadikan jaminan.
Sebagaimana dijelasakan didalam pasal 6 UUPA dimana apabila debitur
mengalami cidera janji, maka pemegang hak tanggungan pertama diberikan hak
untuk menjual jaminan kredit dalam hal terjadi macet kredit. Dalam prakteknya
menjual objek lelang merupakan langkah yang diambil kreditur dalam upaya
pelunasan hutang debitur. Namun bukan berati permasalahan yang dialami
kreditur seketika selesai ketika lelang jaminan dilaksanakan, permasalahan yang
lain akan timbul ketika masalah yang lain dapat diselesaikan. Menjadi masalah
baru ketika kreditur kesulitan untuk menemukan pembeli dari jaminan debitur
tersebut.
Pembelian agunan bank kreditur, tetap memelukan akta oterntik yang
disebut acte de command, yaitu akta yang berisikan pernyataan antara pembeli
yang ditunjuk oleh bank dengan dibetur yang isinya bahwa pembeli dalam
bertindak membeli agunan dilakukan untuk kepentingan pihak lain yang namanya
akan ditentukan kemudian hari yang ditunjuk untuk menggantikan pembeli.
Namun apa bila jangka waktu yang telah ditentukan bank belum kunjung
menemukan pembeli dari agunan tersebut maka secara otomatis bank kreditur
dianggap sebagai pembeli dari agunan tersebut.
Ketika lelang objek lelang terkendala pembeli jaminan, sebagaiman
dijelaskan didalam pasal 12 A Undang-undang perbankan; bank umum dapat
membeli seluruh atau sebagian dari objek lelang, baik melalu lembaga lelang
maupun diluar proses dari lelang itu sendiri dimana atau pun penyerahan secara
sukarela oleh pemilik objek jaminan itu sendiri.

2. Kepastian hukum bagi bank kreditur membeli agunan kredit.


Bank sebagai pemberi kredit kepada debitur bukan hal yang mudah dan
tanpa suatu perhitungan yang asal. Setiap bank selalu memegang prinsip
kehatian-hatian dalam setiap langkah yang mereka ambil, tak hanya didalam
pemberian kredit kepada debitur tetapi juga segala perekonomian negara
terutama bank sentral yang merupakan tujuan dasar pendiriannya.
Permasalahan kredit telah menjadi lumrah terjadi ditengah masyarakat saat
ini. kredit macet merupakan kondisi dimana nasabah dalam ini berperan
sebagai debitur, dimana tidak mampu membayar pelunasan kredit yang
diajukan ke bank berdasarkan kesepakatan waktu yang telah dibuat didalam
perjanjian sebelumnya. Ketidak mampuan debitur inilah yang mencedera janji
yang disepakati.
Didalam kelembagaan bank, terdapat Restrukturisasi kredit ini merupakan
upaya yang diambil oleh bank sebagai krediktur dalam hal memperbaiki
permasalahan kegiatan kreditnya ketika debitur menggalami kesulitan dalam
melakukan kewajiban yang seharusnya dilakukan oleh debitur.
Pihak bank memiliki langkah yang akan selalu diambil ketika
permasalahan, kredit macet terjadi, dimana bank akan melakukan
penjadwalan ulang (rescheduling) disyasratkan ulang dan ditata ulang.
Namun apa bila tetap permasalahan kredit macet yang dilakukan oleh debitur
ini tetap terjadi, maka pihak bank selaku kreditur akan melaksanakan
eksekusi jaminan. Penjualan objek lelang ini tak semerta dilakukan dengan
sembarang, tetapi melalui lembaga lelang ini berdasarkan Undang-undang
Hak Tanggungan (UUHT) dalam Undang-undang no 4 tahun 1996.
Sebagaimana diterangkan didalam Pasal 1 angka 1 dalam UUHT: ” hak
jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud
didalam UUPA 1960, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu,
yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditout tertentu
terhadap kerditur yang lainnya. Menjalankan tugasnya bank selalu
memjujung prisip kehati-hatian ini dilakukan bukan tanpa sebab, dengan
prinsip ini resiko yang dapat terjadi kedepannya dapat di hindari sekecil
mungkin. Pemberlakuan perjanjian jaminan merupakan cara bank selaku
kreditur.
Penjualan objek lelang merupakan langkah yang diambil oleh bank dalam
menyelesaikan masalah. Masalah akan selesai apabila objek jaminan tersebut
dapat dibeli oleh seseorang. Namun permasalahan baru akan timbul ketika
objek jaminan yang dijual didalam lelang dan ketidakanya pembeli memjadi
permasalahan yang akan muncul setelahnya.
Bank pada umumnya dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik
melalui pelelangan maupun diluar pelelang itu atau pemberian objek lelang
secara sukarela oleh debitur, sebagaimana penjelasan pasal 12 A UU
perbankan.
Apabila dalam jangka waktu yang telah ditetapkan bank belum dapat
menentukan siapa yang membeli agunan tersebut maka KPKNL tidak dapat
menerbitkan Kutipan risalah lelang, akta risalah ini memiliki andil penting, bahwa
agunan yang dilelangkan telah mendapatkan pembeli. Dimaan didalam akta ini
mencantumkan balik nama, yang mana merupakan bukti kepemilikan.4

Bahwa keinginan para pihak untuk melaksanakan lelang dan membeli lelang
dengan persyaratan tertentu yaitu: (1) syarat bahwa bank kreditur yang
memenangkan lelang harus menjual/menunjuk pembeli yang sebenarnya
dikemudian hari; dan (2) Syarat yang menyatakan jika bank kreditur tidak berhasil
menunjuk pembeli dalam tempo 1 (satu) tahun sejak tanggal lelang, maka ia
dianggap sebagai pembelinya, kedua syarat tersebut adalah syarat yang telah
disepakati bersama dan harus dilaksanakan sebagai suatu undang-undang.
Adapaun klausul yang tercantum di dalam acte de command intinya berisi
pernyataan bahwa bank akan menjadi peserta lelang dan jika memenangkan
lelangnya maka ia akan menunjuk pembeli yang sebenarnya dikemudian hari, dan
jika lewat waktu 1 (satu) tahun tidak berhasil menunjuk pembeli maka bank
kreditur bersedia dianggap sebagai pembelinya.

Kemudian hal tersebut dipertegas di dalam klausul Risalah Lelang yang


menyatakan “Bank sebagai kreditur dapat membeli agunannya melalui lelang,
dengan ketentuan menyampaikan surat pernyataan tertulis bahwa pembelian
tersebut dilakukan pihak lain yang akan ditunjuk kemudian dalam waktu 1 (satu)
tahun. Apabila dalam waktu 1 (satu) tahun Bank belum menyampaikan surat
pernyataan penunjukan Pembeli lelang, maka Bank dianggap sebagai Pembeli”.

Klausul yang tercantum di dalam acte de command dan di dalam Risalah


Lelang tersebut secara umum dapat dinyatakan sebagai bentuk perjanjian perdata
4
PMK no. 27/PKM.06/2016 pasal 94 ayat 4 mengatur tentang Risalah
yang tunduk kepada pasal 1320 KUHPdt yang mengatur syarat syahnya suatu
perjanjian yaitu: (1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; (2) Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan; (3) Suatu hal tertentu; (4) Suatu sebab yang halal.

Dengan demikian kesemua isi klausul dalam acte de command maupun


dalam Risalah Lelang pada dasarnya merupakan bentuk perjanjian perdata yang
telah disepakati oleh para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan lelang yang pada
akhirnya wajib dilaksanakan layaknya sebuah undang-undang.
BAB III
Kesimpulan
Pemberian kredit dinilai menyumbangkan sebagian besar untuk perekonomian,
maka ini sejalan dengan fungsi yang berkenaan dengannya, dimana meningkatkan
daya guna dari uang, memotivasi gairah dalam membangun usaha dan menujang
peredaran serta lalu lintas uang negara. Pemberian kredit ini berlandaskan prinsip
kehatian-hatian, dimana bank memiliki dan menerapkan sisitem pengawasan
intern dlam rangka menjamin terlaksananya proses pemgambilan keputusan dalam
pengelolaan bank yang sesuai dengan prinsip kehatian-hatian
Prinsip kehatian-hatian inilah yang menjadikan kepastian hukum bagi bank
kreditur dalam menjalankan tugasnya memberikan pinjaman kepada debitur,
namun tidak jarang dalam menjalan pelunasan ini debitur mengalami kesuliran,
yang menyebabkan kreditur menjadi pembeli agunan debitur, namun ada kalanya
objek jaminan tak sesuai dengan apa yang seharusnya, tidak mencukupi dengan
besaran hutang debitur sendiri.

Anda mungkin juga menyukai