Anda di halaman 1dari 4

E.

PENDIDIKAN BAGI SISWA GIFTED AND TALENTS


Siswa gifts and talents memiliki beberapa perbedaan dari siswa pada umumnya,
sehingga perlunya memberikan pendidikan yang berbeda pula. Hal tersebut bisa terjadi
dikarenakan siswa gifts and talents memiliki kemampuan yang diatas rata-rata. Jika siswa
tersebut tidak diberi perlakuan yang tepat, maka mereka cenderung kehilangan minat di kelas,
mengalami kronis kebosanan, membolos, mengganggu dan menjadi troublemaker. Berikut hal-
hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun pendidikan untuk siswa gifts and talents.
1. Lingkungan Belajar
Lingkungan belajar bagi siswa gifts and talents harus disesuaikan dengan bidang-bidang yang
di minatinya. Hal tersebut dilakukan agar siswa merasa nyaman dan dapat mengembangkan
kemampuannya dengan lebih mendalam. Menurut Samuel et al (2009:307), tujuan utama
dari menyesuaikan lingkungan belajar adalah :
a. Memberikan kesempatan kepada siswa gifts and talents untuk berinteraksi dengan satu
sama lain dan untuk belajar dengan rangsangan dari rekan-rekan intelektualnya.
b. Memudahkan guru memberikan materi yang relevan secara instruksional.
c. Menempatkan siswa gifts and talents dengan seorang guru yang ahli di bidang yang
relevan.
2. Model/Metode Pembelajaran
Siswa gifts and talents memiliki kapasitas kognitif yang berbeda dengan siswa-siswa
seumurannya. Kognitif meliputi persepsi, pemikiran, pemecahan masalah, dan proses
memori. Dengan adanya perbedaan tersebut, diperlukan pemikiran untuk menggunakan
model atau metode yang sesuai dengan kemampuan siswa tersebut. Menurut Samuel et al
(2009) terdapat dua strategi atau metode pembelajaran utama untuk siswa gifts and talents
yaitu :
a. Student Acceleration (Flexible Pacing)
Penyesuaian pendidikan memungkinkan siswa untuk bergerak lebih cepat melalui
kurikulum standar setelah mereka menunjukkan penguasaan pelajaran standar. Siswa
yang menunjukkan perkembangan yang lebih maju daripada siswa seumurannya dapat
dipertimbangkan untuk masuk lebih awal ke tingkat selanjutnya.
b. Grouping
Strategi ini menyatukan siswa gifts and talents untuk belajar sehingga mereka dapat
melangkah lebih maju dan dirangsang oleh orang lain yang memiliki kemampuan serupa.
Ini bisa dilakukan melalui kelas khusus, kelas khusus paruh waktu, atau pengelompokan
klaster, yang membawa enam hingga sepuluh siswa berbakat bersama-sama untuk
membentuk subkelompok di dalam ruang kelas yang lebih besar. Salah satu contoh
sekolah yang menerapkan strategi ini adalah sekolah yang memiliki judul boarding
school.
Secara lebih rinci, Hertzog dalam Santrock (2014) mengungkapkan bahwa terdapat empat
pilihan yang dapat digunakan, yaitu :
a. Kelas Khusus
Nama lain dari kelas khusus ini adalah program penarikan. Kelas ini biasanya dilakukan
di hari biasa atau bisa pada waktu akhir pekan yaitu hari Jumat atau Sabtu, yang
dilakukan untuk memperkaya atau memperdalam materi.
b. Kelas Akselerasi
Kelas ini memiliki tujuan untuk mempercepat subjek materi atau pemadatan materi bagi
anak agar dapat menyelesaikan 2 kelas dalam 1 tahun. Tetapi program ini sering salah
dalam penerapannya dan kurang ketat dalam tahap seleksinya. Siswa yang memiliki
kecerdasan rata-rata, karena mereka menuruti keinginan orang tuanya selanjutnya
mengikuti jalur ini, sehingga justru memberikan dampak yang kurang positif secara
emosi dan sosial karena memaksakan diri untuk berada di ‘jalur’ ini.
c. Mentoring dan Program Magang
Program ini merupakan hal yang penting dan jarang diterapkan. Siswa yang memiliki
kapasitas kognitif/intelektual yang lebih maju setidaknya memiliki satu subbidang
unggul yang menjadi ketertarikannya. Pengenalan mentor sangat bermanfaat dan
efektif untuk mengakses, menantang dan memotivasi lebih jauh kapasitas anak. Seorang
ahli akan lebih
mengerti betul tahap-tahap yang harus dicapai agar bakat ini menjadi istimewa, yang
terkadang orang tua, guru, atau psikolog kurang mampu menangani hal ini.
d. Kerja atau Studi Pada Program Pelayanan Masyarakat
Penekanan pendidikan untuk siswa gifts and talents didasarkan pada basis persoalan
yang dihadapi masyarakat sekitar, melakukan proyek, menciptakan portofolio, dan
berfikir kritis.
Berdasarkan uraian di atas, kelas akselerasi merupakan salah satu metode yang efektif
untuk diterapkan dalam pendidikan bagi siswa gifts and talents. Secara lebih rinci, Stanley
(1989) mendeskripsikan enam cara melakukan kelas akselerasi :
a. Early school admission (Masuk sekolah lebih awal)
Secara intelektual dan sosial, siswa yang telah cukup umur diperbolehkan masuk TK
pada usia yang lebih muda dari biasanya.
b. Skipping grades (Mempercepat kelas)
Siswa dapat dipercepat dengan benar-benar menghilangkan satu semester atau nilai di
sekolah.
c. Telescoping grades
Anak memenuhi standar materi tetapi dalam waktu yang lebih singkat. Misalnya, tiga
tahun program sekolah menengah pertama dapat ditempu dalam dua tahun.
d. Advanced placement (Penempatan Lanjutan)
Siswa mengambil kursus untuk kredit kuliah saat masih SMA, memperpendek program
kuliah.
e. Dual enrollment in high school and college (Pendaftaran ganda : di sekolah menengah
dan perguruan tinggi)
Siswa terdaftar di perguruan tinggi sambil menyelesaikan sekolah menengah atas.
f. Early college admission (Masuk perguruan tinggi lebih awal)
Siswa dapat masuk ke perguruan tinggi di usia muda sekitar 13 tahun.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti berpikir kreatif, pemecahan masalah dan
penemuan masalah perlu diajarkan kepada siswa gifts and talents. Model pembelajaran
yang dapat melatih kemampuan tersebut salah satunya adalah Problem Based Learning.
Model pembelajaran tersebut menitikberatkan pada tiga hal yaitu: (1) siswa dihadapkan
pada masalah yang tidak terstruktur, (2) siswa dijadikan pemangku kepentingan dalam
masalah, (3) guru memainkan peran sebagai pelatih metakognitif, bukan pemberi informasi.
Masalah-masalah yang diberikan harus sesuai dengan budaya siswa tersebut.

3. Pemadatan Kurikulum
Meskipun sejumlah praktik, seperti pemecahan masalah, penemuan masalah, dan
penggunaan mikrokomputer, dapat digunakan secara efektif dengan semua siswa, akselerasi
dan kurikulum tingkat tinggi tampaknya sangat relevan kepada siswa gifts and talents
(Robinson, Shore, & Enerson, 2007). Joyce Van Tassel-Baska (2003) berpendapat tentang
model kurikulum untuk siswa gifts and talents mencakup tiga hal berikut:
a. Menekankan pengetahuan konten tingkat lanjut yang membingkai disiplin ilmu.
b. Memberikan pemikiran dan pemrosesan tingkat tinggi.
c. Memfokuskan pengalaman belajar pada isu-isu utama, tema, dan ide yang
mendefinisikan kedua aplikasi dunia nyata dan pemodelan teoretis di dalam dan lintas
bidang studi.

Salah satu strategi untuk membantu siswa gifts and talents menghindari kronis kebosanan
karena harus “mempelajari” hal-hal yang sudah mereka ketahui adalah pemadatan
kurikulum. Prinsip dasar pemadatan adalah bahwa jika siswa sudah mengetahui sesuatu dan
memiliki keterampilan dasar untuk menerapkan pengetahuan tersebut, mereka harus
diperbolehkan untuk melanjutkan ke bidang pembelajaran yang lain. Bidang kurikulum yang
paling tepat untuk pemadatan adalah yang fokus pada penguasaan pengetahuan dasar dan
keterampilan. Ini mungkin termasuk kosa kata, aplikasi dasar keterampilan (seperti tata
bahasa, aritmatika, dan ejaan), pengetahuan faktual dalam mata pelajaran tertentu, dan
pemahaman dasar sedang membaca.

4. Kecanggihan Konten
Kecanggihan konten menantang siswa gifts and talents untuk menggunakan tingkat
pemikiran yang lebih tinggi untuk memahami ide-ide yang rata-rata siswa pada usia yang
sama akan sulit atau tidak mungkin untuk dipahami. Konten tersebut dapat mendorong
siswa-siswa gifts and talents untuk mengerti abstraksi penting, hukum ilmiah, atau umum
prinsip yang dapat diterapkan dalam banyak keadaan. Ketersediaan fasilitas pendukung
seperti buku-buku referensi, internet, dan ensiklopedia dapat membantu mengasah
kemampuan siswa gifts and talents. Guru dapat membantu siswa gifts and talents untuk
mengeksplorasi pengetahuan baru dengan mengajari mereka untuk membedakan antara
informasi yang sah di Internet dan informasi yang kurang kredibel.

Anda mungkin juga menyukai