Disusun oleh
zevia gustira
P2B221013
UNIVERSITAS JAMBI
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1
Haryo Limanseto “Dukungan program pemerintah dalam pemberdayaan UMKM unuk
memperkuat stailitas ekonomi daerah”https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/3624/dukungan-
program-pemerintah-dalam-pemberdayaan-umkm-untuk-memperkuat-stabilitas-ekonomi-
daerah, pada tanggal 16 mei 2022, pukul 1047 WIB
pembayaran namun ditengah kredit tersebut tak jarang permasalahan internal
terjadi dan menyebabkan kredit macet, ini bisa terjadi ketika usaha yang mereka
jalankan tak berjalan dengan seharusnya.
Menghindari kredit macet oleh debitur, maka menjadi suatu yang lumrah
ketika kreditur dan debitur membuat perjanjian kredit maka para pihak membuat
perjanjian jaminan yang perjanjian tersebut harus didaftrakan ke lembaga
jaminan. Tidak ada batasan dalam objek jaminan yang dibuatkan perjanjian
jaminan. Sebagai contoh Jaminan tanggungan yang dibuat oleh debitur
menempatkan kreditur sebagai pihak yang akan didahului apabila objek jaminan
yang diperjanjiakan oleh debitur yang melibatkan hutang-hutang lainnya. Tak
seperti jaminan jaminan yang mana satu objek jaminan bisa menjadi jaminan
untuk beberapa kreditur tetapi pemegang hak jaminan tersebut lah yang harus
didahului pembayaran hutangnya bahkana pada saat dibitur pailit pun harta
debitur harus dibayar. Maka ini akan berbeda dengan jaminan fidusia yang mana
satu objek jaminan hanya untuk satu perjanjian hutang piutang.
Dalam pembayaran hutang tersebutlah kreditur mengambil langkah untuk
melelang objek jaminan yang diperjanjikan sebelum. Proses lelang inilah yang
kadang terdapat masalah lain yang timbul, ketika objek jaminan yang disepakati
sebelumnya tak mencukupi penutupi hutang debitur atau permasalahan yang lain
dimana ternyata objek jaminan yang dilelang tak kunjung di beli oleh masyarakat.
Ini pun menjadi persolaan dimana kurangnya kepercayaan masyarakat akan good
govermment yang menyebabkan persoalan ini melebar.Maka dalam kondisi
seperti inilah bank kreditur dapat secara langsung menjadi membeli agunan yang
menjadi objek jamianan tersebut atas kreditnya sendiri, walaupun kondisi ini
hanya berlangsung sementara sampai pihak bank dapat menunjuk pembeli dari
angunan tersebut.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan Dengan latar belakang masalah tersebutlah penulis menyusun
rumusan masalah dalam makalah ini yaitu;
1. Bagaimana bank kreditur dapat menjadi pembeli agunan debitur?
2. Bagaimana kepastian hukum kreditur yang membeli angunan debitur
yang pailit
BAB II
PEMBAHASAN
2
Zainal asiki, pengantar hukum perbankan indonesia, rajagrafido prasad, 2016, hal 187
3
Pasal 29 ayat 1 dan 2 undang -undang no 10 tahun 1998 tentang perbankan
terdapat kredit yang kurang lancar, kredit yang diragukan dan kredit macet.
Yang menjadi tolak ukur kualitas kredit sebagai berikut;
1. Prospek usaha, penilaian terhadap propek usaha dilakukan
berdasarkan penilaian terhadap komponen tertentu sebagai
berikut;
a. Potensi pertumbuhan usaha
b. Kondisi pasar dan posisi debitur dalam persaigan
c. Kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja
d. Dukungan dari grup atau afiliasi
2. Kinerja debitur penilaian terhadap kinerja debitur dilakukan
berdasarkan penilaian terhadap kinerja debitur dilakukan
berdasarkan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai
berikut;
a. Prolehan laba
b. Struktur permodalan
c. Arus kas
d. Sensivitas terhadap risiko pasar
Sejalan dengan pasal 8 PBI Nomor 7/2/PBI/2005 menyatakan bahwa
penetapan kualitas kredit tersebut di atas tidak diberlakukan untuk aktiva prosedur
yang diberikan oleh setiap bank sampai dengan jumlah Rp 500.000.000,- ( lima
ratus juta rupiah) kepada debitur atau proyek yang sama.
Didalam memberikan kredit oleh bank umumnya nilai jaminan yang
dimiliki debitur akan lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kredit yang
diterimanya. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan merosotnya nilai
jaminan, atau sulitnya menemukan pembeli yang bersedia membeli agunan sesuai
harga pasar, ketika akan dijual manakala si debitur tidak mampu melunasi
hutangnya pada bank.
Dalam hal terjadinya debitur yang cedera janji sesuai dengan pasal 6 UUHT
jo pasal 20 ayat 1 huruf a pelaksanaan eksekusi hak tanggungan dapat dilakukan
oleh pemegang hak tanggungan melalui pelelangan umum, ini dapat diartikan
bahwa pelaksanaan lelang merupakan kewenangan yang diberikan undang-undang
kepada pemegang hak tanggungan pertama untuk melakukan penjualan melalui
pelelangan umum atas aset yang dijadikan sebagai jaminan.
Kesulitan dalam hal mengeksekusi nilai jaminan agunan debitur bukan hal
yang baru, kesulitan ini pula yang tak jarang menyebabkan bank sebagai kreditur
membeli agunan lelang kreditnya sendiri yang sifat pembelian ini sementara
sampai bank dapat menemukan pembeli agunan tersebut. Setidaknya dalam waktu
satu tahun sejak pelaksanaan lelang bank harus menemukan pembeli agunan
tersebut.
Kredit macet tak jarang menjadi plomatika yang lumrah ditengah
masyarakat ketika debitur tidak dapat mengembalikan cicilan pokok kredit dan
begitu pula bunga yang telah disepakati sebelumnya. Krdit macat bukan masalah
yang sepele, namun permasalahan ini juga sangat menpengaruhi kinerja bank
tersebut, begitu pila dengan likuidasi bank itu sendiri. Dampak ini pun
berpengaruh terhadap nasabah penyimpanan bank yang lain dikarenakan
banyaknya kredit yang macet.
Langkah yang diambil dalam menyelesaikan kredit macat, merupakan solusi
yang terjadi ketika kreditur dan debitur talah membuat perjanjian pokok, lelang
dapat diartikan suatu sarana mempertemukan penjual dan pembeli dengan tujuan
dapat menentukan harga yang sepadan dengan barang yang menjadi jaminan.
Penjualan barang jaminan dengan cara lelang ini dimana dilakukan di muka
umum dihadapan pejabat lelang, dimana sebelum terjadinya lelang ini dilakukan
pengumuman terlebih dulu.
Satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada krditur tertentu terhadap
krditor-kreditur tertentu terhadap krditur-kreditur lainnya, atau sebagai hak
tanggung. Dalam hal mencegah terjadinya kredit macet, bank sebagai kreditur
selalu memberlakukan perjanjian jaminan sebelum mengajukan kredit, ini pun
terutama ketika pinjaman yang diajukan tergolong besar atau beresiko tinggi. Hak
tanggungan menjadi syarat pemberian kreditur kepada bank. Hak tanggung yang
sering diberikan tak lain berupa sertifikat tanah yang dijadikan jaminan.
Sebagaimana dijelasakan didalam pasal 6 UUPA dimana apabila debitur
mengalami cidera janji, maka pemegang hak tanggungan pertama diberikan hak
untuk menjual jaminan kredit dalam hal terjadi macet kredit. Dalam prakteknya
menjual objek lelang merupakan langkah yang diambil kreditur dalam upaya
pelunasan hutang debitur. Namun bukan berati permasalahan yang dialami
kreditur seketika selesai ketika lelang jaminan dilaksanakan, permasalahan yang
lain akan timbul ketika masalah yang lain dapat diselesaikan. Menjadi masalah
baru ketika kreditur kesulitan untuk menemukan pembeli dari jaminan debitur
tersebut.
Pembelian agunan bank kreditur, tetap memelukan akta oterntik yang
disebut acte de command, yaitu akta yang berisikan pernyataan antara pembeli
yang ditunjuk oleh bank dengan dibetur yang isinya bahwa pembeli dalam
bertindak membeli agunan dilakukan untuk kepentingan pihak lain yang namanya
akan ditentukan kemudian hari yang ditunjuk untuk menggantikan pembeli.
Namun apa bila jangka waktu yang telah ditentukan bank belum kunjung
menemukan pembeli dari agunan tersebut maka secara otomatis bank kreditur
dianggap sebagai pembeli dari agunan tersebut.
Ketika lelang objek lelang terkendala pembeli jaminan, sebagaiman
dijelaskan didalam pasal 12 A Undang-undang perbankan; bank umum dapat
membeli seluruh atau sebagian dari objek lelang, baik melalu lembaga lelang
maupun diluar proses dari lelang itu sendiri dimana atau pun penyerahan secara
sukarela oleh pemilik objek jaminan itu sendiri.
Bahwa keinginan para pihak untuk melaksanakan lelang dan membeli lelang
dengan persyaratan tertentu yaitu: (1) syarat bahwa bank kreditur yang
memenangkan lelang harus menjual/menunjuk pembeli yang sebenarnya
dikemudian hari; dan (2) Syarat yang menyatakan jika bank kreditur tidak berhasil
menunjuk pembeli dalam tempo 1 (satu) tahun sejak tanggal lelang, maka ia
dianggap sebagai pembelinya, kedua syarat tersebut adalah syarat yang telah
disepakati bersama dan harus dilaksanakan sebagai suatu undang-undang.
Adapaun klausul yang tercantum di dalam acte de command intinya berisi
pernyataan bahwa bank akan menjadi peserta lelang dan jika memenangkan
lelangnya maka ia akan menunjuk pembeli yang sebenarnya dikemudian hari, dan
jika lewat waktu 1 (satu) tahun tidak berhasil menunjuk pembeli maka bank
kreditur bersedia dianggap sebagai pembelinya.