Anda di halaman 1dari 35

PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN YANG DITERAPKAN OLEH

BANK PERKREDITAN RAKYAT DALAM MENJALANKAN USAHA


KREDIT

Oleh:

SAMUEL SIANIPAR
2206109772

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan semesta alam segala karunia nikmat-Nya

sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya dan

tepat waktu. Makalah yang berjudul “Penerapan Prinsip Kehati-Hatian yang

Diterapkan Oleh Bank Perkreditan Rakyat dalam Menjalankan Usaha Kredit”

disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Program Magister

Hukum Universitas Indonesia yang telah disusun secara maksimal oleh

penulis, akan tetapi penulis sebagai manusia biasa sangat menyadari

makalah ini masih sangat banyak kekurangannya dan masih jauh dari kata

sempurna. Karenanya penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari para pembaca. Besar harapan penulis makalah ini dapat

berguna sebagai bahan bacaan pembantu masyarakat dalam mencari

berbagai macam bahasan. Demikan yang dapat penulis sampaikan, semoga

para pembaca dapat manfaat dan pelajaran dari makalah ini.

Jakarta, Oktober 2022

SAMUEL SIANIPAR

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................ 1


B. Perumusan Masalah ............................................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan................................................ 5
D. Tinjauan Kepustkaan............................................................... 7
E. Metode Penelitian ................................................................... 10

BAB II : PEMBAHASAN

A. Ketentuan Mengenai Kredit


.................................................................................................
14
B. Perbedaan Bank Umum dengan Bank Perkreditan Rakyat
.................................................................................................
18
C. Proses Pemberian Kredit Pada Bank Perkreditan Rakyat
.................................................................................................
23

BAB III : PENUTUP


A. Kesimpulan ............................................................................. 29
B. Saran ...................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 31

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan masyarakat sekarang saat ini, seiring meningkatnya

harga setiap kebutuhan, kredit merupakan salah satu alternatif yang

dilakukan oleh setiap orang atau badan usaha untuk memperoleh pendanaan

dengan maksud untuk mendukung peningkatan usahanya mengingat modal

yang dimiliki perusahaan atau perorangan tidak mampu memenuhi

kebutuhan. Dengan demikian, kata kredit bukan lagi kata yang asing bagi

masyarakat kita baik yang di desa maupun perkotaan. Secara etimologis

istilah kredit berasal dari bahasa Latin, credere, yang berarti kepercayaan.

Misalkan, seorang yang mendapat kredit dari bank adalah tentu seseorang

mendapat kepercayaan dari bank. 1

Pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kredit adalah

pinjaman uang yang pembayaran pengembalian secara mengangsur atau

pinjaman hingga batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan

lain. Dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan OJK Nomor 42/ POJK. 03/2017

dirumuskan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara

pinjam- meminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu

dengan pemberian bunga.

1
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta, Fajar Interpratama
Mandiri, 2005, hal. 57

1
2

Pemberian kredit terhadap rakyat merupakan salah satu indikator

pemeliharaan kepercayaan pemberi kredit dengan nasabah kredit. Salah satu

lembaga pemberi kredit antara lain adalah bank. Bank adalah badan usaha

yang menghimpun dana dari masyarakat berbentuk simpanan kemudian

menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/

atau bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak (Pasal

1 angka 2 Undang- undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan).

Dengan kata lain dapat dikatakan sebagai lembaga pranata atau institusi

antara kelompok orang yang mempunyai dana lebih (surplus spending group)

dan kelompok orang yang membutuhkan atau sedang kekurangan dana

(defisit spending group).2

Menurut Mohammad Djumhana, dalam perkembangan perbankan

modern, pengertian kredit tidak terbatas pada peminjam kepada nasabah

semata atau kredit secara tradisional, melainkan lebih luas lagi serta adanya

flesibilitas kredit yang diberikannya. Hal ini terlihat dari pengertian cakupan

kredit yang terdapat pada lampiran Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan

Perkreditan Bank, dimana kredit tidak terbatas hanya pada pemberian

fasilitas kredit yang lazim dibukukan dalam pos kredit pada aktiva dalam

neraca bank, namun termasuk pula pembelian surat berharga yang disertai

note purchase agreement atau perjanjian kredit, pembelian surat berharga

lain yang diterbitkan nasabah, pengambilan tagihan dalam rangka anjak


2
Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan, Jakarta, Sinar Grafika, 2010, hal. 12
3

piutang dan pemberian jaminan bank yang di antaranya meliputi akseptasi,

endosemen, dan awal surat- surat berharga.3

Sebagaimana telah diketahui di atas bahwa bank adalah sebuah

lembaga intermediasi keuangan. Pada umumnya bank didirikan dengan

kewenangan untuk menerima simpanan uang dan meminjamkan uang.

Dalam menjalankan aktivitasnya, bank menawarkan berbagai produk yang

berisi kegiatan pendukung perekonomian masyarakat, mulai dari jasa

menabung uang, jasa pengiriman uang, dan juga jasa peminjaman uang

yang dikenal dengan istilah kredit. Dana masyarakat yang terkumpul dalam

jumlah yang besar dan dalam jangka waktu yang lama merupakan sumber

utama bagi bank dalam menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam

bentuk kredit. Bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan


4
mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian.

Berdasarkan bentuknya, di Indonesia dikenal ada 2 (dua) jenis bank

yaitu sebagai berikut:5

1. Bank Umum

Bank umum adalah bank yang dapat melaksanakan kegiatan usaha

secara konvensional dan/ atau berdasarkan Prinsip Syariah yang

dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

3
Mohammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung, Citra Aditya
Bakti, 2000, hal. 368
4
Hermansyah, Op.Cit, hal. 7
5
Indonesia, Undang- undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Pasal 5 ayat
(1)
4

2. Bank Perkreditan Rakyat (selanjutnya disebut BPR)

Bank perkreditan rakyat adalah bank yang dapat melaksanakan

kegiatan usaha secara konvensional dan/ atau berdasarkan Prinsip

Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu

lintas pembayaran.

Berdasarkan hal di atas, dapat dilihat perbedaan antara bank umum

dan BPR memiiliki, perbedaan itu dilihat pada jasa yang diberikan, dimana

bank umum memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran sedangkan BPR

tidak. Namun pada hakikatnya baik bank umum maupun BPR memang

sama-sama memberikan jasa kepada masyarakat baik dalam pemberian jasa

menghimpun dana maupun jasa penyaluran dana, namun yang berbeda BPR

tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayarannya.

BPR memiliki peran yang sangat besar dalam menggerakan roda

perekonomian terutama bagi masyarakat menengah ke bawah yang ada di

daerah. Berawal dari keinginan untuk membantu para petani, pegawai, dan

buruh untuk melepaskan diri dari jerat pelepas utang (rentenir) yang

memberikan kredit dengan bunga tinggi, lembaga perkreditan rakyat mulai

didirikan. Fungsi BPR tidak hanya sekedar menyalurkan kredit kepada para

pengusaha mikro, kecil, dan menengah, tetapi juga menerima simpanan dari

masyarakat. Dalam penyaluran kredit kepada masyarakat, BPR

menggunakan prinsip 3T, yaitu Tepat Waktu, Tepat jumlah, dan Tepat
5

sasaran, karena proses kreditnya yang relatif cepat, persyaratan lebih

sederhana, dan sangat mengerti kebutuhan nasabah. Selain itu peran BPR. 6

Bank Perkreditan Rakyat dalam menjalankan usahanya di bidang

kredit tentu saja menerapkan prinsip kehati-hatian. Oleh sebab itu, perlu

dirasa untuk mengetahui sejauh mana Bank Perkreditan Rakyat dalam

menerapkan prinsip kehati-hatian dalam kredit. Adapun penelitian ini

dituangkan dalam bentuk makalah dengan judul: “Penerapan Prinsip

Kehati-Hatian yang Diterapkan Oleh Bank Perkreditan Rakyat dalam

Menjalankan Usaha Kredit”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan judul di atas, selanjutnya disusun perumusan masalah

yang menjadi lingkup pembahasan yaitu sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan kredit serta apa dasar hukum kredit

perbankan?

2. Bagaimana perbedaan Bank Umum dengan Bank Perkreditan

Rakyat?

3. Bagaimana penerapan prinsip kehati-hatian yang diterapkan oleh

Bank Perkreditan Rakyat dalam menjalankan usaha kredit?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan penulisan dan penelitian ini adalah:

6
Julius R. Latumaerissa, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta, Salemba
Empat, 2013, hal. 299
6

1. Untuk mengetahui pengertian kredit serta apa dasar hukum kredit

perbankan.

2. Untuk mengetahui perbedaan Bank Umum dengan Bank

Perkreditan Rakyat.

3. Untuk mengetahui penerapan prinsip kehati-hatian yang diterapkan

oleh Bank Perkreditan Rakyat dalam menjalankan usaha kredit.

Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah untuk mencapai hal- hal

sebagai berikut ini:

1. Manfaat Teoretis

Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum,

yang terkhusus berkaitan dengan prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kredit

Bank Perkreditan Rakyat.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat menjadikan sebagai pedoman dan bahan rujukan bagi

rekan mahasiswa, masyarakat, maupun pihak lainnya dalam

penulisan-penulisan ilmiah lainnya yang berhubungan.

b. Agar menambah pengetahuan kepada masyarakat berkaitan

dengan prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kredit Bank

Perkreditan Rakyat.

c. Dapat dijadikan sebagai rujukan bagi prinsip kehati-hatian

dalam perjanjian kredit Bank Perkreditan Rakyat.


7

D. Tinjauan Kepustakaan

Tinjauan dicoba untuk mengemukakan beberapa ketentuan dan

batasan yang menjadi sorotan dalam mengadakan studi kepustakaan. Hal ini

akan berguna untuk membantu melihat ruang lingkup penelitian agar tetap

berada di dalam topik yang diangkat dari permasalahan di atas. Adapun yang

menjadi pengertian secara etimologis daripada judul penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Pengertian Bank

Bank berasal dari kata italia banco yang artinya bangku. Bangku inilah

yang dipergunakan oleh bangkir untuk melayani kegiatan operasionalnya

kepada para nasabah. Istilah bangku secara resmi dan popular menjadi

bank. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang

perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara,

bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang

dimilikinya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bank adalah usaha

dibidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang di masyarakat,

terutama memberikan kredit dan jasa di lalu lintas pembayaran dan

peredaran uang.7

Bank badan usaha yang menghimpun dana dana dari masyarakat

dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

bentuk kredit dan atau bentuk- bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
7
Hermansyah, Op.Cit, hal. 7
8

taraf hidup rakyat banyak.8 Bank umum adalah bank yang melaksanakan

kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah,

yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2. Kredit

Menurut Mohammad Djumhana, dalam perkembangan perbankan

modern, pengertian kredit tidak terbatas pada peminjam kepada nasabah

semata atau kredit secara tradisional, melainkan lebih luas lagi serta adanya

flesibilitas kredit yang diberikannya. Hal ini terlihat dari pengertian cakupan

kredit yang terdapat pada lampiran Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan

Perkreditan Bank, dimana kredit tidak terbatas hanya pada pemberian

fasilitas kredit yang lazim dibukukan dalam pos kredit pada aktiva dalam

neraca bank, namun termasuk pula pembelian surat berharga yang disertai

note purchase agreement atau perjanjian kredit, pembelian surat berharga

lain yang diterbitkan nasabah, pengambilan tagihan dalam rangka anjak

piutang dan pemberian jaminan bank yang di antaranya meliputi akseptasi,

endosemen, dan awal surat- surat berharga.9

Dalam hal pemberian kredit, terdapat unsur- unsur kredit. Menurut

Rimsky K. Juddisseno, unsur- unsur tersebut adalah: 10

8
Indonesia, Undang- undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang- undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 1 Angka (1).
9
Mohammad Djumhana, Op.Cit, hal. 368
10
Rimsky K. Judisseno, Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, Jakarta,
Gramedia Pustaka Utama 2005, hal. 166
9

a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari yang memberi kredit kepada

penerima kredit bahwa di masa yang akan datang penerima kredit

akan sanggup mengembalikan segala sesuatu yang telah diterima

sebagai pinjaman.

b. Waktu, adalah masa yang menjadi jarak antara pemberian kredit dan

pengembaliannya.

c. Tingkat Risiko, adalah kemungkinan yang terjadi akibat adanya jangka

waktu yang memisahkan antara pemberian kredit dan

pengembaliannya. Dalam keadaan ini kredit yang diberikan

memerlukan jaminan. Jaminan yang dimaksud disini antara lain

berupa aset dari nasabah debitur yang dijadikan jaminan kepada pihak

pemberi kredit.

d. Perjanjian/ prestasi, adalah objek yang akan dijadikan sebagai sesuatu

yang dipinjamkan.

Pada dasarnya pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur


11
berpedomaan kepada dua prinsip, yaitu:

a. Prinsip kepercayaan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa

pemberian kredit kepada nasabah debitur selalu didasarkan

kepada kepercayaan. Kreditur mempunyai kepercayaan bahwa

kredit yang diberikannya bermanfaat bagi nasabah debitur sesuai

11
Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996,
hal. 21
10

dengan peruntukannya, dan terutama sekali bank percaya nasabah

debitur mampu melunasi utang kredit beserta bunga dalam jangka

waktu yang telah ditentukan.

b. Prinsip kehati- hatian (prudential principle). Telah dijelaskan di atas

bahwa dalam kredit terdapat unsur tingkat risiko. Untuk mengurangi

tingkat risiko maka perlu dilakukan pencegahan dengan

menggunakan prinsip kehati- hatian dalam pelaksaan kredit.

Prinsip ini antara lain diwujudkan dalam bentuk penerapan secara

konsisten berdasarkan itikad baik terhadap semua persyaratan

yang terkait dengan pemberian kredit.

E. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu

pengetahuan maupun teknologi yang bertujuan untuk mengungkapkan

kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten. Melalui proses

penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang telah

dikumpulkan dan diolah. Oleh karena penelitian merupakan suatu sarana

bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka metodologi

penelitian yang diterapkan harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu

pengetahuan yang menjadi induknya. Penulisan penelitian ini, menggunakan

metodologi penulisan sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian
11

Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif yang artinya

dilakukan dengan meneliti peraturan perundang-undangan dengan studi

putusan. Penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif adalah

penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan maksud menafsirkan

fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai

metode yang ada. Fenomena yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah

mengenai akibat hukum atas perbuatan wanprestasi dalam perjanjian kredit

Bank Perkreditan Rakyat. Penelitian ini juga didasarkan pada upaya untuk

membangun pandangan subjek penelitian yang rinci, dibentuk dengan kata-

kata, gambaran holistik dan rumit agar dapat membantu memperjelas hasil

penelitian12.

2. Metode penelitian

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif

yaitu penelitian yang mengkonsepkan hukum sebagai apa yang tertulis dalam

peraturan perundang-undangan (law in book) atau hukum dikonsepkan

sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia

yang dianggap pantas dengan pendekatan perundang-undangan dan

pendekatan analitis (Analitical Approach).

Pendekatan Analitis (Analitical Approach) tujuannya adalah

mengetahui makna yang dikandung dalam peraturan perundang-undangan

12
Lexy J. Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya,
2007, hal. 6
12

secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktik. 13

Metode ini digunakan untuk menyesuaikan peraturan yang ada dengan

realita di lingkungan sekitar.

3. Data dan sumber data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,

yaitu memiliki ciri-ciri sebagai berikut:14

a. Data sekunder pada umumnya ada dalam keadaan siap terbuat.

b. Bentuk maupun isinya data sekunder telah dibentuk dan diisi oleh

peneliti-peneliti terdahulu.

c. Data sekunder tanpa terikat/dibatasi oleh waktu dan tempat.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan

menjadi:

a. Bahan-bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang bersifat

autoritatif yang artinya mempunyai otoritas, bahan hukum

primer ini terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan

resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan,

dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan antara

lain: Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

13
Ibrahim Johny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Edisi Revisi).
Malang, Bayu Media Publishing, 2007. hal. 303
14
Anshari Siregar, Tampil, Metode Penelitian Hukum, Medan, Pustaka Bangsa
Press, 2005, hal. 74
13

Perbankan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan Kitab

Undang-Undang Hukum dagang.

b. Bahan-bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat

hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat

membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer

seperti Jurnal mengenai kredit perbankan.

c. Bahan-bahan hukum tersier, meliputi bahan-bahan yang

bersifat mendukung penulisan misalnya data internet.

4. Analisis Data

Pada penelitian ini dilakukan analisis data secara kualitatif. Metode

penelitian ini menggunakan teknik penarikan kesimpulan deduktif. Teknik ini

dilakukan dengan cara kesimpulan disusun dengan cara menentukan fakta

umum sebagai inti permasalahan lalu dilanjutkan dengan menjabarkan

gagasan- gagasan khusus sebagai penjelasan.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Ketentuan Mengenai Kredit


1. Pengertian Kredit

Kata kredit secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu kata

redere yang berarti kepercayaan, sedangkan dari bahasa Romawi kata kredit

merupakan credere artinya kepercayaan.15 Dalam arti luas, kredit dapat

diartikan sebagai pinjaman yang didasarkan pada komponen-komponen

kepercayaan, risiko, dan pertukaran ekonomi dimasa mendatang. 16 Kegiatan

perbankan utamanya adalah menghimpun dan menyalurkan dana. Salah

satu kegiatan utama itu adalah bentuk kredit kepada masyarakat khususnya

para pengusaha yang memerlukan dana untuk investasi, modal kerja

maupun konsumsi.

Pemberian kredit adalah salah satu kegiatan usaha yang sah bagi

bank. Landasan hukum yang pokok untuk kegiatan kredit perbankan di

Indonesia pada saat ini adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan. Pengertian kredit pada Pasal 1 angka (11) UU Perbankan adalah

penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank

15
Suharno, Analisa Kredit, Jakarta, Djambatan, 2003, hal. 2
16
O.P. Simorangkir, Seluk Beluk Bank Komersial, Jakarta, Aksara Persada
Indonesia, 1998, hal. 91

14
15

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi

utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Jika

dihubungkan dengan bank maka berarti bank selaku kreditur percaya

menanamkan sejumlah uang kepada nasabah atau debitur, karena adanya

rasa percaya oleh pihak bank bahwa nasabah atau kreditur tersebut mampu

melunasi pinjamannya dalam jangka waktu yang ditentukan. 17

Kredit perbankan sebagai ruang lingkup dari kredit sebagai kegiatan

perbankan tidaklah semata-mata berupa kegiatan peminjaman kepada

nasabah, melainkan sangatlah kompleks karena menyangkut keterkaitan

unsur-unsur yang cukup banyak diantaranya meliputi: sumber-sumber dana

kredit, alokasi dana, organisasi dan manajemen perkreditan, kebijakan

perkreditan, dokumentasi dan administrasi kredit, pengawasan kredit serta

penyelesaian kredit bermasalah.18

Sedangkan menurut Pasal 1 ayat 32 Peraturan Menteri Koperasi dan

Usaha Kecil dan Menengah Nomor 02/PER/M.KUKM/II /2017 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

Nomor 15/PER/M.KUKM/IX/2015 Tentang Usaha Simpan Pinjam oleh

koperasi, “Pinjaman adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam

meminjam antara koperasi dengan pihak lain yang mewajibkan pihak

17
Jonker Sihombing, Tanggung Jawab Yuridis Bankir atas Kredit Macet Nasabah,
Bandung, Alumni, 2009, hal. 47
18
Munir Fuady, Op.Cit, hal. 5
16

peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu disertai

dengan pembayaran sejumlah imbalan”.

Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pihak kreditur

dan debitur maka wajib dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit)

secara tertulis.19 Dalam undang-undang perbankan tidak ditemukan istilah

dari perjanjian kredit. Istilah perjanjian kredit dapat dilihat dalam instruksi

pemerintah yang ditujukan kepada masyarakat, yang menyatakan bahwa

dalam setiap pemberian kredit bentuk apapun bank wajib menggunakan akad

perjanjian kredit.20

Beberapa pakar hukum berpendapat demikian, bahwa perjanjian kredit

pada hakikatnya adalah perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana yang

diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Subekti berpendapat,

bahwa dalam bentuk apa pun juga pemberian kredit itu diadakan, dalam

semuanya itu pada hakikatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam-

meminjam sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769.21

Menurut Pasal 1 butir 3 Rancangan Undang-Undang tentang

Perkreditan Perbankan bahwa: Perjanjian kredit adalah persetujuan dan/atau

kesepakatan yang dibuat bersama antara kreditur dan debitur atas sejumlah

kredit dengan kondisi yang telah diperjanjikan, hal mana pihak debitur wajib
19
Muhamad Djumhana, Op.Cit, hal. 501
20
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Bandung, Citra Aditya Bakti,
1992, hal. 21
21
Ibid, hal. 26
17

untuk mengembalikan kredit yang telah diterima dalam jangka waktu tertentu

disertai bunga dan biaya-biaya yang disepakati. 22

Perjanjian kredit biasanya diikuti dengan perjanjian jaminan maka

perjanjian kredit adalah perjanjian pokok sedangkan perjanjian jaminan

adalah perjanjian ikutan atau assesoir artinya ada dan berakhirnya perjanjian

jaminan tergantung dari perjanjian pokok (perjanjian kredit). Perjanjian kredit

harus mendahului perjanjian jaminan, tidak mungkin ada perjanjian jaminan

tanpa adanya perjanjian kredit. Sejak ditandatangani perjanjian kredit, bank

sebagai kreditur sudah mencatat adanya kewajiban menyerahkan uang

kepada debitur, oleh bank disebut mencairkan uang secara bertahap sesuai

perjanjian.

Suatu kredit dilakukan tentu memiliki tujuan. Tujuan utama pemberian

suatu kredit adalah sebagai berikut: 23

1. Mencari keuntungan Tujuan utama dari pemberian kredit hasilnya

berupa keuntungan. Hasil tersebut dalam bentuk bunga yang

diterima oleh bank sebagai balas jasa, biaya administrasi, provisi,

dan biaya-biaya lainnya yang dibebankan kepada nasabah.

Keuntungan ini diperlukan untuk kelangsungan hidup bank.

2. Membantu usaha nasabah, Tujuan kredit berikutnya adalah

membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik untuk


22
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta,
Raja Grafindo Persada, 2007, hal. 77
23
Johannes Ibrahim, Perkoperasian Sejarah, Teori dan Praktek, Jakarta, Ghalia
Indonesia, 2004, hal. 93
18

investasi maupun modal kerja. Dengan dana tersebut, nasabah

debitur dapat mengembangkan usahanya.

3. Membantu pemerintah bagi pemerintah, semakin banyak kredit

yang disalurkan oleh pihak bank, maka akan semakin baik

mengingat semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan

pembangunan di berbagai sektor.

Berdasarkan manfaat nyata dan manfaat yang diharapkan maka

sekarang ini kredit dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan

mempunyai fungsi adalah:24

a. Meningkatkan daya guna saing

b. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang

c. Meningkatkan daya guna dan peredaran barang

d. Salah satu alat stabilitas ekonomi

e. Meningkatkan kegairahan berusaha

f. Meningkatkan pemerataan pendapatan

g. Meningkatkan hubungan internasional

B. Perbedaan Bank Umum dengan Bank Perkreditan Rakyat

Bank berasal dari kata italia banco yang artinya bangku. Bangku inilah

yang dipergunakan oleh bangkir untuk melayani kegiatan operasionalnya

kepada para nasabah. Istilah bangku secara resmi dan popular menjadi

24
Muhammad Djumhana, Op.Cit, hal. 372
19

bank25. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang

perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara,

bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang

dimilikinya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bank adalah usaha

dibidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang di masyarakat,

terutama memberikan kredit dan jasa di lalu lintas pembayaran dan

peredaran uang.26

Menurut ketentuan Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari

masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada

masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam

rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Kemudian agar masyarakat

mau menyimpan uangnya di bank maka pihak perbankan memberikan

rangsangan berupa balas jasa yang akan diberikan kepada si penyimpan. 27

Balas jasa tersebut dapat berupa bunga, bagi hasil, hadiah, pelayanan

atau balas jasa lainnya. Setelah memperoleh dana dalam bentuk simpanan

dari masyarakat, maka oleh perbankan, dana tersebut diputar kembali atau

dijualkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal

25
Hermansyah, Op.Cit, hal. 7
26
Fransisca Claudya Mewoh, “Analisis Kredit Macet”, Jurnal Administrasi Bisnis, hal.
2
27
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta, PT Raja Grafindo
Persada, 2015, hal. 25
20

dengan istilah kredit, dan juga dikenakan jasa pinjaman kepada penerima

kredit dalam bentuk bunga dan biaya administrasi yang besarnya dipengaruhi

besarnya bunga simpanan.

Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan

penyalur dana masyarakat, hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 3

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Di Indonesia ini, lembaga

perbankan memiliki misi dan fungsi sebagai agen pembangunan (agent of

development). Menurut Pasal 4 Undang-Undang 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan

nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi,

dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

Perbankan Indonesia juga mempunyai tujuan yang strategis dan tidak

semata-mata berorientasi ekonomis, tetapi juga berorientasi kepada hal-hal

yang non ekonomis seperti masalah menyangkut stabilitas nasional yang

mencakup antara lain stabilitas politik dan stabilitas sosial.

Adapun jenis-jenis bank yang ada di Indonesia dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:

1. Dilihat dari Segi Bidang Usahanya

Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan


21

maka jenis perbankan terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat

(BPR).28 Dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Perbankan

Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1992 tentang Perbankan disebutkan bahwa Bank umum adalah bank

yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau

berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam

lalu lintas pembayaran. Sedangkan dalam angka 4 nya disebutkan bahwa

Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha

secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam

kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2. Dilihat dari Segi Kepemilikannya

Dilihat dari kepemilikan, bank dapat dibedakan menjadi beberapa,

yaitu sebagai berikut:29

a. Bank Pemerintah

b. Bank Swasta Nasional

c. Bank Asing

3. Dilihat dari Segi Status

Dilihat dari segi kemampuannya dalam melayani masyarakat maka

bank umum dibagi ke dalam dua macam. Pembagian jenis ini disebut juga

pembagian berdasarkan kedudukan atau status bank tersebut. Kedudukan

28
Zainal Asikin, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta, Rajawali Pers, ,
2015, hal. 36
29
Ibid, hal. 22
22

atau status ini menunjukkan ukuran kemampuan bank dalam melayani

masyarakat baik dari segi jumlah produk, modalmaupun kualitas

pelayanannya. Jenis bank dilihat dari segi status adalah sebagai berikut:

a. Bank Devisa

b. Bank Non Devisa

4. Dilihat dari Segi Cara Menentukan Harga

Jenis bank jika dilihat dari segi atau caranya dalam menentukan harga,

baik harga jual maupun harga beli terbagi dalam dua kelompok yaitu:

a. Bank yang berdasarkan prinsip konvensional, dalam mencari

keuntungan dan menetukan harga kepada para nasabahnya, bank

yang berdasarkan prinsip konvensional

b. Bank yang berdasarkan prinsip syariah.

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berbeda dengan Bank Umum dalam

hal sebagai berikut: BPR tidak diperkenankan melakukan kegiatan dalam

valuta asing (hanya mata uang rupiah). BPR tidak diperkenankan melayani

jasa cek/giro (giralisasi). BPR hanya boleh beroperasi di dalam 1 (satu)

propinsi. Bank umum diberikan kewenangan untuk memberikan jasa lalu

lintas pembayaran, sedangkan BPR tidak memiliki kewenangan tersebut.

C. Proses Pemberian Kredit Pada Bank Perkreditan Rakyat

Pemberian kredit perbankan memiliki standar persyaratan. Standar

tersebut dapat berupa persyaratan-persyaratan dan juga memiliki prinsip


23

dalam memberikan kredit kepada debiturnya. Pemberian kredit oleh suatu

lembaga pembiayaan harus dilakukan dengan mengacu pada beberapa

prinsip, yaitu sebagai berikut :30

1. Prinsip Kepercayaan

Sesuai dengan asal kata kredit yang berarti kepercayaan, maka setiap

pemberian kredit haruslah didasari oleh kepercayaan, yaitu

kepercayaan dari kreditur kepada debitur bahwa debitur dapat

membayar kembali kreditnya. Untuk memenuhi unsur kepercayaan ini,

kreditur harus melihat apakah calon debitur memenuhi berbagai

kriteria yang biasanya diberlakukan terhadap pemberian kredit.

2. Prinsip Kehati-hatian

Prinsip kehati-hatian ini adalah bentuk konkret dari prinsip

kepercayaan dalam suatu pemberian kredit. Adanya jaminan dalam

setiap pemberian kredit sebenarnya juga mempunyai tujuan agar

kredit diberikan secara hati-hati, sehingga ada jaminan bahwa kredit

yang bersangkutan akan dibayar kembali oleh pihak debitur.

3. Prinsip 5 C

Prinsip 5 C selalu ada dalam pemberian kredit, yaitu: 31

a. Character (Kepribadian)

30
HR Daeng Naja, Hukum Kredit Dan Bank Garansi, Bandung, Citra Aditya Bakti,
2005, hal. 125
31
Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti, Manajemen Perkreditan Bank Umum,
Bandung, Alfabeta, 2011, hal. 83
24

Salah satu unsur yang harus diperhatikan oleh pihak bank

sebelum memberikan kredit adalah penilaian atas karakter dari

calon debiturnya. Karena karakter yang kurang baik akan

menimbulkan perilaku-perilaku yang kurang baik pula, termasuk

tidak mau membayar utang.

b. Capacity (Kemampuan)

Calon debitur harus diketahui kemampuan bisnisnya, sehingga

dapat diprediksi kemampuannya untuk melunasi kredit.

c. Capital (Modal)

Permodalan dari calon debitur juga merupakan hal yang penting

dan harus diketahui oleh pihak calon krediturnya, karena

permodalan dan kemampuan keuangan dari calon debitur

mempunyai hubungan langsung dengan tingkat kemampuan

membayar kredit.

d. Conditions of Economy (Kondisi Ekonomi )

Kondisi perkonomian secara mikro maupun makro merupakan

faktor penting pula untuk dianalisis sebelum suatu kredit diberikan,

terutama jika berhubungan langsung dengan bisnis pihak debitur.

Misalnya jika bisnis calon debitur adalah dibidang bisnis yang

selama ini diproteksi atau diberikan hak monopoli oleh pemerintah.

Kemudian terjadi perubahan kebijakan dimana pemerintah


25

mencabut proteksi atau hak monopoli, maka pemberian kredit

terhadap perusahaan tersebut harus lebih hati-hati.

e. Collateral (Jaminan)

Tidak diragukan lagi bahwa betapa pentingnya fungsi jaminan

dalam setiap pemberian kredit. Walaupun jaminan itu misalnya

hanya berupa hak tagihan yang terbit dari proyek yang dibiayai

oleh kredit yang bersangkutan. Jaminan merupakan sumber akhir

bagi kreditur, dimana akan direalisasikan/dieksekusi jika suatu

kredit benar-benar dalam keadaan macet.

4. Prinsip 5 P

Dalam suatu pemberian kredit oleh bank, selain prinsip 5C juga

terdapat apa yang dinamakan prinsip 5 P, yaitu: 32

a. Party (Para Pihak)

Para pihak merupakan titik sentral yang diperhatikan dalam setiap

pemberian kredit. Untuk itu pihak pemberi kredit harus

memperoleh suatu kepercayaan terhadap para pihak, dalam hal ini

debitur.

b. Purpose (Tujuan)

Tujuan dari pemberian kredit juga sangat penting diketahui oleh

pihak kreditur. Harus dilihat, apakah kredit akan digunakan untuk

hal-hal yang positif dan harus pula diawasi agar kredit tersebut
32
Ibid, hal. 88
26

benar-benar diperuntukan untuk tujuan seperti yang diperjanjikan

dalam suatu perjanjian kredit.

c. Payment (Pembayaran)

Kredit yang akan diberikan diharapkan dapat dibayar kembali oleh

debitur yang bersangkutan. Jadi, harus dilihat dan dianalisis

apakah setelah pemberian kredit nanti, debitur punya sumber

pendapatan, dan apakah pendapatan tersebut mencukupi untuk

membayar kembali kreditnya.

d. Profitability (Perolehan Laba)

Unsur perolehan laba oleh debitur tidak kurang pula pentingnya

dalam suatu pemberian kredit. Untuk itu, kreditur harus dapat

mengantisipasi, apakah laba yang akan diperoleh perusahaan

lebih besar dari bunga pinjaman dan apakah pendapatan

perusahaan dapat menutupi pembayaran kembali kredit.

e. Protection (Perlindungan)

Diperlukan suatu perlindungan terhadap kredit agar sekiranya siap

menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan.

5. Prinsip 3 R: 33

a. Return (Hasil Yang Diperoleh)

Return merupakan hasil yang akan diperoleh debitur, dalam hal ini

ketika kredit telah dimanfaatkan nanti, harus dapat diantisipasi


33
Ibid, hal. 89
27

oleh calon kreditur. Perolehan tersebut artinya mencukupi untuk

membayar kembali kredit beserta bunga, ongkos-ongkos, di

samping membayar keperluan yang lain.

b. Repayment (Pembayaran Kembali)

Kemampuan bayar dari pihak debitur tentu saja juga harus

dipertimbangkan dan apakah kemampuan bayar tersebut sesuai

dengan waktu pembayaran kembali dari kredit yang akan diberikan

itu.

c. Risk Bearing Ability (Kemampuan Menanggung Risiko)

Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah sejauh mana

kemampuan debitur untuk menanggung risiko. Misalnya dalam

hal terjadi sesuatu yang tidak dinginkan. Terutama jika dapat

menyebabkan timbulnya kredit macet. Untuk itu harus

diperhitungkan apakah jaminan dan atau asuransi barang untuk

kedit sudah cukup untuk menutupi risiko tersebut.

Adapun dalam menjalankan prinsip kehati-hatian tersebut hendaknya

BPR melakukan penelitian terhadap para calon nasabahnya. Sebagaimana

tercantum dalam pasal 8 UU No. 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa:

a. dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip

syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan

analisis yang mendalam atau iktikad baik dan kemampuan serta

kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau


28

mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang

diperjanjikan.

b. Bank umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan

dan pembiyaan berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan

ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

BPR dalam hal ini perlu mengadakan penelitian yang semestinya atas

kewajaran dari data dan informasi yang diterima dari nasabah sebelum

mengadakan analisis-analisis yang ditentukan. Hal ini untuk mencegah

kesimpulan yang kurang tepat serta memperlambat pengambilan keputusan.

Penelitian dan Penilaian Barang- barang Jaminan Tambahan. Pada

tempatnyalah bila jaminan-jaminan tambahan yang ditawarkan/pada saat

pertama kalinya akan dijaminkan, mendapatkan pemeriksaan yang

semestinya dari pejabat bank. Dalam penyajian datanya kepada pejabat

yang berhak memutuskan, petugas kredit sudah harus “mensortir” jenis-jenis

barang yang dapat diikat sebagai jaminan secara juridis-perfect saja.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengertian kredit pada Pasal 1 angka (11) UU Perbankan adalah

penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara

bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk

melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian

bunga. Jika dihubungkan dengan bank maka berarti bank selaku

kreditur percaya menanamkan sejumlah uang kepada nasabah atau

debitur, karena adanya rasa percaya oleh pihak bank bahwa nasabah

atau kreditur tersebut mampu melunasi pinjamannya dalam jangka

waktu yang ditentukan.

2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berbeda dengan Bank Umum dalam

hal sebagai berikut: BPR tidak diperkenankan melakukan kegiatan

dalam valuta asing (hanya mata uang rupiah). BPR tidak

diperkenankan melayani jasa cek/giro (giralisasi). BPR hanya boleh

beroperasi di dalam 1 (satu) propinsi. Bank umum diberikan

kewenangan untuk memberikan jasa lalu lintas pembayaran,

sedangkan BPR tidak memiliki kewenangan tersebut.

3. Adapun dalam menjalankan prinsip kehati-hatian tersebut hendaknya

BPR melakukan penelitian terhadap para calon nasabahnya.

29
30

Sebagaimana tercantum dalam pasal 8 UU No. 10 Tahun 1998. BPR

dalam hal ini perlu mengadakan penelitian yang semestinya atas

kewajaran dari data dan informasi yang diterima dari nasabah sebelum

mengadakan analisis-analisis yang ditentukan. Hal ini untuk mencegah

kesimpulan yang kurang tepat serta memperlambat pengambilan

keputusan. Penelitian dan Penilaian Barang- barang Jaminan

Tambahan. Pada tempatnyalah bila jaminan-jaminan tambahan yang

ditawarkan/pada saat pertama kalinya akan dijaminkan, mendapatkan

pemeriksaan yang semestinya dari pejabat bank.

B. Saran

1. Perlunya regulasi yang dapat menjawab permasalahan yang dihadapi

kreditur dimana pada perkembangannya adalah regulasi justru hanya

memberikan perlindungan kepada debitur sehingga akan merugikan

pihak kreditur.

2. Penyelesaian sengketa harusnya dipersingkat demi terwujudnya

proses peradilan yang singkat, sederhana dan cepat.

3. Hendaknya proses penyelesaian sengketa kredit diatur secara

mendetail agar tidak terjadi tumpah tindih pihak yang berhak dalam

penyelesaian sengketa.
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Asikin, Zainal. 2015. Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta,


Rajawali Pers

Badrulzaman, Mariam Darus. 1992. Perjanjian Kredit Bank, Bandung, Citra


Aditya Bakti

Bahsan, M. 2007. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia,


Jakarta, Raja Grafindo Persada

Djumhana, Mohammad. 2000. Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung,


Citra Aditya Bakti

Firdaus, Rachmat dan Maya Ariyanti. 2011. Manajemen Perkreditan Bank


Umum, Bandung, Alfabeta

Hermansyah. 2005. Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta, Fajar


Interpratama Mandiri

Ibrahim, Johannes. 2004. Cross Default dan Cross Colateral sebagai Upaya
Penyelesaian Kredit Bermasalah, Bandung, Refika Aditama

Ibrahim, Johannes. 2004. Perkoperasian Sejarah, Teori dan Praktek, Jakarta,


Ghalia Indonesia

Johny, Ibrahim. 2007. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Edisi
Revisi). Malang, Bayu Media Publishin

Judisseno, Rimsky K. 2005. Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia,


Jakarta, Gramedia Pustaka Utama

Kasmir. 2015. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta, PT Raja


Grafindo Persada

Latumaerissa, Julius R. 2013. Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta,


Salemba Empat

Moeleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja


Rosdakarya

31
32

Naja, HR Daeng. 2005. Hukum Kredit Dan Bank Garansi, Bandung, Citra
Aditya Bakti

Sihombing, Jonker. 2009. Tanggung Jawab Yuridis Bankir atas Kredit Macet
Nasabah, Bandung, Alumni

Simorangkir, O.P. 1998. Seluk Beluk Bank Komersial, Jakarta, Aksara


Persada Indonesia

Suharno. 2003. Analisa Kredit, Jakarta, Djambatan

Sutedi, Adrian. 2010. Hukum Hak Tanggungan, Jakarta, Sinar Grafika

B. Undang-Undang

Indonesia, Undang- undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

C. Jurnal/Karya Ilmiah

Kamello, Tan. 2006. Karakter Hukum Perdata dalam Fungsi Perbankan


Melalui Hubungan antara Bank dengan Nasabah, Medan, Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum
Perdata pada Fakultas Hukum USU

Mewoh, Fransisca Claudya. 2004. “Analisis Kredit Macet”, Jurnal Administrasi


Bisnis

Anda mungkin juga menyukai