Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

Mata Kuliah Kegawatdaruratan Trauma Pada Semua Tingkat Usia

“Trauma Assessment Bone”

Disusun Oleh :

Kelompok 01 (Kelas A & B)

Dosen Pembimbing :

Ns. Indah Nur Imamah, SST., M. Kes

Kementrian Kesehatan RI
Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Kalimantan Timur
Program Studi DIII Keperawatan Samarinda
Samarinda, Kalimantan Timur 2022
MAKALAH

Mata Kuliah Kegawatdaruratan Trauma Pada Semua Tingkat Usia

“Trauma Assessment Bone”

Disusun Oleh :

Kelompok 01 (Kelas A & B)

Dosen Pembimbing :

Ns. Indah Nur Imamah, SST., M. Kes

Nama Anggota :

1. Akmilda Regita Putri Aris P07220119056


2. Cahya Ningrum P07220119064
3. Efvy Margarenda Isabel P07220119012
4. Gatot P07220119015
5. Helmaliya Nurul Salam P07220119018
6. Mery Nur Fadilah P07220119079
7. Muhammad Khalil P07220119081
8. Nurdiansyah P07220119089
9. Nur Muliyani P07220119033
10. Prischa Ambar Seno Padang P07220119091
11. Samsirul Ha Airunnisa P07220119042
12. Tika Putri Cahyani P07220119049

Kementrian Kesehatan RI
Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Kalimantan Timur
Program Studi DIII Keperawatan Samarinda
Samarinda, Kalimantan Timur 2022

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penyusun mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan


nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga
penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas mata
kuliah Kegawatdaruratan Trauma Pada Semua Tingkat Usia dengan judul
“Trauma Assessment Bone”.

Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah
ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya.

Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak


khususnya kepada Dosen Kegawatdaruratan Trauma Pada Semua Tingkat Usia
yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Samarinda, 24 Februari 2022

Kelompok 01

ii
DAFTAR ISI

JUDUL............................................................................................................. i

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 2

1.3 Tujuan.................................................................................................. 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 3

2.1 Konsep Dasar Assessment Bone........................................................ 3

2.2 Fraktur................................................................................................. 23

2.3 Konsep 4R (Recognation, Reduction, Rehabilitation)..................... 24

2.4 Konsep Tindakan Pembidaian, Stabilisasi, Transportasi............... 25

BAB 3 PENUTUP........................................................................................... 35

3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 35

3.2 Saran.................................................................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 36

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma adalah kata lain untuk cedera atau rudapaksa yang dapat
mencederai fisik maupun psikis. Trauma jaringan lunak muskuloskeletal
dapat berupa vulnus (luka), perdarahan, memar (kontusio), regangan
ataurobek parsial (sprain), putus atau obek (avulsi atau ruptur), gangguan
pembuluh darah, dan gangguan saraf (neuropraktisia, aksonotmesis,
neurolisis).
Sprain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada
ligament (jaringan yang menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul
sendi, yang memberikan stabilitas sendi. Kerusakan yang parah pada
ligament atau kapsul sendi dapat menyebabkan ketidakstabilan pada sendi.
Gejalanya dapat berupa nyeri, inflamasi/peradangan, dan pada beberapa
kasus ketidakmampuan menggerakkan tungkai.Sprain terjadi ketika sendi
dipaksa melebihi lingkup gerak sendi yang normal, seperti melingkar atau
memutar pergelangan kaki.
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan
sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser
atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya
(dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya
kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas
dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami
dislokasi. Sedangkan Strain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau
kerobekan pada struktur muskulo-tendinous (otot dan tendon). Strain akut
pada struktur muskulotendinous terjadi pada persambungan antara otot dan
tendon. Strain terjadi ketika otot terulur dan berkontraksi secara mendadak,
seperti pada pelari atau pelompat.

1
Prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal adalah rekognisi
(mengenali), reduksi(mengembalikan), retaining (mempertahankan), dan
rehabilitasi. Cedera pada satu bagiansistem muskuloskeletal biasanya
menyebabkan cedera atau disfungsi struktur disekitarnya dan struktur yang
dilindungi atau disangganya Penanganan cedera sisitem muskuloskeletal
meliputi pemberian dukungan pada bagian yang cedera sampai
penyembuhan selesai, dukungan dapat diperoleh secara eksternal dengan
pemberian balutan, plester, bidai, atau gips. Selain itu, dukungan dapat
langsung dipasang ke tulang dalm bentuk pin atau plat. Kadang, traksi harus
diberikan untuk mengoreksi deformitas atau pemendekan.
Setelah efek cedera seger dan nyeri telah hilang, usaha penanganan
difokuskan pada pencegahan fibrosisdan kekakuan pada struktur tulang dan
sendi yang cedera. Latihan yang baik dapat melindungi terhadap terjadinya
kecacatan tersebut. Pada beberapa keadaan, dukungan yang diberikan
memungkinkan aktivitas awal. Proses penyembuhan dan pengembalian
fungsi dapat dipercepat dengan berbagai bentuk fisik.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan 4R (Recognation, Reduction, Retaining,
Rehabilitation) pada fraktur dewasa maupun anak?
1.2.2 Apa itu tindakan Pembidaian, Stabilisasi, Transportasi?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui apa yang dimaksud 4R (Recognation, Reduction,
Retaining, Rehabilitation) pada fraktur dewasa maupun anak?
1.3.2 Untuk mengetahui apa itu tindakan Pembidaian, Stabilisasi,
Transportasi?

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Assesment Bone


2.1.1 Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang
yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik seperti pukulan benda
tumpul dan sebagianya.
2.1.1.1 Dislokasi
Dislokasi sendi adalah menggambarkan individu yang
mengalami atau beresiko tinggi untuk mengalami perubahan
posisi tulang dari posisinya pada sendi. (Carpenito, 2000, edisi
6, Halaman 1118). Dislokasi sendi adalah fragmen frakrtur
saling terpisah danmenimbulkan deformitas (Kowalak, 2011,
Buku Ajar Patofisiologi, Halaman 404).
Dislokasi sendi adalah menggambarkan individu yang
mengalami atau beresiko tinggi untuk mengalami perubahan
posisi tulang dari posisinya pada sendi. (Carpenito, 2000, edisi
6, Halaman 1118). Dislokasi sendi adalah fragmen frakrtur
saling terpisah danmenimbulkan deformitas. (Kowalak, 2011,
Buku Ajar Patofisiologi, Halaman 404).

3
2.1.1.2 Sprain
Sprain atau keseleo adalah cedera struktur ligament
disekitar sendi, akibat gerakan menjepit atau memutar. Fungsi
ligament merupakan stabilitas, namun masih memungkinkan
mobilitas. Ligament yang robek akan kehilangan kemampuan
stabilitasnya. Pembuluh darah akan terputus dan menimbulkan
edema, sendi terasa nyeri tekan, dan gerakan sendi terasa
sangat nyeri. (brunner & suddarth, 2001)

4
2.1.1.3 Strain
Strain adalah “tarikan otot” akibat penggunaan
berlebihan, peregangan berlebihan, atau stres yang berlebihan.
Strain adalah robekan mikropkopis tidak komplit dengan
perdarahan ke dalam jaringan. Dalam hal ini pasien mengalami
rasa sakit atau nyeri tekan lokal pada pemakaian otot dan
kontraksi isometrik. (Smeltzer Suzanne, KMB Brunner &
Suddarth)
2.1.2 Etiologi
2.1.2.1 Dislokasi
2.1.2.1.1 Cedera olahraga: Olah raga yang biasanya
menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki,
serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya :
terperosok akibat bermain ski, senam, volley.
Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering

5
mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena
secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain
lain.
2.1.2.1.2 Trauma kecelakaan: Benturan keras pada sendi saat
kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi
2.1.2.2 Sprain
2.1.2.2.1 Umur: faktor umur sangat menentukan karena
mempengaruhi kekuatan serta kekenyalan jaringan.
Misalnya pada umur tiga puluh sampai empat puluh
tahun kekuatan otot akan relative menurun.
Elastisitas tendon dan ligamen menurun pada usia
tiga puluh tahun.
2.1.2.2.2 Terjatuh atau kecelakan: sprain dapat terjadi apabila
terjadi kecelakan atau terjatuh sehingga jaringan
ligamen mengalami sprain.
2.1.2.2.3 Terpelintir: adanya tekanan pada tubuh yang
menyebabkan sendi bergeser, sehingga terjadicidera
ligamen
2.1.2.2.4 Pukulan: Sprain dapat terjadi apabila mendapat
pukulan pada bagian sendi dan menyebabkan sprain.
2.1.2.2.5 Tidak melakukan pemanasan: pada atlet olahraga
sering terjadi sprain karena kurangnya pemanasan.
Dengan melakukan pemanasan otot-otot akan
menjadi lebih lentur
2.1.2.3 Strain
2.1.2.3.1 Pada strain akut: ketika otot keluar dan berkontraksi
secara mendadak.
2.1.2.3.2 Pada strain kronis: terjadi secara berkala oleh karena
penggunaaan yang berlebihan / tekanan berulang-
ulang, menghasilkan tendonitis (peradangan pada
tendon).

6
2.1.3 Manifestasi Klinis
2.1.3.1Dislokasi
Nyeri akut, perubahan kontur sendi, perubahan panjang
ekstremitas, kehilangan mobilitas normal, perubahan sumbu
tulang yang mengalami dislokasi.
2.1.3.2Sprain
Nyeri lokal (Khususnya pada saat menggerakkan sendi),
pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi, gangguan
mobilitas akibat rasa nyeri (yang baru terjadi beberapa jam
setelah cedera), perubahan warna kulit akibat ekstravasasi
darah kedalam jaringan sekitarnya.
2.1.3.3Strain
Nyeri yang akut dan sepintas (mialgia), bunyi menyentak
(klek), pembengkakan yang cepat dan dapat berlanjut selama
72 jam, fungsi yang terbatas, otot yang terasa nyeri ketika
ditekan (ketika rasa nyeri yang hebat sudah mereda), ekimosis
(sesudah beberapa hari kemudian), kekakuan, rasa pegal, nyeri
tekan yang menyeluruh.
2.1.4 Patofisiologi
2.1.4.1Dislokasi
Cedera akibat olahraga dikarenakan beberapa hal seperti
tidak melakukan exercise sebelum olahraga memungkinkan
terjadinya dislokasi, dimana cedera olahraga menyebabkan
terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi
sehingga dapat merusak struktur sendi dan ligamen. Keadaan
selanjutnya terjadinya kompresi jaringan tulang yang terdorong
ke depan sehingga merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoid
teravulsi akibatnya tulang berpindah dari posisi normal.
Keadaan tersebut dikatakan sebagai dislokasi.
Begitu pula dengan trauma kecelakaan karena kurang
kehati-hatian dalam melakukan suatu tindakan atau saat

7
berkendara tidak menggunakan helm dan sabuk pengaman
memungkinkan terjadi dislokasi. Trauma kecelakaan dapat
kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi sehingga dapat
merusak struktur sendi dan ligamen. Keadaan selanjutnya
terjadinya kompres jaringan tulang yang terdorong ke depan
sehingga merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi
akibatnya tulang berpindah dari posisi normal yang
menyebabkan dislokasi.
2.1.4.2Sprain
Sprain adalah kekoyakan (avulsion) seluruh atau
sebagian dari dan disekeliling sendi, yang disebabkan oleh
daya yang tidak semestinya, pemelintiran atau
mendorong/mendesak pada saat berolah raga atau aktivitas
kerja. Kebanyakan keseleo terjadi pada pergelangan tangan dan
kaki, jari-jari tangan dan kaki. Pada trauma olah raga (sepak
bola) sering terjadi robekan ligament pada sendi lutut. Sendi-
sendi lain juga dapat terkilir jika diterapkan daya tekanan atau
tarikan yang tidak semestinya tanpa diselingi peredaan.
Ligamen menghubungkan tulang-tulang dalam tubuh
khususnya daerah ekstremitas Sprain terjadi saat ada ligamen
yang tertarik diluar batas fleksibilitasnya atau bahkan tertarik
sampai terobek. Sprain dapat terjadi di saat persendian anda
terpaksa bergeser dari posisi normalnya karena anda terjatuh,
terpukul atau terkilir. Gejala umum Sprain adalah rasa nyeri,
bengkak dan memar di sekitar area yang terganggu, juga
berkurangnya kemampuan gerak persendian tersebut. Mata
kaki terkilir (ankle sprain) adalah tipe luka dalam Sprain yang
paling umum. Sedangkan Strain terjadi saat ada otot (muscle)
atau urat (tendon) yang tertarik diluar batas fleksibilitasnya
atau bahkan terobek.

8
2.1.4.3Strain

Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena


trauma langsung (impact) atau tidak langsung (overloading).
Cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang
salah,kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi
kontraksi ,otot belumsiap,terjadi pada bagian groin muscles
(otot pada kunci paha),hamstring (otot paha bagian
bawah),dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa
menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan
membengkak.

Moscule strain atau tarikan otot atau robekan otot yang


dapat menyebabkan kerusakan otot atau tendo bisa disebabkan
aktivitas harian, Wujud kerusakan otot dapat berupa robekan
sebagian atau keseluruhan otot atau tendo serta kerusakan
pada pembuluh darah kecil,akan menyebabkan perdarahan
lokal(memar)dan rasa nyeri akibatujung saraf di lokasi
trauma.
2.1.5 Klasifikasi
2.1.5.1 Dislokasi
Klasifikasi dislokasi menurut penyababnya (Brunner &
Suddart, 2002, KMB, edisi 8, vol3,Halaman 2356) adalah:
2.1.5.1.1 Dislokasi congenital, terjadi sejak lahir akibat
kesalahan pertumbuhan, paling seringterlihat pada
pinggul.
2.1.5.1.2 Dislokasi spontan atau patologik, akibat penyakit
sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya
tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini
disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang
2.1.5.1.3 Dislokasi traumatic, kedaruratan ortopedi (pasokan
darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress

9
berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat
oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi
karena trauma yang kuat sehingga dapat
mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya
dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen,
syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi
pada orang dewasa.
Dislokasi berdasarkan tipe kliniknya dapat dibagi
menjadi : (Brunner & Suddart, 2002, KMB, edisi 8, vol
3,Halaman 2356)
2.1.5.1.1Dislokasi Akut. Umumnya terjadi pada shoulder,
elbow, dan hip. Disertai nyeriakut dan pembengkakan
di sekitar sendi
2.1.5.1.2Dislokasi Berulang. Jika suatu trauma Dislokasi pada
sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut
dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi
berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan
patello femoral joint.Dislokasi biasanya sering
dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang
disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang
patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau
kontraksi otot dan tarikan.
2.1.5.2 Sprain
Sprain dapat diklasifikasikan dengan beberapa
tingkatatan, antara lain :

2.1.5.2.1Sprain Tingkat I

2.1.5.2.1.1 Merupakan robekan dari beberapa


ligament akan tetapi tidak menghilangkan
danmenurunkan fungsi sendi tersebut.

2.1.5.2.1.2 Pasien bisa merawat sendiri selama proses

10
rehabilitasi, atau setelah
mendapatkandiagnosa dari dokter.

2.1.5.2.1.3 Masa penyembuhan antara 2-6 minggu.

2.1.5.2.1.4 Terjadi rasa sakit, pembengkakan kecil,


sedikit perdarahan tetapi tidak terjadi
leksitas abnormal.

2.1.5.2.2Tingkat II

2.1.5.2.2.1 Dimana terjadi kerusakan ligamen yang


cukup lebih besar tetapi tidak sampai
terjadi putus total.

2.1.5.2.2.2 Terjadi rupture pada ligament sehingga


menimbulkan penurunan fungsi sendi.

2.1.5.2.2.3 Untuk pemulihannya membutuhkan


bantuan fisioterapi dengan rentang waktu
2-6minggu.

2.1.5.2.2.4 Rasa sakit/nyeri,bengkak terjadi


perdarahan yang lebih banyak.
2.1.5.2.3Sprain Tingkat III
2.1.5.2.3.1 Terjadi rupture komplit dari ligamen
sehingga terjadi pemisahan komplit
ligamen dari tulang.
2.1.5.2.3.2 Untuk bisa pulih kembali maka
diperlukan tindakan operasi dan
fisioterapi dan rata-ratamemakan waktu
8-10 minggu.
2.1.5.2.3.3 Pada tingkatan ini ligamen pada lutut
mengalami putus secara total dan lutut
tidak dapatdigerakkan.
2.1.5.3 Strain

11
2.1.5.3.1 Derajat I (ringan) berupa beberapa stretching atau
kerobekan ringan pada otot atau ligament. Cidera
derajat I biasanya sembuh dengan cepat dengan
pemberian istirahat, es, kompresi dan elevasi
(RICE). Terapi latihan dapat membantu
mengembalikan kekuatan dan fleksibilitas.

2.1.5.3.2 Derajat II (sedang) berupa kerobekan parsial tetapi


masih menyambung. Cidera derajat II terapinya
sama hanya saja ditambah dengan immobilisasi pada
daerah yang cidera.

2.1.5.3.3 Derajat III (berat) berupa kerobekan penuh pada otot


dan ligament, yang menghasilkan ketidakstabilan
sendi. Terapi derajat III biasanya dilakukan
immobilisasi dan kemungkinan pembedahan untuk
mengembalikan fungsinya.

2.1.6 Komplikasi

2.1.6.1 Dislokasi
2.1.6.1.1Komplikasi dini

2.1.6.1.1.1 Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera,


pasien tidak dapat mengkerutkan
ototdeltoid dan mungkin terdapat daerah
kecil yang mati rasa pada otot tesebut
2.1.6.1.1.2 Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla
dapat rusak
2.1.6.1.1.3 Fraktur disloksi
2.1.6.1.2Komplikasi lanjut.

2.1.6.1.2.1 Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang


lama dapat mengakibatkan kekakuan

12
sendi bahu, terutama pada pasien yang
berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan
rotasi lateral, yang secara otomatis
membatasi abduksi
2.1.6.1.2.2 Dislokasi yang berulang: terjadi kalau
labrum glenoid atau robek
2.1.6.1.2.3 Kapsul terlepas dari bagian depan leher
glenoid
2.1.6.1.2.4 Kelemahan otot

2.1.6.2 Sprain

Komplikasi Sprain meliputi:

2.1.6.2.1 Dislokasi berulang akibat ligamen yang ruptur


tersebut tidak sembuh dengan sempurnah sehungga
diperlukan pembedahan untuk memperbaikinya (jika
diperlikan).
2.1.6.2.2 Gangguan fungsi ligamen (jika terjadi tarikan otot
yang kuat sebelum sembuh dan tarikan tersebut
menyebabkan regangan pada ligamen yang ruptur,
maka ligamen ini dapat sembuh dengan bentuk
memanjang,yang disertai pembentukan jaringan
parut secara berlebihan).

2.1.6.3 Strain

Komplikasi strain yang mungkin terdapat meliputi:

2.1.6.3.1 Ruptura total otot yang memerlukan perbaikan


melalui pembedahan.

2.1.6.3.2 Miositis osifikan (inflamasi krnis dengan endapan


menyerupai tulang) akibat klasifikasi jaringan parut

13
(koplikasi lanjut).

2.1.7 Penatalaksanaan
2.1.7.1 Dislokasi
2.1.7.1.1 Medis
2.1.7.1.1.1 Farmakologi (ISO Indonesia 2011-2012)
2.1.7.1.1.2 Pemberian obat-obatan : analgesik non
narkotik
a) Analsik yang berfungsi untuk
mengatasi nyeri otot, sendi, sakit
kepala, nyeri pinggang. Efek
samping dari obat ini adalah
agranulositosis. Dosis: sesudah
makan, dewasa: sehari 3×1 kapsul,
anak: sehari 3×1/2 kapsul.
b) Bimastan yang berfungsi untuk
menghilangkan nyeri ringan atau
sedang, kondisi akut atau kronik
termasuk nyeri persendian, nyeri
otot, nyeri setelah melahirkan.
Efek samping dari obat ini adalah
mual, muntah, agranulositosis,
aeukopenia. Dosis: dewasa; dosis
awal 500mg lalu 250mg tiap 6
jam.
2.1.7.1.2 Pembedahan
2.1.7.1.2.1 Operasi Ortopedi
Operasi ortopedi merupakan
spesialisasi medis yang mengkhususkan
pada pengendalian medis dan bedah para

14
pasien yang memiliki kondisi-kondisi
arthritis yang mempengaruhi persendian
utama, pinggul, lutut dan bahu melalui
bedah invasif minimal dan bedah
penggantian sendi. Prosedur
pembedahan yang sering dilakukan
meliputi Reduksi Terbuka dengan
Fiksasi Interna atau disingkat ORIF
(Open Reduction and Fixation).Berikut
dibawah ini jenis-jenis pembedahan
ortopedi dan indikasinya yang lazim
dilakukan :
a) Reduksi terbuka : melakukan
reduksi dan membuat kesejajaran
tulang yang patah setelah terlebih
dahulu dilakukan diseksi dan
pemajanan tulang yang patah.
b) Fiksasi interna : stabilisasi tulang
patah yang telah direduksi dengan
skrup, plat, paku dan pin logam.
c) Graft tulang : penggantian jaringan
tulang (graft autolog maupun
heterolog) untuk memperbaiki
penyembuhan, untuk
menstabilisasi atau mengganti
tulang yang berpenyakit.
d) Amputasi : penghilangan bagian
tubuh.
e) Artroplasti: memperbaiki masalah
sendi dengan artroskop(suatu alat
yang memungkinkan ahli bedah

15
mengoperasi dalamnya sendi tanpa
irisan yang besar) atau melalui
pembedahan sendi terbuka.
f) Menisektomi : eksisi fibrokartilago
sendi yang telah rusak.
g) Penggantian sendi: penggantian
permukaan sendi dengan bahan
logam atausintetis.
h) Penggantian sendi total:
penggantian kedua permukaan
artikuler dalam sendidengan logam
atau sintetis.
2.1.7.1.3 Non medis
2.1.7.1.3.1 Dislokasi reduksi: dikembalikan
ketempat semula dengan menggunakan
anastesi jika dislokasi berat.
RICE :
R : Rest (istirahat)
I : Ice (kompres dengan es)
C : Compression (kompresi/
pemasangan pembalut tekan)
E : Elevasi (meninggikan bagian
dislokasi)
2.1.7.1.3.2 Pencegahan
a) Cedera akibat olahraga
 Gunakan peralatan yang
diperlukan seperti sepatu
untuk lari
 Latihan atau exercise
 Conditioning
b) Trauma kecelakaan

16
 Kurangi kecepatan
 Memakai alat pelindung diri
seperti helm, sabuk
pengaman
 Patuhi peraturan lalu lintas
2.1.7.2 Sprain
2.1.7.1.1 Penatalaksanaan medis

2.1.7.1.1.1 Farmakologi

Analgetik biasanya digunakan


untuk klien yang mengalami nyeri.
Berikut contoh obat analgetik :

a) Aspirin:

Kandungan : Asetosal
500mg ; Indikasi : nyeri otot ;
Dosis dewasa 1 tablet atau 3 tablet
per hari, anak > 5 tahun setengah
sampai 1 tablet, maksimum 1 ½
sampai 3 tablet per hari.

b) Bimastan :

Kandungan : Asam
Mefenamat 250mg perkapsul,
500mg perkaplet ; Indikasi : nyeri
persendian, nyeri otot ;
Kontraindikasi : hipersensitif,
tungkak lambung, asma, dan
ginjal ; efek samping : mual
muntah, agranulositosis,
aeukopenia ; Dosis: dewasa awal
500mg lalu 250mg tiap 6jam.

17
c) Analsik :

Kandungan : Metampiron
500mg, Diazepam 2mg ;
Indikasi : nyeri otot dan sendi ;
Kontra indikasi : hipersensitif ;
Efek samping : agranulositosis ;
Dosis : sesudah makan (dewasa
3xsehari 1 kaplet, anak 3xsehari
1/2kaplet).

2.1.7.1.1.2 Pemberian kodein atau obat analgetik


lain (jika cedera berat)

2.1.7.1.1.3 Pemasangan pembalut elastis atau gips,


atau jika keseleo berat,pemasangan gips
lunak atau bidai untuk imobilisasi sendi

2.1.7.1.1.4 Pembedahan yang segera dilakukan


untuk mempercepat kesembuhan,
termasuk penjahitan kedua ujung
potongan ligamen agar keduanya saling
merapat (pada sebagia altet).

2.1.7.1.2 Penatalaksanaan Perawatan

2.1.7.1.2.1 RICE (Rice, Ice, Compression,


Elevation)

Prinsip utama penatalaksanaan


sprain adalah mengurangi
pembengkakan dan nyeri yang terjadi.
Langkah yang paling tepat sebagai
penatalaksanaan tahap awal (24-48 jam)
adalah prinsip RICE (rest, ice,

18
compression, elevation).

1) Rest (istirahat)

Kurangi aktifitas sehari-hari


sebisa mungkin. Jangan menaruh
beban pada tempat yang cedera
selama 48 jam. Dapat digunakan
alat bantu seperti crutch
(penopang/penyangga tubuh yang
terbuat dari kayu atau besi) untuk
mengurangi beban pada tempat
yang cedera.

2) Ice (es)

Letakkan es yang sudah


dihancurkan kedalam kantung
plastik atau semacamnya.
Kemudian letakkan pada tempat
yang cedera selama maksimal 2
menit guna menghindari cedera
karena dingin.

3) Compression (penekanan)

Untuk mengurangi terjadinya


pembengkakan lebih lanjut, dapat
dilakukan penekanan pada daerah
yang cedera. Penekanan dapat
dilakukan dengan perban elastik.
Balutan dilakukan dengan arah
dari daerah yang paling jauh dari
jantung ke arah jantung.

4) Elevation (peninggian)

19
Jika memungkinkan,
pertahankan agar daerah yang
cedera berada lebih tinggi daripada
jantung. Sebagai contoh jika
daerah pergelangan kaki yang
terkena, dapat diletakkan bantal
atau guling dibawahya supaya
pergelangan kaki lebih tinggi dari
pada jantung

Penanganan sprain menurut klasifikasi :

1. Sprain tingkat satu (first degree)

Tidak perlu pertolongan/ pengobatan, cedera pada


tingkat inicukup diberikan istirahat sajakarena akan
sembuh dengan sendirinya.

2. Sprain tingkat dua (Second degree).

1) Pemberian pertolongan dengan metode RICE

2) Tindakan imobilisasi (suatu tindakan yang


diberikan agar bagian yang cedera tidak dapat
digerakan) dengan cara balut tekan, spalk
maupun gibs. Biasanya istirahat selama 3-6
minggu.

3. Sprain tingkat tiga (Third degree).

1) Pemberian pertolongan dengan metode RICE

2) Dikirim kerumah sakit untuk dijahit/ disambung


kembali selama mengalami sprain, klien harus
menghindari HARM, yaitu :

20
H : Heat, peberian panas justru akan
meningkatkan perdarahan

A : Alcohol, akan meningkatkan


pembengkakan

R : Running, atau exercis/latihane terlalu dini akan


memburuk cidera

M : Massage, tidak boleh diberikan pada masa akut


karena akan merusak jaringan.

Pencegahan Sprain

Strain dapat dicegah dengan :

1. Saat melakukan aktivitas olahraga memakai peralatan


yangsesuai seperti sepatu yangsesuai, misalnya sepatu
yang bisa melindungi pergelangan kaki selama aktivitas.

2. Selalu melakukan pemanasan atau stretching sebelum


melakukan aktivitas atletik, sertalatihan yang tidak
berlebihan.

3. Cedera olahraga terutama dapat di cegah dengan


pemanasan dan pemakaian perlengkapan olahraga yang
sesuai.
2.1.7.3 Strain

2.1.7.3.1 Farmakoterapi .

2.1.7.3.2 Dengan analgetik seperti Aspirin (300 – 600


mg/hari) atau Acetaminofen (300 – 600mg/hari).

2.1.7.3.3 Elektromekanis.

2.1.7.3.4 Penerapan dingin dikompres dengan kantong es.

2.1.7.3.5 Pembalutan atau wrapping eksternal.

21
2.1.7.3.6 Dengan pembalutan atau pengendongan bagian yang
sakit.

2.1.7.3.7 Posisi ditinggikan atau diangkat.

2.1.7.3.8 Dengan ditinggikan jika yang sakit adalah


ekstremitas.

2.1.7.3.9 Latihan ROM : Latihan pelan-pelan dan penggunaan


semampunya sesudah 48 jam. Penyangga beban,
dilakukan sampai dapat menggerakanbagian yang
sakit.

Penanganan Pengurangan nyeri dan bengkak

1. RICE (Rest-Ice-Compress-Elevate)

R : Istirahatkan selama 48 jam

I : Kompres es selama 20 menit, diulangi 4-8x dalam


sehari

C: Penekanan daerah cedera (menggunakan perban,


balut, dll) dengan arah balutan dari daerah yang
palingjauh dari jantung ke arah jantung

E : Bagian yang cedera diposisikan lebih tinggi dari


jantung

2. MSA (Movement-Strength-Alternate activity)

M : Gerakan sendi/otot sesuai ROM (Range of Motion)


setelah istirahat 24-48 jam, hentikan bila gerakan
menyebabkan rasa sakit
S : bila pembengkakan berkurang dan ROM dapat
dilakukan dengan baik maka mulai latih kekuatan sendi

22
dan otot
A : selama fase penyembuhan dapat dilakukan
latihandengan tidak membebani bagian yang cedera
Medicine : dapat diberikan piroxicam,meloxicam,
danibuprofen.

2.2 Fraktur

2.2.1 Definisi Fraktur

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang


yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik seperti pukulan benda
tumpul dan sebagianya.

2.2.2 Klasifikasi

Fraktur dapat dibagi menjadi 2 yaitu fraktur tertutup dan fraktur


terbuka. Fraktur dikatakan terbuka jika tulang yang patah menembus
otot dan kulit yang berisiko terhadap kerusakan jaringan seperti otot,
pembuluh darah, saraf, dan kulit. Fraktur terbuka dapat
diklasifikasikan menjadi:

1. Tipe I

ketika robekan (laserasi) terjadi kurang dari 1 cm dan


lukatersebut bersih.

2. Tipe II

ketika robekan (laserasi) terjadi lebih dari 1 cm,


tanpaadanya kerusakan jaringan lunak yang luas, dan tidak
terjadinya avulsi (tertariknya tulang keluar akibat otot).

3. Tipe III

ketika terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas


maupunterjadinya amputasi (putusnya bagian tubuh).

23
2.2.3 Komplikasi

Adanya fraktur terbuka dapat menimbulkan beberapa


komplikasi yang cukup membahayakan, yaitu syok hipovolemik,
sindrom kompartemen, kerusakan pembuluh arteri, infeksi, dan dapat
menimbulkan kematian jaringan tulang. Komplikasi-komplikasi
tersebut disebabkan oleh kurangnya asupan oksigen ke jaringan akibat
fraktur terbuka, sehingga hal tersebut sangat berbahaya bagi korban.
Oleh karena itu, untuk mencegah timbulnya komplikasi, maka fraktur
terbuka harus segera diberikan penanganan.

2.3 Konsep 4R (Recognation, Reduction, Rehabilitation)


Terdapat 4 konsep dasar yang harus dipertimbangkan dalam
menangani fraktur terbuka, yaitu 4R : Recognation, Reduction, Retaining,
dan Rehabilitation.
2.2.1 Recognition : mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anannesis, pemeriksaan klinis dan radiologi. Pada awal pengobatan
perlu diperhatikan : lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan tehnik
yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi
selama pengobatan.
2.2.2 Reduction : tujuannya untuk mengembalikan panjang & kesegarisan
tulang. Dapat dicapai yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka
progresi. Reduksi tertutup terdiri dari penggunaan traksimoval untuk
menarik fraktur kemudian memanupulasi untuk mengembalikan
kesegarisan normal/dengan traksi mekanis. Reduksi terbuka
diindikasikan jika reduksi tertutup gagal/tidak memuaskan. Reduksi
terbuka merupakan alat frusasi internal yang digunakan itu
mempertahankan dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang
solid seperti pen, kawat, skrup dan plat. Reduction interna fixation
(orif) yaitu dengan pembedahan terbuka kan mengimobilisasi fraktur
yang berfungsi pembedahan untuk memasukkan skrup/pen kedalam

24
fraktur yang berfungsi untuk menfiksasi bagian-bagian tulang yang
fraktur secara bersamaan.
2.2.3 Retention: imobilisasi fraktur tujuannya mencegah pengeseran
fregmen dan mencegah pergerakan yang dapat mengancam union.
Untuk mempertahankan reduksi (ektrimitas yang mengalami fraktur)
adalah dengan traksi. Traksi merupakan salah satu pengobatan dengan
cara menarik/tarikan pada bagian tulang-tulang sebagai kekuatan
dngan kontrol dan tahanan beban keduanya untuk menyokong tulang
dengan tujuan mencegah reposisi deformitas, mengurangi fraktur dan
dislokasi, mempertahankan ligamen tubuh/mengurangi spasme otot,
mengurangi nyeri, mempertahankan anatomi tubuh dan
mengimobilisasi area spesifik tubuh. Ada 2 pemasangan traksi yaitu :
skin traksi dan skeletal traksi.
2.2.4 Rehabilitation: mengembalikan aktiftas fungsional seoptimal
mungkin

2.4 Konsep Tindakan Pembidaian, Stabilisasi dan Transportasi

2.3.1 Pembidaian

2.3.1.1 Definisi Pembidaian

Bidai (Splint atau spalk) adalah alat yang terbuat dari


kayu, logam atau bahan lain yang kuat tetapi ringan untuk
imobilisasi tulang yang patah dengan tujuan mengistirahatkan
tulang tersebut dan mencegah timbulnya rasa nyeri.
Pembidaian merupakan suatu alat imobilisasi eksternal yang
bersifat kaku dan bidai ini dipasang dengan menyesuaikan
kontur tubuh namun tidak dianjurkan pada fraktur terbuka
(Asikin, Nasir, Podding, dkk, 2016). Sedangkan menurut
Insani dan Risnanto (2014) bidai merupakan suatu alat yang di
gunakan dalam melakukan imobilisasi pada fraktur atau tulang
yang patah.

25
2.3.1.2 Tujuan Pembidaian

Pembidaian yaitu sebagai sarana Tujuan imobilisasi dan


fiksasi eksternal yang berfungsi mencegah terjadinya
kecacatan, dan mengurangi rasa nyeri (Asikin, Nasir, Podding,
dkk, 2016). Menurut Schneider (2011) bidai digunakan
betujuan sebagai proteksi luka guna meminimalisir keparahan
pada luka, mengurangi rasa sakit, dan sebagai penopang
bagian badan yang terluka. Adapun tujuan pembidaian yang
lain adalah:

1. Mencegah pergerakan atau pergeseran fragmen atau


bagian tulang yang patah.

2. Menghindari trauma soft tissue (terutama syaraf dan


pembuluh darah pada bagian distalyang cedera) akibat
pecahan ujung fragmen tulang yang tajam.

3. Mengurangi nyeri

4. Mempermudah transportasi dan pembuatanfoto rontgen.

5. Mengistirahatkan anggota badan yang patah.


2.3.1.3 Jenis Pembidaian
Tipe dasar dari pembidaian menurut Schottke (2016) meliputi:
2.3.1.3.1 Rigid Splint
Rigid splints diproduksi melalui perusahan
material dan dapat digunakan pada sisi samping,
depan, atau belakang pada ekstremitas yang terkena
cidera Schottke (2016). Terdapat beberapa tipe yang
termasuk dalam rigid splints yakni padded board
splints yang merupakan potongan kayu dengan
ukuran 12” x 3” dengan sudut membuat dan dilapisi
½” busa guna kenyamanan pasien dan lapisi dengan
kain vinil supaya tahan lama danmudah dibersihkan

26
(Alimed, 2017), molded plastic atau aluminum
maleable (SAM) splints,dan folded cardboard
splints.

2.3.1.3.2 Soft splints


Soft splints merupakan bidai yang tergolong
fleksibel dan mudah digunakan pada sekitar bagian
tubuh yang cidera. Adapun jenis soft splints yang
termasuk didalamnya dalah vacuum splints, air
splints.

2.3.1.3.3 Traction splints


Menurut Caroline (2007) bidai traksi dapat
memberikan tarikan secara konstan pada tulang yang
patah. Tipe traksi yang biasa digunakan adalah sagar
dan haretraction splint.

27
2.3.1.4 Komplikasi Pembidaian
Menurut Asikin dkk (2016) komplikasi potensial pada
pembidaian yakni sindrom kompartemen dimana terjadi akibat
peningkatan tekanan jaringan dalam rongga yang terbatas
sehingga peredaran darah dan fungsi jaringan yang berada
didalam rongga tertutup, luka tekan dimana dapat terjadi
anoreksia jaringan dan ulkus yang memiliki lokasi rentan pada
daerah tumit, malleolus, punggung kaki, caput fibula, dan
permukaan anterior patella, serta disuse syndrome.
2.3.1.5 Persiapan Pembidaian
1. Periksa bagian tubuh yang akan dipasang bidai dengan
teliti dan periksa status vaskuler dan neurologis serta
jangkauan gerakan.
2. Pilihlah bidai yang tepat.
2.3.1.6 Alat Pembidaian
1. Bidai atau spalk terbuat dari kayu atau bahan lain yang
kuat tetapi ringan.
2. Pembalut segitiga.
3. Kasa steril.
2.3.1.7 Prinsip Pembidaian
Pembidaian menggunakan pendekatan atau prinsip
melalui dua sendi, sendi disebelah proksimal dan distal fraktur.
2.3.1.8 Syarat-syarat pembidaian
1. Pakaian yang menutupi anggota gerak yang dicurigai

28
cedera dilepas, periksa adanya luka terbuka atau tanda-
tanda patah dan dislokasi.
2. Periksa dan catat ada tidaknya gangguan vaskuler dan
neurologis (status vaskuler dan neurologis) pada bagian
distal yang mengalami cedera sebelum dan sesudah
pembidaian.
3. Tutup luka terbuka dengan kassa steril.
4. Pembidaian dilakukan pada bagian proximal dan distal
daerah trauma (dicurigaipatah atau dislokasi).
5. Jangan memindahkan penderita sebelum dilakukan
pembidaian kecuali ada ditempat bahaya.
6. Beri bantalan yang lembut pada pemakaian bidai yang
kaku.
7. Periksa hasil pembidaian supaya tidak terlalu longgar
ataupun terlalu ketatsehingga menjamin pemakaian bidai
yang baik
8. Perhatikan respons fisik dan psikis pasien.
9. Siapkan alat alat selengkapnya.
10. Sepatu dan seluruh aksesoris korban yang mengikat
harus dilepas.
11. Bidai meliputi dua sendi tulang yang patah, sebelumnya
bidai diukur dulu padaanggota badan kontralateral
korban yang sehat.
12. Ikatan jangan terlalu keras atau terlalu longgar.
13. Sebelum dipasang, bidai dibalut dengan kain pembalut.
14. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas
dan bawah tulang yang patah.
15. Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan
setelah dibidai.
2.3.1.9 Prosedur Pembidaian

1. Persiapkan alat-alat yang dibutuhkan.

29
2. Lepas sepatu, jam atau asesoris pasien sebelum
memasang bidai.

3. Pembidaian melalui dua sendi, sebelumnya ukur panjang


bidai pada sisikontralateral pasien yang tidak mengalami
kelainan.

4. Pastikan bidai tidak terlalu ketat ataupun longgar

5. Bungkus bidai dengan pembalut sebelum digunakan

6. Ikat bidai pada pasien dengan pembalut di sebelah


proksimal dan distal daritulang yang patah

7. bidai cobalah mengangkat bagian tubuh yang dibidai.

2.3.1.10 Contoh Penggunaan Bidai

Fraktur humerus (patah tulang lengan atas).

Letakkan lengan bawah di dada dengan telapak tangan


menghadap ke dalam. Pasang bidai dari siku sampai ke atas bahu.
Ikat pada daerah di atas dan di bawah tulang yang patah.. Lengan
bawah digendong. Jika siku juga patah dan tangan tak dapat dilipat,
pasang spalk ke lengan bawahdan biarkan tangan tergantung tidak
usah digendong. Bawa korban ke rumah sakit.

2.3.2 Stabilisasi
2.3.2.1 Pengertian stabilisasi
Stabilisasi adalah proses untuk menjaga kondisi dan
posisi penderita/pasien agar tetap stabil Pada pertolongan
pertama

30
2.3.2.2 Tujuan stabilisasi
1. Menjaga korban agar tidak banyak bergerak sehubungan
dengan keadaan yang alami
2. Menjaga korban agar pernapasanya tetap stabil
3. Menjaga agar posisi patah tulang yang telah di pasang
bidai tidak berubah
4. Menjaga agar perdarahan tidak bertambah.
5. Menjaga agar tingkat kesadaran korban tidak jatuh pada
keadaan
2.3.2.3 Pemindahan Darurat
Lakukan pemindahan darurat hanya jika ada bahaya
segera terhadap penderita ataupun penolong dan juga jika
penderita menghalangi akses ke penderita lainnya. Tindakan
ini dapat dilakukan tanpa dimulai dengan penilaian dini
(respon, nafas dan nadi) mengingat faktor bahaya dan resiko di
tempat kejadian.
Pemindahan ini juga dapat menimbulkan resiko
bertambah parahnya cedera penderita terutama penderita yang
mengalami cedera spinal (tulang belakang mulai dari tulang
leher sampai tulang ekor).
Contoh pemindahan darurat antara lain :

1. Tarikan baju: pertama ikat kedua tangan penderita di atas


dada menggunakan kain (pembalut). Kemudian cengkram
baju penderita di daerah baju dan tarik di bawah kepala
penderita untuk penyokong dan pegangan untuk menarik
penderita ke tempat aman.
2. Tarikan Lengan: posisikan tubuh penolong di atas kepala
penderita. Kemudian masukkan lengan di bawah ketiak
penderita dan pegang lengan bawah penderita. Selanjutnya
silangkan kedua lengan penderita di depan dada dan tarik
penderita menuju tempat aman. Hat-hati terhadap kaki

31
penderita yang mungkin akan membentur benda di sekitar
lokasi kejadian.
3. Tarikan selimut; apabila penderita telah berbaring di atas
selimut atau sejenisnya, maka lipat bagian selimut yang
berada di bagian kepala penderita lalu tarik penderita ke
tempat yang aman. Supaya penderita tidak bergeser dari
atas selimut, maka dapat dibuat simpul di ujung selimut
bagian kaki penderita
2.3.3 Transportasi Pasien
2.3.3.1 Pengertian Transportasi Pasien
Transportasi Pasien adalah sarana yang digunakan untuk
mengangkut penderita/korban dari lokasi bencana ke sarana
kesehatan yang memadai dengan aman tanpa memperberat
keadaan penderita ke sarana kesehatan yang memadai. Seperti
contohnya alat transportasi yang digunakan untuk
memindahkan korban dari lokasi bencana ke RS atau dari RS
yang satu ke RS yang lainnya. Pada setiap alat transportasi
minimal terdiri dari 2 orang para medik dan 1 pengemudi
(bila memungkinkanada 1 orang dokter).
2.3.3.2 Persiapan Transportasi Penderita
Seorang penderita gawat darurat dapat ditransportasikan
bila penderita tersebut siap(memenuhi syarat) untuk
ditransportasikan, yaitu: Gangguan Pernafasan dan
kardiovaskuler telah ditanggulangi (resusitasi bila diperlukan),
pendarahan dihentikan, luka ditutup, patah tulang di fiksasi.
2.3.3.3 Prosedur Transport Pasien
1. Lakukan pemeriksaan menyeluruh. Pastikan bahwa pasien
yang sadar bisa bernafas tanpa kesulitan setelah
diletakandi atas usungan. Jikapasien tidak sadar dan
menggunakan alat bantu jalan nafas(airway).
2. Amankan posisi tandu di dalam ambulans. Pastikan selalu

32
bahwa pasien dalam posisI aman selama perjalanan ke
rumahsakit.
3. Posisikan dan amankan pasien. Selama pemindahan ke
ambulans, pasien harus diamankan dengan kuat
keusungan.
4. Pastikan pasien terikat dengan baik dengan tandu. Tali ikat
keamanandigunakan ketika pasien siap untuk dipindahkan
ke ambulans, sesuaikan kekencangan tali pengikat
sehingga dapat menahan pasien dengan aman.
5. Persiapkan jika timbul komplikasi pernafasan dan jantung.
Jika kondisi pasien cenderung berkembang ke arah henti
jantung, letakkan spinalboard pendek atau papan RJP di
bawah matras sebelum ambulans dijalankan.
6. Melonggarkan pakaian yang ketat.
7. Periksa perbannya.
8. Periksa bidainya.
9. Naikkan keluarga atau teman dekat yang harus menemani
pasien
10. Naikkan barang-barang pribadi.
11. Tenangkan pasien.
2.3.3.4 Teknik Pemindahan Pada Pasien
Teknik pemindahan pada klien termasuk dalam transport
pasien, seperti pemindahan pasien dari satu tempat ke tempat
lain, baik menggunakan alat transport seperti ambulance,dan
branker yang berguna sebagai pengangkut pasien gawat
darurat.
1. Pemindahan klien dari tempat tidur ke brankar.
Memindahkan klien dri tempat tidur ke brankar oleh
perawat membutuhkan bantuan klien. Pada pemindahan
klien ke brankar menggunakan penarik atau kain yang
ditarik untuk memindahkan klien dari tempat tidur ke

33
branker. Brankar dan tempat tidur ditempatkan
berdampingan sehingga klien dapat dipindahkan dengan
cepat dan mudah dengan menggunakan kain pengangkat.
Pemindahan pada klien membutuhkan tiga orang
pengangkat
2. Pemindahan klien dari tempat tidur ke kursi. Perawat
menjelaskan prosedur terlebih dahulu pada klien sebelum
pemindahan. Kursi ditempatkan dekat dengan tempat tidur
dengan punggung kursi sejajar dengan bagian
kepalatempat tidur.Pemindahan yang aman adalah
prioritas pertama, ketika memindahkan klien dari tempat
tidur ke kursi roda perawat harus menggunakan mekanika
tubuh yang tepat.
3. Pemindahan pasien ke posisi lateral atau prone di tempat
tidur. Pindahkan pasien dari ke posisi yang berlawanan.
Letakan tangan pasien yang dekat dengan perawat ke dada
dan tangan yang jauh dari perawat, sedikit kedepan badan
pasien. Letakan kaki pasien yang terjauh dengan perawat
menyilang di atas kaki yang terdekat. Tempatkan diri
perawat sedekat mungkin dengan pasien. Tempatkan
tangan perawat di bokong dan bantu pasien. Tarik badan
pasien. Beri bantal pada tempat yang diperlukan.

34
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dislokasi terjadi saat ligamen memberikan jalan sedemikian rupa
sehingga Tulang berpindah dari posisina yang normal di dalam sendi.
Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan
(acquired) atau karena sejak lahir (Kongenital).
Sprain adalah cedera struktur ligament disekitar sendi, akibat gerakan
menjepit atau memutar. Fungsi ligamen merupakan stabilitas, namun masih
memungkinkan mobilitas. Ligamen yang robek akan kehilangan
kemampuan stabilitasnya. Pembuluh darah akan terputus dan menimbulkan
edema, sendi terasa nyeri tekan, dan gerakan sendi terasa sangat nyeri .
Tanda dan gejala sprain yaitu nyeri tekan, edema, sulit menggerakkan sendi-
sendi, memar, terjadi haemarthrosis atau perdarahan sendi.
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot yang terjadi baik secara
langsung maupun tidak langsung akibat dari peregangan atau penggunaan
berlebihan .Strain adalah bentuk cedera berupa penguluran atau robekan
pada struktur muskulotendinous (otot dan tendo). Tanda dan gejala strain
yaiut nyeri mendadak, nyeri tekan local, kontraksi isometric, bengkak pada
persendian yang terkena memar atau kemerahan loSara Diharapkan para
pembaca memperbanyak literatur, terutama literatur yang berhubungan
dengan Trauma Assesment Bone (Dislokasi, Sprain, Strain) agar
mempermudah mahasiswa perawat untuk mempelajari mata kuliah
kegawatdaruratan trauma pada semua tingkat usia.

3.2 Saran
Demikianlah pembahasan yang bisa kami sajikan. Kami sadar bahwa
masih banyak kekurangan yang kami miliki, baik dari penulisan maupun
bahasan yang kami sajikan, karena keterbatasan pengetahuan dan referensi.
Kelompok menyadari makalah ini masih jauh dai sempurna. Oleh karena itu

35
saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar makalah ini dapat
disusun menjadi lebih baik lagi kedepannya.

36
DAFTAR PUSTAKA

Wahid, Abdul. (2013) Buku Saku Asuhan Keperawatan Dengan gangguan Sistem
Muskoloskeletal.TIM: JakartaDongoes, Marilynn E, dkk. 1999. Rencana
Asuhan Keperawatan Edisi III. Jakarta : EGC

Ns,,Lukman,S.Kep., MM & Nurna ningsih S.kp. 2009. Askep Pada Klien Dengan
Gangguan System Musculoskeletal. Jakarta: salemba medika.

Suratun, SKM,dkk. 2008. Klien Gangguan Sistem Musculoskeletal : Seri Asuhan

Keperawatan. Jakarta : EGC

Brunner dan Suddarth. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Volume 3.

Jakarta: EGC

37

Anda mungkin juga menyukai