Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA PT.

BANK MANDIRI
PERSERO TERHADAP MASALAH KREDIT MACET

ARTIKEL

oleh :
THOMY MUGHNIL LABIB
NIM.2320215310013

PROGRAM MAGISTER HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2023
ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA PT. BANK MANDIRI PERSERO
TERHADAP MASALAH KREDIT MACET

A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi nasional bertujuan menciptakan masyarakat Indonesia
yang adil dan sejahtera, sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia tahun 1945. Untuk mencapai tujuan tersebut, perhatian utama dalam
pelaksanaan pembangunan ekonomi harus difokuskan pada pertumbuhan ekonomi,
stabilitas ekonomi, dan stabilitas nasional, sehingga dapat memenuhi segala kebutuhan
masyarakat.
Kendala yang dihadapi oleh perekonomian Indonesia, terutama sejak krisis
ekonomi tahun 1997 yang masih berlangsung hingga saat ini, mungkin dapat dihindari
jika dunia usaha secara sungguh-sungguh menerapkan prinsip-prinsip manajemen
keuangan perusahaan yang sehat, termasuk seimbangnya struktur permodalan. Namun,
dengan peningkatan kegiatan pembangunan dan pertumbuhan struktur permodalan,
meningkat pula kebutuhan akan sumber dana, sebagian besar diperoleh melalui kegiatan
perkreditan1
Perbankan merupakan salah satu sumber pembiayaan bagi individu maupun
perusahaan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif, seperti pembelian rumah, mobil, atau
motor, serta untuk meningkatkan produksi dalam bisnis mereka. Hal ini disebabkan
karena modal yang dimiliki oleh perorangan atau perusahaan tidak selalu mencukupi
untuk mendukung pertumbuhan usaha mereka. Oleh karena itu, sektor perbankan
menjadi alternatif yang penting di bidang jasa keuangan.
Aspek hukum yang mengatur eksistensi perbankan di Indonesia dimulai sejak
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 14 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok
Perbankan, yang kemudian digantikan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan, dan selanjutnya diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Sebagai badan usaha, kehadiran bank memiliki peran strategis dalam proses
pembangunan nasional.
Peran dan pentingnya perbankan terlihat dari definisi bank sebagai entitas bisnis
yang mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan kemudian

1
Purwahid patrik dan Kashadi,(2008) Hukum Jaminan, Semarang : Fakultas Hukum UNDIP.hlm.4

1
mengalirkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk
lainnya, dengan tujuan meningkatkan taraf hidup banyak orang. 2
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:3
1. Menerima deposit dalam berbagai bentuk dari masyarakat.
2. Menyalurkan kredit, baik yang berasal dari dana yang diterima dari masyarakat
maupun berdasarkan kemampuannya untuk menciptakan daya beli baru.
3. Menyediakan layanan pembayaran dan peredaran uang. Pasca reformasi, sektor
perbankan Indonesia mengalami perkembangan yang pesat.
Untuk menarik minat nasabah agar menyimpan dana di bank, beberapa
lembaga keuangan menyelenggarakan undian, menawarkan hadiah menarik,
mempromosikan iklan yang menarik, serta menawarkan biaya dan suku bunga yang
lebih menguntungkan. Kegiatan penghimpunan dana mencakup transaksi kredit,
penggunaan fasilitas perbankan seperti ATM, dan investasi dalam surat-surat berharga
lainnya.
Maka dalam hal ini, kedudukan bank adalah suatu lembaga yang berhubungan
erat dengan masyarakat dan mempunyai hubungan timbal baik bagi masyarakat
tersebut, sesuai dengan kerangka asas-asas hukum perbankan, yakni:4
1. Asas demokrasi ekonomi
2. Asas kepercayaan (fiduciary principle)
3. Asas kerahasiaan (confidential principle)
4. Asas kehati-hatian(prudential principle)
Dalam pemberian kredit, suatu bank pada hakikatnya harus mengambil resiko
yang terkecil. Resiko yang dimaksud disini adalah resiko terhadap kemungkinan
kredit itu tidak dapat dibayar kembali oleh debitornya. Oleh karena itu, setiap
pemberian kredit tentunya telah memenuhi ketentuan Perbankan. Dengan demikian
bank harus menyakini bahwa kredit yang diberikannya tersebut dapat melunasi
kembali pada waktunya oleh nasabah atau debitor dan tidak akan berkembang
menjadi kredit macet.

2
Lihat pasal 1 angka (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun1998 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
3
Martono,(2012) Bank Dan Lembaga Keuangan Lain. Yogyakart: EKONISIA, a hal 20
4
Rachmadi Usman,(2013) Aspek-Aspek Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta :PT.Gramedia Pustaka
Utama, hal 14-16

2
Berdasarkan SEBI No. 31/10/UPBB tanggal 12 November 1998, kualitas
5
kredit digolongkan menjadi 5 golongan, yaitu:
1. Lancar
Merupakan kredit yang tidak ada tunggakan bunga maupun angsuran pokok (jika
ada), pinjaman belum jatuh tempo dan tidak terdapat masalah dalam penarikan.
Pembayaran kewajiban pada masa mendatang diperkirakan lancar/sesuai
dengan jadwal dan tidak diragukan sama sekali. Dengan ketentuan :
a. Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu.
b. Memiliki mutasi rekening yang aktif.
c. Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai.
2. Perhatian khusus
Merupakan kredit yang menunjukan adanya kelemahan pada kondisi keuangan
ataupun kelayakan kredit debitur. Perhatian dini, termasuk pembicaraan yang
intensif dan serius dengan debitur diperlukan untuk mengoreksi keadaan ini. Kalau
keadaan semakin parah, debitur perlu di golongkan ketingkat yang lebih buruk.
Dengan ketentuan :
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum
melampaui 90 hari.
b. Kadang – kadang terjadi masalah
c. Mutasi rekening relatif aktif
d. Jarang teradi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan.
e. Di dukung oleh pinjaman baru.
3. Kurang lancar
Merupakan kredit dengan pembayaran bunga dan angsuran pokok (jika ada)
mungkin akan atau sudah terganggu karena perubahan yang sangat tidak
menguntungkan dalam segi keuangan dan manajemen debitur atau ekonomi bahkan
politik pada umumnya atau sangat tidak memadainya agunan. Dengan ketentuan :
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan /atau bunga yang telah
melampaui 90 hari.
b. Sering terjadi masalah
c. Frekuensi mutasi rekening relatif rendah
d. Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari

5
Badriyah Harun, (2010) Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Yogyakarta: PT. Pustaka
Yustisia, , hal 115-117

3
e. Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur.
f. Dokumentasi pinjaman lemah

4. Diragukan
Adalah kredit yang pengembalian seluruh pinjaman diragukan, sehingga
berpotensi menimbulkan kerugian bagi bank, hanya saja belum dapat
ditentukan besar maupun saatnya. Dengan ketentuan :
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan /atau bunga yang telah
melampaui 180 hari.
b. Terjadi masalah yang bersifat permanen.
c. Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari.
d. Terjadi kapitalisasi bunga.
e. Dokumentasi hukum yang lemah baik utuk perjanjian maupun
pengikatan jaminan.
5. Macet
Merupakan kredit yang dinilai sudah tidak dapat ditagih kembali. Bank akan
menanggung kerugian atas kkredit yang sudah diberikan. Dengan ketentuan :
a. Terdapat tunggakan angsuran pkok dan /atau bunga yang telah melampaui
270 hari.
b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru.
c. Dari segi hukum maupun pasar, jaminan tidak dapat di cairkan pada nilai
wajar.
Dari klasifikasi kualitas kredit di atas, berdasarkan Surat Keputusan Direksi
Bank Indonesia nomor 31/147/KEP/DIR, kredit dapat dibagi menjadi dua kategori,
yaitu kredit yang lancar (performing loan) dan kredit bermasalah (non-performing
loan). PT. Bank Mandiri (persero) Pekanbaru merupakan salah satu bank yang
menghadapi masalah kredit macet sejak tahun 2007 hingga 2012. Hal ini terkait
dengan kesulitan debitor dalam pembayaran dan pengembalian pinjaman.
Dalam menangani atau memulihkan kredit bermasalah, bank akan menilai
kondisi kredit tersebut terlebih dahulu. Jika terjadi sengketa dalam perjanjian kredit
karena wanprestasi debitor, langkah yang dapat diambil adalah mengajukan gugatan
ke Pengadilan Negeri, yang sebelumnya diawali dengan somasi. Selain itu,
penyelesaian sengketa juga dapat dilakukan melalui non-litigasi, yang dikenal sebagai

4
Alternatif Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan dengan menggunakan metode
yang diatur dalam Alternative Dispute Resolution/ADR.

PT. Bank Mandiri lebih memilih jalur non-litigasi dalam penyelesaian kredit
macetnya. Keputusan ini didasarkan pada pertimbangan atau alasan tertentu yang
membuat mereka memilih pendekatan ini. Penyelesaian melalui non-litigasi umumnya
memberikan solusi bagi debitor dan kreditor.
Pada kasus PT. Bank Mandiri Persero Pekanbaru, terdapat kredit macet yang
dapat diselesaikan melalui negosiasi. Namun, negosiasi ini harus mematuhi syarat-
syarat yang ditetapkan oleh bank sebagai bagian dari penyelesaian sengketa.
Sayangnya, dalam praktiknya, penyelesaian non-litigasi tidak sesuai dengan peraturan
yang berlaku, sehingga menimbulkan kelemahan dalam posisi salah satu pihak yang
seharusnya mendapat keadilan. dapat menempuh proses penyelesaian sengketa kredit
macet yang lebih cepat.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka penulis
merumuskan masalahnya sebagai berikut :
1. Bagaimana Proses Penyelesaian Kredit Macet Pada PT. Bank Mandiri Persero
Melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa?
2. Bagaimana Proses Negosiasi Yang Digunakan Oleh PT.Bank Mandiri Persero
Dalam Menyelesaikan Tunggakan Kredit Macet?

C. Pembahasan
1. Proses Penyelesaian Kredit Macet Pada PT. Bank Mandiri Persero Melalui
Alternatif Penyelesaian Sengketa.
PT. Bank Mandiri Persero adalah suatu badan usaha, khususnya perseroan terbatas,
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan seperti tabungan
dan selanjutnya disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman atau
kredit, sesuai dengan Pasal 1 ayat (1). 2) UU Perbankan. 6
Menurut Pasal 5 UU Perbankan, PT. Bank Mandiri Persero tergolong bank umum
karena menawarkan berbagai layanan, antara lain:

6
Fajriawati(2022) Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Litigasi Dan Non Litigasi Di
Medan. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Hal1

5
a. Menghimpun dana melalui tabungan, giro, dan deposito.
b. Memberikan fasilitas kredit seperti pinjaman program pemerintah, pinjaman
konsumsi, pinjaman ekspor, pinjaman investasi, pinjaman modal kerja, pinjaman
sindikasi, bank garansi, dan kartu kredit.
c. Jasa-jasa perbankan lainnya seperti layanan ATM, pengiriman
uang,perdagangan valas, transaksi kartu kredit, fasilitaspembayaran tagihan,
pembayaran gaji dan safe deposit.7
PT. Bank Mandiri Persero menyediakan layanan perbankan berupa fasilitas
kredit. Untuk menilai risiko kredit macet, Bank Indonesia telah mengeluarkan
beberapa peraturan yang mengklasifikasikan tingkat risiko kredit dalam Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/68/KEP/DIR terkait penggolongan
Kolektibilitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Cadangan Atas Aktiva. Peraturan
tersebut telah mengalami beberapa kali revisi, antara lain melalui Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia Nomor 26/22/KEP/DIR pada tanggal 9 Mei 1993 mengenai
Kualitas Aktiva Produktif dan pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif, serta revisi lebih lanjut dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
Nomor 30/267/KEP/DIR pada tanggal 27 Februari 1998 terkait kualitas Aktiva
Produktif, dan terakhir dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
31/KEP/DIR pada tanggal 12 November 1998 tentang Kualitas Aktiva Produktif.
Dengan merujuk pada informasi di atas, PT Bank Mandiri Persero Tbk Cabang
Pekanbaru diidentifikasi sebagai salah satu bank yang menghadapi tantangan terkait
kredit macet. Kredit yang dikategorikan sebagai macet awalnya dapat dikenali melalui
indikasi dari debitor atau usaha debitor yang mendapatkan pembiayaan dan mengalami
kesulitan keuangan dalam melakukan pembayaran kredit sesuai ketentuan yang
ditetapkan.
Penyelesaian sengketa ada dua jalur, litigasi dan non litigasi. Penyelesaian
sengketa secara litigasi adalah suatu penyelesaian sengketa yang dilakukan dengan
melalui pengadilan, sedangkan penyelesaian sengketa melalui nonlitigasi adalah
penyelesaian sengketa yang dilakukan di luar pengadilan.8
Penyelesaian kredit macet yang dilakukan oleh PT. Bank Mandiri Persero
secara garis besar dapat ditempuh melalui 2 (dua) upaya tempuh yaitu :

7
Hadi Sudarmeno Seno, (2022)Modul Kuliah Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta :
Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Bina Sarana Informatika.h.14
8
Moch. Isnaeni, (2016)Pengantar Hukum Jaminan Kebendaan, Surabaya, :Revka Petra Media, h. 159

6
a. Melalui jalur non litigasi
Penyelesaian kredit bermasalah melalui jalur non litigasi dilakukan oleh bank
dengan harapan debitor dapat kembali melakukan pembayaran kreditnya
sebagaimana mestinya baik melalui cara rescheduling, reconditioning ataupun
restructuring yang dalam istilah perbankan lebih dikenal dengan sebutan
3R.Secara administratif, kredit yang diselesaikan melalui jalur non litigasi adalah
kredit yang semula tergolong kurang lancar, diragukan atau macet yang kemudian
diusahakan untuk diperbaiki sehingga mempunyai kolekbilitas lancar. Tindakan
Penyelesaian kredit bermasalah melalui jalur non litigasi yang dilakukan PT.
Bank Mandiri Persero tersebut sesuai Surat Edaran BankIndonesia Nomor
30/16/UPPB tanggal 27 Februari 1998 yang lazim ditempuh dalam dunia
perbankan.
Tindakan penyelesaian kredit macetyang dilakukan oleh pihak PT. Bank
Mandiri Persero Pekanbaru ditempuh dengan upaya berikut:9
1) Rescheduling atau penjadwalan kembali yaitu perubahan syarat-syarat kredit
yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangkawaktunya.
Pada kasus kredit macet biasanya setiap debitor yang bermasalah dipanggil
untuk diajak mencari solusi. Solusi yang biasa ditawarkan pihak bank
pertama kali adalah rescheduling.
Rescheduling tersebut bertujuan untuk meringankan beban pembayaran dari
debitor dengan menjadwalkan kembali beberapa ketentuan seperti
diperpanjang jangka waktu kredit, diperpanjang jangka waktu angsuran atau
jumlah setiap angsuran diturunkan. Sehingga debitor dapat mencari angsuran
dana kreditnya.
2) Reconditioning atau persyaratan kembali yaitu merubah kondisiloan,
condition dan covenants dari fasilitas kredit atau perjanjian kredit
yangsebelumnya diterima oleh debitor atau perubahan sebagian atau
seluruhsyarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal
pembayaran,jangka waktu, dan atau persyaratan lainnya sepanjang tidak
menyangkutperubahan maksimum saldo kredit.
Disini pihak bank selaku kreditor memberikan kesempatan bagi debitor yang
kreditnya macet untuk melakukan persyaratan ulang yang dianggap
perubahan kondisi dengan memperhatikan masalah-masalah debitor.
Sehingga diharapkan debitor dapat melunasi kreditnya sesuai dengan
kettentuan baru tersebut.
3) Restructuring atau penataan kembali yaitu perubahan syarat-syarat kredit
yang menyangkut :
Penambahan jumlah dana bank, jangka waktu, type, cicilan, kondisi pokok
dan lain-lainnya sesuai persyaratan terms & condition yang disetujui
sebelumnya.Konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok

9
Djumhana, Muhammad, (2006), Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

7
kredit baru, yang dalam praktek perbankan lebih sering dikenal dengan istilah
plafondering dan tidak boleh dijalankan.Konversi seluruh atau sebagian dari
kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan. Yang dapat disertai dengan
penjadwalan kembali dan atau persyaratan kembali.
Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/50/Kep/DIR
tanggal 12 November 1998, sebelum melaksanakan restrukturisasi kredit, bank
diwajibkan untuk melakukan analisis atau tinjauan menyeluruh terhadap aspek
hukum debitor dan/atau pemberi jaminan, agunan kredit beserta pengikatannya,
dan proyek yang akan didanai melalui kredit yang akan direstrukturisasi. Proses ini
seharusnya mencakup pemeriksaan aspek hukum calon debitor yang akan
mendapatkan fasilitas kredit. Tindakan terakhir yang sedang diambil oleh
pemerintah Indonesia, yang dijalankan oleh Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN), dalam menangani kredit bermasalah adalah melalui penggunaan
instrumen haircut untuk tunggakan pokok, bunga, dan denda. Hal ini bertujuan
agar debitor hanya perlu membayar kewajiban pokok hutangnya kepada bank
Dengan demikian, semua debitor yang mengalami kredit macet diharapkan
telah mencoba penyelesaian alternatif melalui proses rescheduling, reconditioning,
dan restructuring sesuai dengan kebijakan internal bank. Namun, berdasarkan data
yang diperoleh selama penelitian, terdapat satu debitor yang mengalami kredit
macet, dan keberadaannya tidak diketahui.
Pada awalnya, peminjaman dana untuk modal usaha dilakukan oleh debitor.
Setelah memenuhi segala data dan syarat yang diperlukan, bank mengambil
tindakan dengan melakukan analisis dan evaluasi. Hasil dari proses analisis dan
evaluasi tersebut kemudian disajikan dalam sebuah laporan yang menjadi dasar
bagi bank untuk mengeluarkan keputusan kredit. Akibatnya, kredit diberikan
dalam bentuk uang sebesar Rp. 940.000.000,- oleh pihak bank selaku kreditor
kepada debitor selaku peminjam.
Rincian mengenai besarnya pembayaran kembali yang termasuk bunga,
serta jangka waktu pengembalian kredit, ditetapkan oleh bank sebagai kreditor dan
dicantumkan dalam perjanjian kredit. Sebagai contoh, perjanjian kredit antara PT
Bank Mandiri Persero dan nasabah menetapkan bahwa debitor harus membayar
bunga sebesar 1% dari nilai kredit yang diberikan.
Namun, dalam kasus ini, debitor mengalami masalah kredit macet,
sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran, baik itu mengurangi
pinjaman pokok maupun membayar bunga. Analisis keuangan dari rekening koran

8
yang disampaikan oleh kreditor menunjukkan bahwa meskipun bisnis debitor
berjalan baik dalam perputaran keuangan, kenyataannya debitor mengalami
kendala dalam melunasi kredit. Sebagai akibatnya, debitor terpaksa meminjam
pinjaman tambahan dari Pulau Jawa untuk melunasi kredit yang sudah macet.
Debitor A bergerak dalam bidang usaha perdagangan Beras, Gula, dan Minuman.
Ketika usaha debitur mulai berkembang pesat debitur mempunyai niat
untukmembeli 2 buah damtruck untuk mengembangkan usahanya. Sehingga
mengakibatkan pinjaman debitor di bank mengalami masalah. Selanjutnya pihak
bank melakukan upaya penyelesaian sengketa negosiasi via Telepon dalam
penyelesaian kreditnya, pada mulanya debitor sempat beberapa kali
mengembalikan pinjamannya dari pinjaman pokoknya Rp. 940.000.000,- namun
setelah pembayaran yang terakhir tersebut dilakukan setelah itu tidak ada
penyelesaian selanjutnya yang dilakukan oleh debitor, akibatnya pinjaman yang
semula seharusnya bisa terselesaikan akhirnya semakin membengkak karena
sistem bunga masuk ke pokok. Dari jaminan yang diserahkan kepada pihak bank
sebenarnya mempunyai marketabilitas yang baik karena jaminan yang diserahkan
berupa tanah dan bangunan yang diatasinya berdiri usaha debitor yaitu
pergudangan beras, gula, dan minuman.
PT. Bank Mandiri Persero menghadapi tantangan dalam menyelesaikan
masalah pembayaran dari debitor setelah pembayaran pertama. Meskipun terdapat
kesepakatan untuk pembayaran pokok dan bunga secara bertahap, debitor tidak
memenuhi janjinya untuk mengurangi pinjamannya. Alasan yang diberikan debitor
adalah penggunaan dana untuk membeli damtruck, yang menyebabkan penundaan
pembayaran. Meski bank telah menetapkan waktu berdasarkan jadwal proyek yang
disepakati, debitor tidak segera menyelesaikannya karena alasan dana belum turun.
Dalam menghadapi situasi ini, PT. Bank Mandiri Persero mengambil
langkah dengan melakukan kunjungan ke rumah debitor dan menjalin komunikasi
melalui telepon untuk mempertahankan hubungan moral antara debitor dan pihak
bank. Selain itu, bank tetap membuka peluang penyelesaian non-litigasi,
mengingat usaha perdagangan debitor masih berjalan baik, menunjukkan
kemampuan finansial debitor untuk menyelesaikan kewajibannya.
Namun, kenyataannya menunjukkan bahwa debitor tidak mampu
memenuhi kewajiban pembayaran pokok, meskipun pembayaran bunga tetap

9
berjalan. Usaha debitor tampaknya tidak dapat berjalan dengan baik, dan debitor
tidak kembali ke tempat asalnya, yaitu Kota Bangkinang Kecamatan Salo.
Dalam upaya menemukan solusi, pihak bank berusaha bernegosiasi dengan
debitor untuk mencari jalan keluar. Pertimbangan dalam melakukan negosiasi
melibatkan evaluasi iktikad baik debitor dan prospek usaha yang masih
memungkinkan untuk menyelesaikan pinjaman. Karena debitor tidak dapat
ditemukan, keluarga debitor mengambil inisiatif untuk bersama-sama
menyelesaikan masalah kredit macet dengan pihak bank.
Penyelesain yang ditempuh oleh pihak bank bersama keluarga adalah
melakukan Rescheduling, Reconditioning, dan Resctructuring atas nama si debitor
yang tidak ditemukan.
Menurut analisis penulis, ketidakmampuan debitor untuk melunasi
pinjamannya disebabkan oleh kesalahan dan kurang hati-hati dalam mengelola
usaha perdagangannya. Meskipun usaha tersebut menunjukkan prospek yang baik
berdasarkan perputaran modal dan prospek usaha, debitor tidak dapat
mengembalikan pinjamannya karena kesalahan tersebut. Meskipun demikian,
pengiriman yang dilakukan oleh debitor selama ini telah berjalan cukup baik, sesuai
dengan kunjungan usaha dan audit yang dilakukan oleh pihak bank.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses penyelesaian kredit macet telah
dijalankan dengan benar sesuai peraturan perbankan. Dokumen yang dilampirkan
oleh debitor dan pihak bank menegaskan bahwa penyelesaian kredit macet telah
sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Oleh karena itu, debitor yang mengalami
kredit macet telah berusaha menemukan alternatif penyelesaian sengketa melalui
negosiasi, dan kesepakatan akhirnya tercapai antara debitor dan pihak bank.
Ketika melihat kasus kredit macet di mana keberadaan debitor tidak
diketahui, tetapi masih dapat diselesaikan melalui jalur non litigasi, hal ini
menunjukkan bahwa pendekatan non litigasi memberikan kemudahan dalam
menyelesaikan sengketa atau permasalahan. Hal ini berlaku terutama bagi pihak-
pihak yang mengalami kredit macet, menunjukkan bahwa jalur non litigasi adalah
opsi yang lebih mudah untuk menyelesaikan konflik.

Dan hasil yang dicapai dari penggunaan jalur non litigasi memberikan rasa adil
diantara para pihak (win-win solution).
b. Melalui Jalur Litigasi

10
Penyelesaian kredit yang mengalami masalah melalui jalur litigasi merupakan
langkah terakhir yang diambil oleh bank untuk mendapatkan pembayaran kembali
dari peminjam. Tindakan ini melibatkan pelaksanaan eksekusi agunan kredit,
penagihan kepada penjamin, pengambilalihan agunan oleh bank, penjualan
sukarela agunan, atau mengajukan gugatan perdata terkait pelunasan kewajiban
hutang peminjam.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 10 Undang-Undang Kekuasaan
Kehakiman Nomor 48 Tahun 2009, lembaga peradilan dianggap sah dan
berwenang untuk menyelesaikan sengketa perbankan. Proses ini ditempuh ketika
bank memutuskan untuk mengakhiri hubungan usaha dengan peminjam, sehingga
hubungan usaha antara bank dan peminjam terputus.
Intervensi atau tekanan dari pihak ketiga, seperti pimpinan perusahaan atau anggota
keluarga yang dihormati, dapat mendorong peminjam untuk segera menyelesaikan
kewajiban hutang kepada bank. Alternatif lain, meskipun berisiko, adalah
melibatkan jasa penagih utang.
Pada dasarnya, setiap kredit yang diberikan harus dikembalikan oleh peminjam,
termasuk pembayaran bunga, denda, dan biaya-biaya lainnya. Oleh karena itu,
bank tetap berkomitmen untuk melakukan upaya penagihan dengan menggunakan
semua cara yang tersedia.
Penyelesaian kredit dengan melakukan upaya hukum melalui jalur
peradilan merupakan alternatif akhir yang harus ditempuh bank mana kala kredit
debitor sudah tidak dapat diselamatkan lagi. “Penyelesaian kredit melalui
prosedur hukum dapat ditempuh dengan melakukan
1) Penyelesaian kredit melalui jalur pengadilan negeri.
2) Penyelesaian kredit melalui jalur pengadilan niaga.
Pelaksanaan penyelesaian kredit melalui mekanisme jalur pengadilan negeri
dan niaga relatif membutuhkan waktu yang lebih lama.
Upaya penyelesaian kredit oleh bank melalui pengadilan dapatdilakukan dengan 2
(dua) cara yaitu :
1) Bank mengajukan gugatan kepada debitor dan atau penjamin karenatelah
melakukan wanprestasi atas kredit yang telah diberikan oleh bank.
2) Bank mengajukan eksekusi terhadap agunan kredit debitor yang
telahdiikat secara sempurna.

11
Sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1992 tanggal 21 Oktober
1992 tentang Penyelesaian Perkara di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi
harus dapat diselesaikan dalam waktu 6 (enam) bulan.
Pada dasarnya jalur litigasi ini membutuhkan dana cukup besar dan waktu yang
relatif lebih lama karena proses yang dilalui cukup panjang, dari mulai
mengajukan gugatan sampai mendapatkan hasil keputusan hakim. Belum lagi
terkadang para pihak yang bersengketa di pengadilan merasa tidak puas dan
mengajukan upaya hukum mulai dari banding, kasasi, dan peninjauan kembali
tentunya dalam hal ini para pihak lebih menginginkan suatu penyelesaian
sengketa yang lebih efektif dan efisien. Penyelesaian kreditmacet melalui jalur
non litigasi adalah penyelesaian yang saling menguntungkan (win-win solution).
2. Proses Negosiasi Yang Digunakan Oleh PT.Bank Mandiri Persero Dalam
Menyelesaikan Tunggakan Kredit Macet.
Oleh karena itu, PT. Bank Mandiri Persero selalu mengutamakan jalur
penyelesaian non litigasi dalam menangani perkara keperdataan. Sebelum
mempertimbangkan jalur litigasi, langkah pertama yang diambil adalah melalui jalur
non litigasi. Dasar dari pendekatan ini adalah Peraturan Bank Indonesia No.
8/19/PBI/2006 yang mengatur tentang Kualitas Aktiva Pembentukan Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif Bank Perkreditan Rakyat.
Dalam menangani kredit macet, PT. Bank Mandiri Persero lebih memilih jalur
non litigasi, dengan fokus utama pada negosiasi. Hal ini dilakukan karena
penyelesaian melalui jalur non litigasi dianggap lebih menguntungkan baik bagi
debitor maupun kreditor. Proses penyelesaian kredit macet melalui jalur non litigasi
dianggap sebagai solusi yang saling menguntungkan, menciptakan situasi "win-win".
Keberhasilan penyelesaian bergantung pada itikad baik dari semua pihak yang
terlibat. PT. Bank Mandiri Persero Cabang Pekanbaru lebih memilih jalur non litigasi
daripada litigasi, dan pertimbangan ini didasarkan pada prinsip-prinsip yang telah
dijelaskan di atas.
1. Biaya
2. Waktu
3. Hasil yang dicapai
4. Iktikad baik debitor
5. Kemampuan membayar
Penyelesaian melalui jalur nonlitigasi memiliki banyak keuntungan, seperti
efisiensi biaya, penghematan waktu, dan hasil akhir yang positif. Sebagai solusi

12
terbaik bagi PT. Bank Mandiri Persero, negosiasi menjadi opsi yang menguntungkan,
di mana debitor diberikan opsi-opsi yang tidak memberatkan.
Dalam penelitian ini, cara negosiasi terhadap debitur dilakukan dengan tujuan
mencapai kesepakatan yang dianggap adil, termasuk penjadwalan ulang, persyaratan
kembali, dan penataan kembali sebagai kebijakan perbankan. Namun, pada
kenyataannya dalam menangani penyelesaian kredit macet, ketika debitor
berkeinginan untuk menyelesaikan melalui negosiasi, bank menetapkan syarat dan
ketentuan yang mencakup provisi sebesar 10% dari biaya kredit sebagai biaya
administrasi.
Hasil pembahasan menunjukkan perbedaan antara hukum positif dan praktik
implementasi di sektor perbankan, di mana penyelesaian nonlitigasi sering kali
melibatkan aspek-aspek yang tidak selaras dengan ketentuan hukum yang ada.
Pada proses negosiasi pada fakta kasus di Bank Mandiri Persero di mana salah
satu debitur yang telah tidak diketahui keberadaannya adalah :
1) dimulai dengan adanya kredit macet yang terjadi pada debitur karena
ketidaksanggupan debitur untuk melanjutkan angsuran kredit. Pada waktu
itu pihak Bank Mandiri Persero Cabang Pekanbaru telah memberikan
teguran lisan kemudian dilanjutkan dengan surat teguran pertama, kedua,
dan ketiga
Melalui adanya surat teguran merupakan salah satu bentuk peringatan
awal dari pihak bank selaku debitor untuk melakukan peringatan
terkait bahwasanya kredit debitor tersebut sudah dalam keadaan
macet.
2) Hingga pada proses selanjutnya kepada tahapan negosiasi, dimana
pihak PT. Bank Mandiri Persero menghubungi pihak debitor dengan via
15
telp . Selanjutnya pada hari yang ditentukan pihak bank mendatangi
kediaman debitur.
3) negosiasi kepada debitur Yang bertujuan mencapai kesepakatan yang
dianggap adil. Sehingga timbul rasa dari pihak keluarga sendiri untuk
bertanggung jawab atas tunggakan kredit tersebut dengan kelanjutan
pembayaran kredit yang akan dilanjutkan oleh ahli waris dari debitur.
Yang mana debitur sebelumnya yang telah menghilang sekian
waktu.
4) Namun tetapi masalah tidak terhenti hingga disitu saja.Debitur juga
mengalami kesulitan dalam melunasi kredit macet tersebut. Sehingga
negosiasi dilakukan secara berulang ulang kali.
5) Namun pada pihak kreditur juga merasa perlu adanya memberi
keringanan kepada pihak debitur. Akhirnya pihak kreditur dan debitur
melakukan negosiasi kembali kepada pihak atas nama debitur tadi dengan
melakukan 3R (rescheduling, reconditioning ataupun restructuring

Penyelesaian yang biasanya ditempuh oleh PT. Bank Mandiri Persero sebelum
melakukan pelunasan atau pengurangan pinjaman seringkali melibatkan pengalihan
fasilitas. Dalam konteks ini, pengalihan fasilitas merujuk pada suatu proses di mana

13
debitor tidak diketahui keberadaannya, dan sebagai respons, pihak bank dan keluarga
debitor mengambil inisiatif untuk menyelesaikan masalah tanpa keterlibatan langsung
dari debitor bersangkutan. Tujuan utama dari tindakan ini adalah mengurangi jumlah
pinjaman. Biasanya, pengalihan fasilitas ini terjadi melalui pembayaran angsuran
secara bertahap, sehingga pinjaman secara perlahan berkurang. Proses pengalihan ini
tidak dilakukan secara sepihak, melainkan melalui tahapan evaluasi yang cermat
terhadap debitor yang menunjukkan gejala bermasalah. Evaluasi ini tidak hanya
berlaku untuk debitor yang sedang mengalami masalah, tetapi juga untuk debitor
yang telah mengalami masalah sebelumnya.
Contoh kasus adalah Debitor A, yang digantikan oleh ahli warisnya. Ahli
waris ini memiliki rumah makan yang dapat dijadikan aset oleh bank untuk
mengajukan kredit baru guna melunasi kredit sebelumnya. Dengan demikian,
penambahan pinjaman menjadi mungkin dilakukan. Penting untuk mencatat bahwa
dokumen-dokumen asli harus diserahkan ke pihak bank, dan proses pembayaran order
harus melalui rekening pihak kreditor untuk memastikan pengawasan yang ketat
terhadap keuangan debitor. Dana yang diterima dari debitor kemudian diblokir untuk
mencegah penarikan dana oleh debitor, sehingga hutang pokok beserta bunganya
dapat dilunasi tanpa perlu menjual aset dari pihak debitor. Dengan pendekatan ini,
penyelesaian melalui jalur non litigasi diharapkan dapat mencapai kesepakatan
terbaik antara debitor dan pihak kreditor.
Dalam menangani penyelesaian masalah kredit macet melalui jalur non
litigasi, PT. Bank Mandiri Persero selalu memulainya dengan negosiasi. Bank
meyakini bahwa penyelesaian melalui negosiasi adalah cara terbaik dan aman bagi
kedua belah pihak, yaitu bank dan debitor. Selain pendekatan tersebut, ada juga
penyelesaian bagi debitor bermasalah yang melibatkan Badan Pelelangan Piutang
Negara (BPPN). Pada periode tersebut, pemerintah tengah berusaha memulihkan
kondisi perbankan nasional setelah mengalami krisis moneter. Penyerahan
penyelesaian kepada BPPN dilakukan karena pertimbangan kemudahan dan
kemampuan yang dimiliki BPPN untuk mengatasi debitor dengan Non Performing
Loan serta mengurangi risiko penyelesaian.
Berdasarkan uraian ini, dapat disimpulkan bahwa iktikad baik dari debitor
dalam menyelesaikan masalah merupakan langkah awal yang penting bagi kreditor
untuk mencari solusi terbaik, baik bagi debitor maupun kreditor itu sendiri. Selain itu,
kemampuan finansial debitor juga menjadi pertimbangan kunci dalam memilih jalur

14
non litigasi. Meskipun usaha debitor mungkin sudah menurun, tetapi jika masih
memungkinkan untuk pulih dan memiliki kemampuan untuk melunasi hutangnya,
bank bersedia memberikan dukungan dengan memberikan penambahan dana baru.
Penyelesaian kredit bermasalah selama ini selain dilakukan dengan
jalannegosiasi juga dilakukan restrukturisasi atau penjadwalan ulang pinjaman yang
diharapkan dapat membantu meringankan beban hutang dari debitor bersangkutan.10
Secara tegas dapat dikatakan bahwa proses negosiasi lebih aman daripada
penyelesaian melalui jalur litigasi karena jalan negosiasi mampu menekan seminimal
mungkin kerugian yang mungkin timbul terhadap pihak bank.
Maka hasil penelitian dan fakta lapangan pada seluruh debitor tersebut benar
adanya bahwa proses negosiasi ini telah dilakukan dan dilakukan sesuai peraturan
internal bank. Para pihak debitor pun telah tercapai titik terang proses penyelesaian
kredit macet yang telah terjadi melalui alternatif penyelesaian sengketa tersebut.

D. Kesimpulan
1. Proses Penyelesaian Kredit Macet Pada PT. Bank Mandiri Persero Melalui
Alternatif Penyelesaian Sengketa.
a. Jalur litigasi
Penyelesaian kredit macet melalui jalur litigasi dapat ditempuh dengan
mengajukan gugatan pada pengadilan negeri maupun pengadilan niaga
sebagai alternatif akhir.
b. Jalur non litigasi
Penyelesaian kredit macet dilakukan oleh bank melalui cara rescheduling,
reconditioning,ataupun restructuring sesuai dengan ketentuan Surat
Edaran Bank Indonesia No. 23/12/BPP tanggal 28 Februari 1991 dan
berdasarkan peraturan internal bank dan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa seluruh debitur dan pihak PT.
Bank Mandiri Persero Pekanbaru menempuh jalur non litigasi berdasarkan
ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia No. 23/12/BPPdan berdasarkan
peraturan internal bank serta peraturan perundang-undangan.

10
Rakhmad Susatyo, (2011) Aspek Hukum Kredit Bermasalah di PT. Bank International Indonesia
Cabang Surabaya. DIH, Jurnal Ilmu Hukum Pebruari 2011, Vol. 7, No. 13, H. 11 - 20

15
2. Proses Negosiasi Yang Digunakan Oleh PT.Bank Mandiri Persero Dalam
Menyelesaikan Tunggakan Kredit Macet.
Negosiasi diatur dalam Peraturan Internal Bank peraturan Standar Prosedur
Keredit Business Banking Bank Mandiri Persero. Peraturan tersebut mengacu
padaUndang-Undang Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbritrase Nomor 30
Tahun 1999 yang diatur di dalam Pasal 1 angka 10. Untuk kelompok nasabah
perbankan, penggolongan kredit yang termasuk macet dan harus menyelesaikan
kredit macetnya secara negosiasi dapat dilihat pada Peraturan Bank Indonesia No.
8/19/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan
Aktiva Produktif Bank Perkreditan Rakyat. Proses negosiasi penyelesaian kredit
macet yang dilakukan pihak PT. Bank Mandiri Persero Pekanbaru ditempuh
dengan upaya:
a. Rescheduling (penjadualan kembali);
b. Reconditioning (persyaratan kembali); dan
c. restructuring (Penataan kembali).
Pada proses negosiasi yang dilakukan oleh pihak bank mandiri berlaku adanya
peraturan provisi atau biaya adminstrasi sebesar 10% dari kredit yang diajukan
dalam pelaksanaan negosiasi penyelesaian kredit macet. Sedangkan pada undang-
undang no 30 tahun 1999 tidak diatur adanya syarat atau ketentuan yang harus
digunakan untuk menempuh adanya penyelesaian kredit macet melalui alternatif
penyelesaian sengketa.

E. Saran
Berdasarkan faktor-faktor yang telah diuraikan di atas :
1. Identifikasi dan pengenalan diri calon nasabah/debitur memiliki signifikansi yang
tinggi dalam mengantisipasi potensi masalah yang mungkin muncul. Reformasi
hukum di sektor perbankan, khususnya terkait dengan kredit bermasalah, perlu
dilakukan secara terus-menerus untuk menghadapi tantangan di masa depan. PT.
Bank Mandiri Persero juga harus mengadopsi pendekatan yang lebih tegas dalam
penyelesaian masalah kredit macet, terutama dalam penentuan alternatif
penyelesaian sengketa yang optimal.
2. Mengacu pada prinsip demokrasi ekonomi dalam kerangka perbankan, penting
bagi pihak bank untuk memastikan adanya keadilan. Ini berarti perbankan
seharusnya tidak memberlakukan persyaratan tertentu, seperti provisi atau biaya

16
administrasi, yang dapat menghambat proses negosiasi penyelesaian kredit macet
bagi debitur. Hal ini bertujuan agar seluruh debitur dapat mengakses upaya
penyelesaian melalui alternatif penyelesaian sengketa.
3. PT Bank Mandiri Persero sebaiknya menerapkan teknik negosiasi yang tepat guna
melindungi perusahaan dari potensi penyebaran cepat masalah kredit macet yang
dapat merugikan baik pihak bank maupun pihak lainnya di masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA
Badriyah Harun, (2010) Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Yogyakarta: PT.
Pustaka Yustisia, ,
Djumhana, Muhammad, (2006), Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya
Bakti.
Fajriawati(2022) Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Litigasi Dan Non
Litigasi Di Medan. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera
Utara
Hadi Sudarmeno Seno, (2022)Modul Kuliah Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya.
Jakarta : Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Bina
Sarana Informatika.h.14
Martono,(2012) Bank Dan Lembaga Keuangan Lain. Yogyakart: EKONISIA
Moch. Isnaeni, (2016)Pengantar Hukum Jaminan Kebendaan, Surabaya, :Revka Petra Media,
h. 159
Purwahid patrik dan Kashadi,(2008) Hukum Jaminan, Semarang : Fakultas Hukum UNDIP.
Rachmadi Usman,(2013) Aspek-Aspek Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta :PT.Gramedia
Pustaka Utama
Rakhmad Susatyo, (2011) Aspek Hukum Kredit Bermasalah di PT. Bank International
Indonesia Cabang Surabaya. DIH, Jurnal Ilmu Hukum Pebruari 2011, Vol. 7, No. 13,
H. 11 – 20
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun1998 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

17

Anda mungkin juga menyukai