Disusun Oleh :
Dosen Pembimbing :
Kementrian Kesehatan RI
Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Kalimantan Timur
Program Studi DIII Keperawatan Samarinda
Samarinda, Kalimantan Timur 2022
MAKALAH
Disusun Oleh :
Dosen Pembimbing :
Nama Anggota :
Kementrian Kesehatan RI
Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Kalimantan Timur
Program Studi DIII Keperawatan Samarinda
Samarinda, Kalimantan Timur 2022
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah
ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya.
Kelompok 01
ii
DAFTAR ISI
JUDUL............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.3 Tujuan.................................................................................................. 2
2.2 Fraktur................................................................................................. 23
BAB 3 PENUTUP........................................................................................... 35
3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 35
3.2 Saran.................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 36
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal adalah rekognisi
(mengenali), reduksi(mengembalikan), retaining (mempertahankan), dan
rehabilitasi. Cedera pada satu bagiansistem muskuloskeletal biasanya
menyebabkan cedera atau disfungsi struktur disekitarnya dan struktur yang
dilindungi atau disangganya Penanganan cedera sisitem muskuloskeletal
meliputi pemberian dukungan pada bagian yang cedera sampai
penyembuhan selesai, dukungan dapat diperoleh secara eksternal dengan
pemberian balutan, plester, bidai, atau gips. Selain itu, dukungan dapat
langsung dipasang ke tulang dalm bentuk pin atau plat. Kadang, traksi harus
diberikan untuk mengoreksi deformitas atau pemendekan.
Setelah efek cedera seger dan nyeri telah hilang, usaha penanganan
difokuskan pada pencegahan fibrosisdan kekakuan pada struktur tulang dan
sendi yang cedera. Latihan yang baik dapat melindungi terhadap terjadinya
kecacatan tersebut. Pada beberapa keadaan, dukungan yang diberikan
memungkinkan aktivitas awal. Proses penyembuhan dan pengembalian
fungsi dapat dipercepat dengan berbagai bentuk fisik.
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui apa yang dimaksud 4R (Recognation, Reduction,
Retaining, Rehabilitation) pada fraktur dewasa maupun anak?
1.3.2 Untuk mengetahui apa itu tindakan Pembidaian, Stabilisasi,
Transportasi?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1.1.2 Sprain
Sprain atau keseleo adalah cedera struktur ligament
disekitar sendi, akibat gerakan menjepit atau memutar. Fungsi
ligament merupakan stabilitas, namun masih memungkinkan
mobilitas. Ligament yang robek akan kehilangan kemampuan
stabilitasnya. Pembuluh darah akan terputus dan menimbulkan
edema, sendi terasa nyeri tekan, dan gerakan sendi terasa
sangat nyeri. (brunner & suddarth, 2001)
4
2.1.1.3 Strain
Strain adalah “tarikan otot” akibat penggunaan
berlebihan, peregangan berlebihan, atau stres yang berlebihan.
Strain adalah robekan mikropkopis tidak komplit dengan
perdarahan ke dalam jaringan. Dalam hal ini pasien mengalami
rasa sakit atau nyeri tekan lokal pada pemakaian otot dan
kontraksi isometrik. (Smeltzer Suzanne, KMB Brunner &
Suddarth)
2.1.2 Etiologi
2.1.2.1 Dislokasi
2.1.2.1.1 Cedera olahraga: Olah raga yang biasanya
menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki,
serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya :
terperosok akibat bermain ski, senam, volley.
Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering
5
mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena
secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain
lain.
2.1.2.1.2 Trauma kecelakaan: Benturan keras pada sendi saat
kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi
2.1.2.2 Sprain
2.1.2.2.1 Umur: faktor umur sangat menentukan karena
mempengaruhi kekuatan serta kekenyalan jaringan.
Misalnya pada umur tiga puluh sampai empat puluh
tahun kekuatan otot akan relative menurun.
Elastisitas tendon dan ligamen menurun pada usia
tiga puluh tahun.
2.1.2.2.2 Terjatuh atau kecelakan: sprain dapat terjadi apabila
terjadi kecelakan atau terjatuh sehingga jaringan
ligamen mengalami sprain.
2.1.2.2.3 Terpelintir: adanya tekanan pada tubuh yang
menyebabkan sendi bergeser, sehingga terjadicidera
ligamen
2.1.2.2.4 Pukulan: Sprain dapat terjadi apabila mendapat
pukulan pada bagian sendi dan menyebabkan sprain.
2.1.2.2.5 Tidak melakukan pemanasan: pada atlet olahraga
sering terjadi sprain karena kurangnya pemanasan.
Dengan melakukan pemanasan otot-otot akan
menjadi lebih lentur
2.1.2.3 Strain
2.1.2.3.1 Pada strain akut: ketika otot keluar dan berkontraksi
secara mendadak.
2.1.2.3.2 Pada strain kronis: terjadi secara berkala oleh karena
penggunaaan yang berlebihan / tekanan berulang-
ulang, menghasilkan tendonitis (peradangan pada
tendon).
6
2.1.3 Manifestasi Klinis
2.1.3.1Dislokasi
Nyeri akut, perubahan kontur sendi, perubahan panjang
ekstremitas, kehilangan mobilitas normal, perubahan sumbu
tulang yang mengalami dislokasi.
2.1.3.2Sprain
Nyeri lokal (Khususnya pada saat menggerakkan sendi),
pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi, gangguan
mobilitas akibat rasa nyeri (yang baru terjadi beberapa jam
setelah cedera), perubahan warna kulit akibat ekstravasasi
darah kedalam jaringan sekitarnya.
2.1.3.3Strain
Nyeri yang akut dan sepintas (mialgia), bunyi menyentak
(klek), pembengkakan yang cepat dan dapat berlanjut selama
72 jam, fungsi yang terbatas, otot yang terasa nyeri ketika
ditekan (ketika rasa nyeri yang hebat sudah mereda), ekimosis
(sesudah beberapa hari kemudian), kekakuan, rasa pegal, nyeri
tekan yang menyeluruh.
2.1.4 Patofisiologi
2.1.4.1Dislokasi
Cedera akibat olahraga dikarenakan beberapa hal seperti
tidak melakukan exercise sebelum olahraga memungkinkan
terjadinya dislokasi, dimana cedera olahraga menyebabkan
terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi
sehingga dapat merusak struktur sendi dan ligamen. Keadaan
selanjutnya terjadinya kompresi jaringan tulang yang terdorong
ke depan sehingga merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoid
teravulsi akibatnya tulang berpindah dari posisi normal.
Keadaan tersebut dikatakan sebagai dislokasi.
Begitu pula dengan trauma kecelakaan karena kurang
kehati-hatian dalam melakukan suatu tindakan atau saat
7
berkendara tidak menggunakan helm dan sabuk pengaman
memungkinkan terjadi dislokasi. Trauma kecelakaan dapat
kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi sehingga dapat
merusak struktur sendi dan ligamen. Keadaan selanjutnya
terjadinya kompres jaringan tulang yang terdorong ke depan
sehingga merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi
akibatnya tulang berpindah dari posisi normal yang
menyebabkan dislokasi.
2.1.4.2Sprain
Sprain adalah kekoyakan (avulsion) seluruh atau
sebagian dari dan disekeliling sendi, yang disebabkan oleh
daya yang tidak semestinya, pemelintiran atau
mendorong/mendesak pada saat berolah raga atau aktivitas
kerja. Kebanyakan keseleo terjadi pada pergelangan tangan dan
kaki, jari-jari tangan dan kaki. Pada trauma olah raga (sepak
bola) sering terjadi robekan ligament pada sendi lutut. Sendi-
sendi lain juga dapat terkilir jika diterapkan daya tekanan atau
tarikan yang tidak semestinya tanpa diselingi peredaan.
Ligamen menghubungkan tulang-tulang dalam tubuh
khususnya daerah ekstremitas Sprain terjadi saat ada ligamen
yang tertarik diluar batas fleksibilitasnya atau bahkan tertarik
sampai terobek. Sprain dapat terjadi di saat persendian anda
terpaksa bergeser dari posisi normalnya karena anda terjatuh,
terpukul atau terkilir. Gejala umum Sprain adalah rasa nyeri,
bengkak dan memar di sekitar area yang terganggu, juga
berkurangnya kemampuan gerak persendian tersebut. Mata
kaki terkilir (ankle sprain) adalah tipe luka dalam Sprain yang
paling umum. Sedangkan Strain terjadi saat ada otot (muscle)
atau urat (tendon) yang tertarik diluar batas fleksibilitasnya
atau bahkan terobek.
8
2.1.4.3Strain
9
berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat
oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi
karena trauma yang kuat sehingga dapat
mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya
dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen,
syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi
pada orang dewasa.
Dislokasi berdasarkan tipe kliniknya dapat dibagi
menjadi : (Brunner & Suddart, 2002, KMB, edisi 8, vol
3,Halaman 2356)
2.1.5.1.1Dislokasi Akut. Umumnya terjadi pada shoulder,
elbow, dan hip. Disertai nyeriakut dan pembengkakan
di sekitar sendi
2.1.5.1.2Dislokasi Berulang. Jika suatu trauma Dislokasi pada
sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut
dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi
berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan
patello femoral joint.Dislokasi biasanya sering
dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang
disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang
patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau
kontraksi otot dan tarikan.
2.1.5.2 Sprain
Sprain dapat diklasifikasikan dengan beberapa
tingkatatan, antara lain :
2.1.5.2.1Sprain Tingkat I
10
rehabilitasi, atau setelah
mendapatkandiagnosa dari dokter.
2.1.5.2.2Tingkat II
11
2.1.5.3.1 Derajat I (ringan) berupa beberapa stretching atau
kerobekan ringan pada otot atau ligament. Cidera
derajat I biasanya sembuh dengan cepat dengan
pemberian istirahat, es, kompresi dan elevasi
(RICE). Terapi latihan dapat membantu
mengembalikan kekuatan dan fleksibilitas.
2.1.6 Komplikasi
2.1.6.1 Dislokasi
2.1.6.1.1Komplikasi dini
12
sendi bahu, terutama pada pasien yang
berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan
rotasi lateral, yang secara otomatis
membatasi abduksi
2.1.6.1.2.2 Dislokasi yang berulang: terjadi kalau
labrum glenoid atau robek
2.1.6.1.2.3 Kapsul terlepas dari bagian depan leher
glenoid
2.1.6.1.2.4 Kelemahan otot
2.1.6.2 Sprain
2.1.6.3 Strain
13
(koplikasi lanjut).
2.1.7 Penatalaksanaan
2.1.7.1 Dislokasi
2.1.7.1.1 Medis
2.1.7.1.1.1 Farmakologi (ISO Indonesia 2011-2012)
2.1.7.1.1.2 Pemberian obat-obatan : analgesik non
narkotik
a) Analsik yang berfungsi untuk
mengatasi nyeri otot, sendi, sakit
kepala, nyeri pinggang. Efek
samping dari obat ini adalah
agranulositosis. Dosis: sesudah
makan, dewasa: sehari 3×1 kapsul,
anak: sehari 3×1/2 kapsul.
b) Bimastan yang berfungsi untuk
menghilangkan nyeri ringan atau
sedang, kondisi akut atau kronik
termasuk nyeri persendian, nyeri
otot, nyeri setelah melahirkan.
Efek samping dari obat ini adalah
mual, muntah, agranulositosis,
aeukopenia. Dosis: dewasa; dosis
awal 500mg lalu 250mg tiap 6
jam.
2.1.7.1.2 Pembedahan
2.1.7.1.2.1 Operasi Ortopedi
Operasi ortopedi merupakan
spesialisasi medis yang mengkhususkan
pada pengendalian medis dan bedah para
14
pasien yang memiliki kondisi-kondisi
arthritis yang mempengaruhi persendian
utama, pinggul, lutut dan bahu melalui
bedah invasif minimal dan bedah
penggantian sendi. Prosedur
pembedahan yang sering dilakukan
meliputi Reduksi Terbuka dengan
Fiksasi Interna atau disingkat ORIF
(Open Reduction and Fixation).Berikut
dibawah ini jenis-jenis pembedahan
ortopedi dan indikasinya yang lazim
dilakukan :
a) Reduksi terbuka : melakukan
reduksi dan membuat kesejajaran
tulang yang patah setelah terlebih
dahulu dilakukan diseksi dan
pemajanan tulang yang patah.
b) Fiksasi interna : stabilisasi tulang
patah yang telah direduksi dengan
skrup, plat, paku dan pin logam.
c) Graft tulang : penggantian jaringan
tulang (graft autolog maupun
heterolog) untuk memperbaiki
penyembuhan, untuk
menstabilisasi atau mengganti
tulang yang berpenyakit.
d) Amputasi : penghilangan bagian
tubuh.
e) Artroplasti: memperbaiki masalah
sendi dengan artroskop(suatu alat
yang memungkinkan ahli bedah
15
mengoperasi dalamnya sendi tanpa
irisan yang besar) atau melalui
pembedahan sendi terbuka.
f) Menisektomi : eksisi fibrokartilago
sendi yang telah rusak.
g) Penggantian sendi: penggantian
permukaan sendi dengan bahan
logam atausintetis.
h) Penggantian sendi total:
penggantian kedua permukaan
artikuler dalam sendidengan logam
atau sintetis.
2.1.7.1.3 Non medis
2.1.7.1.3.1 Dislokasi reduksi: dikembalikan
ketempat semula dengan menggunakan
anastesi jika dislokasi berat.
RICE :
R : Rest (istirahat)
I : Ice (kompres dengan es)
C : Compression (kompresi/
pemasangan pembalut tekan)
E : Elevasi (meninggikan bagian
dislokasi)
2.1.7.1.3.2 Pencegahan
a) Cedera akibat olahraga
Gunakan peralatan yang
diperlukan seperti sepatu
untuk lari
Latihan atau exercise
Conditioning
b) Trauma kecelakaan
16
Kurangi kecepatan
Memakai alat pelindung diri
seperti helm, sabuk
pengaman
Patuhi peraturan lalu lintas
2.1.7.2 Sprain
2.1.7.1.1 Penatalaksanaan medis
2.1.7.1.1.1 Farmakologi
a) Aspirin:
Kandungan : Asetosal
500mg ; Indikasi : nyeri otot ;
Dosis dewasa 1 tablet atau 3 tablet
per hari, anak > 5 tahun setengah
sampai 1 tablet, maksimum 1 ½
sampai 3 tablet per hari.
b) Bimastan :
Kandungan : Asam
Mefenamat 250mg perkapsul,
500mg perkaplet ; Indikasi : nyeri
persendian, nyeri otot ;
Kontraindikasi : hipersensitif,
tungkak lambung, asma, dan
ginjal ; efek samping : mual
muntah, agranulositosis,
aeukopenia ; Dosis: dewasa awal
500mg lalu 250mg tiap 6jam.
17
c) Analsik :
Kandungan : Metampiron
500mg, Diazepam 2mg ;
Indikasi : nyeri otot dan sendi ;
Kontra indikasi : hipersensitif ;
Efek samping : agranulositosis ;
Dosis : sesudah makan (dewasa
3xsehari 1 kaplet, anak 3xsehari
1/2kaplet).
18
compression, elevation).
1) Rest (istirahat)
2) Ice (es)
3) Compression (penekanan)
4) Elevation (peninggian)
19
Jika memungkinkan,
pertahankan agar daerah yang
cedera berada lebih tinggi daripada
jantung. Sebagai contoh jika
daerah pergelangan kaki yang
terkena, dapat diletakkan bantal
atau guling dibawahya supaya
pergelangan kaki lebih tinggi dari
pada jantung
20
H : Heat, peberian panas justru akan
meningkatkan perdarahan
Pencegahan Sprain
2.1.7.3.1 Farmakoterapi .
2.1.7.3.3 Elektromekanis.
21
2.1.7.3.6 Dengan pembalutan atau pengendongan bagian yang
sakit.
1. RICE (Rest-Ice-Compress-Elevate)
22
dan otot
A : selama fase penyembuhan dapat dilakukan
latihandengan tidak membebani bagian yang cedera
Medicine : dapat diberikan piroxicam,meloxicam,
danibuprofen.
2.2 Fraktur
2.2.2 Klasifikasi
1. Tipe I
2. Tipe II
3. Tipe III
23
2.2.3 Komplikasi
24
fraktur yang berfungsi untuk menfiksasi bagian-bagian tulang yang
fraktur secara bersamaan.
2.2.3 Retention: imobilisasi fraktur tujuannya mencegah pengeseran
fregmen dan mencegah pergerakan yang dapat mengancam union.
Untuk mempertahankan reduksi (ektrimitas yang mengalami fraktur)
adalah dengan traksi. Traksi merupakan salah satu pengobatan dengan
cara menarik/tarikan pada bagian tulang-tulang sebagai kekuatan
dngan kontrol dan tahanan beban keduanya untuk menyokong tulang
dengan tujuan mencegah reposisi deformitas, mengurangi fraktur dan
dislokasi, mempertahankan ligamen tubuh/mengurangi spasme otot,
mengurangi nyeri, mempertahankan anatomi tubuh dan
mengimobilisasi area spesifik tubuh. Ada 2 pemasangan traksi yaitu :
skin traksi dan skeletal traksi.
2.2.4 Rehabilitation: mengembalikan aktiftas fungsional seoptimal
mungkin
2.3.1 Pembidaian
25
2.3.1.2 Tujuan Pembidaian
3. Mengurangi nyeri
26
(Alimed, 2017), molded plastic atau aluminum
maleable (SAM) splints,dan folded cardboard
splints.
27
2.3.1.4 Komplikasi Pembidaian
Menurut Asikin dkk (2016) komplikasi potensial pada
pembidaian yakni sindrom kompartemen dimana terjadi akibat
peningkatan tekanan jaringan dalam rongga yang terbatas
sehingga peredaran darah dan fungsi jaringan yang berada
didalam rongga tertutup, luka tekan dimana dapat terjadi
anoreksia jaringan dan ulkus yang memiliki lokasi rentan pada
daerah tumit, malleolus, punggung kaki, caput fibula, dan
permukaan anterior patella, serta disuse syndrome.
2.3.1.5 Persiapan Pembidaian
1. Periksa bagian tubuh yang akan dipasang bidai dengan
teliti dan periksa status vaskuler dan neurologis serta
jangkauan gerakan.
2. Pilihlah bidai yang tepat.
2.3.1.6 Alat Pembidaian
1. Bidai atau spalk terbuat dari kayu atau bahan lain yang
kuat tetapi ringan.
2. Pembalut segitiga.
3. Kasa steril.
2.3.1.7 Prinsip Pembidaian
Pembidaian menggunakan pendekatan atau prinsip
melalui dua sendi, sendi disebelah proksimal dan distal fraktur.
2.3.1.8 Syarat-syarat pembidaian
1. Pakaian yang menutupi anggota gerak yang dicurigai
28
cedera dilepas, periksa adanya luka terbuka atau tanda-
tanda patah dan dislokasi.
2. Periksa dan catat ada tidaknya gangguan vaskuler dan
neurologis (status vaskuler dan neurologis) pada bagian
distal yang mengalami cedera sebelum dan sesudah
pembidaian.
3. Tutup luka terbuka dengan kassa steril.
4. Pembidaian dilakukan pada bagian proximal dan distal
daerah trauma (dicurigaipatah atau dislokasi).
5. Jangan memindahkan penderita sebelum dilakukan
pembidaian kecuali ada ditempat bahaya.
6. Beri bantalan yang lembut pada pemakaian bidai yang
kaku.
7. Periksa hasil pembidaian supaya tidak terlalu longgar
ataupun terlalu ketatsehingga menjamin pemakaian bidai
yang baik
8. Perhatikan respons fisik dan psikis pasien.
9. Siapkan alat alat selengkapnya.
10. Sepatu dan seluruh aksesoris korban yang mengikat
harus dilepas.
11. Bidai meliputi dua sendi tulang yang patah, sebelumnya
bidai diukur dulu padaanggota badan kontralateral
korban yang sehat.
12. Ikatan jangan terlalu keras atau terlalu longgar.
13. Sebelum dipasang, bidai dibalut dengan kain pembalut.
14. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas
dan bawah tulang yang patah.
15. Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan
setelah dibidai.
2.3.1.9 Prosedur Pembidaian
29
2. Lepas sepatu, jam atau asesoris pasien sebelum
memasang bidai.
2.3.2 Stabilisasi
2.3.2.1 Pengertian stabilisasi
Stabilisasi adalah proses untuk menjaga kondisi dan
posisi penderita/pasien agar tetap stabil Pada pertolongan
pertama
30
2.3.2.2 Tujuan stabilisasi
1. Menjaga korban agar tidak banyak bergerak sehubungan
dengan keadaan yang alami
2. Menjaga korban agar pernapasanya tetap stabil
3. Menjaga agar posisi patah tulang yang telah di pasang
bidai tidak berubah
4. Menjaga agar perdarahan tidak bertambah.
5. Menjaga agar tingkat kesadaran korban tidak jatuh pada
keadaan
2.3.2.3 Pemindahan Darurat
Lakukan pemindahan darurat hanya jika ada bahaya
segera terhadap penderita ataupun penolong dan juga jika
penderita menghalangi akses ke penderita lainnya. Tindakan
ini dapat dilakukan tanpa dimulai dengan penilaian dini
(respon, nafas dan nadi) mengingat faktor bahaya dan resiko di
tempat kejadian.
Pemindahan ini juga dapat menimbulkan resiko
bertambah parahnya cedera penderita terutama penderita yang
mengalami cedera spinal (tulang belakang mulai dari tulang
leher sampai tulang ekor).
Contoh pemindahan darurat antara lain :
31
penderita yang mungkin akan membentur benda di sekitar
lokasi kejadian.
3. Tarikan selimut; apabila penderita telah berbaring di atas
selimut atau sejenisnya, maka lipat bagian selimut yang
berada di bagian kepala penderita lalu tarik penderita ke
tempat yang aman. Supaya penderita tidak bergeser dari
atas selimut, maka dapat dibuat simpul di ujung selimut
bagian kaki penderita
2.3.3 Transportasi Pasien
2.3.3.1 Pengertian Transportasi Pasien
Transportasi Pasien adalah sarana yang digunakan untuk
mengangkut penderita/korban dari lokasi bencana ke sarana
kesehatan yang memadai dengan aman tanpa memperberat
keadaan penderita ke sarana kesehatan yang memadai. Seperti
contohnya alat transportasi yang digunakan untuk
memindahkan korban dari lokasi bencana ke RS atau dari RS
yang satu ke RS yang lainnya. Pada setiap alat transportasi
minimal terdiri dari 2 orang para medik dan 1 pengemudi
(bila memungkinkanada 1 orang dokter).
2.3.3.2 Persiapan Transportasi Penderita
Seorang penderita gawat darurat dapat ditransportasikan
bila penderita tersebut siap(memenuhi syarat) untuk
ditransportasikan, yaitu: Gangguan Pernafasan dan
kardiovaskuler telah ditanggulangi (resusitasi bila diperlukan),
pendarahan dihentikan, luka ditutup, patah tulang di fiksasi.
2.3.3.3 Prosedur Transport Pasien
1. Lakukan pemeriksaan menyeluruh. Pastikan bahwa pasien
yang sadar bisa bernafas tanpa kesulitan setelah
diletakandi atas usungan. Jikapasien tidak sadar dan
menggunakan alat bantu jalan nafas(airway).
2. Amankan posisi tandu di dalam ambulans. Pastikan selalu
32
bahwa pasien dalam posisI aman selama perjalanan ke
rumahsakit.
3. Posisikan dan amankan pasien. Selama pemindahan ke
ambulans, pasien harus diamankan dengan kuat
keusungan.
4. Pastikan pasien terikat dengan baik dengan tandu. Tali ikat
keamanandigunakan ketika pasien siap untuk dipindahkan
ke ambulans, sesuaikan kekencangan tali pengikat
sehingga dapat menahan pasien dengan aman.
5. Persiapkan jika timbul komplikasi pernafasan dan jantung.
Jika kondisi pasien cenderung berkembang ke arah henti
jantung, letakkan spinalboard pendek atau papan RJP di
bawah matras sebelum ambulans dijalankan.
6. Melonggarkan pakaian yang ketat.
7. Periksa perbannya.
8. Periksa bidainya.
9. Naikkan keluarga atau teman dekat yang harus menemani
pasien
10. Naikkan barang-barang pribadi.
11. Tenangkan pasien.
2.3.3.4 Teknik Pemindahan Pada Pasien
Teknik pemindahan pada klien termasuk dalam transport
pasien, seperti pemindahan pasien dari satu tempat ke tempat
lain, baik menggunakan alat transport seperti ambulance,dan
branker yang berguna sebagai pengangkut pasien gawat
darurat.
1. Pemindahan klien dari tempat tidur ke brankar.
Memindahkan klien dri tempat tidur ke brankar oleh
perawat membutuhkan bantuan klien. Pada pemindahan
klien ke brankar menggunakan penarik atau kain yang
ditarik untuk memindahkan klien dari tempat tidur ke
33
branker. Brankar dan tempat tidur ditempatkan
berdampingan sehingga klien dapat dipindahkan dengan
cepat dan mudah dengan menggunakan kain pengangkat.
Pemindahan pada klien membutuhkan tiga orang
pengangkat
2. Pemindahan klien dari tempat tidur ke kursi. Perawat
menjelaskan prosedur terlebih dahulu pada klien sebelum
pemindahan. Kursi ditempatkan dekat dengan tempat tidur
dengan punggung kursi sejajar dengan bagian
kepalatempat tidur.Pemindahan yang aman adalah
prioritas pertama, ketika memindahkan klien dari tempat
tidur ke kursi roda perawat harus menggunakan mekanika
tubuh yang tepat.
3. Pemindahan pasien ke posisi lateral atau prone di tempat
tidur. Pindahkan pasien dari ke posisi yang berlawanan.
Letakan tangan pasien yang dekat dengan perawat ke dada
dan tangan yang jauh dari perawat, sedikit kedepan badan
pasien. Letakan kaki pasien yang terjauh dengan perawat
menyilang di atas kaki yang terdekat. Tempatkan diri
perawat sedekat mungkin dengan pasien. Tempatkan
tangan perawat di bokong dan bantu pasien. Tarik badan
pasien. Beri bantal pada tempat yang diperlukan.
34
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dislokasi terjadi saat ligamen memberikan jalan sedemikian rupa
sehingga Tulang berpindah dari posisina yang normal di dalam sendi.
Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan
(acquired) atau karena sejak lahir (Kongenital).
Sprain adalah cedera struktur ligament disekitar sendi, akibat gerakan
menjepit atau memutar. Fungsi ligamen merupakan stabilitas, namun masih
memungkinkan mobilitas. Ligamen yang robek akan kehilangan
kemampuan stabilitasnya. Pembuluh darah akan terputus dan menimbulkan
edema, sendi terasa nyeri tekan, dan gerakan sendi terasa sangat nyeri .
Tanda dan gejala sprain yaitu nyeri tekan, edema, sulit menggerakkan sendi-
sendi, memar, terjadi haemarthrosis atau perdarahan sendi.
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot yang terjadi baik secara
langsung maupun tidak langsung akibat dari peregangan atau penggunaan
berlebihan .Strain adalah bentuk cedera berupa penguluran atau robekan
pada struktur muskulotendinous (otot dan tendo). Tanda dan gejala strain
yaiut nyeri mendadak, nyeri tekan local, kontraksi isometric, bengkak pada
persendian yang terkena memar atau kemerahan loSara Diharapkan para
pembaca memperbanyak literatur, terutama literatur yang berhubungan
dengan Trauma Assesment Bone (Dislokasi, Sprain, Strain) agar
mempermudah mahasiswa perawat untuk mempelajari mata kuliah
kegawatdaruratan trauma pada semua tingkat usia.
3.2 Saran
Demikianlah pembahasan yang bisa kami sajikan. Kami sadar bahwa
masih banyak kekurangan yang kami miliki, baik dari penulisan maupun
bahasan yang kami sajikan, karena keterbatasan pengetahuan dan referensi.
Kelompok menyadari makalah ini masih jauh dai sempurna. Oleh karena itu
35
saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar makalah ini dapat
disusun menjadi lebih baik lagi kedepannya.
36
DAFTAR PUSTAKA
Wahid, Abdul. (2013) Buku Saku Asuhan Keperawatan Dengan gangguan Sistem
Muskoloskeletal.TIM: JakartaDongoes, Marilynn E, dkk. 1999. Rencana
Asuhan Keperawatan Edisi III. Jakarta : EGC
Ns,,Lukman,S.Kep., MM & Nurna ningsih S.kp. 2009. Askep Pada Klien Dengan
Gangguan System Musculoskeletal. Jakarta: salemba medika.
Jakarta: EGC
37